• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Umum Teks dan Konteks Istiadat Penyadapan Nira di Banjaran Sungai Wampu Wampu

METODE PENELITIAN

4.2 Makna Umum Teks dan Konteks Istiadat Penyadapan Nira di Banjaran Sungai Wampu Wampu

Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki.

Makna umum adalah makna yang dipahami sebagai kata yang digunakan oleh hampir seluruh masyarakat pemakai bahasa tersebut. Makna umum dipahami secara luas sehingga sering digunakan dalam berkomunikasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna umum merupakan kata atau istilah yang pemakaiannya menjadi unsur bahasa umum.

4.2.1 Makna Umum Teks Penyadapan Nira

Dalam proses pengambilan air nira, ada tahap dimana penyadap mengambil air nira sembari mengucapkan doa. Tepatnya dimana saat penyadap mengayunkan tandan bunga nira, disitu mulai doa tersebut dinyanyikan. Ada pun doa tersebut adalah sebagai berikut :

“Bismillahirrahmanirrahim,

Aku mohon kepada mu, kepada kuasa aku minta sama engkau, Kau kasih air nya sebanyak-banyaknya,

Terdapat makna di dalam doa tersebut, dimana saat kita meminta kepada yang kuasa, kita berdoa dan memohon kepada yang maha kuasa agar air nira yang diperoleh bisa banyak dan cukup tanpa ada kekurangan. Namun bukan mencari kaya, dalam artian hanya untuk melepas kekurangan kehidupan sehari-hari. Kalau pun hasil yang diperoleh berlebih, harus disyukuri.3

Doa dalam menyadap nira ini juga ada kaitan nya dengan nilai keharmonisan, dimana saat penyadap mengambil air nira, pohon nira juga harus disayang-sayang dan dibujuk-bujuk sembari mengelus pohon, disitulah terjadi keharmonisan antara penyadap dengan pohon nira.

3 Berdasarkan wawancara dengan informan bernama Ismail , 17 Juni 2019 di Dusun Pasar Batu, Desa Stabat

Memang sekilas kalau dibandingkan dengan zaman sekarang tidak masuk logika ketika mengambil nira harus mengucapkan doa, namun itulah istiadat yang masih menjadi kepercayaan masyarakat di banjaran sungai Wampu. Ketika mengambil nira selalu ingat kepada yang maha kuasa yang memberi kehidupan.

4.2.2 Makna Umum Konteks

Selain makna umum teks, terdapat pula beberapa makna umum konteks pada istiadat penyadapan nira. Beberapa makna konteks sosial memberi arti kepada manusia yang bertakwa kepada Allah supaya tidak mempunyai rasa takut untuk berhadapan dengan sesuatu yang bisa mendatangkan bahaya baik disebabkan oleh manusia ataupun makhluk halus karena mempunyai kedudukan sama, yaitu sebagai hamba Allah yang bersifat lemah.4

Dinyatakan bahwa makna kuasa alam dalam makna konteks sosial ritual terdiri dari alam nyata dan alam ghaib. Alam nyata terdiri dari pokok-pokok, gunung, laut dan daratan, sedangkan alam ghaib terdiri dari kayangan, syurga, dan neraka. Simbol kuasa alam ini wujud dalam sebagian besar jenis konteks sosial upacara ritual baik jenis makanan dan tumbuhan, jenis logam, pakaian, isyarat dan pergerakan ataupun pantang larang.5 Makna umum konteks penyadapn nira diantaranya yaitu :

1. Baju khusus untuk menyadap nira

Ada yang unik pada baju kerja penyadap nira. Karena baju untuk menyadap nira sama sekali tidak boleh diganti atau ditukar. Penyadap harus memakai baju yang sama setiap hari. Menurut informan bernama Ismail yang juga berprofesi sebagai penyadap nira, baju untuk menyadap nira tidak boleh diganti.

4 Prof. Wan Syaifuddin, M.A., Ph. D.,2016. Pemikiran Kreatif & Sastra Melayu Tradisi.Yogyakarta:Gading, hal 179

5 Prof. Wan Syaifuddin, M.A., Ph. D.,2016. Pemikiran Kreatif & Sastra Melayu Tradisi.Yogyakarta:Gading, hal

Hal itu bermakna sebagai syarat, supaya kita terhindar dari bahaya apapun disekitar pohon. Jika baju itu ditukar, pohon nira tersebut tidak mengenali kita lagi karena baju itu sudah diganti. Air nira yang didapat pun akan surut. Hal itu sudah menjadi kebiasaan yang turun temurun diwariskan kepada penyadap nira.

2. Kayu untuk memukul pohon nira (kayu meranti batu/sawo/tusam)

Dalam menyadap nira ada tahap dimana pohon nira harus dipukul. Alat pemukul yang digunakan terbuat dari kayu meranti batu, sawo, dan tusam. Makna dari kayu tersebut adalah kayu tersebut bersifat dingin. Dingin dalam arti jika kita memukul dengan kayu tersebut hasil air nira yang di peroleh menjadi lebih banyak. Kayu tusam sangat bagus untuk dijadikan pemukul, karena sekarang sudah langka, diganti lah dengan kayu sawo atau meranti batu. Kayu sawo atau kayu meranti batu juga memiliki sifat yang dingin.

3. Bambu Sigai

Bambu Sigai digunakan untuk memanjat pohon nira karena bambu Sigai mempunyai ukuran yang tinggi, serta bambu Sigai sangat kuat untuk dijadikan tangga. Makna konteks yang terdapat pada bambu Sigai adalah penyadap tidak melubangi bambu Sigai untuk dijadikan pijakan kaki. Pijakan kaki terbuat alami dari cabang-cabang bambu Sigai. Hal itu dikarenakan karena penyadap tidak mau menyakiti bambu Sigai karena bambu Sigai diperlakukan diperlakukan layaknya manusia sehingga bambu Sigai tidak dilubangi pada bagian batangnya. Hal itu menciptakan keharmonisan antara penyadap dengan alam (bambu Sigai).

4. Memotong Tandan Bunga Nira

Saat memotong tandan bunga tidak boleh langsung diikat dan ditampung ke dirigen.

Misal nya saat pagi memotong tandan bunga, harus dibiarkan saja airnya menetes, ketika sore hari baru boleh diikat dan ditampung ke dirigen. Hal itu bermakna agar sang pemilik pohon dulu yang merasakan air nira tersebut, barulah penyadap mengambil air nira yang telah diperoleh.

Dalam konteks itu, kelompok manusia harus menyusun sistem sosial dan budaya yang mengatur hubungan antara penyadap didalam konteks sebagai respons alam sebagai sumber mata pencaharian nya. Oleh sebab itu, tercipta lah kebiasan-kebiasan yang sudah telah menjadi hal yang dilakukan dan menjalin hubungan sosiologis yang melibatkan kelompok masyarakat itu sendiri.

4.3 Peran Istiadat Penyadap Nira Dalam Membentuk Keharmonisan Manusia Dengan

Dokumen terkait