• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP UKHUWAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

3.2 Macam-Macam Ukhuwah

3.2 Macam-Macam Ukhuwah

Menurut Quraish Shihab, kalau kita mengartikan ukhuwah dalam arti “persamaan” sebagaimana arti asalnya dan penggunaananya dalam beberapa ayat dan hadits, kemudian merujuk kepada Al-Qur‟an dan sunnah, maka paling tidak kita dapat menemukan ukhuwah tersebut tercermin dalam empat hal berikut:33

31 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam

Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), Hal. 358

32 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan

1. Ukhuwah Ubudiyah atau saudara kesemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah.

Bahwa seluruh makhluk adalah bersaudara dalam arti memiliki kesamaan. Seperti dalam Q.S Al-An'aam : 38

يِف اَنْط َّرَف اَم ۚ ْمُكُلاَثْمَأ ٌمَمُأ َّلاِإ ِهْيَحاَنَجِب ُريِطَي ٍرِئاَط َلا َو ِض ْر ََ َْْلا يِف ٍةَّباَد ْنِم اَم َو َنو ُرَشْحُي ْمِهِ ب َر ٰىَلِإ َّمُث ۚ ٍءْيَش ْنِم ِبا َتِكْلا Artinya:

Dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi, dan tidak pula burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, kecuali umat seperti kamu juga.

Dan dalam Q.S. Al-Baqarah : 28

َج ْرُت ِهْيَلِإ َّمُث ْمُكيِيْحُي َّمُث ْمُكُتيِمُي َّمُث ۖ ْمُكاَي ََْحأَف اًتا َوْمَأ ْمُتْنُك َو َِ ََ ََّللاِب َنو ُرُفْكَت َفْيَك َنوُع

Artinya:

“Bagaimanakamu ingkar kepada Allah, padahal kamu tadinya mati (berbentuk benih tubuh mati, tanpa ruh), lalu Allah menghidupkan kamu (ditiupkan-Nya ruh), kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali (dibangkitkan-Nya), kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”.

2. Ukhuwah Insaniyyah atau (basyariyyah)

Ukhuwah insaniyah, yaitu persaudaraan sesama umat manusia.Manusia mempunyai motivasi dalam menciptakan iklim persaudaraan hakiki yang berkembang atas dasar rasa kemanusiaan yang bersifat universal.Seluruh manusia di dunia adalah bersaudara. Ayat yang menjadi dasar dari ukhuwah seperti ini antara lain lanjutan dari QS. al-Hujurat ayat 10, dalam hal ini ayat 11 yang masih memiliki munasabah dengan ayat 10 tadi. Bahkan sebelum ayat 10 ini, al-Qur‟an memerintahkan agar setiap manusia saling mengenal dan mempekuat hubungan persaudaraan di antara mereka.

Khusus dalam QS.al-Hujurat ayat 11, Allah berfirman :

َس ِن ْنِم ٌءاَسِن َلا َو ْمُهْنِم ا ًرْيَخ اوُنوُكَي ْنَأ ٰىَسَع ٍم ْوَق ْنِم ٌم ْوَق ْرَخْسَي َلا اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي َّنُكَي ْنَأ ٰىَسَع ٍءا ۖ ِباَقْل ََ َْْلاِب او ُزَباَنَت َلا َو ْمُكَسُفْنَأ او ُزِمْلَت َلا َو ۖ َّنُهْنِم ا ًرْيَخ ْلا ُمْسِلاا َسْئِب لوُأَف ْبُتَي ْمَل ْنَم َو ۚ ِناَمي َِْلإا َدْعَب ُقوُسُف َٰ َنوُمِلاَّظلا ُمُه َكِئ ََ Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita

lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburukburuk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”

Ayat ini sangat melarang orang beriman untuk saling mengejek kaum lain sesama umat manusia, baik jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Ayat berikutnya, yakni ayat 12, justru memerintahkan orang mukmin untuk menghindari prasangka buruk antara sesama manusia.Dalam Tafsir al-Maragi dijelaskan bahwa setiap manusia dilarang berburuk sangka, dilarang saling membenci. Semua itu wajar karena sikap batiniyah yang melahirkan sikap lahiriah. Semua petunjuk Al-Qur’an yang berbicara tentang interaksi antarmanusia pada akhirnya bertujuan memantapkan ukhuwah di antara mereka.13Memang banyak ayat yang mendukung persaudaraan antara manusia harus dijalin dengan baik. Hal ini misalnya dapat dilihat tentang larangan melakukan transaksi yang bersifat batil di antara manusia sebagaimana dalam QS.al-Baqarah (2): 188, larangan bagi mereka mengurangi dan melebihkan timbangan dalam usaha bisnis sebagaimana dalam QS. al-Mutahffifin (48): 1-3. Dari sini kemudian dipahami bahwa tata hubungan dalam ukhuwah insaniah menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan martabat kemanusiaan untuk mencapai kehidupan yang sejahtera, adil, damai, dan pada intinya konsep tersebut dalam Al-Qur’an bertujuan untuk memantapkan solidaritas kemanusiaan tanpa melihat agama, bangsa, dan suku-suku yang ada.

3. Ukhuwah Wathaniyah wa an-Nasab

Islam sebagai agama yang universal juga memiliki konsep ukhuwah kebangsaan yang disebut ukhuwah wathaniyyah, yakni saudara dalam arti sebangsa walaupun tidak seagama.Ayat yang terkait dengan ini adalah QS.Hud (7): 65. Di sini Allah SWT berfirman, (Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum `Aad saudara

mereka, Hud). Seperti yang dikemukakan oleh ayat lain bahwa kaum 'Ad

membangkang terhadap ajaran yang dibawa oleh nabi Hud as. Sehingga Allah memusnahkan mereka, sebagaimana dalam QS.al-Haqqah (69): ayat 6-7. Jenis

ukhuwwah yang demikian disebut juga dalam QS. Shad (38): 23 yang telah

disebutkan sebelumnya di mana dalam ayat ini ditegaskan bahwa adanya persaudaraan semasyarakat, walaupun berselisih paham karena adanya perdebatan mengenai jumlah ekor kambing yang mereka miliki.

M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa guna memantapkan ukhuwah kebangsaan walau tidak seagama, pertama kali Alquran menggarisbawahi bahwa perbedaan adalah hukum yang berlaku dalam kehidupan ini.Selain perbedaan tersebut merupakan kehendak Allah, juga demi kelestarian hidup, sekaligus demi mencapai tujuan kehidupan makhluk di pentas bumi.34 Dalam QS. al-Maidah (5): 48 Allah berfirman: ۖ ِهْيَلَع اًنِمْيَهُم َو ِباَتِكْلا َنِم ِهْيَدَي َنْيَب اَمِل اًق ِدَصُم ِق َحْلاِب َباَتِكْلا َكْيَلِإ اَنْل َزْنَأ َو َنْلَعَج ٍل ُكِل ۚ ِق َحْلا َنِم َكَءاَج اَّمَع ْمُهَءا َوْهَأ ْعِبَّتَت َلا َو ۖ َُ ََ ََّللا َل َزْنَأ اَمِب ْمُهَنْيَب ْمُكْحاَف ْمُكْنِم ا ل َو ًةَد ِحا َو ًةَّمُأ ْمُكَلَعَجَل َُ ََ ََّللا َءاَش ْوَل َو ۚ اًجاَهْنِم َو ًةَع ْرِش َٰ ۖ ْمُكاَتآ اَم يِف ْمُك َوُلْبَيِل ْنِك ََ اوُقِبَت ْساَف َنوُفِلَتْخ َت ِهيِف ْمُتْنُك اَمِب ْمُكُئِ بَنُيَف اًعيِمَج ْمُكُع ِج ْرَم َِ ََ ََّللا ىَلِإ ۚ ِتا َرْيَخْلا Artinya:

48. Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.

Dari ayat tersebut, maka seorang muslim hendaknya memahami adanya pandangan atau bahkan pendapat yang berbeda dengan pandangan agamanya, karena semua itu tidak mungkin berada di luar kehendak Allah. Walaupun mereka berbeda agama, tetapi karena mereka satu masyarakat, sebangsa dan setanah air maka ukhuwah di antara mereka harus tetap ada. J. Suyuti Pulungan menyatakan bahwa indikasi ukhuwah kebangsaan ini dapat pula dilihat dalam ketetapan Piagam Madinah yang bertujuan mewujudkan segenap persatuan sesama warga masyarakat Madinah, yakni persatuan dalam bentuk persaudaraan segenap penduduk Madinah sebagaimana dalam pasal 24 pada piagam tersebut, yakni

(orang-orang mukmin dan Yahudi bekerja sama menanggung pembiayaan selama

mereka berperang).35 Jadi di antara mereka harus terjalin kerjasama dan tolong menolong dalam menghadapi orang yang menyerang terhadap negara mereka di Madinah.

Konsep ukhuwah kebangsaan yang digambarkan di atas, sungguh telah terpraktik dalam kenegaraan di Madinah yang diplopori oleh nabi Muhammad SAW. Kesuksesan dan teladan bangunan ukhuwah Madinah tersebut akhirnya mengilhami para pemikir muslim kontemporer untuk mempersamakan wacana civil

society dari Barat dengan wacana masyarakat madani dalam Islam. Upaya

pencocokan ini sekalipun dipaksakan, memang sedikit banyak memiliki titik temu yang cukup signifikan. Pertautan ini nampak jelas terutama pada proses transformasi sosial budaya, sosial politik dan sosial ekonomi pada masayarakat madinah dengan proses bangsa Eropa (Barat) menuju masyarakat modern yang kemudian sering disebut dengan civil society.36

Selanjutnya Nurcholish Madjid mengungkapkan bahwa beberapa ciri mendasar dari ukhuwah masyarakat madani yang dibangun oleh nabi Muhammad SAW, antara lain (1) egalitarianisme; (2) penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi, bukan kesukuan, keturunan, ras, dan sebagainya; (3) keterbukaan partisipasi seluruh anggota masyarakat yang aktif; (4) penegakan hukum dan keadilan; (5) toleransi dan pluralisme; (6) musyawarah.37 Dalam mewujudkan masyarakat tersebut, tentu saja membutuhkan manusia-manusia yang secara pribadi berpandangan hidup dengan semangat ukhuwah kebangsaan, dan nabi Muhammad telah memberikan keteladanan dalam mewujudkan ciri-ciri ukhuwah seperti yang telah disinggung di atas.Untuk sampai ke ukhuwah tersebut dapat dirujuk QS. Ali Imrān (3): 159, yakni ;

35 J. Syutuhi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah; Dintinjau

dari Pandangan Al-Qur’an (Cet. II; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996). Hal. 146.

36 Nurcholis Madjid, Menuju Masyarakat Madani dalam Adi Suryani Culla, (ed),

Masyarakat Madani; Pemikiran, teori dan Relevansinya dengan Era Reformasi (Cet.III; Jakarta:

PT. RajaGRafindo Persada, 2002). Hal. 192.

37 Nurcholis Madjid, Menuju Masyarakat Madani dalam Adi Suryani Culla, (ed),

ْوَل َو ۖ ْمُهَل َتْنِل َِ ََ ََّللا َنِم ٍةَمْح َر اَمِبَف ْمُهَل ْرِفْغَتْسا َو ْمُهْنَع ُفْعاَف ۖ َكِل ْوَح ْنِم اوُّضَفْنَلا ِبْلَقْلا َظيِلَغ اًّظَف َتْنُك

ََ ََ ََّللا َّنِإ ۚ َِ ََ ََّللا ىَلَع ْلَّك َوَتَف َتْم َزَع اَذِإَف ۖ ِر ْم ََ َْْلا يِف ْمُه ْرِواَش َو َنيِل ِك َوَتُمْلا ُّب ِحُي

Artinya :

159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Secara umum, paradigma ayat diatas memiliki empat kunci utama dalam membangun ukhuwah kebangsaan. Pertama, bahwa membentuk pranata sosial masyarakat itu haruslah elektif dan fleksibel, artinya faktor kultur, demografi dan geografi suatu masyarakat sangat mempengaruhi strategi pembentukan masyarakat.

Kedua, sikap pemaaf terhadap pelaku kejahatan social guna membangun

masyarakat baru haruslah dijunjung tinggi, dengan mengeyampingkan perubahan revolusioner yang justru akan memakan korban harta dan nyawa yang tak terhitung.

Ketiga, semua perilaku dan perubahan sosial politik dalam pembentukan

masyarakat harus dilandasi upaya kompromi dan rekonsiliasi melalui musyawarah mufakat, sehingga tercipta demokratisasi. Keempat, para pelaku yang terlibat dalam proses pembentukan masyarakat haruslah memiliki landasan moralitas.

4. Ukhuwah fi ad-din al-islam (persaudaraan antara sesama muslim ).

Kata al-Din di temukan dalam Al-Qur’an sebanyak 22 kali, sebagian diantaranya dalam surah at-Taubah ayat 11 :

ِتاَي َْْلا ُل ِصَفُن َو ۗ ِني ِدلا يِف ْمُكُنا َوْخِإَف َةاَك َّزلا ا ُوَتآ َو َةَلاَّصلا اوُماَقَأ َو اوُباَت ْنِإَف َنوُمَلْعَي ٍم ْوَقِل

Artinya:

11. Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayatayat itu bagi kaum yang mengetahui.

Dan QS. al-Hujurat ayat 10 :

َنوُمَح ْرُت ْمُكَّلَعَل ََ ََ ََّللا اوُق َّتا َو ۚ ْمُكْي َوَخَأ َنْيَب اوُحِلْصَأَف ٌة َوْخِإ َنوُنِمْؤُمْلا اَمَّنِإ Artinya:

10. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

Dimana ayat ini menegaskan bahwa "orang-orang mukmin itu bersaudara", selanjutnya ditegas-kan bahwa "orang beribadah seperti shalat, zakat, dan lain-lain mereka saudara seagama". Yang dimaksud dari ayat ini adalah persaudaraan segama Islam, atau persaudaraan sesama muslim.

Khusus pada Q.S. al-Hujarat ayat 10 yang dimulai dengan kata inama ( اَم َّوِإ ) digunakan untuk membatasi sesuatu. Di sini kaum beriman dibatasi hakikat hubungan mereka dengan "persaudaraan". Seakan-akan tidak ada jalinan hubungan antar mereka kecuali dengan hubungan persaudaraan itu. M.Quraish Shihab menjelaskan juga bahwa kata inama biasa digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang telah diterima sebagai suatu hal yang telah diketahui oleh semua pihak secara baik. Dengan demikian, penggunaan kata innama dalam konteks penjelasan tentang "persaudaraan antara sesama mukmin" ini, mengisyaratkan bahwa sebenarnya semua pihak telah mengetahui secara pasti bahwa semua kaum itu beriman serta bersaudara, sehingga semestinya tidak terjadi dari pihak manapun hal-hal yang mengganggu persaudaraan itu. 38 Demikian pula Ibnu Katsir menyatakan bahwa orang-orang beriman adalah hamba Allah yang taat, dan mereka dianjurkan untuk mempererat persaudaraan di antara mereka.

Dalam ayat tersebut menggunakan kata ikhwah. Kata ini sebagaimana telah diuraikan bisa berarti "persaudaraan seketurunan", artinya bahwa hubungan persaudaraan seagama sesama muslim harus erat sebagaimana eratnya hubungan antar saudara seketurunan. Kemudian dalam hadis yang dikemukakan oleh Ibn Katsir tadi menggunakan kata ikhwan, dan kata ini mengandung arti hubungan persaudaraan tanpa seketurunan, artinya bahwa orang muslim itu terdiri atas

banyak bangsa dan suku yang tidak seketurunan, maka mereka juga harus mengakui bahwa mereka adalah bersaudara.

Ukhuwah keagamaan tampak sekali menjadi prioritas nabi Muhammad SAW ketika pertama kali Hijrah di Madinah. Pada saat pertama kali rombongan

sahabat dari Mekah tiba, dan mereka ini disebut kaum Muhajirin, maka saat itu pula nabi Muhammad SAW langsung mengikatkan tali persaudaraan mereka kepada orang-orang mukmin di Madinah yang disebut kaum Anshar. Sehingga terjadilah tali ukhuwah keagamaan yang erat antara Muhajirin dan Anshar. Mereka sama-sama umat beragama Islam, mereka sama-sama-sama-sama menunaikan ibadah yang diajarkan oleh Islam seperti shalat dan zakat sebagaimana dalam QS.alTaubah (9): 11 yang telah sebutkan. Mereka juga sama-sama berjihad di jalan Allah dan sama-sama mengorbankan jiwa hartanya di jalan Allah sebagaimana dalam QS. al-Anfal (8): 72, yakni : ا ْو َوآ َنيِذَّلا َو َِ ََ ََّللا ِليِبَس يِف ْمِهِسُفْنَأ َو ْمِهِلا َوْمَأِب اوُدَهاَج َو او ُرَجاَه َو اوُنَمآ َنيِذَّلا َّنِإ لوُأ او ُرَصَن َو َٰ ْيَش ْنِم ْمِهِتَيَلا َو ْنِم ْمُكَل اَم او ُر ِجاَهُي ْمَل َو اوُنَمآ َنيِذَّلا َو ۚ ٍضْعَب ُءاَيِل ْوَأ ْمُهُضْعَب َكِئ ََ ٰىَّتَح ٍء ٍم ْوَق ٰىَلَع َّلاِإ ُرْصَّنلا ُمُكْيَلَعَف ِني ِدلا يِف ْمُكو ُرَصْنَتْسا ِنِإ َو ۚ او ُر ِجاَهُي ٌري ِصَب َنوُلَمْعَت اَمِب َُ ََ ََّللا َو ۗ ٌقاَثيِم ْمُهَنْيَب َو ْمُكَنْيَب Artinya :

72. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam rangka menumbuh kembangkan persaudaraan ukhuwah keagamaan, yakni ukhuwwah diniyyah, adalah memantapkan kebersamaan dan persatuan mereka sesama umat Islam, berdasarkan persamaan agama. Karena itu, bentuk ukhuwah ini tidak dibatasi oleh wilayah, kebangsaan atau ras. Sebab seluruh umat Islam di seluruh dunia di manapun mereka berada adalah sama-sama bersaudara.

3.3 Ayat-Ayat Ukhuwah dalam Al-Qur’an 1.Al-Qur’an Surah Al-Hujurat Ayat 9-13

akidah dan syari’ah yang penting dan hakikat wujud dan kemanusiaan. Hakikat ini merupakan cakrawala yang luas dan jangkauan yang jauh bagi akal dan kalbu. Juga menimbulkan pikiran yang dalam dan konsep yang penting bagi jiwa dan nalar. Hakikat itu meliputi berbagai manhāj (cara) penciptaan, penataan, kaidahkaidah pendidikan dan pembinaan. Padahal jumlah ayatnya kurang dari ratusan.39

Sayyid Quthb dalam tafsir “Fī Dzilāl al-Qur’ān” membagi penafsiran surat ini kepada beberapa topik, di antaranya adalah tata krama orang beriman terhadap Nabi S.A.W; Memastikan kebenaran khabar berita; Bersikap damai sesama saudara muslim (ukhuwah Islamiyah); Larangan bersikap angkuh, prasangka dan mengumpat; Mereka yang paling mulia adalah yang paling tinggi takwanya; serta Hakikat iman dan pengukuhannya.

Menurut Sayyid Quthb, surah ini mengandung uraian tentang hakikat keagungan akidah dan syariat serta hakikat-hakikat kemanusiaan, termasuk hakikat-hakikat yang membuka wawasan yang luhur bagi hati dan akal.40 Al- Qur‟an diturunkan melalui sebab musabab (Asbābu al-nuzūl), tetapi tidak semua ayat yang terdapat di dalam al-Qur‟an memiliki asbāb al-nuzūl. Demikian juga dengan surat al-Hujurat tidak seluruhnya memiliki asbāb al-nuzūl.41

Persatuan dan kesatuan atau lebih sering disebut dengan ukhuwah Islamiyah merupakan sesuatu yang sangat penting dan mendasar bagi seorang

Muslim sejati, apalagi hal ini merupakan salah satu ukuran keimanan. Karena itu, ketika Nabi Muhammad S.A.W. berhijrah ke Madinah, yang pertama dilakukannya adalah mempersaudarakan sahabat dari Mekah atau “kaum Muhajirin” dengan sahabat yang berada di Madinah atau “kaum Anshar”. Ini berarti, ketika seseorang atau suatu masyarakat beriman, maka seharusnya ukhuwah Islamiyah yang didasari oleh iman menjelma dalam kehidupan seharihari, Allah SWT berfirman dalam surah al-Hujurat ayat 9 dan 10.

َدْحِإ ْتَغَب ْنِإَف ۖ اَمُهَنْيَب اوُحِلْصَأَف اوُلَتَتْقا َنيِنِمْؤُمْلا َنِم ِناَتَفِئاَط ْنِإ َو ىَلَع اَمُها

اِب اَمُهَنْيَب اوُحِلْصَأَف ْتَءاَف ْنِإَف ۚ َِ ََ ََّللا ِرْمَأ ٰىَلِإ َءيِفَت ٰىَّتَح يِغْبَت يِتَّلا اوُلِتاَقَف ٰى َر َُْخ َْْلا ِلْدَع ْل

39 Sayyid Qutbh, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, (Terj. As‟as Yasin), Jakarta: Gema Insani Press, 2004, Cet. I, Jilid X, hlm. 407

40 Sayyid Qutbh, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, (Terj. As‟as Yasin), Jakarta: Gema Insani Press, 2004, Cet. I, Jilid X, hlm. Hal. 407

41 Qamaruddin Saleh, dkk, Asbab Nuzul (Latar Belakang Historis Turunya Ayat-Ayat Al-

Qur’an) Bandung: Diponegoro, Cet X, 1288, hlm.. 468. Lihat pula Isma’il Ibnu Katsir, Tafsîr alQur’ân al-Adzîm Damaskus: Dar al-Khair, 2006, cet. IV, hlm. 260. Lihat pula, Jalal al-Din Abdi

َنيِطِسْقُمْلا ُّب ِحُي ََ ََ ََّللا َّنِإ ۖ اوُطِسْقَأ َو Artinya:

9. Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

َنوُمَح ْرُت ْمُكَّلَعَل ََ ََ ََّللا اوُقَّتا َو ۚ ْمُكْي َوَخَأ َنْيَب اوُحِلْصَأَف ٌة َوْخِإ َنوُنِمْؤُمْلا اَمَّنِإ Artinya:

10. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

Dua ayat tersebut turun di Yasrib (Madinah), menegaskan pada kita tentang perlunya persatuan muslim yang saling berbeda pendapat karena sesungguhnya setiap muslim itu adalah bersaudara. Pondasi keimanan merupakan landasan persaudaraan yang kuat, sehingga jika ada pertentangan antara orangorang mukmin maka tugas orang mukmin lainnya adalah mendamaikan keduanya, memperbaiki kembali hubungan persaudaraan keduanya. Ini menunjukkan bahwa sungguh besar arti persaudaraan sesama mukmin, dan menjadi tugas besar pula mendamaikan orang-orang mukmin yang bertikai dengan saudara-saudaranya.

Disisi lain, menjaga persaudaraan merupakan sebuah keniscayaan dengan meninggalkan perkara-perkara yang mampu menenggelamkan semangat ukhuwah dan menyuburkan sifat-sifat kebencian, Allah SWT dalam surat al-Hujurat ayat 11 dan 12 mengingatkan tentang beberapa hal yang akan menjadi penyebab rusaknya persaudaraan melalui firman-Nya:

َلا َو ْمُهْنِم ا ًرْيَخ اوُنوُكَي ْنَأ ٰىَسَع ٍم ْوَق ْنِم ٌم ْوَق ْرَخْسَي َلا اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي َّنُكَي ْنَأ ٰىَسَع ٍءاَسِن ْن ِم ٌءاَسِن ۖ ِباَقْل ََ َْْلاِب او ُزَباَنَت َلا َو ْمُكَسُفْنَأ او ُزِمْلَت َلا َو ۖ َّنُهْنِم ا ًرْيَخ لوُأَف ْبُتَي ْمَل ْنَم َو ۚ ِناَمي َِْلإا َدْعَب ُقوُسُفْلا ُمْسِلاا َسْئِب َٰ َنوُمِلاَّظلا ُمُه َكِئ ََ Artinya :

11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu

sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang Seburuk-buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Selanjutnya dalam ayat 12 Allah berfirman:

اوُسَّسَجَت َلا َو ۖ ٌمْثِإ ِن َّظلا َضْعَب َّنِإ ِن َّظلا َنِم ا ًريِثَك اوُبِنَتْجا اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي أَي ْنَأ ْمُكُدَحَأ ُّب ِحُيَأ ۚ اًضْعَب ْمُكُضْعَب ْبَتْغَي َلا َو َْ ْيَم ِهي ِخَأ َمْحَل َلُك ۚ ََ ََ ََّللا اوُقَّت ا َو ۚ ُهوُمُتْه ِرَكَف اًت ٌمي ِح َر ٌبا َّوَت ََ ََ ََّللا َّنِإ Artinya :

12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka

(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencaricari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Ayat ini turun berkenaan dengan Salman al-Farisi yang apabila selesai makan ia terus tidur dan mendengkur, pada waktu itu ada orang yang mempergunjingkan perbuatannya itu. Maka turunlah ayat ini yang melarang seseorang mengumpat, menceritakan keaiban orang lain. Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzil yang bersumber dari Ibnu Juraij.42

Berdasarkan ayat tersebut, Allah menyebutkan perkara yang mampu menghancurkan persaudaraan, dan sikap ini diperintahkan untuk kita tinggalkan. Diantaranya adalah meninggalkan sikap saling olok-mengolok, mencela orang lain yang akan berakibat pada mencela diri sendiri, memberi gelar (panggilan) kepada orang lain dengan panggilan yang buruk, menjauhi prasangka, mencaricari kesalahan orang lain serta menggunjing antar sesama. Sikap-sikap ini merupakan perbuatan dosa dan menjijikkan, ibarat memakan daging saudara kita yang sudah mati, tentulah sangat menjijikkan. Jika beberapa hal ini terjadi sebaliknya serta tumbuh subur dalam masyarakat, maka upaya menggalang persatuan dan kesatuan dengan memperkokoh persaudaraan hanya akan meninggalkan kenangan saja, tidak akan pernah dapat diwujudkan.

Kata kunci persaudaraan dan kebahagiaan hidup adalah kerukunan sesama warga tanpa memandang perbedaan latar belakang suku, agama, dan golongan, karena hal itu adalah sunatullah. Kerukunan mencerminkan persatuan dan persaudaraan. Allah SWT berfirman Surat al-Hujurat ayat 13:

ِإ ُساَّنلا اَهُّيَأ اَي ۚ اوُف َراَعَتِل َلِئاَبَق َو اًبوُعُش ْمُكاَنْلَعَج َو ٰىَثْنُأ َو ٍرَكَذ ْنِم ْمُكاَنْقَلَخ اَّن

ٌريِبَخ ٌميِلَع ََ ََ ََّللا َّنِإ ۚ ْمُكاَقْتَأ َِ ََ ََّللا َدْنِع ْمُكَم َرْكَأ َّنِإ Artinya :

13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Dalam satu riwayat dikemukakan bahwa ketika Fath al-Makkah, Bilal naik ke atas Kábah untuk azan. Berkatalah beberapa orang: “Apakah pantas budak hitam ini azan di atas Kábah?” maka berkatalah yang lainnya: “Sekiranya Allah membenci orang ini, pasti Allah akan menggantinya”. Ayat ini turun sebagai penegasan bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi, dan yang paling mulia adalah yang paling bertakwa. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abi Mulaikah.43

Ayat tersebut ditujukan kepada umat manusia seluruhnya, tak hanya kepada kaum Muslimin. Manusia diturunkan dari sepasang suami-istri. Suku, ras dan bangsa mereka merupakan nama-nama saja untuk memudahkan, sehingga dengan itu kita dapat mengenali perbedaan sifat-sifat tertentu. Di hadapan Allah SWT mereka semua satu, dan yang paling mulia ialah yang paling bertakwa.

2. Al-Qur’an Surah Ali Imran Ayat 103

Secara historis ayat ini berkaitan dengan peringatan terhadap kaum Khazraj dan kaum Aus yang sempat terprovokasi hingga hampir bermusuhan lagi.

Tatkala Rasūlullah SAW. serta sahabatnya tiba di Madinah, kaum Khazraj dan kaum Aus merupakan dua kelompok yang saling bermusuhan di zaman jahiliyah kemudian mereka menjadi bersaudara karena terikat oleh ukhuwah Islamiyah, namun pada suatu saat ada perselisihan di antara kedua kelompok itu hingga

Dokumen terkait