TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.3 Konsep Program Pengarusutamaan Partisipasi Anak dalam Perumusan Kebijakan Publik Perumusan Kebijakan Publik
2.1.3.2 Maksud dan Tujuan .1Maksud
Untuk mewujudkan pemenuhan hak partisipasi anak dalam pembangunan kesejahteraan, perlindungan dan tumbuh kembang anak.
2.1.3.2.2 Tujuan
1. Untuk membangun inisiatif pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam mendengar dan merespon aspirasi anak;
2. Untuk meningkatkan pemahaman bagi pemangku kepentingan anak di bidang pemenuhan hak partisipasi anak;
3. Untuk memberikan ruang dan peluang bagi anak-anak dalam menyampaikan aspirasi, kebutuhan dan keinginannya dalam pembangunan yang berhubungan dengan anak di lingkungannya;
4. Untuk membangun sarana dan prasarana pengembangan kemampuan, minat dan bakat serta potensi anak;
5. Untuk mendorong pengintegrasian potensi sumber daya manusia, keuangan, sarana dan prasarana, metoda dan teknologi dalam melibatkan anak-anak pada setiap tahapan pembangunan yang terkait dengan kebutuhan dan kepentingann serta keinginan anak.
2.1.3.3Sasaran
Sasaran pelaksanaan partisipasi anak adalah terwujudnya pelibatan atau keikutsertaan anak dalam proses pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan yang berhubungan dengan anak sehingga
anak mendapatkan manfaat maksimal dari keputusan tersebut dalam rangka optimalisasi tumbuh kembang anak.
Selain terwujudnya hak partisipasi anak (HPA), sasaran dari program ini juga dibagi mejadi 3 kelompok prioritas yaitu jangka pendek, menengah dan panjang. Namun demikian pembagian tersebut bukan merupakan urutan tetapi prioritas sehingga masing-masing sasaran dapat dilaksanakan dan dicapai secara bersamaan sesuai dengan peluang yang tersedia. Tidak perlu menunggu prioritas pertama selesai kemudian baru melaksanakan prioritas kedua dan seterusnya.
1. Jangka Pendek
a. Lembaga pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya berhubungan dengan pemenuhan hak partisipasi anak, misalnya Badan PP dan PA, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Olahraga, Dinas Pariwisata, dan dinas lainnya terkait pemenuhan hak anak; b. Lembaga masyarakat yang sudah aktif bekerja untuk pengembangan
kemampuan, minat dan bakat anak misalnya di bidang ilmu pengetahuan, sosial keagamaan, olah raga, seni budaya, dan lain-lain. c. Lembaga swasta bidang usahanya berhubungan secara langsung
maupun tidak langsung dengan tumbuh kembang anak misalnya produk makanan, alat dan sarana bermain anak;
d. Kelompok kegiatan anak: sanggar kegiatan anak, kelompok anak di bidang kesenian dan olah raga
e. Organisasi anak, misalnya OSIS, Karang Taruna, organisasi anak berbasis agama, persatuan olahraga, kesenian, organisasi atau
79
kelompok kegiatan anak berbasis kegemaran, dan dinas lainnya terkait pemenuhan hak anak.
2. Jangka Panjang a. Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil masyarakat dimana anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya. Bila keluarga menerapkan prinsip dan kriteria partisipasi anak, maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan wajar.
b. Anak-Anak
Anak-anak merupakan penerima manfaat dari pengembangan kebijakan partisipasi anak, dengan demikian maka pendapat anak tentang partisipasi mereka di dalam keluarganya merupakan indikator yang paling utama.
c. Lingkungan Sosial
Anak-anak mempunyai hak dan kebebasan untuk menyatakan pendapat, berpartisipasi serta memperoleh informasi baik dari lingkungan keluarga, teman sebaya, masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah.
2.1.3.4Strategi
1. Menciptakan ruang partisipasi.
2. Menciptakan ruang atau wadah dan kesempatan bagi anak untuk berpartisipasi lebih aktif, berbasis minat, bakat dan kemampuan anak.
3. Mendorong anak-anak menjadi warga negara aktif. Anak-anak perlu didorong dan dimotivasi untuk menjadi warga negara yang aktif (active citizen) melalui berbagai wadah partisipasi anak sesuai dengan kemauan atau minat anak-anak.
4. Memfasilitasi pembentukan dan kegiatan forum anak. Forum Anak diharapkan menjadi media bagi anak untuk menyalurkan aspirasi, keinginan dan kebutuhannya atau hak-haknya yang belum terpenuhi, sehingga perlu difasilitasi dan didorong untuk aktif berpartisipasi. 2.1.3.5Mekanisme Partisipasi Anak
Partisipasi anak adalah keterlibatan anak dalam proses pengambilan keputusan dan menikmati perubahan yang berkenaan dengan hidup mereka baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dilaksanakan dengan persetujuan dan kemauan semua anak berdasarkan kesadaran dan pemahaman, sesuai dengan usia dan tingkat kematangan berpikir. Dengan kata lain partisipasi anak dapat diformulasikan sebagai “keterlibatan seseorang yang belum berusia 18 tahun dalam proses pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya dan dilaksanakan atas kesadaran, pemahaman serta kemauan bersama sehingga anak dapat menikmati hasil atau mendapatkan manfaat dari keputusan tersebut”.
Proses menuntut pemenuhan hak anak dapat dilakukan secara individu setiap anak. Namun demikian menuntut hak secara kolektif akan lebih efektif dan efisien baik dari prosesnya maupun peluang keberhasilannya. Oleh karena itu
81
keberadaan wadah-wadah partisipasi anak perlu didukung agar pemenuhan hak anak secara kolektif dapat berjalan lebih efektif.
Forum Anak merupakan wadah yang difasilitasi pemerintah menurut jenjang wilayahnya, yaitu dimulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten, tingkat provinsi hingga ke tingkat nasional, yang dapat digunakan oleh anak-anak, selain untuk menyuarakan aspirasi anak, dapat pula digunakan sebagai wadah untuk menuntut bila terdapat hak anak belum terpenuhi.
Logika pemenuhan hak anak secara kolektif dapat dilihat dalam mekanisme sebagai berikut:
Gambar 2.6
Mekanisme Partisipasi Anak
Sumber: Pedoman Pengembangan Forum Anak Nasional (FAN), 2014 Pemenuhan hak partisipasi anak pada gambar 2.6 di atas terutama dikaitkan dengan proses tumbuh kembang anak, lihat flowchart pemenuhan hak partisipasi anak berikut:
NASIONAL BAKAT F O R U M A N A K PROVINSI KELOMPOK ATAU ORGANISASI KEGIATAN ANAK KAB/KOTA MINAT KEC, DESA/KEL KEMAMPUAN ANAK
Gambar 2.7
Flowchart Pemenuhan Hak Partisipasi Anak
Sumber: Pedoman Pengembangan Forum Anak Nasional (FAN), 2014 Berdasarkan gambar 2.7 di atas kita dapat melihat bahwa untuk mendukung tercapainya 31 indikator hak anak sebagai bagian dari pembangunan Kota Layak Anak, maka diperlukan kesadaran berbagai pihak untuk mendengarkan suara anak sebagai tuntutan atas pemenuhan hak-hak mereka terutama yang ditujukan kepada pengemban tugas (duty bearers) yaitu negara. Apabila suara anak baik secara individual maupun berkelompok didengar dan direspon secara sungguh-sungguh oleh para pemangku kepentingan, maka tujuan pengembangan tumbuh kembang anak menjadi sumber daya manusia yang aktif dan berkualitas akan tercapai. Namun, apabila tidak maka tujuan pengembangan tumbuh kembang anak tentu saja gagal.
Komitmen pemerintah untuk mendorong agar anak-anak aktif perlu didasari oleh pemikiran jangka panjang dan kesadaran bahwa agar bangsa dan
31 Hak Anak terpenuhi?
Tidak
Tidak
Anak Aktif (Active Citizen)
Ya Ya Tidak TKA POSITIF TKA NEGATIF Menuntut PHPA secara Individu Organisasi/Kelompok
Kegiatan Anak Forum Anak PHPA secara Menuntut Kelompok
TKA Sukses SDM Berkualitas
TKA Gagal
83
negara mampu bersaing dengan bangsa lain dalam segala aspek kehidupan, maka anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan kehidupan sosial kemasyarakatan di lingkungannya. Hal tersebut untuk menjamin agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik dari segi fisik, mental maupun sosial serta memperoleh perlindungan.
Disamping itu potensi, aktifitas dan kreativitas anak harus dikembangkan dan didorong untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan setiap kebijakan yang berakibat dan berhubungan dengan nasib dirinya. Selama ini partisipasi anak masih belum mendapatkan perhatian yang memadai. Hal ini mungkin terjadi karena pemahaman banyak pihak yang menganggap bahwa cara berpikir anak belum matang, sehingga dianggap belum mampu untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Padahal anak berbeda dengan orang dewasa dan diyakini bahwa pihak yang paling mengetahui masalah, kebutuhan dan keinginan anak adalah anak itu sendiri.
Dalam melaksanakan Program Pengarusutamaan Partisipasi Anak dalam Perumusan Kebijakan Publik inisiatif dan keterlibatan orang dewasa sebagai pendamping dan fasilitator anak sangat mutlak diperlukan, mengingat yang dihadapi adalah orang dewasa yang kemungkinan besar kurang memahami isu partisipasi anak. Berbagai kegiatan yang bisa dilaksanakan terlihat pada matriks berikut:
Tabel 2.1
Matriks Kegiatan Program Pengarusutamaan Partisipasi Anak dalam Perumusan Kebijakan Publik
Masalah
(situasi saat ini) Kegiatan
Indikator Lembaga yang
Relevan Tingkat Output Outcomes
Pandangan anak belum
dimasukkan ke dalam penyusunan kebijakan publik
Sosialisasi landasan hukum dan kebijakan tentang partisipasi anak kepada kalangan pemerintah dan lembaga legislatif
Terlaksananya kegiatan sosialisasi
Terpahaminya hak partisipasi anak di kalangan pemerintah dan anggota dewan KPP KPAI/KPAID LSM/Ormas Kelompok Anak Nasional Provinsi Kabupaten/ Kota Mereview rancangan kebijakan
yang berpotensi merugikan kepentingan anak dan dari segi prosedural tidak memberi ruang bagi anak untuk memberikan masukannya Terlaksananya review rancangan kebijakan yang berpotensi merugikan kepentingan anak Berkuranganya/ tidak adanya kebijakan yang tidak berspektif hak anak dan partisipasi anak
KPP KPAI/KPAID LSM/Ormas Kelompok Nasional Provinsi Kabupaten/ Kota
85
Melakukan temu konsultasi anak untuk membahas rancangan kebijakan yang akan dibuat oleh pemerintah dan pihak legislatif
Terselenggaranya temu konsultasi anak
Adanya draft tandingan rancangan kebijakan KPP KPAI/KPAID Depsos Depdiknas LSM/Ormas Sekolah Kelompok Anak Lembaga Donor Nasional Provinsi Kabupaten/ Kota
Melakukan hearing atau lobi kepada wakil rakyat untuk menyampaikan aspirasi anak
Terlaksananya hearing atau lobi kepada wakil rakyat
Apirasi anak diterima oleh
wakil rakyat Depsos KPP
LSM/Ormas Kelompok Anak Nasional Propinsi Kabupaten/ Kota Penyelenggaraan forum-forum anak Terselenggaranya forum-forum anak Tersampaikannya rekomendasi forum anak kepada para pemangku kepentingan KPP Depsos LSM Lembaga Donor Kelompok Anak Dunia Usaha Nasional Provinsi Kabupaten/ Kota Rendahnya komitmen stakeholder
dalam memfasilitasi keterlibatan kelompok anak dalam
implementasi, evaluasi dan rencana tindak lanjut
Mengalokasikan anggaran yang tersedia untuk memfasilitasi partisipasi anak di sektor terkait
Teralokasikannya anggaran untuk fasilitasi partisipasi anak
Adanya anggaran rutin untuk memfasilitasi partisipasi anak di sektor terkait Bappenas KPP Depsos LSM/Ormas Dunia Usaha Nasional Provinsi Kabupaten/ Kota
perlindungan anak dari berbagai perlakuan salah
Memobilisasi sumber daya yang tersedia dari dunia swasta, donor internasional dialokasi sebagian untuk pengembangan partisipasi anak
MOU dengan donor internasional mengenai pendampingan partisipasi anak
Termobilisasi-kannya sumber daya dari dunia swasta dan donor internasional KPP, Pemda, Instansi/ Departemen terkait Nasional Provinsi Kabupaten/ Kota Berperannya Komite Anak
sebagai badan konsultatif independen untuk memberi masukan kepada pemerintah guna pengembangan legislasi, kebijakan, dan program menyangkut perlindungan anak dari berbagai perlakuan salah.
Memfasilitasi pembentukan komite anak
Terfasilitasinya pembentukkan komite anak
Komite Anak operasional KPP
Depsos LSM/Ormas LPA Kelompok Anak DPR/DPRD Nasional Provinsi Kabupaten/ Kota Memfasilitasi penyusunan
rekomendasi komite anak dalam setiap program pengembangan legislasi
Terfasilitasinya penyusunan rekomendasi
Rumusan rekomendasi Komite Anak menjadi bahan penyusunan kebijakan LSM/Ormas Instansi terkait LPA Kelompok Anak DPR/DPRD Nasional Provinsi Kabupaten/ Kota
87
Dalam proses realisasinya, program tersebut juga harus memperhatikan skema partisipasi dan penyertaan anak didalamnya. Rentang usia kelompok anak yang lebar membuat pola penyertaan anak dalam berpartisipasi menjadi beragam. Kondisi sebagian anak yang belum matang secara fisik dan mental, mensyaratkan perlunya peranan orang dewasa dalam memfasilitasi partisipasi anak dalam pengambilan keputusan. Berikut skema partisipasi dan penyertaan anak berdasarkan kelompok usia yang akan dijelaskan pada tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
Skema Partisipasi dan Penyertaan Anak Anak
(0-5 Tahun)
Pada usia ini, anak perempuan dan laki-laki mengeksplorasi dunia yang ada di sekelilingnya dan mengekspresikan pandangannya melalui bahasa tubuh dan ekspresi fisik; dengan dorongan dari orang dewasa, dasar dari partisipasi dapat dilihat di usia yang dini
Anak (6-12 Tahun)
Pada usia dini, anak perempuan dan laki-laki dapat mengekspresikan pandangannya dan belajar secara aktif tentang kehidupan melalui eksplorasi, pertanyaan dan akses atas informasi. Anak mampu untuk memainkan peran yang aktif dalam melakukan identifikasi, analisa dan penyelesaian masalah yang mempengaruhi kehidupan anak; serta dapat memainkan peran kunci sebagai warga negara yang aktif dalam menyelesaikan segala bentuk diskriminasi dan perlakuan salah Anak/Remaja
(13-18 Tahun)
Remaja dapat menjadi aktor sosial dan warga negara yang aktif dalam peningkatan kualitas komunitas lokal dan nasional. Remaja dapat dengan aktif menanggulangi segala bentuk diskriminasi, perlakuan yang salah dan eksploitasi. Remaja dapat berperan mendorong inisiatif anak/remaja yang lebih muda dan mendukung untuk kemitraan dengan orang dewasa.
Dewasa (sebagai warga negara yang aktif)
Orang dewasa dapat mendorong anak perempuan dan laki-laki dari usia dan kemampuan yang beragam dalam mengekspresikan pandangan mereka dan berpartisipasi pada keputusan yang berdampak pada anak; serta mendorong anak dari usia dini agar belajar secara aktif untuk mempertanyakan dan membagi pandangan dan gagasan mereka; agar teraih bentuk kemitraan antara anak dan dewasa dalam mendorong pemenuhan atas hak-hak anak.
Dewasa (sebagai bagian dari
komunitas dunia)
Komunitas dunia dapat mendorong anak perempuan dan laki-laki untuk mengekspresikan pandangan mereka. Komunitas dunia juga dapat menghargai dan remaja dalam usaha pemenuhan atas hak anak Sumber: Permen Pemberdayaan Perempuandan Perlindungan Anak No. 3 Tahun 2011, hlm 31
Dalam konteks anak, partisipasi tidak sekedar mensyaratkan adanya kemampuan dan institusi untuk menyuarakan dan menuntut hak-hak anak semata; tetapi juga perlu adanya sinergitas dengan institusi komunitas atau pihak-pihak lain yang memperjuangkan pemenuhan hak-hak anak. Hal ini didasarkan agar tidak mendorong anak untuk langsung berhadap-hadapan (vis a vis) dengan institusi negara sebagai penyandang tugas. Sinergitas antara partisipasi anak dengan komunitas dan pihak-pihak yang lain ini adalah bentuk perlindungan terhadap anak dalam menuntut hak-haknya. Partisipasi anak bersama orang dewasa dalam memperjuangkan pemenuhan hak-hak anak bisa digambarkan menjadi:
Gambar 2.8
Partisipasi Anak bersama Orang Dewasa
Sumber: Permen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 3 Tahun 2011, hlm 33.
Dikarenakan anak mempunyai ketidak matangan fisik dan mental sehingga membutuhkan perlindungan dan perawatan khusus – seperti disebutkan dalam pembukaan Konvensi Hak Anak – maka dalam konteks membangun partisipasi anak dalam proses pemenuhan hak, diperlukan suatu proses empowering atau
89
pemberdayaan sebagai bentuk perlindungan dan perawatan khsus bagi anak sebagai pemegang hak. Bentuk pemberdayaan pemegang hak dalam konteks hak anak adalah sebagai berikut:
1. Anak bisa mengenali permasalahan kehidupannya; 2. Anak bisa menyuarakan permasalahan dan harapan; 3. Anak bisa membangun dan mengelola organisasi; 4. Anak bisa berpartisipasi dalam pembuatan keputusan. 2.2 Penelitian Terdahulu
Sebagai acuan dan bahan masukan bagi peneliti dalam melakukan penelitian, maka peneliti menelusuri beberapa jurnal penelitian yang kurang lebih membahas topik yang relevan dengan peneliti yaitu tentang pemenuhan hak partisipasi anak di Indonesia. Penelitian terdahulu ini dapat berfungsi sebagai data pendukung yang relevan dengan fokus penelitian peneliti. Jurnal penelitian tersebut antara lain sebagai berikut:
Pertama, jurnal penelitian yang dilakukan oleh Siti Malaiha Dewi tahun 2011 dengan judul “Transformasi Kota Kudus sebagai Kota Layak Anak: Tinjauan atas Pemenuhan Hak Sipil dan Partisipasi”. Penelitian ini berfokus pada faktor-faktor yang menjadi penyebab belum terpenuhinya hak sipil dan partisipasi anak di Kabupaten Kudus. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan mengacu pada teori Van Meter dan Van Horn dalam Subarsono (2005: 90) yang terdiri dari sumber daya, komunikasi antar organisasi, karakteristik pelaksana, serta kondisi sosial, ekonomi, dan politik.
Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa beberapa faktor yang menghambat pemenuhan hak sipil dan partisipasi anak di Kabupaten Kudus yaitu:
Program Kabupaten Layak Anak dianggap sebagai program yang tidak seksi dan tidak mampu mendongkrak citra pejabat karena manfaatnya tidak bisa dirasakan secara langsung, model birokrasi yang bersifat instruktif sehingga dibutuhkan komitmen dari pimpinan untuk menggerakan bawahan, secara kelembagaan, SKPD masih bersifat sektoral sehingga sulit untuk mengintegrasikan isuue anak ke dalam program semua SKPD, kapasitas kelembagaan pelaksana yang kurang memadai serta anggaran spesifik untuk anak belum ada di APBD Kabupaten Kudus.
Rekomendasi penelitian yang diberikan yaitu perlu menumbuhkan komitmen bersama baik pemerintah, swasta, organisasi kemasyarakatan maupun masyarakat pada umumnya untuk bersama-sama mewujudkan Kabupaten Kudus sebagai Kabupaten Layak Anak, dengan cara sosialisasi yang terus-menerus tentang hak anak dari pengarusutamaan hak-hak anak, penguatan kapasitas kelembagaan gugus tugas Kabupaten Layak Anak baik penguatan sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana, penguatan kapasitas kelembagaan forum anak yang sudah ada melalui program pendampingan dan bukan program pembinaan, serta mengawal penganggaran spesifik bagi anak dalam APBD Kabupaten Kudus.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Siti Malaiha Dewi di atas dapat diketahui beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Persamaannya terletak pada objek yang diteliti yaitu terkait implementasi pemenuhan hak partisipasi anak. Perbedaannya terletak pada studi kasus yang dilakukan dimana penelitian pertama merupakan penelitian yang
91
secara khusus meneliti tentang pemenuhan kluster hak sipil dan kebebasan sebagai bagian dari upaya mewujudkan kabupaten layak anak. Lain halnya dengan peneliti yang meneliti tentang bagaimana sebuah strategi pengarusutamaan partisipasi anak dalam perumusan kebijakan publik dilakukan di kalangan para pemangku kepentingan dan bagaimana para pemangku kepentingan tersebut melaksanakan kebijakan di bidang partisipasi anak. Hal ini menjadi ketertarikan peneliti karena memang pemerintah daerah memiliki tugas dan tanggung jawab dalam memperhatikan pemenuhan hak-hak anak termasuk pemenuhan hak partisipasi anak.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Yanuar Farida Wismayanti dan Ivo Noviana dari Puslitbang Kessos pada tahun 2011 yang berjudul “Perlindungan Anak Berbasis Komunitas: Sebuah Pendekatan dengan Mengarusutamakan Hak Anak”. Penelitian ini berfokus pada implementasi perlindungan anak melalui pengarusutamaan hak anak (PUHA). Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu implementasi undang-undang perlindungan anak di Indonesia masih belum maksimal melihat bahwa masih banyak terjadi penyalahgunaan (abuse), eksploitasi, diskriminasi, penelantaran, dan beberapa tindak kekerasan yang membahayakan perkembangan jasmani, rohani, dan sosial anak.
Hasil penelitian menunjukkan perlu dikembangkan sebuah model perlindungan anak dalam rangka pemenuhan hak anak. Dalam hal ini, keterlibatan masyarakat termasuk anak-anak sangat penting untuk mengupayakan perlindungan anak. Pendekatan hak anak menjadi basis dalam program perlindungan anak yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.
Pembahasan dalam penelitian ini mengacu pada teori Johnson, Victoria dkk (2001) tentang beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses partisipatori, yaitu:
1. Melakukan konsultasi dengan kelompok anak dan komunitas
2. Refleksi terus menerus atas proses pelaksanaan program akan memberi kemungkinan untuk belajar dari partisipan dan lebih responsif terhadap kebutuhan dan agenda partisipan
3. Mengupayakan kolaborasi aktif dengan anak-anak dan orang dewasa dalam studi atau program aksi
4. Berterimakasih kepada seluruh partisipan serta memberikan informasi terhadap partisipan mengenai kemajuan dan hasil dari studi yang dilakukan.
Sehingga upaya perlindungan anak sebagai bagian pemenuhan hak anak diharapkan menghasilkan program dan aksi yang melibatkan anak dan komunitas secara partisipatif yaitu dengan mengarusutamaan hak anak. Rekomendasi yang diberikan dalam penelitian ini adalah perlindungan anak berbasis komunitas diharapkan bisa melakukan upaya preventif atau pencegahan dengan melibatkan masyarakat, pemerintah dan anak secara bersama-sama menentang pelanggaran hak anak. Dengan adanya program aksi yang melibatkan anak serta komunitas secara partisipatif yaitu dengan mengarusutamakan hak anak dapat meningkatkan upaya perlindungan anak. Selain itu, peran serta stakeholder; khususnya instansi terkait dalam perlindungan anak, dan lembaga perlindungan anak maupun tokoh masyarakat menjadi bagian penting dalam upaya pemenuhan hak anak.
Berdasarkan penjabaran atas penelitian kedua, maka dapat diketahui persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian kedua yaitu sama-sama meneliti pada lingkup partisipasi anak ataupun pentingnya pelibatan kelompok anak dalam rangka perlindungan anak. Meskipun demikian,
93
perbedaan dapat terlihat manakala penelitian kedua hanya mengkaji kepada faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan partisipasi komunitas secara efektif khususnya dalam upaya perlindungan anak, yaitu melalui pendekatan perlindungan anak berbasis komunitas. Sedangkan peneliti bukan sekedar mengkaji faktor-faktor tentang proses partisipasi komunitas dalam mewujudkan perlindungan anak, tetapi jauh lebih luas dari pada itu yakni bagaimana implementasi Program Pengarusutamaan Partisipasi Anak dalam Perumusan Kebijakan Publik yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan mulai pemerintah, swasta maupun organisasi sosial kemasyarakatan dilaksanakan.
Peneliti mengkajinya berdasarkan sudut pandang administrasi negara, dimana berhasil tidaknya impelemtasi sebuah program/kebijakan ditentukan apabila tujuan dari kebijakan tersebut telah tercapai dan memberikan dampak yang diharapkan bagi sasaran kebijakan. Oleh karena itu, sebuah model/pendekatan implementasi kebijakan yang tepat perlu digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Peneliti sendiri menggunakan teori implementasi kebijakan Jones (1996) yang terdiri dari tiga pilar yaitu organisasi, interpretasi dan pelaksanaan sebagai pedoman pelaksanaan sebuah kebijakan/program yang efektif. Lokus penelitian juga menjadi pembeda antara penelitian peneliti dengan kedua penelitian sebelumnya, dimana peneliti mengambil lokus penelitian di Provinsi DKI Jakarta. 2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah penjelasan rasional dan logis yang didukung dengan data teoritis dan atau empiris yang diberikan oleh peneliti terhadap
variabel-variabel penelitiannya beserta keterkaitan antara variabel-variabel tersebut (Irawan, 2006: 3.6).
Dalam penelitian ini, permasalahan yang peneliti angkat adalah tentang