• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Metafora EMOSI STATIF dalam Bahasa Batak Toba

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Makna Metafora EMOSI STATIF dalam Bahasa Batak Toba

Metafora mampu mengonsepkan sesuatu yang bersifat abstrak menjadi lebih konkrit. Dalam kehidupan sehari-hari, secara tidak sadar kita sering menemukan

34

ungkapan metafora untuk menyampaikan suatu pendapat dalam komunikasi. Makna dari metafora EMOSI STATIF itu sendiri merupakan suatu hubungan sebab-akibat dalam perilaku atau sifat manusia.

4.1.1 Makna Metafora Sogo Roha ‘Benci’ sebagai Tumbuhan

Nunga tung marurat sogo ni roha na

Sudah PART. AKT.akar benci 3TG ‘Sudah berakar rasa bencinya’

Rasa benci merupakan bagian dari sifat manusia. Dalam masyarakat Batak Toba, rasa benci diakibatkan adanya suatu permasalahan yang mengakibatkan seseorang marah terhadap orang lain, sehingga terjadi permusuhan di antara mereka dan saling membenci. Masyarakat Batak Toba tidak akan senang terhadap apa pun yang dilakukan dan diucapkan oleh orang yang dibencinya sebab ia menganggap buruk orang yang dibencinya sampai kepada keturunannya. Kata marurat ‘berakar’ digunakan sebagai bentuk metafora untuk menggambarkan perasaan benci seseorang yang sangat dalam terhadap orang lain.

4.1.2 Makna Metafora Muruk ‘Marah’ sebagai Api

Marrara bohi na alani muruk na

AKT. merah muka 3TG KONJ. amarah 3TG ‘Mukanya memerah karena amarahnya’

35

Orang yang sedang sangat marah mukanya cenderung memerah. Memerah dikategorikan sebagai api sebab amarah yang memuncak menyebabkan muka memerah dan keadaan memanas, sehingga orang yang sedang sangat marah cenderung malakukan tindakan yang berlebihan atau di luar batas kewajaran. Keadaan ini tentunya dapat memperburuk suasana karena secara spontan, orang yang sedang marah akan mengeluarkan kata-kata kasar yang menyakitkan hati. Bagi masyarakat Batak Toba, ucapan dan tindakan seseorang dapat mengundang kemarahan, yang dapat menimbulkan perselisihan. Jika masyarakat Batak Toba sedang marah, akan ditunjukkan dengan suara yang keras, muka memerah, bertindak untuk melakukan sesuatu (seperti membanting suatu barang).

4.1.3 Makna Metafora Rimas ‘Marah’ sebagai Perlawanan

Manghitiri au mangalo rimas hu

Gemetaran 1TG AKT.lawan amarah 1TG ‘Aku gemetaran melawan rasa amarahku’

Seseorang yang sedang marah tentu ingin menunjukkan kemarahannya sebagai kepuasan dari emosinya. Namun, tidak selamanya emosi itu bisa ditunjukkan dalam bentuk tindakan, apabila keadaan tidak memungkinkan untuk menunjukkan amarahnya (di pesta/ tempat orang ramai). Apabila amarah dipendam dalam hati dan tidak sanggup untuk melakukan suatu hal karena keadaan, dapat

36

menyebabkan tubuhnya bergetar serta berkeringat akibat perlawanan dari batinnya untuk menahan amarahnya.

4.1.4 Makna Metafora Rimas ‘Marah’ sebagai Ledakan

Naeng mapultak rimashu, mambege hatanai Mau meledak amarah 1TG AKT.dengar kata 2TG ‘Hampir meledak amarahku dengar perkataannya’

Marah merupakan sifat manusia apabila ia diperlakukan secara tidak adil, dihina, dan sebagainya. Masyarakat Batak Toba akan marah apabila harga dirinya direndahkan sebab harga diri pada masyarakat Batak Toba sangat tinggi. Apabila orang yang sedang emosi dilawan, maka emosinya akan semakin memuncak, bahkan dia bisa berbuat di luar batas kewajaran. Kata mapultak ‘meledak’ digunakan sebagai bentuk metafora untuk menggambarkan seseorang yang sedang marah besar.

4.1.5 Makna Metafora Late ‘Dengki’ sebagai Tumbuhan

Unang suan late di roha mu

Negasi tanam dengki PRE. Hati 2TG ‘Jangan tanam dengki di hatimu’

37

Dalam masyarakat Batak Toba, jika ada seorang anak yang telah berhasil di perantauan dan kembali ke kampung halaman, tentu masyarakat Batak Toba akan sangat menghargainya, sehingga anak yang tinggal di kampung akan merasa minder, sebab dia merasa seperti anak yang tidak dianggap keberadaannya di kampung tersebut. Orang tua sering merasa dengki terhadap anak tetangga yang sudah sukses, kuliah di luar kota, dan lain sebagainya. Hal seperti itulah, yang membuat seseorang tidak mampu mensyukuri apa yang dia miliki. Ada perkataan masyarakat Batak Toba, Unang suan late di rohamu!, artinya, Jangan biarkan dengki menguasai hatimu. Masyarakat Batak Toba sering berkata, “syukurilah apa yang engkau miliki, jangan melihat apa yang dimiliki oleh orang lain karena setiap orang memiliki takdir dan keberuntungan yang berbeda-beda.

4.1.6 Makna Metafora Lungun (roha) ‘Sedih’ sebagai Benda Tajam

Ditostos ate-ate mambege lungun ni partinaonon na i PAS.tusuk hati AKT.dengar sedih KONJ. KON.derita 3TG DET.

‘Ungkapan rasa sedihnya menusuk ke dalam hati’

Apabila kita melihat seorang anak yang tak bersalah disiksa oleh ibu tirinya, tentu hati kita akan terasa disayat dan membayangkan penderitaan anak tersebut. Masyarakat Batak Toba, apabila melihat orang yang tidak bersalah diperlakukan dengan tidak adil, tersentak hatinya ingin melakukan sesuatu untuk menolong orang tersebut. Orang yang merasa sangat sedih, tentu batinnya akan terasa sakit seperti

38

ditusuk oleh sebuah benda tajam. Kata ditostos ate-ate ‘ditusuk’ digunakan sebagai bentuk metafora untuk menggambarkan perasaan sedih yang dirasakan oleh batin seseorang.

4.1.7 Makna Metafora Marsak ‘Susah’ sebagai Benda Tajam

Diseat ate-ate ni inang na ala marsak mamikkiri gelleng na

PAS.iris hati KONJ. ibu 3TG KONJ. susah KON.pikir anak 3TG Hati ibunya terasa diiris, karena anaknya selalu menyusahkannya’

Seorang ibu selalu mengharapkan anaknya dapat berbuat baik. Dalam masyarakat Batak Toba, seorang anak sangat berharga, sehingga orang tua akan berbuat apapun demi kebahagiaan anaknya. Namun, jika kenyataannya seorang anak hanya menyusahkan orangtuanya, maka hati seorang ibu akan terasa diiris dan merasa hancur sebab telah gagal mendidik dan membesarkannya. Kata diseat ‘diiris’ digunakan sebagai bentuk metafora untuk menggambarkan perasaan seorang ibu yang telah hancur dan gagal mendidik anaknya.

4.1.8 Makna Metafora Hancit Roha ‘Sakit Hati’ sebagai Tali

Hancit roha na pas disiranghon hallet na i imana

Sakit hati 3TG KONJ. KON.putus pacar 3TG DET. 3TG ‘Dia sakit hati waktu diputuskan pacarnya’

39

Orang yang saling mencintai tentunya tidak ingin dipisahkan dari orang yang dicintainya. Apabila seseorang putus hubungan dengan orang yang sangat dicintainya, tentu dia akan sangat merasa sakit hati, bahkan sampai putus asa. Sama halnya dengan sebuah tali yang putus, apabila disambung maka akan menimbulkan bekas. Dalam hal ini, kata sirang ‘putus’ digunakan sebagai bentuk metafora untuk menggambarkan perasaan rasa sakit hati seseorang terhadap orang yang dicintainya.

4.1.9 Makna Metafora Hancit Roha ‘Sakit Hati’ sebagai Makanan

Malala rohang ku alani hancit ni pambaenan mu

Meleleh hati 1TG KONJ. sakit KONJ. KON.buat 2TG ‘Meleleh hatiku karena perbuatanmu yang menyakitiku’

Rasa sakit hati merupakan bagian dari sifat manusia. Rasa sakit hati terjadi karena adanya sebuah peristiwa yang tidak menyenangkan atau kenyataan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam masyarakat Batak toba, seseorang dapat merasa sakit hati akibat perkataan dan perbuatan orang lain yang tidak menyenangkan terhadap dirinya, karena dalam prinsip orang Batak, sebuah perkataan sangat bernilai harganya, sehingga jangan sampai ucapan yang keluar dari mulut menyakiti hatinya. Seseorang yang merasa dikecewakan, dimarahi akan merasa sangat sakit hati. Dalam hal ini, orang yang sering merasa sakit hati akibat dari perkataan dan perbuatan seseorang, hatinya akan meleleh seperti sebuah makanan, sebab sudah biasa baginya disakiti orang lain, seperti: diejek, dihina,

40

dipojokkan atau dimarahi. Kata malala ‘meleleh’ digunakan sebagai bentuk metafora untuk mengungkapkan sebuah perasaan yang sudah sering disakiti oleh orang lain, sehingga sakit hati merupakan suatu hal yang biasa baginya.

4.1.10 Makna Metafora Biar ‘Takut’ sebagai Cairan

Tompu gurgur mudar hu alani biar hu mamereng imana

KONJ. didih darah 1TG KONJ. takut 1TG AKT. lihat 3TG ‘Mendidih darahku, karena takut melihatnya’

Seseorang dapat merasa takut jika menghadapi sesuatu yang dianggapnya akan mendatangkan bencana, seperti takut akan angin kencang, hujan deras ataupun gempa. Dalam hal ini, seorang anak dapat merasa takut jika ia bertemu dengan gurunya yang kejam di tengah jalan, sehingga dia merasa gemetar, gugup, dan berniat untuk sembunyi. Dalam masyarakat Batak Toba, seseorang dapat merasa takut jika ia tidak menghormati/melanggar adat-istiadat Batak Toba sebab dia akan dihina oleh masyarakat itu sendiri, diasingkan, dsb. Anak kecil akan merasa sangat takut terhadap ibu tirinya, sebab ibu tirinya selalu menyakiti, memukuli, serta meyiksanya. Akibatnya, setiap bertemu ibu tirinya, darahnya akan terasa mendidih akibat rasa takut yang berlebihan dalam batinnya. Dalam hal ini, kata gurgur ‘mendidih’ digunakan sebagai bentuk metafora untuk menggambarkan suatu reaksi dalam hati yang timbul akibat perasaan takut yang berlebihan terhadap seseorang.

41

4.1.11 Makna Metafora Hosom ‘Dendam’ sebagai Perkelahian

Marhosom ni roha do halaki alani parbadaan i

AKT.dendam KONJ. hati PART. 3JMK KONJ. KON.kelahi DET. ‘Mereka jadi saling mendendam akibat perkelahian itu’

Sebuah pertentangan diakibatkan oleh adanya suatu masalah antara seseorang dengan orang lain. Perkelahian timbul karena kurangnya pemahaman antara satu dengan yang lain, sehingga tidak ditemukannya solusi atas permasalahan itu. Dalam perkelahian, akan timbul sebuah dendam dalam hati kedua belah pihak. Kata

parbadaan ‘perkelahian’ digunakan sebagai bentuk metafora untuk menggambarkan

sebuah perasaan dendam yang timbul akibat adanya suatu permasalahan yang menimbulkan pertentangan.

4.1.12 Makna Metafora Lomos ‘Bimbang’ sebagai perjalanan

Lomos roha ku mardalan di rambing i

Bimbang hati 1TG AKT.jalan PRE. Jembatan gantung DET. ‘Aku bimbang berjalan di jembatan gantung itu’

Kebimbangan timbul karena ketidaktetapan hati atau kurang percaya terhadap sesuatu hal yang dipikirkan dan dilakukan. Seseorang dapat merasa bimbang apabila dia berjalan di sebuah jembatan gantung, dimana jalan yang dilaluinya tidak menetap dan selalu bergoyang. Dia takut jatuh sebab jembatan gantung biasanya digunakan sebagai jembatan untuk menyeberangi sebuah sungai. Kata mardalan

42

‘berjalan’ diguanakan sebagai bentuk metafora untuk mengungkapkan makna suatu perasaan bimbang ketika melewati suatu jalan yang membuatnya merasa kurang percaya.

4.1.13 Makna Metafora Asi (Roha) ‘Kasihan’ sebagai Tumbuhan

Pittor tubu do asi ni roha mamereng na pampang

Langsung tumbuh PART. kasihan KONJ. hati AKT.lihat KONJ. pincang ‘Tumbuh rasa kasihan apabila melihat orang pincang’

Rasa kasihan muncul jika melihat sesuatu kekurangan pada orang lain. Masyarakat Batak Toba mempunyai rasa belas kasih yang tinggi terhadap orang lain sebab orang Batak dikenal dengan kebaikan hatinya untuk menolong orang. Seseorang dapat merasa kasihan apabila melihat orang pincang/cacat. Akan tumbuh suatu perasaan iba dalam hatinya untuk menolong orang tersebut, sebab mereka dianggap mempunyai nasib yang kurang beruntung. Kata tubu ‘tumbuh’ digunakan sebagai bentuk metafora untuk menggambarkan perasaan yang tumbuh dalam hati ketika melihat orang yang cacat, pincang, kurang beruntung, dsb.

4.1.14 Makna Metafora Busisaon ‘Gelisah’ sebagai Matahari

Busisaon daging alani mohop ni ari on

Busisaon tubuh KONJ. panas KONJ. hari DET. ‘Tubuh menjadi gelisah akibat panasnya cuaca’

43

Gelisah merupakan suatu perasaan dalam hati yang ditunjukkan oleh gerakan badan yang tidak tenang. Dalam hidup, manusia pasti selalu merasa gelisah tentang perjalanan hidupnya. Dalam masyarakat Batak Toba, orang tua akan selalu gelisah memikirkan anak-anaknya. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang dapat gelisah, salah satunya karena cuaca yang panas akibat teriknya matahari. Cuaca yang panas tentu akan membuat tubuh merasa tidak tenang, resah, dsb. Kata mohop ‘panas’ dikategorikan sebagai bentuk metafora untuk menggambarkan perasaan tidak tenang, yang ditunjukkan oleh gerakan tubuh akibat panasnya terik matahari.

4.1.15 Makna Metafora Elat ‘Iri’ sebagai Rasa

Maniak ate-ate mambege elat roha ni hombar jabu tu hita Pedas hati AKT.dengar iri hati KONJ. tetangga PRE. 1JMK.

‘Hati terasa pedas mendengar tetangga yang iri pada kita’

Rasa iri ditandai dengan perasaan hati yang tidak senang melihat kelebihan (keberuntungan) orang lain. Masyarakat Batak toba sering merasa iri terhadap kehidupan orang yang lebih baik darinya, misalnya, terhadap orang yang memakai baju baru, mobil baru, memiliki rumah yang megah. Hal itu sering terjadi dalam sebuah lingkungan atau rumah yang berdekatan (tetangga). Kecemburuan seseorang dapat menyebabkan sebuah pertikaian apabila diungkapkan antara satu dengan yang lain, akibat ketidaksenangan seseorang yang ditujukan pada orang lain. Kata maniak

Dokumen terkait