BAB II TINJAUAN PUSTAKA
C. Makanan Pendamping ASI
1. Definisi
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah usia 6 bulan sampai usia 24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain ASI (Departemen Kesehatan and RI, 2006). Peranan makanan tambahan bukan sebagai pengganti ASI tetapi untuk melengkapi atau mendampingi ASI yang berguna untuk menutupi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung di dalam ASI karena produksi ASI setelah 6 bulan semakin menurun sedangkan bayi terus mengalami pertumbuhan. Kebutuhan gizi pada bayi setelah
6 bulan tidak mencukupi jika hanya berasal dari ASI saja, sehingga diberikan makanan pendamping ASI (Widyawati, Febry and Destriatania, 2016).
2. Tujuan
Tujuan pemberian makanan pendamping ASI yaitu (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2010):
a. Melengkapi zat–zat gizi yang kurang dalam ASI;
b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacammacam makanan dengan berbagai rasa dan tekstur;
c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan;
d. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi yang tinggi.
3. Syarat – syarat Pemberian MP-ASI
Dalam Global Strategy for Feeding Infant and Young Children (World Health Organization, 2003) merekomendasikan agar pemberian MP-ASI memenuhi 4 syarat, yaitu sebagai berikut.
a. Tepat waktu (timely), artinya MP-ASI harus diberikan saat ASI eksklusif sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi.
b. Adekuat, artinya MP-ASI memiliki kandungan energi, protein, dan mikronutrien yang dapat memenuhi kebutuhan makronutrien dan mikronutrien bayi sesuai usianya. Kurangnya asupan energi dan protein menjadi penyebab gagal tumbuh. Kecukupan protein hanya bisa terpenuhi jika asupan energi tercukupi. Protein berperan penting dalam pengaturan serum insulin-like growth factor-1 (IGF-1). IGF-1 merupakan hormon
penting dalam pertumbuhan tinggi badan yang mengatur kelangsungan hidup, pertumbuhan, metabolisme, dan diferensiasi sel. Protein ini digunakan untuk mengembalikan konsentrasi serum IGF-1 (Febrindari and Nuryanto, 2016).
c. Aman, artinya MP-ASI disiapkan dan disimpan dengan cara-cara yang higienis, diberikan menggunakan tangan dan peralatan makan yang bersih.
d. Diberikan dengan cara yang benar (properly fed), artinya MP-ASI diberikan dengan memperhatikan sinyal rasa lapar dan kenyang seorang anak.
Frekuensi makan dan metode pemberian makan harus dapat mendorong anak untuk mengonsumsi makanan secara aktif dalam jumlah yang cukup menggunakan tangan, sendok, atau makan sendiri yang disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan seorang anak.
4. Prinsip Pemberian MP-ASI
Pemberian MP-ASI diberikan pada anak yang berusia 6-24 bulan secara berangsur-angsur untuk mengembangkan kemampuan mengunyah dan menelan serta menerima macam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa.
Pemberian MP-ASI harus bertahap dan bervariasi, mulai dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembik dan akhirnya makanan padat (Soenardi, 2006).
Memasuki usia enam bulan bayi telah siap menerima makanan bukan cair, karena gigi sudah tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setengah padat.
Di samping itu, lambung juga telah baik mencerna zat tepung. Menjelang usia sembilan bulan bayi telah pandai menggunakan tangan untuk memasukkan benda
ke dalam mulut. Karena itu jelaslah, bahwa pada saat tersebut bayi siap mengonsumsi makanan (setengah padat) (Simbolon, 2019).
Hal-hal yang harus diperhatikan mengenai pemberian MP-ASI secara tepat dlilihat pada tabel berikut.
No Komponen Tabel 2.1 Prinsip Pemberian MP-ASI
No Komponen
Sumber: World Health Organization (2005)
D. Tinjauan Islam Tentang Pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI dalam Mencegah Stunting
Stunting merupakan suatu kegagalan untuk mencapai potensi pertumbuhan yang disebabkan oleh malnutrisi kronis dan penyakit berulang selama masa kanak-kanak. Hal ini dapat membatasi kapasitas fisik dan kognitif anak secara permanen dan menyebabkan kerusakan dalam jangka panjang (UNICEF, 2018).
Tabel 2.1 Prinsip Pemberian MP-ASI Tabel 2.1 Prinsip Pemberian MP-ASI (lanjutan)
Al-Qur‟an mengingatkan umat Islam agar tidak meninggalkan generasi yang lemah, tetapi generasi yang kuat, cerdas, penyejuk mata dan hati serta pemimpin orang yang bertakwa. Umat Islam juga harus menyiapkan generasi penerus yang berkualitas sehingga anak mampu mengaktualisasikan potensinya sebagai bekal kehidupan di masa mendatang. Hal ini terdapat dalam QS An-Nisaa/4: 9.
للّٰا او َ ه ُ
Hendaklah merasa takut orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan setelah mereka, keturunan yang lemah (yang) mereka khawatir terhadapnya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-hak keturunannya).
(QS An-Nisaa/4: 9) (Kementerian Agama RI, 2019)
Dalam Al-Qur‟an sekurangnya disebutkan dua kali istilah yang hampir serupa. Pertama istilah zurriyah du’afa’ yang disebutkan di dalam QS Al-Baqarah/2: 266, kedua istilah zurriyah di’afan yang disebutkan di dalam ayat ini.
Zurriyah du’afa‟ berarti anak-anak (keturunan) yang masih kecil-kecil dalam arti
belum dewasa. Kata zurriyah di’afan berarti keturunan yang serba lemah, lemah fisik, mental, social, ekonomi, ilmu pengetahuan dan spiritual dan lain-lain yang menyebabkan mereka tidak mampu menjalankan fungsi utama manusia, baik sebagai khalifah maupun sebagai makhluk-Nya yang harus beribadah kepada-Nya (Departemen Agama RI, 2010).
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa orang yang telah mendekati akhir hayatnya diperingatkan agar mereka memikirkan, janganlah meninggalkan
anak-anak atau keluarga yang lemah terutama tentang kesejahteraan mereka di kemudian hari (Departemen Agama RI, 2010).
Masalah penanggulangan stunting adalah tuntunan agama yang sesuai dengan syariah dalam rangka pencegahan terjadinya generasi yang lemah.
Menurut WHO (2014) penyebab langsung terjadinya stunting adalah asupan nutrisi dan infeksi berulang. Pencegahan stunting dapat dilakukan dengan memberikan asupan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan anak. Anak yang baru lahir hingga berusia 6 bulan membutuhkan ASI kemudian setelah usia 6 bulan diberikan makanan pendamping ASI guna memenuhi kebutuhan gizi selain ASI.
Kebutuhan akan nutrisi yang sesuai bagi bayi tersebut, ternyata sangat diperhatikan Islam. Islam telah mengajarkan kepada setiap ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayinya dengan memberikan ASI kepada anak-anaknya. Betapa Allah Swt. menekankan pentingnya pemberian ASI secara alami oleh para ibu kepada anakanaknya. Dalam Islam telah dijelaskan dengan lengkap dan tegas mengenai perintah menyusui. Hal ini terdapat dalam QS Al-Baqarah/2: 233
Terjemahnya:
Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya. Janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan jangan pula ayahnya dibuat menderita karena anaknya. Ahli waris pun seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) berdasarkan persetujuan dan musyawarah antara keduanya, tidak ada dosa atas keduanya. Apabila kamu ingin menyusukan anakmu (kepada orang lain), tidak ada dosa bagimu jika kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Baqarah/2: 233) (Kementerian Agama RI, 2019).
Ayat ini menjelaskan tentang anjuran seorang ibu untuk menyusui anaknya.
Quraish Shihab (2012) dalam Tafsir al-Misbah menjelaskan ayat ini bahwa di dalam Al-Qur‟an sejak dini telah menggariskan bahwa air susu ibu adalah makanan terbaik buat bayi hingga usia 2 tahun. Sejak lahir hingga dua tahun penuh, para ibu diperintahkan untuk menyusukan anak-anaknya. Dua tahun merupakan batas maksimal dari kesempurnaan penyusuan. Penyusuan selama dua tahun bukanlah kewajiban karena dalam penggalan ayat di atas menyebutkan liman arada yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Namun demikian, ini adalah anjuran yang sangat ditekankan, seakan-akan ia adalah perintah wajib (Shihab, 2012).
Muhammad Rasyid Ridho (1975) menjelaskan bahwa permulaan ayat 233 surah tersebut memberi pengertian bahwa masa menyusui yang sempurna adalah dua tahun, ditinjau dari aspek pemeliharaan anak yang ketika itu masih lemah kondisinya dan berdasarkan prinsip bahwa air susu ibu merupakan makanan yang paling sesuai bagi setiap bayi dalam masa ini. Sayyid Quthb (1987)
menambahkan, bahwa perintah menyusui selama dua tahun penuh, merupakan waktu yang ideal, baik ditinjau dari kesehatan fisik, jiwa, dan mental spiritual anak.
Gizi ibu juga sangat diperhatikan dalam surah ini yaitu wa ala mauludin lahu rizquhunna yang artinya kewajiban ayah memberi makan kepada para ibu.
Kebutuhan gizi ibu juga perlu diperhatikan pada masa menyusui karena gizi yang masuk tidak hanya harus mencukupi kebutuhan dirinya melainkan harus memproduksi ASI bagi bayinya. Pada ibu menyusui kebutuhan gizi meningkat dibandingkan dengan tidak menyusui dan masa kehamilan (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Terkait dengan lamanya pemberian ASI, WHO telah menganjurkan kepada para ibu untuk memberikan ASI pada anaknya selama 6 bulan pertama dari kelahirannya, dan dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun dengan pemberian makanan pendamping ASI yang bergizi. Proses ini merupakan kunci bagi tumbuh-kembang sehat optiomal bagi anak (World Health Organization, 2003).
Masalah kebutuhan gizi yang semakin tinggi akan dialami bayi mulai dari umur enam bulan membuat seorang bayi mulai mengenal Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang mana pemberian MP-ASI untuk menunjang pertambahan sumber zat gizi disamping pemberian ASI hingga usia dua tahun. Makanan pendamping harus diberikan dengan jumlah yang cukup, sehingga baik jumlah, frekuensi, dan menu bervariasi bisa memenuhi kebutuhan anak. Makanan pendamping ASI dapat disiapkan secara khusus untuk bayi atau makanannya sama dengan makanan keluarga, namun teksturnya disesuaikan dengan usia bayi
dan kemampuan bayi dalam menerima makanan (World Health Organization, 2005).
Dalam Islam diajarkan untuk mengonsumsi makanan yang halal dan baik (bergizi) sebagaimana dalam firman Allah Swt. dalam QS Al-Maidah/5: 88.
َ
Makanlah apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu sebagai rezeki yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah yang hanya kepada-Nya kamu beriman. (QS Al-Maidah/5: 88) (Kementerian Agama RI, 2019)
Ayat ini memerintahkan untuk memakan yang halal lagi baik. Tidak semua makanan yang halal otomatis baik. Tidak semua yang halal sesuai dengan kondisi masing-masing individu. Ada halal yang baik untuk individu karena memiliki kondisi kesehatan tertentu. Dan ada yang kurang baik untuknya, walaupun baik mengandung pengertian, halal bendanya dan halal cara memperolehnya. Thayyib dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat, paling utama dan menenteramkan. Kata lain yang memiliki makna denotatif yang sama yaitu baik adalah kata khair dan hasan. Arti kata khair adalah kebaikan yang digunakan untuk kegiatan atau perbuatan baik sedangakan hasan bermakna baik yang digunakan untuk persoalan
muamalah terutama kepada manusia, jadi penggunakan thayyb sudah tepat untuk menggambarkan makanan yang baik dari sisi kandungan zat makanan yang dikonsumi. Makanan mengandung zat yang dibutuhkan oleh tubuh, baik mutu maupun jumlah. Makanan bergizi berimbang adalah yang lebih diutamakan. Baik adalah dari segi kemanfaatannya, yaitu yang mengandung manfaat dan maslahat bagi tubuh, mengandung gizi, vitamin, protein dan sebagainya. Makanan tidak baik, selain tidak mengandung gizi, juga jika dikonsumsi akan merusak kesehatan. Contohnya bagi orang normal, mengkonsumsi gula adalah baik dan menambah energi tetapi bagi penderita diabetes mellitus malah dapat memperparah penyakitnya. Prinsip halal dan baik ini selalu menjadi perhatian dalam menentukan makanan dan minuman yang akan dimakan untuk diri sendiri dan untuk keluarga, karena makanan dan minuman itu tidak hanya berpengaruh terhadap jasmani, melainkan juga terhadap rohani. (Kementerian Agama RI, 2014).
Dalam Islam diajarkan untuk mengonsumsi makanan yang halal dan baik sebagaimana dalam firman Allah Swt. dalam (QS An-Nahl/16: 114)
َ ن ْو ُ
Makanlah sebagian apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu sebagai (rezeki) yang halal lagi baik dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.(QS An-Nahl/16: 114) (Kementerian Agama RI, 2019)
Dalam ayat ini, Allah menyuruh kaum Muslimin untuk memakan makanan yang halal dan baik dari rezeki yang diberikan Allah Swt. kepada mereka, baik makanan itu berasal dari binatang maupun tanaman. Makanan yang halal ialah
makanan dan minuman yang dibenarkan oleh agama untuk dimakan dan diminum.
Makanan yang baik ialah makanan dan minuman yang dibenarkan untuk dimakan atau diminum oleh kesehatan, termasuk di dalamnya makanan yang bergizi, enak, dan sehat. Makanan yang halal lagi baik inilah yang diperintahkan oleh Allah untuk dimakan dan diminum. Makanan yang dibenarkan oleh ilmu kesehatan sangat banyak, dan pada dasarnya boleh dimakan dan diminum (Kementerian Agama RI, 2014).
Selain itu, mengonsumsi makanan halal dan baik juga disebutkan dalam firman Allah Swt. dalam QS Al-Anfal/8: 69.
ٌم ْي ِح َّر ٌر ْو ُ
(Jika demikian halnya ketetapan Allah,) makanlah (dan manfaatkanlah) sebagian rampasan perang yang telah kamu peroleh itu sebagai makanan yang halal lagi baik dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Anfal/8: 69) (Kementerian Agama RI, 2019)
Menurut tafsir Al-Misbah, kata “makanlah” diartikan sebagai gunakan dan manfaatkanlah karena makanan merupakan keperluan yang sangat penting bagi kesehatan tubuh dan mengonsumsi makanan yang sehat membuat tubuh mampu mengerjakan aneka aktivitas. Ayat di atas menyeru kepada manusia untuk memanfaatkan dan menggunakan yang telah diperolehnya dalam keadaan yang halal untuk kesehatan jasmani dan rohaninya agar tidak mendapat siksa dan ancaman dari Allah Swt. (Shihab, 2002).
Menurut Muthi‟ah (2010) kualitas makanan dan minuman yang ditetapkan Al-Qur‟an adalah halal dan baik (sehat dan layak konsumsi) kemudian memiliki kuantitas yang proporsional, tidak berlebihan dan tidak kekurangan, serta memiliki pengaruh yang baik dan aman. Untuk jenis-jenis makanan yang dianjurkan adalah pangan nabati (seperti kurma, padi-padian, sayur-mayur, buah-buahan) dan pangan hewani (seperti daging hewan darat, ikan laut, susu, madu).
Al-Qur‟an juga memberikan batasan-batasan seperti tidak boleh berlebihan dalam mengonsumsi makanan dan minuman dalam QS Al-A‟raf/7: 31.
َ لَ ٗ
(memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan.Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. (QS Al-A‟raf/7: 31) (Kementerian Agama RI, 2019)
Dari ayat di atas, Allah Swt. menjelaskan bahwa perintah makan dan minum serta tidak berlebih-lebihan, yakni tidak melampaui batas merupakan tuntutan yang harus disesuaikan pada setiap orang, hal tersebut karena kadar tertentu yang dinilai cukup untuk seseorang bisa saja melampaui batas atau berlebihan untuk orang yang lain. Sehingga, kita dapat menyimpulkan bahwa penggalan dari ayat tersebut adalah mengajarkan sikap proporsional dalam makan dan minum (Shihab, 2002).
Makanan yang sehat yang dianjurkan oleh Islam, tidak hanya terbatas pada persoalan halal dan haram suatu makanan, tetapi juga menyangkut kualitas
maupun kuantitas gizi dan porsi dari makanan tersebut. Dua hal itu sangat penting dalam kaitannya dengan kesehatan. Sebab kekurangan atau kelebihan zat gizi akan menyebabkan berbagai penyakit (Tsabit, 2013).