BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Jenis Maksim Yang Terdapat Pada Kisah Nabi Sulaiman as Dalam
3.1.3 Maksim Penghargaan
istihsāniyatun/)
Pada kisah nabi Sulaiman a.s dalam al-Qur’an maksim penghargaan (Approbation Maxim) /hikmatun istihsāniyatun/) berjumlah 10 (sepuluh), terdapat dalam surat Baqarah ayat 102, An-Nisaa’ ayat 163, Al-An’aam ayat 84, Al-Anbiya ayat 81, An-Naml ayat 15, 17 & 44, Saba ayat 12, dan Shaad ayat 30 & 34 sebagai berikut.
/wa attaba’u ma tatlu al-syayatini ‘ala mulki sulaymana wa ma kafara sulaymanu walakinna al-syayatina kafaru yu’alimuna annasi assihra wa ma `unzila ‘ala al-malakayni bibabili haruta wa maruta wa ma yu’alimani min `ahadin hatta yaqula `innama nahnu fitnatun fala takfur fayata’allamuna minhuma ma yufarriqunabihi bayna al-mar`i wa zawjihi wa ma hum bidarrinabihi min `ahadin `illa bi`iznillahi wa yata’allamuna ma yadurruhum wa la yafa’uhum walaqad ‘alimu lamanisytarahu malahu fi al-akhirati min khalaqi walabi`sa ma syarawbihi `anfusahum laukanu ya’lamuna/’ Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaita pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.
Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya Allah SWT memberitakan bahwa ada satu golongan dari Yahudi yang menolak kitab suci dan mengikuti apa yang dibacakan setan. Karena an-nabaz (melemparkan) kebalikan dari al-itba’ (mengikuti) sedangkan maksud dari “mereka mengikuti” adalah mereka mengikuti jalan petunjuk yang dibaca oleh setan pada masa kerajaan Sulaiman. Tradisi ini terus berlangsung hingga sekarang. Seolah-olah mereka tidak membatasi masalah dengan waktu tertentu. Sampai saat ini masih ditemukan sebagian kaum Yahudi yang mengikuti apa yang dibacakan setan pada masa kerajaan Sulaiman. Ini merupakan bukti bahwa mereka masih beriman dan membenarkan tradisi nenek moyang dalam mengikuti ajaran setan tersebut. Setan adalah makhluk durhaka dari jenis jin. Sedangkan jin ada yang durhaka, ada yang taat dan juga ada yang beriman. Dengan demikian jin ada yang mukmin dan ada yang kafir. Yang mukmin itu pun jin ada yang taat dan ada yang berbuat maksiat. Sedangkan setan adalah jin pembangkang terhadap manhaj Allah. Maka setiap
yang membangkak dari manhaj Allah dinamakan setan, baik dari jenis jin maupun manusia.
An-Nisaa’ 163
/inna `aw hayna ilayka kama aw hayna ila nawhin wa nabiyyina min ba’dihi wa aw hayna ila ibrahima wa isma’ila wa ishaqa wa ya’quba wa al-asbati wa ‘isa wa ayyuba wa yunusa wa haruna wa sulaymana wa atayna dawuda zuburan/ ‘Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud’. Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya ada orang-orang Yahudi dan Nasrani hanya mau percaya sebahagian rasul dan tidak percaya kepada yang lain. Percaya kepada Musa, tidak percaya kepada Isa dan Muhammad. Padahal isi pengajaran sekalian rasul itu hanyalah satu. Maka datanglah ayat ini menegaskan kepada Muhammad, untuk disampaikan kepada seluruh manusia yang mau beriman. Disinilah dijelaskan bahwa perintah Allah yang disampaikan kepada rasul-rasul itu, sejak Nuh sampai kepada nabi-nabi yang dibelakangnya adalah berupa wahyu. Wahyu bukanlah suatu kitab tertulis di atas batu lalu dikirim dari langit. Sebagaimana yang mereka minta itu. Bahkan batu untuk menuliskan wahyu 10 kepada Musa pun dilukiskan sesudah diwahyukan, di atas batu di bumi ini juga, batu dari gunung Sina. Wahyu yang demikian itulah yang diterima oleh nabi Muhammad SAWyang telah tersusun menjadi Al-Qur’an, dan wahyu yang begitu pula yang diterima oleh nabi Nuh dan nabi-nabi sesudahnya. Dikhususkan pula nama-nama itu, meskipun terang dalam sejarah bahwa Harun terlebih dahulu datangnya dari Isa dan Sulaiman dan terdahulu dari Yunus, demikian juga Ayyub, sebab rasul-rasul itu dikenal namanya semua oleh orang Yahudi itu, tetapi didahulukan menyebut Isa, sebab mereka tidak mau mengakui beliau.
Q.S Al-An’aam ayat 84
/wa wahabnalahu `ishaqa wa ya’quba kuullan hadayna wa nuhan hadayna min qablu wa min zurriyatihi dawuda wa sulaymana wa `ayyuba wa yusufa wa musa wa haruna wa kazalika najri al-muhsinina/ ‘Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Yaqub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya Allah SWT menjelaskan: “ketahuilah bahwa tidak ada seorang pun dari ciptaan Ku, kecuali jika memang Aku ditetapkan itu sebagai haknya. Yang Aku berikan kepada makhluk Ku tidak lebih dari hibah atau pemberian saja”. Hibah yang paling besar bagi manusia adalah ketika ia dijadikan khalifah dimuka bumi, dan setelah itu hibah dengan tingkatan sedang dan kecilpun diturunkan-Nya. Allah SWT menjelaskan bahwa dia telah memberikan Ishak kepada Ibrahim, dan setelah Ishak lahirlah cucu Ibrahim yang bernama Ya’qub. Sebagai manusia kita tahu benar akan hokum alam bahwa semua kita akan mati tanpa terkecuali. Ketika manusia menanjak tua dia akan menginginkan anak yang dapat melanjutkan namanya dalam hidup ini seakan-akan menjadi jaminan baginya. Ketika cucu lahir kedunia, maka sang kakek merasa telah hidup kembali di generasi yang lain.
Q.S Al-Anbiya ayat 81
/wa lisulaymana al-riha ‘asifatan tajri bi`amrihi `ila al-ardi allati barakna fiha wwa kunna bikulli sya`in ‘alimin/ ‘Dan (telah Kami tundukkan) untuk
Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan perintahnya ke negeri yang kami telah memberkatinya. Dan adalah Kami Maha Mengetahui segala sesuatu.
Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya Allah SWT mulai menyebutkan nikmat-Nya yang khusus dilimpahkan Nya kepada nabi Sulaiman a.s, yaitu bahwa Dia telah menundukka n angin tersebut dengan patuh melakukan apa yang diperintahkannya. Misalnya angin tersebut berhembus kearah negeri tertentu, dengan hembusan yang keras dan kencang ataupun lunak dan lambat, sesuai dengan kehendak nabi Sulaiman a.s. pada akhir ayat ini Allah SWT menegaskan, bahwa Dia senantiasa mengetahui segala sesuatu, sehingga tidak sesuatu pun tersembunyi bagi Nya. Angin yang berhembus keras itu, dapat dipergunakan oleh nabi Sulaiman a.s dengan petunjuk Allah SWT. ”bertiup dengan perintahnya ke bumi yang Kami beri berkat padanya”. Angin yang diperintah nabi Sulaiman a.s mula-mula berkumpul laksana gunung besar. Kemudian beliau perintah mengangkat permadani tempat beliau sedang semayam dihadapi oleh pembesar-pembesar. Setelah terangkat beliau perintahkan kuda bersayap mengangkat dan jadi kendaraan. Lalu beliau perintahkan angin mengangkat lebih tinggi, sampai mendekati langit. Pada saat itu nabi Sulaiman a.s melihat ke kanan dan ke kiri, ingat akan kebesaran Allah dan bersyukur kepada Tuhan, karena dengan tamasya yang begitu ariflah nabi Sulaiman a.s bahwa kekuasaan dan kerajaannya itu tidak berarti dibandingkan dengan kekuasaan dan kerajaan Allah SWT.
An-Naml ayat 15
/wa laqad `atayna dawuda wa sulaymana ‘ilman wa qala alhamdulillahi allazi faddalna ‘ala kasirin min ‘ibadihi al-mu`minina/’Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hambanya yang beriman’.
Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya Allah SWT telah menganugerahkan kepada nabi Daud a.s dan kepada puteranya nabi Sulaiman a.s ilmu pengetahuan, baik yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan ketuhanan dan syari’at-syari’atnya, maupun yang berhubungan dengan pengetahuan umum, seperti kemampuan memimpin dan mengatur bangsanya. Kedua nabi ini tidak saja memiliki pengetahuan tetapi juga mengamalkannya dengan baik, maka ilmu pengetahuan yang dipunyai oleh masing-masing nabi itu berfaedah bagi dirinya sendiri, bagi masyarakat, nikmat dan umatnya di dunia dan di akhirat kelak . karena mensyukuri dengan mengucapkan “alhamdulillahil lazi faddalana ‘alakasirin mim ibadihil mu’minin” artinya “ segala puji bagi Allah yang telah melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba yang beriman”. Sikap nabi Daud a.s dan nabi Sulaiman a.s dalam menerima nikmat Allah itu, suatu sikap yang terpuji. Karena itu para ulama menganjurkan agar kaum muslimin meneladani sikap seorang hamba mengucapkan hamdalah (alhamdulillah = segala puji bagi Allah). Hal ini berarti bahwa hamba yang menerima nikmat itu, benar-benar merasakan bahwa yang diterimanya itu benar-benar merupakan pernyataan kasih sayang Allah SWT kepadanya dan ia merasa bahwa ia benar-benar memerlukan nikmat Allah SWT. Tanpa nikmat itu ia tidak akan hidup dan merasakan kebahagiaan.
Q.S An-Naml ayat 17
/wa husyira lisulaymana junuduhu mina al-jinni wa al-`insi wa al-tayri fahum yuza’un/ ‘Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan). Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya nabi Sulaiman a.s telah dapat membentuk suatu bala tentara yang terdiri dari berbagai macam-macam jenis makhluk Allah, seperti jin, manusia, burung-burung dan binatang-binatang yang lain, yang setiap saat dikerahkan untuk memerangi orang-orang yang tidak mau
mengindahkan seruannya. Semua tentara tersusun rapi, bersatu dan berkumpul dibawah pimpinannya.
Q.S An-Naml ayat 44
/qila lahu adkhuli al-sarha falamma ra `athu hasibathu lujjatan wa kasyafat ‘an saqayha qala innahu sarhun mumarradun mina qawarira qalat rabbi `inni zalamtu nafsi wa `aslamtu ma’a sulaymana lillahi rabbi al-‘alamina/ ‘Dikatakan kepadanya: "Masuklah ke dalam istana." Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: "Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca." Berkatalah Balqis: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam’.
Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya untuk menyambut kedatangan Ratu Balqis, nabi Sulaiman a.s telah membuat sebuah mahligai yang sangat indah, yang dalam mahligai itu akan diletakkan singgasananya dan dia akan duduk bersanding dengan nabi Sulaiman a.s
Q.S Saba ayat 12
/wa lisulymana al-riha guduwwha syahrun wa rawa huha syahrun wa `asalnalahu ‘ayna al-qitri wa mina al-jinni man ya’malu bayna yadayhi bi`izni rabbihi wa man yazig minhum ‘an `amri na nuziqhu min ‘azabi al-sa’iri/. ‘Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebahagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya
(di bawah kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. Dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala.
Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya dengan izin Allah SWT, nabi Sulaiman a.s berhasil mengendalikan angin selama dalam perjalanan dengan kapal. Sampai ada yang menyebutkan, beliau berhasil keluar dari Yerussalem dan tidur siang di Istikhar, kemudian bermalam di Khurasan. Pada ayat ini diberikan penjelasan kepada orang-orang yang masih ragu-ragu selama ini lalu memuliakan jin, memandang bahwa jin itu makhluk halus, yang sangat ditakuti dan manusia hendaknya memujanya supaya jangan dianiayanya. Telah dijelaskan bahwa diantara mereka ada yang dijadikan kuli pekerja oleh nabi Sulaiman a.s dengan izin Tuhan. Dengan ini didapat pula kesan bahwa seseorang yang telah dekat kepada Tuhan, dapatlah memerintah jin, bahkan dapat mengatur dan memerintah makhluk yang lain dengan izin Allah SWT.
Q.S Shaad ayat 30
/wa wahabna lidawuda li sulaymana ni’ma al-abdu `innahu `awabun/ ‘Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik- baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya)’
Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya Allah SWT menjelaskan bahwa Daud yang dianugerahi putra yang saleh yang mempunyai kemampuan melanjutkan perjuangannya, bernama Sulaiman. Ia mewarisi sifat-ifat ayahnya. Ia terkenal sebagai hamba yang taat beribadah dan dalam segala urusan ia memulangkan puji kepada Allah atas dasar keyakinannya bahwa segala macam kenikmatan dan keindahan itu terwujud hanyalah semata-mata bahwa segala kenikmatan dan keindahan itu terwujud hanyalah semata-mata karena limpahan rahmat Allah dan taufik-Nya. Itulah sebabnya maka ia disebut sebagai hamba Allah yang paling baik dan sebagai pujian yang pantas diberikan kepadanya Allah menyifatinya sebagai hamba-Nya yang amat taat kepada Tuhannya.dengan demikan Allah mengangkat nabi Sulaiman a.s menjadi nabi menggantikan dan
meneruskan kenabian dan kerajaan nabi Daud a.s serta mewarisi ilmu pengetahuannya yang tertuang dalam kitab zabur.
Q.S Shad ayat 34
/wa laqad fatanna sulaymana wa `alqayna ‘ala kursiyyihi jasadan summa `anaban/ ‘Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian ia bertaubat.
Berdasarkan kutipan diatas bahwasannya Allah SWT menjelaskan keadaan nabi Sulaiman a.s pada saaat mendapat cobaan dan keadaannya setelah selesai menghadapi cobaan itu. Allah SWT mencobanya dengan menimpakan sakit keras. Demikian hebatnya serangan penyakitnya itu hingga kehilangan kekuatan sama sekali. Badannya lemah lunglai tergeletak diatas kursinya seolah-olah tak bernyawa lagi. Disaat-saat menerima cobaan seperti itu, ia selalu meluangkan harapannya kepada Allah serta menerima cobaan itu dengan ikhlas. Pada penghujung ayat Allah SWT menegaskan bahwa nabi Sulaiman lalu bertaubat meminta ampun atas kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya serta berserah diri kepada Allah SWT.