• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Jenis Maksim Yang Terdapat Pada Kisah Nabi Sulaiman as Dalam

3.1.1 Maksim Kebijaksanaan

labiqatun/)

Pada kisah nabi Sulaiman a.s dalam al-Qur’an maksim kebijaksanaan (Tact Maxim) /hikmatun labiqatun/) berjumlah 6 (enam) terdapat dalam surat An-Naml ayat 20, 21, 27, 28, 41 dan 42, sebagai berikut:

Q.S An-Naml ayat 20

/wa tafaqqada al-tayra faqala ma liya la `ara al-hud-huda `am kana mina

al-ga`ibin/ ‘UDan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: "Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir?U

Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya nabi Sulaiman a.s mempunyai tentara, dan diantaranya terdapat sejenis burung yang bernama Hud-hud. Burung Hud-hud termasuk jenis burung pemakan serangga, yaitu sejenis burung pelatuk. Ia mempunyai paruh yang panjang, berjambul dikepalanya, berekor panjang, dan berbulu indah beraneka warna. Ia hidup dengan membuat sarang atau lubang pada pohon-pohon kayu yang telah mati. Nabi Sulaiman a.s selalu memeriksa tentaranya itu, karena itu ia mengetahui tentara yang hadir dan yang tidak hadir waktu pemeriksaan itu. Setiap tentaranya berpergian atau melakukan sesuatu pekerjaan hendaklah mendapat izin dari padanya terlebih dahulu. Jika ada yang melanggar ketentuan ini akan mendapat hukuman dari nabi Sulaiman a.s. tentara nabi Sulaiman a.s itu mengikuti segala perintahnya dengan patuh dan tidak pernah ada yang mengingkarinya. Karena itu nabi Sulaiman a.s merasa heran dan tercengang atas kepergian burung Hud-hud tanpa pamit. Tidak pernah terjadi kejadian demikian itu sebelumnya. Karena itu ia mengancam burung Hud-hud

dengan hukuman yang berat seandainya nanti burung itu kembali tanpa mengemukakan alasan-alasan yang dapat diterima.

Q.S An-Naml ayat 21

/la`u ‘azzibannahu ‘azaban syadidan `au la`azbahannahu au laya`tiyanni bisultanin mubinin/ ‘Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras atau benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang’.

Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya ayat ini menerangkan ancaman nabi Sulaiman a.s kepada burung Hud-hud yang pergi tanpa pamit, waktu ia memeriksa tentaranya, ia berkata : “seandainya burung Hud-hud kembali nanti, tanpa mengemukakan alasan yang kuat atas kepergiannya dengan tidak minta izin itu, maka aku akan menyiksanya dengan mencabut bulu-bulunya sehingga ia tidak dapat terbang lagi atau akan kusembelih. Salah satu dari dua hukuman itu akan aku laksanakan terhadapnya, agar dapat menjadi pengajaran bagi yang lain, yang bertidak seperti burung Hud-hud itu. Dari ayat ini dipahamkan bahwa jika burung Hud-hud itu dapat mengemukakan alasan-alasan kepergiannya tanpa pamit itu dan alasan-alasan itu dapat diyakini kebenarannya. Maka nabi Sulaiman a.s tidak akan melaksanakan hukuman yang telah diancamkan itu.

Q.S An-Naml ayat 27

/qala sananzuru `asadaqta `am kunta min al-kazibina/ ‘Berkata Sulaiman: "Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta’.

Berdasarkan kutipan tersebut bahwasannya cara sambutan seorang raja jelas terlihat benar dalam kata-kata nabi Sulaiman a.s. Meskipun perkataan itu sangat penting dan meyakinkan tetapi nabi Sulaiman a.s tidak langsung menyambut begitu saja. Beliau akan memeriksa terlebih dahulu kebenaran berita itu, benarkah berita si burung atau dia termasuk orang-orang pendusta.

Q.S An-Naml ayat 28

/azhab bikitabi haza fa`alqihi ‘ilayhim summa tawallu ‘anhum fanzur maza yarzi’una/ ‘Pergilah dengan (membawa) suratku ini, lalu jatuhkan kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan’.

Berdasarkan kutipan tersebut bahwasannya ini merupakan ujian pertama tentang benar atau dustanya perkataan si burung. Dia harus terbang kembali ke negeri itu dengan membawa surat dari nabi Sulaiman a.s. Kemudian setelah burung itu mengantarkan surat, nabi Sulaiman a.s memerintahkan kepada burung untuk terbang ke tempat yang aman di dalam istana itu juga agar tidak tertangkap oleh mereka dan hendaknya si burung itu memperhatikan bagaimana sambutan dari mereka, bagaimana sikap yang mereka ambil setelah menerima surat itu.

Q.S An-Naml ayat 41

/qala nakiru laha ‘arsyaha nanzuru `atahtadi `am takunu mina allazina la yahtadun/ ‘Dia berkata: "Robahlah baginya singgasananya; maka kita akan melihat apakah dia mengenal ataukah dia termasuk orang-orang yang tidak mengenal(nya)” ‘.

Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya nabi Sulaiman a.s memerintahkan kepada pemimpin-pemimpin kaumnya, agar merubah sebahagian bentuk dari singgasana Ratu Balqis. Maksud dari nabi Sulaiman a.s merubah singgasana Ratu Bilqis untuk menguji apakah Ratu Balqis dapat mengenal singgasananya sendiri atau tidak, supaya kesan yang tinggal dalam diri Ratu tersebut ialah bahwa nabi Sulaiman a.s bukanlah semata-mata seorang Raja besar yang ingin menaklukkannya dan mengakui kekuasaannya sebagai seorang Raja yang kecil dan demikian nabi Sulaiman a.s memperluas daerah. Dengan cara yang demikan itu diharapkan agar Ratu Balqis bertambah yakin bahwa Sulaiman adalah Rasul Allah, ia tidak mengharapkan sesuatu selain keimanan Ratu Balqis.

Q.S An-Naml ayat 42

/falamma ja`at qila `ahakaza ‘arsyuki qalat ka`annahu huwa wa `aw tina al-‘ilma min qabliha wa kunna muslimina/ ‘Dan ketika Bilqis datang, ditanyakanlah kepadanya: "Serupa inikah singgasanamu?" Dia menjawab: "Seakan-akan singgasana ini singgasanaku, kami telah diberi pengetahuan sebelumnyadan kami adalah orang-orang yang berserah diri."

Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya setelah Ratu Balqis tiba di Palestina tentu diperhatikannya secara seksama singgasana tersebut. Berubah warnanya, tetapi bentuknya serupa juga dengan yang dia punya. Di sana sini ada yang serupa tetapi akan dipastikan dia punya, dia tidak berani. Karena ia ingat betul bahwa singgasananya itu telah dibuatkannya keranda besar tujuh lapis, dikunci pula dari luar. sebagai Ratu yang bijaksana, hatinya sudah mendapat firasat bahwa memang singgasananya yang telah dipindahkan dengan Mu’jizat nabi Sulaiman a.s sebagai seorang nabi Allah ketempat ini. Oleh sebab itu ditumpahkannya terus apa yang terasa di hatinya sejak dia melangkah meninggalkan kerajaannya: “Dan kami telah diberi pengetahuan sebelumnya”. Bahwa beliau itu memang bukan seorang Raja besar yang ingin memperluas daerah. Jika kami disuruh datang menyerah, bukanlah menyerah kepada beliau, melainkan menyerahkan diri kepada Allah SWT, menjadi orang islam, tidak lagi memegang kepercayaan yang lama.

3.1.2 Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) /hikmatun

Dokumen terkait