• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Istiadat Penyadap Nira Dalam Membentuk Keharmonisan Manusia Dengan Alam (Flora)

METODE PENELITIAN

4.3 Peran Istiadat Penyadap Nira Dalam Membentuk Keharmonisan Manusia Dengan Alam (Flora)

Simbol kuasa alam berkaitan dengan pembinaan kerharmonian dalam kehidupan manusia. Hubungan kuasa alam tersebut mewujudkan perilaku manusia yang bukan hanya merusak tumbuh-tumbuhan di sekitaran tetapi membina kehormatan kepada segala makhluk lain yang hidup di alam baik nyata maupun kayangan.

Menyadap nira adalah salah satu pekerjaan yang tidak sembarangan dilakukan. Tidak semua orang bisa menyadap nira, karena setiap tahapnya memiliki proses yang sangat rumit.

Jika tidak berhati-hati dalam menyadap nira, penyadap akan celaka misalnya jatuh dari pohon. Karena pohon nira sendiri mempunyai ukuran yang sangat tinggi. Menyadap nira sudah menjadi pekerjaan yang sangat awam yang dilakukan oleh masyarakat, khususnya di

banjaran sungai Wampu. Walaupun hasilnya terkadang tidak terlalu banyak, namun bisa untuk menghidupi kehidupan sehari-hari.

Masyarakat sudah begitu dekat dengan pohon nira, karena menyadap nira merupakan profesi yang sudah lama dilakukan oleh masyarakat di banjaran sungai W ampu. Dengan begitu terjalin lah hubungan antara manusia dengan flora (pohon nira) tersebut, seperti nilai keharmonisan antara manusia dengan pohon nira.

Keharmonisan berarti sikap emosional yang terjalin, dan menjadi sebuah keserasian.

Dimana terjadi hubungan antara penyadap dengan tumbuhan pohon nira tersebut. Nilai keharmonisan terbentuk ketika penyadap melakukan ritual ketika menyadap pohon nira, seperti saat hendak mengayun tandan bunga nira harus dielus-elus dengan lembut sembari membaca doa dan juga dibujuk agar air nira keluar. Dan ketika memukul pohon nira harus pelan, tidak boleh terlalu kuat. Hal itu akan mengakibatkan pohon manjadi biru lebam.

Seperti hal nya ketika orang tua yang mencubit anaknya dengan kuat, akan mengakibatkan bekas lebam pada anaknya. Begitu juga saat menyadap nira, tidak boleh dipukul dengan kuat, sekedarnya saja. Wajar saja ketika penyadap membaca “ritual” seperti membaca doa, mengelus pohon dan membujuk-bujuk pohon nira agar hasil yang diperoleh banyak, itu sudah menjadi hukum alam. Sama halnya seperti saat kita akan menyembelih hewan, harus berdoa terlebih dahulu.

Seorang penyadap nira memperlakukan pohon nira seperti layaknya manusia. Ketika akan menyadap nira pun haruslah dalam suasana hati yang tenang, ceria. Tidak boleh dalam keadaan yang tidak baik. Hal itu akan membuat air nira yang didapat tidak banyak.

Pada prinsipnya, setiap tumbuhan maupun itu harus disayangi. Sehingga ketika kita hendak memanen hasil dari tumbuhan tersebut haruslah minta izin, dan tidak lupa pula mendoakan tanaman tersebut. Seperti halnya pohon nira yang harus didoakan dan dirayu dulu agar hasil yang diperoleh banyak.

Jadi, terbentuk timbal balik antara manusia dengan alam. Hubungan timbal balik tersebut saling menguntungkan antara manusia dengan alam. Manusia dapat memanfaatkan alam dengan cara mengambil sesuatu dari alam secara tidak berlebihan dan alam dapat memanfaatkan manusia untuk merawat dan tidak merusaknya. Ketika manusia merusak tumbuh-tumbuhan yang hidup disekelilingnya hal tersebut dapat merusak keharmonisan yang terjalin antara manusia dengan alam. Masyarakat di banjaran sungai Wampu menyadari bahwa mereka hanya merupakan bagian terkecil dari alam semesta, sedangkan alam mempunyai kekuatan dan maha dahsyat. Sehingga tidak ada seorang pun yang mampu menguasai dan menakhlukkan alam. Mereka memahami bahwa alam (gunung, pohon, hutan, sungai, dan lain-lain) mempunyai penunggu atau penguasa yang dapat memberi berkah.

Manusia tidak bisa hidup tanpa tidak berdampingan dengan alam. Dengan begitu manusia harus menjaga keharmonisan dengan alam, dengan cara menjaga alam dan tidak merusak tumbuh-tumbuhan yang ada. Seperti penyadap nira yang menjaga dan tidak merusak pohon nira, karena pohon nira dapat memberi berkah kepada kehidupannya. Dengan begitu terciptalah hubungan emosional antara penyadap dan pohon nira yang membangun keharmonisan.

Manusia dan alam memiliki kesamaan yakni sama-sama makhluk ciptaan Tuhan.

Sebagai makhluk ciptaan Tuhan sudah seharusnya manusia dapat menjaga hubungan yang harmonis dengan alam dengan cara merawat dan menjaga, tidak merusaknya. Penyadap nira begitu menyayangi pohon nira, sehingga tidak heran kalau mereka seperti “berbicara” kepada pohon nira.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan data yang telah diperoleh, adapun tahap-tahap dalam penyadapan nira adalah:

a. Mempersiapkan peralatan yang digunakan, antara lain :

 Tangga yang terbuat dari bambu sigai

 Baju khusus untuk menyadap nira

 Celana pendek

 Tali

 Parang

 Wadah untuk menampung air nira (derigen)

 Kayu untuk memukul pohon nira (kayu meranti batu/sawo/tusam)

 Plastik

 Kulit manggis

 Tali karet bekas (tali ban) b. Memanjat Pohon Nira

Setelah peralatan sudah dipersiapkan, dimulai dengan penyadap nira untuk memanjat pohon nira. Sebelum memanjat pohon nira terlebih dulu membaca

“Bismillahirrahmanirrahim”.

c. Membuang Pelepah/Ijuk

Ketika sudah sampai diatas pohon nira, tahap selanjutnya adalah membuang pelepah/ijuk pohon nira.

d. Memukul Pohon Nira

Setelah dibersihkan dari pelepah/ijuk, tahap selanjutnya adalah memukul tandan bunga nira. Memukul tandan bunga nira menggunakan pemukul yang sudah disiapkan. Dalam memukul bunga nira, tidak boleh terlalu kuat agar menghindari pembusukan pada bunga dan tidak boleh terlalu pelan supaya bagian tandan bunga semakin elastis.

Jumlah pukulan yang pertama yaitu sebanyak 10 kali dalam sekali pukulan dan harus dipukul mengelilingi tangan dari bunga tandan tersebut sampai rata. Ketika memukul pun harus sabar, tidak boleh terburu-buru.

e. Menggoyang/mengayun Tandan Nira

Setelah tandan bunga dipukul, lalu selanjutnya bunga nira diayun sedikitnya sebanyak 115 kali. Diayun perlahan sembari membaca doa :

“Bismillahirrahmanirrahim,

Aku mohon kepada mu, kepada kuasa aku minta sama engkau, Kau kasih air nya sebanyal-banyaknya, langsung bisa di ayun tandan bunga niranya.

f. Memotong Tandan Bunga Nira

Setelah dipukul dan diayun, selanjutnya tandan bunga nira dipotong. Proses ini setidaknya menunggu selama kurang lebih sebulan hingga sampai serbuk sarinya berguguran.

g. Mengambil Air Nira

Jika serbuk sari sudah berguguran, itu menandakan air nira sudah dapat diambil. Namun sebelumnya tandan bunga diiris tipis lalu diikat ke plastik menggunakan karet ban bekas yang telah dipersiapkan.

h. Menurunkan Air Nira

Setelah air nira dirasa sudah cukup memenuhi dirigen, itu tandanya air sudah dapat diturunkan.

2. Mengenai makna umum teks dan konteks pada penyadapan nira, dari hasil data yang telah diperoleh diketahui :

Terdapat makna didalam doa untuk menyadap nira, dimana saat kita meminta kepada yang kuasa, kita berdoa dan memohon kepada yang maha kuasa agar air yang di nira yang diperoleh bisa banyak dan cukup tanpa ada kekurangan. Namun bukan mencari kaya, dalam artian hanya untuk melepas kekurangan kehidupan sehari-hari. Kalau pun hasil yang diperoleh berlebih, harus disyukuri.

Adapun doa untuk menyadap nira adalah :

“Bismillahirrahmanirrahim,

Aku mohon kepada mu, kepada kuasa aku minta sama engkau, Kau kasih air nya sebanyak-banyaknya,

Kau lepas segala kesusahanku, Jangan kau ganggu aku, Engkau lah yang ku sayang”

“Bismillahirrahmanirrahim, Ya Allah ya Tuhanku, Minta air mu yang banyak, Mayang terurai-urai”

Selain makna umum teks, terdapat pula beberapa makna umum konteks pada istiadat penyadapan nira, diantaranya yaitu :

1. Baju khusus untuk menyadap nira

Ada yang unik pada baju kerja penyadap nira. Karena baju untuk menyadap nira sama sekali tidak boleh diganti atau ditukar. Penyadap harus memakai baju yang sama setiap hari. Hal itu bermakna sebagai syarat, supaya kita terhindar dari bahaya apapun disekitar pohon.

2. Kayu untuk memukul pohon nira (kayu meranti batu/sawo/tusam)

Dalam menyadap nira ada tahap dimana pohon nira harus dipukul. Alat pemukul yang digunakan terbuat dari kayu meranti batu, sawo, dan tusam. Makna dari kayu tersebut adalah kayu tersebut bersifat dingin. Dingin dalam arti jika kita memukul dengan kayu tersebut hasil air nira yang di peroleh menjadi lebih banyak.

3. Bambu Sigai

Bambu Sigai digunakan untuk memanjat pohon nira karena bambu Sigai mempunyai ukuran yang tinggi, serta bambu Sigai sangat kuat untuk dijadikan tangga. Makna konteks yang terdapat pada bambu Sigai adalah penyadap tidak melubangi bambu Sigai untuk dijadikan pijakan kaki. Pijakan kaki terbuat alami dari cabang-cabang bambu Sigai. Hal itu dikarenakan karena penyadap tidak mau menyakiti bambu Sigai karena bambu Sigai diperlakukan diperlakukan layaknya manusia sehingga bambu

Sigai tidak dilubangi pada bagian batangnya. Hal itu menciptakan keharmonisan antara penyadap dengan alam (bambu Sigai).

4. Memotong Tandan Bunga Nira

Saat memotong tandan bunga tidak boleh langsung diikat dan ditampung ke dirigen.

Misal nya saat pagi memotong tandan bunga, harus dibiarkan saja airnya menetes, ketika sore hari baru boleh diikat dan ditampung ke dirigen. Hal itu bermakna agar sang pemilik pohon dulu yang merasakan air nira tersebut, barulah penyadap mengambil air nira yang telah diperoleh.

3. Nira juga berperan dalam membentuk keharmonisan. Nilai keharmonisan terbentuk ketika penyadap melakukan ritual ketika menyadap pohon nira, seperti saat hendak mengayun tandan bunga nira harus di elus-elus dengan lembut sembari membaca doa dan juga dibujuk agar air nira keluar. Dan ketika memukul pohon nira harus pelan, tidak boleh terlalu kuat. Hal itu akan mengakibatkan pohon manjadi biru lebam. Seperti hal nya ketika orang tua yang mencubit anaknya dengan kuat, akan mengakibatkan bekas lebam di anaknya.

Begitu juga saat menyadap nira, tidak boleh dipukul dengan kuat, sekedarnya saja. Jadi, terbentuk timbal balik antara manusia dengan alam. Hubungan timbal balik tersebut saling menguntungkan antara manusia dengan alam. Manusia dapat memanfaatkan alam dengan cara mengambil sesuatu dari alam secara tidak berlebihan dan alam dapat memanfaatkan manusia untuk merawat dan tidak merusaknya.

5.2 Saran

Sesuai dengan kesimpulan dari hasil penelitian, disarankan sebagai berikut :

1. Kepada masyarakat khususnya di banjaran sungai Wampu agar kiranya tidak melupakan kebiasaan yang sudah turun-temurun dilakukan, misalnya seperti mengambil air nira sembari juga membacakan doa untuk menyadap nira.

2. Kepada masyarakat agar memberikan perhatian lebih kepada tradisi-tradisi yang sudah lama dilakukan.

3. Kepada masyarakat khususnya yang bermukim di banjaran sungai Wampu kiranya tetap melestarikan istiadat penyadap nira kepada generasi yang selanjutnya.

4. Kepada peneliti yang akan meneliti dengan topik permasalahan yang sama,

diharapkan untuk menggunakan indikator yang berbeda, sehingga mampu menghasilkan karya ilmiah yang lebih mendalam demi kesempurnaan penelitian ini.

Dokumen terkait