• Tidak ada hasil yang ditemukan

Total Penjualan per Bulan

E. Manajemen Pemesanan (Order Management)

Dalam menerapkan manajemen pemesanan yang baik untuk menjaga komitmen antara perusahaan dengan pelanggan, PT. WGM melakukan beberapa langkah dalam melakukan

manajemen pemesanan yang menjadi tanggung jawab Manajer Export and Support Marketing, yaitu Bapak Irawan Gunadi. Langkah-langkah tersebut meliputi proses pemesanan, keberadaan pesanan dalam proses pengiriman, hingga pesanan sampai kepada pelanggan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram dibawah ini yang menggambarkan alur penerapan manajemen pemesanan pada PT. WGM:

Gambar 5. Proses Manajemen Pemesanan PT. WGM Sumber: Wawancara pada PT.WGM, 2014

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa, sebelum melakukan proses pemesanan, pada umumnya antara pelanggan dan perusahaan melakukan negosiasi terlebih dahulu, selanjutnya perusahaan memastikan ketersediaan produk sehingga dapat menyetujui dan mengirimkan pesanan sesuai permintaan dengan waktu yang telah disepakati menggunakan transportrasi laut (shiping) dalam pengiriman pesanan untuk pasar ekspor yang telah tertulis pada Purchase Order (PO). Didalam Purchase Order (PO) terdapat beberapa jadwal penting mengenai tanggal pengiriman hingga tanggal diterimanya pesanan oleh buyer. Lama pengiriman ekspor secara efektif adalah rata-rata 14 – 21 hari untuk negara-negara tujuan Asia, dan 35 – 50 hari untuk negara-negara tujuan Eropa. Pihak buyer akan mengirimkan manajernya atau grader untuk

melakukan inspeksi pada produk yang telah dipesan, proses ini pada umumnya dilakukan sekitar satu minggu setelah buyer menurunkan Purchase Order (PO).

Proses pencatatan jumlah pesanan dan penjualan ekspor dilakukan secara komputerisasi, oleh Manajer Export and Support Marketing, sedangan untuk mengetahui status atau keberadaan pesanan akan dilaporkan oleh agen pelayaran yang berada pada pelabuhan negara tujuan ekspor.

Ketika pesanan sudah sampai, maka akan ada konfirmasi dari agen tersebut melalui e-mail atau telepon langsung kepada Direktur Utama PT. WGM. Manajemen pemesanan seperti yang telah dijelaskan hanya berlaku pada pasar ekspor, sedangkan untuk produk lokal dijual secara lepas kepada pelanggan sehingga perusahaan hanya melakukan pencataan invoice untuk setiap transaksi penjualan (lihat Lampiran 12) sehingga memudahkan perusahaan untuk melakukan pencatatan rekap penjualan lokal secara keseluruhan pada periode tertentu (lihat Lampiran 13).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan Supplier Relationship Management (SRM) pada PT. WGM, meliputi:

a. Memproduksi enam jenis bahan baku kayu yang diperoleh dari tiga pemasok yang berbeda, yaitu PT. Mandiri Timber Pratama (Bangkirai), PT. Multi Wahana Wijaya (Merbau), dan PT. Sinar Mas Forestry (Meranti, Meranti Batu, Kruwing, dan Kempas).

b. Total penggunaan bahan baku kayu secara keseluruhan yang digunakan PT. WGM dalam proses produksi pada tahun 2013 adalah sebanyak 49.084,60 m3 dengan hasil produksi sebanyak 22.710,99 m3.

c. Menjalin hubungan yang baik dengan semua pemasok serta meningkatkan konsistensi untuk melakukan pembelian ulang.

d. Melakukan kolaborasi desain dengan pemasok mengenai spesifikasi bahan baku yang akan digunakan dalam memenuhi permintaan pelanggan.

2. Penerapan Internal Supply Chain Management (ISCM) pada PT. WGM, meliputi:

a. Melakukan perencanaan strategis (strategic planning) melalui perumusan analisis SWOT dengan mengintegrasikan faktor internal dan eksternal perusahaan.

b. Melakukan perencanaan permintaan (demand planning), perencanaan penawaran (supply planning), dan pemenuhan kebutuhan produksi (fulfillment) dengan cara melihat siklus permintaan yang cenderung sama dan berulang tiap tahunnya. Data yang digunakan adalah data hasil penjualan tahun 2012 hingga 2014.

c. Perusahaan memiliki permintaan yang mengalami high-season pada bulan April hingga September dan low-season pada bulan Oktober hingga Maret. Dengan rata-rata hasil penjualan pada high-season sebanyak 13.178,32m3 dan 8.288,78m3 pada low-season.

d. Dalam proses pemenuhan kebutuhan produksi (fulfillment), perusahaan melakukan pembelian bahan baku sebanyak dua hingga tiga kali lipat dari perkiraan kapasitas produksi yang akan dihasilkan. Seperti yang terlihat pada data tahun 2012 dan 2013 yang menunjukkan bahwa PT. WGM menggunakan bahan baku kayu rata-rata sebanyak 44.573,15m3 dengan hasil produksi rata-rata 20.828,32m3 dan masih mengikuti aturan jumlah kapasitas produksi yang telah ditetapkan dalam RPBBI.

e. Berdasarkan data tahun 2012 hingga 2014, proporsi produksi yang dihasilkan adalah rata-rata 82% untuk pasar ekspor dan 18% untuk pasar lokal.

f. Pemeliharaan persediaan bahan baku dan produk jadi berada dalam satu lokasi, sehingga perusahaan hanya mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan forlklift.

3. Penerapan Customer Relationship Management (CRM) pada PT. WGM, meliputi:

a. Melayani pasar Ekspor (Asia dan Eropa) dan pasar lokal.

b. Penetapan harga yang kompetitif ditentukan dengan perhitungan yang didasarkan pada biaya HPP produk, nilai kayu, rendemen, dan biaya produksi untuk produk ekspor, sedangkan harga produk lokal ditentukan dari hasil costing main product export.

c. Kapasitas produksi dan hasil penjualan ekspor jauh lebih besar karena memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan produk lokal.

d. Sistem penjualan ekspor dan lokal dilakukan secara langsung kepada pelanggan dengan mendistribusikan pesanan menggunakan transportrasi laut (shiping) untuk penjualan ekspor dan transportrasi darat (trucking) untuk penjualan lokal.

e. Sistem pembayaran dilakukan menggunalan letter of credit (L/C) untuk pelanggan ekspor dan secara tunai (cash) untuk pelanggan lokal.

f. Penerapan pusat informasi (call center) dan manajemen pemesanan (order management) hanya difokuskan untuk melayani pelanggan ekspor.

Implikasi Terapan

1. PT. WGM perlu meningkatkan nilai Supplier Relationship Management (SRM) melalui penerapan kolaborasi penawaran (supply collaboration) dengan pemasok bahan baku sehingga dapat melakukan perencanaan bersama dalam menentukan jumlah penawaran sesuai dengan permintaan pasar.

2. PT. WGM perlu meningkatkan nilai Internal Supply Chain Management (ISCM) dengan mengidentifikasi perencaan awal yang disusun secara lebih detail, baik dari penggunaan bahan baku maupun dari tenaga kerja dan segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas internal perusahaan yang akan menentukan keunggulan kompetitif bagi perusahaan.

3. PT. WGM perlu meningkatkan nilai Customer Relationship Management (CRM) dengan menerapkan pusat informasi (call center) dan manajemen pemesanan (order management) pada pelanggan lokal, sehingga dapat memperluas relasi dengan pelanggan lokal serta menjaga loyalitas pelanggan.

4. PT. WGM perlu menambah jumlah pemasok bahan baku untuk memperkuat posisi tawar perusahaan.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian yang ingin dicapai, seperti:

1. Keterbatasan dalam memperoleh informasi dari pelanggan sebagai narasumber dalam penelitian. Hal ini dikarenakan PT. WGM memberikan layanan yang sama pada seluruh pelanggan lokal sehingga peneliti hanya memilih satu narasumber dengan asumsi dapat memberikan informasi sebagai pelanggan secara keseluruhan. Informasi pelanggan diperoleh secara langsung ketika peneliti melakukan observasi pada PT. WGM. Selain itu, peneliti juga kesulitan dalam memperoleh informasi dari pelanggan ekspor karena tidak ada perwakilan dari pihak buyer yang datang ke perusahaan.

2. Tidak memperoleh dukungan informasi dari pemasok bahan baku. Hal ini dikarenakan sebagian besar pemasok berada di luar Pulau Jawa sehingga peneliti kesulitan dalam memperoleh informasi secara langsung.

3. Karena untuk mempersempit pembahasan, dalam penelitian ini hanya fokus pada pembahasan jenis kayu bangkirai saja, baik dalam jumlah pembelian bahan baku, penentuan harga jual, dan pencatatan persedian.

Saran untuk Penelitian Mendatang

1. Untuk penelitian mendatang diharapkan menggunakan data perusahaan yang lebih lengkap dan dalam kurun waktu yang lebih lama sehingga hasil análisis dalam penelitian menjadi lebih akurat dan mendalam.

2. Perlu dilakukannya pembahasan mengenai seluruh jenis kayu yang digunakan dalam berproduksi secara lebih detail, sehingga hasil pembahasan dalam penelitian menjadi lebih luas.

3. Perlu adanya informasi dari pemasok dan pelanggan yang lebih banyak, baik pelanggan lokal maupun pelanggan ekspor sebagai narasumber dalam penelitian, sehingga dapat memudahkan peneliti dalam menyesuaikan proses Supplier Relationship Management (SRM), Internal Supply Chain Management (ISCM), dan Customer Relationship Management (CRM) yang diterapkan oleh perusahaan.

Dokumen terkait