• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Makna Hidup

1. Pengertian Makna Hidup

Teori makna hidup dikemukakan oleh Viktor Frankl dalam wadah ilmu yang bernama Logoterapi (Schultz, 1991). Logoterapi merupakan salah satu cabang dalam Psikologi Eksistensial yang berkonsentrasi mengenai makna dari eksistensi manusia dalam kebutuhannya akan makna, serta teknik-teknik penyembuhan dan mengurangi atau meringankan penderitaan akibat kegagalan dalam menemukan makna hidupnya. Frankl, memahami makna hidup berarti hal-hal yang memberikan arti khusus bagi seseorang yang apabila dipenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan penting dan berharga, sehingga akan menimbulkan perasaan bahagia dan dapat ditemukan dalam setiap kehidupan.

Makna hidup seseorang bermula dari adanya sebuah visi kehidupan, harapan dalam hidup dan adanya alasan mengapa seseorang harus tetap hidup. Frankl (Bastaman, 2007) mengemukakan bahwa makna hidup bersifat unik dan berbeda setiap individu bahkan dalam setiap keadaan. Saat bermakna yang berarti bagi seseorang belum tentu bagi orang lain, tidak dapat diberikan oleh siapapun, melainkan harus dicari dan ditemukan sendiri oleh individu tersebut. Makna hidup melampaui intelektualitas manusia sehingga makna tidak dapat dicapai hanya dengan proses akal atau usaha intelektual. Pencapaian ditunjukkan melalui tindakan komitmen yang berasal dari pusat kepribadian individu dan dilandaskan

pada keberadaan total individu. Adanya tindakan komitmen individu, dapat menjawab tantangan yang ada sehingga jawaban tersebut memberikan makna pada hidup individu (Schultz, 1991).

2. Logoterapi

Logoterapi memiliki tiga landasan filsafat (Bastaman, 2007) yaitu kebebasan berkeinginan (The Freedom of Will), keinginan akan makna (The Will to Meaning) dan makna hidup (The Meaning of Life). Kebebasan berkeinginan mengarah pada kebebasan kita pada sebagai individu untuk memilih reaksi terhadap kondisi yang ada di luar kita. Keinginan akan makna menunjuk bahwa kita memiliki kehendak untuk menjadikan hidup kita bermakna dan menjadi motivasi kita dalam menjalani kehidupan. Semakin kita mampu mengatasi diri kita, semakin kita menjadi manusia seutuhnya. Makna hidup sendiri mengarah pada kualitas penghayatan individu terhadap seberapa besar kita dapat mengembangkan dan mengaktualisasi potensi-potensi serta kapasitas yang dimiliki dan terhadap seberapa jauh kita telah mencapai tujuan-tujuan hidup, dalam rangka memberi makna kepada kehidupan kita. Hanya dalam cara ini kita benar-benar menjadi diri kita (Schultz, 1991).

a. Kebebasan berkeinginan (The Freedom of Will)

Kebebasan yang dimaksud merupakan kebebasan dalam batas-batas. Menurut Bastaman (2007), manusia tidak mungkin bebas dari kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosial, jadi yang dimaksud bukan bebas dari kondisi-kondisi tersebut. Konsep kebebasan yang dimaksud juga merupakan kebebasan yang bertanggung jawab terhadap pilihannya atas realisasi nilai-nilai dan pemenuhan makna bagi dirinya. Meskipun kita tunduk pada kondisi-kondisi dari luar yang mempengaruhi kita, namun kita tetap bebas

memilih reaksi dan sikap kita terhadap kondisi-kondisi ini. Kita tidak dapat mengendalikan kekuatan dan kondisi yang ada di luar diri kita, tetapi kita memiliki kebebasan untuk bersikap terhadap dunia luar dan terhadap diri kita sendiri dalam mengatasi kekuatan luar tersebut. Manusia memiliki kemampuan dan kebebasan untuk mengubah kondisi hidupnya guna meraih kehidupan yang lebih berkualitas. Tentu saja kebebasan yang dimiliki ini harus disertai dengan tanggung jawab yang besar (Bastaman, 2007). Pada saat anak jalanan mendapat tekanan dari masyarakat bukan berarti akhir dari segalanya. Anak jalanan bebas memilih sikap dan reaksi yang dimiliki atas kondisi yang berasal dari luar dirinya. Menjadi anak jalanan bukan suatu keinginan akan tetapi suatu keadaan dan mereka tidak dapat menolak hal tersebut.

b. Keinginan akan makna(The Will to Meaning)

Setiap individu pasti menginginkan dirinya menjadi individu yang berguna bagi orang lain, dicintai dan mencintai orang lain, bertanggung jawab atas dirinya sendiri, mempunyai cita-cita dan tujuan hidup yang penting dan jelas yang akan diperjuangkan dengan penuh semangat, dan memiliki sebuah tujuan hidup yang menjadi arahan segala kegiatannya. Setiap individu juga pasti tidak akan menginginkan menjadi individu yang tidak berguna, tidak memiliki tujuan dan arah hidup yang jelas, tidak mengetahui apa yang diinginkan dan dilakukannya. Sedikit dari banyaknya keinginan manusia ini menurut Bastaman (2007) menggambarkan hasrat yang paling mendasar dari setiap individu yaitu hasrat atau keinginan untuk hidup bermakna. Bila

terpenuhi akan merasa bahagia, kehidupan terasa berguna, berharga dan berarti dan sebaliknya apabila tidak terpenuhi maka akan menyebabkan kehidupan yang dirasa tidak berarti.

Hasrat untuk hidup bermakna merupakan motivasi mendasar setiap individu. Hasrat ini juga mendorong individu untuk melakukan berbagai kegiatan, bekerja, berkarya dan berkreativitas. Seorang individu akan menjalani aktivitasnya dengan semangat apabila individu tersebut merasa hidupnya bermakna dan karena individu tersebut memiliki tujuan hidup yang jelas serta alasan mengapa individu tersebut harus tetap bertahan hidup. Meskipun dalam perjalanan kehidupannya individu tersebut mengalami hambatan dan penderitaan, ia akan berusaha menghayati penderitaan tersebut sehingga dapat menemukan hikmah dari penderitaan yang dialaminya.

c. Makna hidup (The Meaning of Life)

Makna hidup adalah hal-hal yang oleh seseorang dipandang penting, dirasakan berharga dan diyakini sebagai sesuatu yang benar serta dapat dijadikan tujuan hidupnya (Bastaman, 1995) manusia bisa (berpeluang) menemukan makna hidup atau membuat hidupnya bermakna sampai nafasnya yang terakhir. Bila itu berhasil dilakukan dan dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia.

Makna hidup tidak dapat diciptakan oleh orang lain, hanya individu itu sendiri yang dapat menemukan makna hidup untuk dirinya sendiri. Dalam makna hidup juga terkandung tujuan hidup yakni hal-hal yang perlu dicapai

dan dipenuhi. Maka dari itu makna dan tujuan hidup merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling berkaitan (Bastaman, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa makna hidup bermula dari adanya sebuah visi kehidupan, harapan dalam hidup dan adanya alasan mengapa seseorang harus tetap hidup. Makna hidup dapat ditemukan dalam keadaan bahagia, tak menyenangkan ataupun dalam penderitaan, karena makna hidup ada dalam kehidupan itu sendiri.

Individu bisa menemukan makna dari hidupnya, dengan merealisasikan 3 nilai yang ada (Bastaman, 2007), yaitu :

1) Nilai-nilai kreatif (creative values)

Nilai-nilai kreatif yaitu kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Menekuni suatu pekerjaan dan meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya merupakan salah satu contoh dari kegiatan berkarya. Melalui karya dan kerja kita dapat menemukan arti hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna. Bekerja itu dapat menimbulkan makna dalam hidup, secara nyata dapat kita alami sendiri apabila kita adalah seorang yang telah lama tak berhasil mendapat pekerjaan, kemudian seorang teman menawari suatu pekerjaan. Kalaupun gajinya ternyata tidak terlalu besar, besar kemungkinan kita akan menerima tawaran itu, karena kita akan merasa berarti dengan memiliki pekerjaan daripada tidak memiliki sama sekali. Sehubungan dengan itu perlu dijelaskan pula bahwa pekerjaan hanyalah merupakan sarana yang

memberikan kesempatan untuk menemukan dan mengembangkan makna hidup; makna hidup tidak terletak pada pekerjaan, tetapi lebih bergantung pada pribadi yang bersangkutan, dalam hal ini sikap positif dan mencintai pekerjaan itu serta cara bekerja yang mencerminkan keterlibatan pribadi pada pekerjaannya. Nilai kreatif yang direalisasikan dalam bentuk aktivitas kerja menghasilkan sumbangan bagi masyarakat. Komunitas atau masyarakat pada dasarnya mengantarkan individu pada penemuan makna (Bastaman, 2007). 2) Nilai-nilai pengalaman (experiential values)

Yaitu keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan dan keagamaan, serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya. Tidak sedikit orang-orang yang merasa menemukan arti hidup dari agama yang diyakininya atau ada orang-orang yang menghabiskan sebagian besar usianya untuk menekuni suatu cabang seni tertentu. Cinta kasih dapat menjadikan pula seseorang menghayati perasaan berarti dalam hidupnya. Dengan mencintai dan merasa dicintai, seseorang akan merasakan hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang membahagiakan. Dalam hal-hal tertentu mencintai seseorang berarti menerima sepenuhnya keadaan orang itu seperti apa adanya serta benar-benar dapat memahami sedalam-dalamnya kepribadian dengan penuh pengertian. Cinta kasih senantiasa menunjukkan kesediaan untuk berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya kepada orang yang dikasihi, serta ingin menampilkan diri sebaik mungkin dihadapannya. Erich Fromm, seorang pakar psikoanalisis modern, menyebutkan empat unsur dari

cinta kasih yang murni, yakni perhatian, tanggung jawab, rasa hormat, dan pengertian. Realisasi nilai pengalaman dapat dicapai melalui penerimaan diri yang baik, keyakinan diri, perasaan emosi positif, serta meningkatkan ibadah melalui realisasi nilai-nilai yang berasal dari agama maupun yang berasal dari filsafat hidup yang sekuler (Bastaman, 2007).

3) Nilai-nilai bersikap (attitudinal values)

Yaitu menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tak dapat disembuhkan, kematian dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal. Perlu dijelaskan disini dalam hal ini yang diubah bukan keadaannya, melainkan sikap yang diambil dalam menghadapi keadaan itu. Ini berarti apabila menghadapi keadaan yang tak mungkin diubah atau dihindari, sikap yang tepatlah yang masih dapat dikembangkan. Sikap menerima dengan penuh ikhlas dan tabah hal-hal tragis yang tak mungkin dielakkan lagi dapat mengubah pandangan kita dari yang semula diwarnai penderitaan semata-mata menjadi pandangan yang mampu melihat makna dan hikmah dari penderitaan itu. Penderitaan memang dapat memberikan makna dan guna apabila kita dapat mengubah sikap terhadap penderitaan itu menjadi lebih baik lagi. Ini berarti bahwa dalam keadaan bagaimanapun (sakit, nista, dosa, bahkan maut) arti hidup masih tetap dapat ditemukan, asalkan saja dapat mengambil sikap yang dapat mengambil sikap yang tepat dalam menghadapinya. Realisasi tersebut melalui penyikapan terhadap apa yang terjadi seperti ikhlas dan tawakal, perasaan

bangga pada diri, optimis, serta dapat mengambil hikmah dari setiap peristiwa.

3. Komponen Keberhasilan Kebermaknaan Hidup

Menurut Bastaman, ada 6 (enam) komponen yang menentukan keberhasilan seseorang dalam melakukan perubahan dari penghayatan hidup tak bermakna menjadi hidup bermakna. Keenam komponen tersebut antara lain yaitu:

a. Pemahaman diri (self insight), yakni meningkatnya kesadaran atas

buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik. Individu memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang tepat terhadap segala peristiwa, baik yang tragis maupun yang sempurna.

b. Makna hidup (the meaning of life), yakni nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan pribadi yang berfungi sebagai tujuan yang harus dipenuhi dan pengarah kegiatan-kegiatannya.

c. Pengubahan sikap (changing attitude), yakni pengubahan sikap dari yang semula bersikap negatif dan tidak tepat menjadi mampu bersikap positif dan lebih tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup dan musibah yang tak terelakkan. Seringkali bukan peristiwanya yang membuat individu merasa sedih dan terluka, namun karena sikap negatif dalam menghadapi peristiwa tersebut.

d. Keikatan diri (self commitment), yakni komitmen individu terhadap

Komitmen yang kuat akan membawa individu pada pencapaian makna hidup yang lebih mendalam.

e. Kegiatan terarah (directed activities), yakni upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensipotensi (bakat, kemampuan dan keterampilan) yang positif serta pemanfaatan relasi antarpribadi untuk menunjang tercapainya makna dan tujuan hidup.

f. Dukungan sosial (social support), yakni hadirnya seseorang atau

sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia memberi bantuan pada saat-saat diperlukan.

4. Penemuan Makna Hidup Melalui Penderitaan

Menurut Frankl dalam buku Djamaludin Ancok (2006), hidup yang bermakna tidak hanya dapat ditemui melalui perbuatan, tetapi juga melalui pengalaman hidup sehari-hari, misalnya melalui pertemuan dengan hal-hal yang indah, dengan kebaikan dan kebenaran, dan yang tak kalah pentingnya adalah melalui pertemuan dengan orang lain, dengan segala keunikannya. Bahkan dalam situasi yang membuat seseorang kehilangan kreativitas dan daya penerimaannya, ia masih dapat menemukan makna hidupnya. Dengan kata lain, ketika seseorang dihadapkan dengan nasib, dengan situasi yang tidak ada harapannya ia masih memiliki kesempatan untuk menemukan makna hidupnya, dan itu adalah makna dari penderitaan. Melalui penderitaan diharapkan manusia dapat mengisi dan memperoleh makna hidupnya, karena hidup dapat dipenuhi tidak hanya dengan mencipta dan menikmati tapi juga melalui penderitaan. Dengan demikian, yang

terpenting dalam menghadapi penderitaan yang tidak dapat diubah atau dihindari adalah bagaimana kita memberi makna terhadap penderitaaan, dan hal ini terlihat dari sikap kita dalam menerimanya. Sikap dalam menghadapi penderitaan seperti inilah yang akan membuka gerbang menuju hidup yang lebih bermakna.

5. Tahap-tahap Penemuan Makna

Bastaman (1996) memaparkan beberapa tahap yang harus dilalui seseorang dalam menemukan dan memenuhi makna hidupnya dalam suatu penderitaan, yaitu:

a. Tahap derita, yaitu pengalaman tragis dan penghayatan hidup tanpa makna. Suatu peristiwa tragis dalam hidup seseorang dapat menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna yang ditandai dengan perasaan hampa, gersang, apatis, bosan, dan merasa tidak lagi memiliki tujuan hidup. Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat, sedangkan apatis adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengambil prakarsa.

b. Tahap penerimaan diri, individu mulai menerima apa yang terjadi pada hidupnya, pemahaman diri, dan terjadinya perubahan sikap. Munculnya kesadaran diri biasanya didorong oleh beraneka ragam sebab. Misalnya, karena perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat pendangan dari seseorang, hasil do’a dan ibadah, belajar dari orang lain, dan lain-lain.

c. Tahap penemuan makna hidup. Tahap ini ditandai dengan penyadaran individu akan nilai-nilai berharga yang sangat penting dalam hidupnya. Hal-hal yang dianggap berharga dan penting itu mungkin saja berupa nilai- nilai kreatif, nilai-nilai penghayatan, dan nilai-nilai bersikap.

d. Tahap realisasi (keikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup). Pada tahap ini, individu akan mengalami semangat dan gairah

dalam hidupnya, kemudian secara sadar melakukan keikatan diri (self

commitment) untuk melakukan kegiatan nyata yang lebih terarah guna

memenuhi makna hidupnya.

Dokumen terkait