BAB III METODE PENELITIAN
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian atau objek yang diteliti.
Populasi dari penelitian ini adalah semua anak umur 6-24 bulan yang berada pada lokasi penelitian yaitu Puskesmas Kassi Kassi.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari keseluruhan objek yang diteliti serta dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel diambil dengan menggunakan metode purposive sampling yakni peneliti mengambil sampel sesuai dengan yang dikehendaki dari populasi. Sampel pada penelitian ini adalah anak dengan usia
6-24 bulan yang berada pada lokasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2014).
Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus slovin berikut ini.
( )
( )
Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini dibulatkan menjadi 90 bayi.
Keterangan:
N = Besar populasi n = Besar sampel
d = Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan.
Pada penelitian ini menggunakan tingkat ketepatan 0,1 D. Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan teknik non random sampling jenis purposive sampling untuk pengambilan sampel. Adapun caranya dengan mengambil anggota populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi.
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi penelitian ini adalah karakteristik umum dari subjek penelitian dari suatu populasi yang akan diteliti. Kriteria inklusi untuk sampel kasus dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1) Ibu dari anak berusia 6-24 bulan yang bertempat tinggal di lokasi penelitian
2) Ibu dari anak berusia 6-24 bulan yang tidak memiliki kendala dalam berkomunikasi
3) Ibu dari anak berusia 6-24 bulan yang bersedia diteliti dan menandatangani lembar persetujuan untuk menjadi responden
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi digunakan untuk mengeluarkan subjek yang tidak layak untuk diteliti.
1) Ibu dari anak berusia 6-24 bulan yang pindah rumah, sehingga tidak lagi menjadi anggota di wilayah Puskesmas Kassi Kassi
2) Ibu dari anak berusia 6-24 bulan mengundurkan diri sebagai subjek penelitian
3) Ibu dari anak berusia 6-24 bulan yang anaknya BBLR
4) Ibu dari anak berusia 6-24 bulan yang anaknya mempunyai riwayat infeksi berulang
E. Cara Pengumpulan Data
Pada penelitian kali ini penulis menggunakan data primer yang didapatkan langsung dari kuesioner kepada responden dan data sekunder untuk pengambilan data awal.
F. Instrumen Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan lembar kuesioner yang berisi data sebagai berikut (Nurkomala, 2017).
1. Identitas
2. Pengukuran antropometri
3. Riwayat pemberian ASI Eksklusif 4. Praktik pemberian MP-ASI
G. Kerangka Konsep
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
: Variabel independen
: Variabel dependen
: Variabel perancu MP- ASI:
• Waktu pemberian MP-ASI pertama
• Jenis MP-ASI yang diberikan
• Tekstur MP-ASI yang diberikan
• Frekuensi pemberian MP-ASI
• Porsi pemberian MP-ASI
Lingkungan dan maternal
Infeksi ASI Eksklusif
Kejadian stunting pada balita 6-24 bulan
H. Kerangka Kerja
Bagan 2.2 Kerangka Kerja Populasi:
Seluruh balita yang berusia 6-24 bulan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kassi Kassi
Sampel:
Sampel didapatkan dari rumus slovin
Pengumpulan data menggunakan kuesioner di Puskesmas Kassi Kassi saat terdapat jadwal yang melibatkan ibu dan balita yang berusia 6-24 bulan. Apabila
sampel tidak cukup maka dilakukan pengambilan data di rumah responden yang datanya didaptkan dari data sekunder di pengambilan data awal
Variabel Independen:
ASI Eksklusif MP-ASI
Variabel Dependen:
Stunting
Penyajian data dalam bentuk tabel distribusi
Analisis data dengan ditabulasikan ke dalam SPSS
I. Langkah Pengolahan Data
Data yang didapatkan dibuat dalam bentuk presentasi dan tabel distribusi frekuensi dengan pengolahan tabel kemudian dilakukan pengolahan secara sistematik, dan harus melalui langkah-langkah sebagai berikut.
1. Seleksi bertujuan untuk mengklasifikasikan data berdasarkan kategori.
2. Editing dilakukan pengecekan kembali pada data yang telah didapatkan sebagai usaha untuk melengkapi data yang kurang lengkap.
3. Coding dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data, juga untuk menjaga kerahasiaan identitas responden.
4. Tabulasi dilakukan untuk mengelompokkan data sesuai dengan tujuan dan kemudian dimasukkan dalam tabel yang telah diberukan kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan sehingga mempermudah dalam analisis data.
J. Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan aplikasi Statistical for Social Science (SPSS), dengan menggunakan analisis univariat untuk mengetahui karakteristik sampel dan responden. Kemudian melakukan uji bivariat yaitu uji Pearson Chi Square untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antarvariabel, yaitu hubungan antara ASI eksklusif dan MP-ASI dengan kejadian stunting.
K. Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan etik penelitian yang dikeluarkan oleh komite etik penelitian kesehatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dengan nomor surat etik No.E.034/KEPK/FKIK/XI/2021.
Selain itu, dalam melakukan penelitian ini juga diperhatikan beberapa hal yang berhubungan dengan etika penelitian, yakni sebagai berikut.
1. Membuat surat pengantar yang ditunjukan kepada pihak atau instansi sebagai permohonan izin untuk melaksanakan penelitian.
2. Sebelum meminta responden untuk mengisi instrumen penelitian, peneliti menjelaskan terlebih dahulu maksud dan tujuan penelitian, serta meminta persetujuan responden untuk ikut serta dalam penelitian dengan baik dan sopan.
3. Setiap responden dijamin kerahasiaannya atas data yang diperoleh dari hasil kueisioner dengan tidak menuliskan nama pasien, tetapi hanya berupa inisial pada laporan hasil penelitian.
4. Tidak memaksa atau melakukan intervensi pada responden penelitian saat sedang dilakukan pengumpulan data.
5. Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait sesuai dengan manfaat yang telah disebutkan sebelumnya
62 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
Penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas Kassi-Kassi Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan mulai tanggal 01 Desember 2021 hingga 23 desember 2021. Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 90 sampel. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross sectional. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan aplikasi SPSS, yang terlebih dahulu dilakukan uji analisis univariat kemudian dilanjutkan analisis uji bivariat yaitu menggunakan uji Pearson Chi-Square.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang dilakukan, maka disajikan hasil penelitian sebagai berikut.
1. Analisis Univariat
Table 4.1 Distribusi Data Balita berdasarkan Usia
Usia (bulan) n %
6-8 7 7,8
9-11 13 14,4
12-24 70 77,8
Total 90 100
Sumber: Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.1, didapatkan distribusi usia balita yakni 6-8 bulan sebanyak 7 responden (7,8%), 9-11 bulan sebanyak 13 responden (14,4%) dan 12-24 bulan sebanyak 70 responden (77,8%).
Tabel 4.2 Distribusi Data Balita berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin n %
Laki-laki 46 51,1
Perempuan 44 48,9
Total 90 100
Sumber: Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.2, didapatkan balita berjenis kelamin laki-laki sebanyak 46 responden (51,1%) sedangkan perempuan sebanyak 44 responden (48,9%).
Grafik 4.1 Jumlah Balita Stunting, Balita yang ASI Eksklusif, dan Kesesuaian Praktik Pemberian MP-ASI
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Ya Tidak
Tabel 4.3 Distribusi Data Berdasarkan Angka Kejadian Stunting pada Balita 6-24 Bulan
Stunting n %
Stunting 55 61,1
Tidak stunting 35 38,9
Total 90 100
Sumber: Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.3, didapatkan balita usia 6-24 bulan dengan stunting sebanyak 55 responden (61,1%) sedangkan balita tidak stunting sebanyak 35 responden (38,9%).
Tabel 4.4 Distribusi Data Pemberian ASI Eksklusif pada Balita 6-24 Bulan
ASI Eksklusif n %
ASI eksklusif 55 61,1
Tidak ASI eksklusif 35 38,9
Total 90 100
Sumber: Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.4, didapatkan balita usia 6-24 bulan mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 55 responden (61,1%) sedangkan balita tidak ASI eksklusif sebanyak 35 responden (38,9%).
Tabel 4.5 Distribusi Data Waktu Pemberian MP-ASI pada Balita 6-24 Bulan Waktu
Pemberian MP-ASI n %
≥ 6 bulan 66 73,3
< 6 bulan 24 26,7
Total 90 100
Sumber: Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.5, didapatkan balita usia 6-24 bulan mendapatkan MP-ASI pertama pada usia ≥ 6 bulan sebanyak 66 responden (73,3%) sedangkan balita mendapatkan MP-ASI pada usia <6 bulan sebanyak 24 responden (26,7%).
Tabel 4.6 Distribusi Data Jenis MP-ASI Sesuai dengan Usia Balita 6-24 Bulan
Jenis MP-ASI n %
Sesuai 65 72,2
Tidak sesuai 25 27,8
Total 90 100
Sumber: Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.6, didapatkan balita usia 6-24 bulan yang mendapatkan jenis MP-ASI yang sesuai dengan usia sebanyak 65 responden (72,2%) sedangkan tidak sesuai sebanyak 25 responden (27,8%).
Tabel 4.7 Distribusi Data Tekstur MP-ASI Sesuai dengan Usia pada Balita 6-24 Bulan
Tekstur MP-ASI n %
Sesuai 86 95,6
Tidak sesuai 4 4,4
Total 90 100
Sumber: Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.7, didapatkan balita usia 6-24 bulan yang mendapatkan tekstur MP-ASI yang sesuai dengan usia sebanyak 86 responden (95,6%) sedangkan tidak sesuai sebanyak 4 responden (4,4%).
Tabel 4.8 Distribusi Data Frekuensi Pemberian MP-ASI Sesuai dengan Usia pada Balita 6-24 Bulan
Frekuensi
Pemberian MP-ASI n %
Sesuai 33 36,7
Tidak sesuai 57 63,3
Total 90 100
Sumber: Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.8, didapatkan balita usia 6-24 bulan yang mendapatkan frekuensi MP-ASI yang sesuai dengan usia sebanyak 33 responden (36,7%) sedangkan tidak sesuai sebanyak 57 responden (63,3%).
Tabel 4.9 Distribusi Data Porsi MP-ASI Tiap Makan Sesuai dengan Usia pada Balita Usia 6-24 Bulan
Porsi MP-ASI Tiap
Makan n %
Sesuai 45 50
Tidak 45 50
Total 90 100
Sumber: Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.9, didapatkan balita usia 6-24 bulan yang mendapatkan kesesuaian porsi MP-ASI yang sesuai dengan usia sebanyak 45 responden (50%) sedangkan tidak sesuai sebanyak 45 responden (50%).
2. Analisis Bivariat
Tabel 4.10 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 6-24 bulan
Parameter
Sumber: Data Primer, 2021
Berdasarkan tabulasi tabel 4.10, didapatkan bahwa balita yang mendapatkan ASI eksklusif yang mengalami stunting sebanyak 26 responden (29%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 29 responden (32%), sedangkan balita tidak mendapatkan ASI eksklusif yang mengalami stunting sebanyak 29 responden (32%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 6 responden (7%). Pada penelitian ini didapatkan p-value 0,001 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting.
Tabel 4.11 Hubungan Waktu Pemberian MP-ASI dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 6-24 bulan
Parameter
Sumber : Data Primer, 2021
Berdasarkan tabulasi tabel 4.11, didapatkan bahwa balita dengan waktu pemberian MP-ASI sesuai dengan usia yang mengalami stunting sebanyak 33 responden (37%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 33 responden (37%), sedangkan balita dengan dengan waktu pemberian MP-ASI tidak sesuai dengan usia yang mengalami stunting sebanyak 22 responden (61%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 2 responden (2%). Pada penelitian ini didapatkan p-value 0,000 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kesesuaian waktu pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting.
Tabel 4.12 Hubungan Jenis MP-ASI dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 6-24 bulan
Sumber : Data Primer, 2021
Berdasarkan tabulasi tabel 4.12, didapatkan bahwa balita yang mendapat jenis MP-ASI yang sesuai dengan usia mengalami stunting sebanyak 31 responden (34%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 34 responden (38%), sedangkan balita yang mendapatkan jenis MP-ASI yang tidak sesuai dengan usia mengalami stunting sebanyak 24 responden (27%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 1 responden (1%). Pada penelitian ini didapatkan p-value 0,000 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara jenis MP-ASI dengan kejadian stunting.
Tabel 4.13 Hubungan Tekstur MP-ASI dengan Kejadian Stunting pada Balita
Sumber : Data Primer, 2021
Berdasarkan tabulasi tabel 4.13, didapatkan bahwa balita yang mendapatkan tekstur MP-ASI sesuai dengan usia mengalami stunting sebanyak 51 responden (57%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 35 responden (39%), sedangkan seluruh balita yang mendapatkan tekstur MP-ASI tidak sesuai dengan usia mengalami stunting sebanyak 4 responden (4%). Pada penelitian ini didapatkan p-value 0,133 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tekstur MP-ASI dengan kejadian stunting.
Tabel 4.14 Hubungan Frekuensi Pemberian MP-ASI dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 6-24 bulan
Parameter
Sumber : Data Primer, 2021
Berdasarkan tabulasi tabel 4.14, didapatkan bahwa balita yang mendapatkan frekuensi MP-ASI sesuai dengan usia yang mengalami stunting
sebanyak 6 responden (6%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 27 responden (31%), sedangkan balita yang mendapatkan frekuensi MP-ASI tidak sesuai dengan usia yang mengalami stunting sebanyak 49 responden (55%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 8 responden (8%). Pada penelitian ini didapatkan p-value 0,000 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara berat frekuensi pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting.
Tabel 4.15 Hubungan Porsi Pemberian MP-ASI dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 6-24 bulan
Parameter (Porsi MP-ASI)
Stunting
Total
p-value
Ya Tidak
n % n % n %
Sesuai 18 20 27 30 45 50
0,000
Tidak sesuai 37 41 8 9 45 50
Total 55 61 35 39 90 100
Sumber : Data Primer, 2021
Berdasarkan tabulasi tabel 4.15, didapatkan bahwa balita yang mendapatkan porsi MP-ASI sesuai dengan usia yang mengalami stunting sebanyak 18 responden (20%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 27 responden (30%), sedangkan balita yang mendapatkan porsi MP-ASI tidak sesuai dengan usia mengalami stunting sebanyak 37 responden (41%) dan tidak mengalami stunting sebanyak 8 responden (9%). Pada penelitian ini didapatkan p-value 0,000 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara porsi MP-ASI dengan kejadian stunting.
B. Pembahasan
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa lebih banyak anak yang mengalami stunting daripada anak yang tidak mengalami stunting. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Resti, Wandini dan Rilyani (2021) bahwa lebih banyak anak yang mengalami stunting. Kondisi stunting akibat dari gagal tumbuh pada anak balita oleh karena kekurangan gizi kronis sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya (Rahayu et al., 2018).
Berdasarkan hasil penelitian, lebih banyak anak yang memperoleh ASI eksklusif dibandingkan yang tidak ASI eksklusif. Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Hikmahrachim, Rohsiswatmo dan Ronoatmodjo (2019) bahwa lebih banyak anak yang mendapatkan ASI eksklusif. ASI eksklusif diberikan selama 6 bulan tanpa ada tambahan makanan lain, dan dapat dilanjutkan hingga bayi berusia 2 tahun. ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi untuk kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan bayi (Kementerian Kesehatan RI, 2018c).
Pada penelitian ini ditemukan lebih banyak anak yang memiliki kesesuaian dalam hal waktu pemberian MP-ASI pertama kali. Hal ini sesuai dengan penelitian Virginia, Maryanto dan Anugrah (2020) bahwa mayoritas responden telah memberikan MP-ASI pada usia yang tepat yaitu ≥ 6 bulan. Kesiapan perkembangan dan kemampuan untuk bayi dalam mentolerir makanan yang dikonsumsi terjadi pada usia 6 bulan. Selama periode ini, saluran pencernaan akan memiliki sistem pertahanan yang baik sehingga dapat meminimalkan risiko reaksi alergi pada bayi. Selain itu, sistem neuromuskuler juga cukup matang, sehingga bayi telah memiliki kemampuan untuk mengenali makanan, mengunyah dan
menelan makanan, serta membedakan keragaman dalam rasa dan warna makanan (Abeshu, Lelisa and Geleta, 2016).
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa lebih banyak anak yang mendapat jenis MP-ASI yang sesuai dengan usianya. Hal ini sejalan dengan penelitian Wahyuni (2019) bahwa lebih banyak anak yang mendapatkan jenis MP-ASI yang yang sesuai. Menurut petunjuk WHO (2003) pada usia 6 bulan sistem pencernaan bayi termasuk pankreas telah berkembang dengan baik sehingga bayi telah mampu mengolah, mencerna dan menyerap berbagai jenis bahan makanan seperti protein, lemak dan karbohidrat.
Temuan dalam penelitian ini juga ditemukan lebih banyak anak yang mendapatkan tekstur MP-ASI yang sesuai dengan usianya. Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Hardiningsih (2020) bahwa lebih banyak anak yang telah mendapatkan tekstur MP-ASI sesuai. Tekstur MP-ASI yang paling tepat untuk makanan bayi bergantung pada usia dan perkembangan neuromuskuler bayi serta sistem pencernaanya. Pemberian tekstur MP-ASI yang tepat sesuai usia yaitu usia 6-8 bulan berupa makanan lumat, usia 9-11 bulan berupa makanan lembik, usia 12-24 bulan berupa makanan keluarga (World Health Organization, 2005).
Berdasarkan hasil yang didapatkan ditemukan lebih banyak anak yang mendapatkan frekuensi pemberian MP-ASI yang tidak sesuai usianya. Hal ini sejalan dengan penelitian Wangiyana (2020) bahwa lebih banyak anak yang mendapatkan frekuensi yang tidak tepat. Frekuensi pemberian MP-ASI secara bertahap penting untuk dilakukan dan harus sesuai dengan usia bayi. Anjuran frekuensi makan pada usia 6-8 bulan yaitu diberikan 2-3 kali makan perhari.
Untuk usia 9-11 bulan diberikan 3-4 kali sehari. Untuk usia 12–24 bulan diberikan 3-4 kali sehari ditambah 1-2 kali makanan selingan (World Health Organization, 2005).
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa pemberian porsi MP-ASI tiap makan pada kelompok yang sesuai dan tidak sesuai sama jumlahnya. Pada penelitian Hardiningsih (2020) ditemukan bahwa lebih banyak anak yang mendapatkan porsi MP-ASI yang sesuai berbeda dengan penelitian Virginia, Maryanto dan Anugrah (2020) bahwa lebih banyak anak yang mendapatkan porsi yang tidak sesuai. Pemberian MP-ASI harus dimulai dengan jumlah makanan yang sedikit, dan jumlah tersebut dapat ditingkatkan seiring dengan bertambahnya usia bayi. Menurut WHO banyaknya pemberian makan pada bayi usia usia 6-8 bulan sebanyak 2-3 sendok makan penuh setiap kali makan. Bayi usia 9-11 bulan banyaknya ½ (setengah) mangkuk berukuran 250 ml. Usia 12-23 bulan banyaknya
¾ (tiga perempat) sampai 1 (satu) mangkuk ukuran 250 ml. Jumlah MP-ASI yang dibutuhkan meningkat seiring bertambahnya usia anak dan berkurangnya asupan ASI (World Health Organization, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara ASI eksklusif dengan perawakan pendek atau stunting. Hal ini sejalan dengan penelitian Nugraheni (2020) bahwa anak usia 6-24 bulan yang tidak diberikan ASI eksklusif memiliki risiko stunting 1,282 kali dibandingkan anak yang diberikan ASI eksklusif, sehingga riwayat ASI eksklusif menjadi faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting. Penelitian lain yang dilakukan oleh Lidia (2018) terdapat hubungan yang bermakna antara ASI eksklusif dengan
kejadian stunting pada balita di Puskesmas Lima Puluh. Kandungan ASI yang kaya dengan zat gizi dapat meningkatkan daya tahan tubuh sehingga memperkecil risiko bayi terserang penyakit infeksi (Rahayu et al., 2018). Penyakit infeksi dapat meningkatkan malnutrisi, sehingga apabila terjadi dalam jangka panjang dapat mengganggu absorbsi zat gizi, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting pada anak balita (Kementerian PPN/Bappenas, 2019).
Berdasarkan waktu pemberian MP-ASI ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara waktu pemberian MP-ASI yang kurang dari 6 bulan dengan pemberian dengan kejadian stunting pada anak baduta di wilayah kerja Puskesmas Kassi Kassi. Hal ini sejalan dengan penelitian Cahniago (2020) didapatkan ada hubungan riwayat pemberian MP-ASI dini dengan kejadian stunting pada anak batita di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara. Sebagian besar anak yang mendapatkan MP-ASI dini memiliki risiko 1,6 kali mengalami kejadian stunting. Penelitian lain yang dilakukan oleh Rosita (2021) bahwa usia balita saat pertama kali mendapat MP-ASI memiliki hubungan signifikan dengan status stunting pada balita dengan kekuatan korelasi setara -0,182 yang artinya semakin tepat usia pemberian MP-ASI pada balita semakin rendah risiko terjadinya stunting. Pemberian MP-ASI yang terlalu dini, terutama sebelum usia 4 bulan, dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit gastrointestinal, yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, defisiensi mikro-nutrien, dan kerentanan terhadap berbagai penyakit menular di masa dua tahun pertama kehidupan.
Pada penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara jenis MP-ASI yang diberikan terhadap kejadian stunting. Hal ini sejalan dengan penelitian
Nurkomala (2018) bahwa variasi bahan atau jenis MP-ASI berhubungan dengan kejadian stunting pada anak serta oleh Wahyuni (2019) di Wilayah Puskesmas III Denpasar Selatan. Jumlah dari jenis MP-ASI menggambarkan kualitas MP-ASI yang diberikan kepada anak. MP-ASI yang beragam sangat berpengaruh pada kelengkapan zat gizi makro dan mikro dalam MP-ASI. Energi dan protein sangat dibutuhkan untuk hormon pertumbuhan dan zat gizi mikro yang penting untuk pertumbuhan adalah zat besi, seng, dan kalsium. Apabila kualitas makanan yang diberikan kurang dari standar, maka kecukupan gizi balita tidak dapat terpenuhi dan jika berlangsung dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan balita menjadi stunting (Hanum, 2019).
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tekstur MP-ASI dengan kejadian stunting. Hal ini sejalan dengan penelitian Wangiyana (2020) dan Widyawati, Febry dan Destriatania (2016) bahwa tekstur MP-ASI dan risiko stunting memiliki hubungan yang tidak signifikan. Akan tetapi, penelitian ini berbeda dengan temuan penelitian Nurtaati (2019) bahwa ada perbedaan yang signifikan antara ketepatan tekstur pemberian MP-ASI antara ibu yang memiliki baduta stunting dan nonstunting. Hal ini juga didukung oleh teori bahwa MP-ASI yang diberikan pada bayi harus bertahap kepadatannya disesuaikan dengan perkembangan umurnya sebab hal ini disesuaikan dengan keadaan fisiologis bayi (Rahayu et al., 2018). Bayi yang tidak diberi tekstur makanan sesuai usianya akan mudah terkena diare, sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhannya, termasuk pertumbuhan liniernya (Mufida, Widyaningsih and Maligan, 2015). Adanya perbedaan hasil ini
disebabkan karena tekstur MP-ASI tidak mempengaruhi kejadian stunting pada anak usia 12-24 bulan, pada usia tersebut kualitas dan kuantitas asupan gizi merupakan penyebab langsung kejadian stunting. Pada penelitian ini terdapat 70 anak yang berusia 12-24 bulan, pada usia tersebut sistem pencernaannya sudah mendekati sempurna maka sudah dapat diberikan makanan yang bertekstur padat (Basrowi and Chairunita, 2018). Pada penelitian ini balita yang berusia 12-24 bulan sudah mendapatkan tekstur yang sesuai yaitu makanan padat sehingga pada usia tersebut penyebab stunting dipengaruhi oleh faktor MP-ASI yang lain, seperti waktu pemberian pertama MP-ASI, jenis MP-ASI, frekuensi MP-ASI, dan porsi MP-ASI.
Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting pada balita 6-24 bulan di Puskesmas Kassi Kassi. Hal ini sejalan dengan penelitian Wangiyana (2020) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi pemberian MP-ASI dengan risiko stunting dan memiliki kecenderungan risiko 2 kali lebih besar mengalami stunting pada anak yang diberi MP-ASI dengan frekuensi tidak tepat. Anak yang menerima MP-ASI dengan frekuensi di bawah batas minimal cenderung lebih berisiko mengalami stunting dibandingkan anak yang menerima MP-ASI dengan frekuensi yang tepat (Udoh and Amodu, 2016).
Frekuensi pemberian MP-ASI diberikan sesuai dengan tahapan perkembangan dan pertumbuhan bayi usia 6-24 bulan. Frekuensi MP-ASI makan anak harus sesering mungkin karena anak dapat mengkonsumsi makanan sedikit demi sedikit sedangkan kebutuhan asupan kalori dan zat gizi lainnya harus terpenuhi. Tanpa
frekuensi makan dan bahan MP-ASI yang beragam, bayi dan anak berisiko mengalami kekurangan zat gizi, sehingga menyebabkan terjadinya stunting yang pada akhirnya meningkatkan morbiditas dan mortalitas (World Health Organization, 2010).
Pada penelitian ini didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara porsi pemberian MP-ASI setiap makan dengan kejadian stunting pada balita 6-24 bulan. Hal ini sejalan dengan penelitian Udoh dan Amodu (2016)
Pada penelitian ini didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara porsi pemberian MP-ASI setiap makan dengan kejadian stunting pada balita 6-24 bulan. Hal ini sejalan dengan penelitian Udoh dan Amodu (2016)