• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada umumnya petani lahan dataran tinggi menghadapi permasalahan yang sama. Permukaan tanah yang miring menyebabkan lahan pertanian rentan terhadap erosi dan kehilangan air. Semakin besar kemiringan lereng, maka semakin tinggi pula risiko kerusakan yang ditimbulkan.

Biaya produksi dan pemasaran hasil pertanian lahan dataran tinggi relatif lebih tinggi dibandingkan pertanian dataran rendah. Oleh karena itu pemilihan tanaman yang akan dibudidayakan, harus memperhatikan aspek konservasi dan nilai jualnya di pasaran. Kedua aspek tersebut dapat dipenuhi jika terdapat tanaman tahunan dan semusim dalam proporsi yang tepat.

Terdapat beberapa perbedaan spesifik antara wilayah Kecamatan Lembang dan Kecamatan Dongko selain karakteristik yang telah disebutkan sebelumnya. Tabel 4.20. berikut ini menunjukkan kondisi spesifik yang terdapat di masing-masing wilayah penelitian yang menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan formulasi model selanjutnya.

Tabel 4.20. Kondisi Spesifik Wilayah Kecamatan Lembang dan Kecamatan Dongko

Aspek Kecamatan Lembang Kecamatan Dongko

Ekologi • Laju erosi yang tinggi masih dapat

di atasi oleh ketersediaan bahan organik yang cukup tinggi dan solum tanah yang dalam (tanah andisol)

• Budidaya sayuran menggunakan

bahan kimia secara intensif

• Limbah ternak sapi telah

mencemari saluran air dan menimbulkan bau hampir di seluruh wilayah

• Ditetapkan oleh pemerintah

sebagai daerah resapan air untuk wilayah cekungan Bandung.

• Laju erosi sangat tinggi

diperparah oleh ketersediaan bahan organik yang rendah dan solum tanah yang tipis

• Penanaman ubi kayu secara

meluas di lahan miring menyebabkan erosi dan pemiskinan hara tanah

• Mata air sebagai sumber air

utama untuk kehidupan

Ekonomi • Usahatani sangat tergantung

kepada modal pinjaman

• Jumlah tanggungan keluarga yang

besar, biaya hidup yang tinggi menyebabkan standar kehidupan rata-rata petani pada umumnya rendah (miskin)

• Ketergantungan petani terhadap

uang kontan (cash money) sangat

tinggi karena sumber

penghasilannya hanya berasal dari lahan sayuran saja

• Sumber pangan karbohidrat utama

adalah beras yang harus dibeli dari uang hasil panen sayuran

• Kepemilikan modal terbatas

menyebabkan usahatani tidak efisien

• Pemenuhan kebutuhan pangan

keluarga dari tanaman yang hidup di pekarangan

• Pasar hanya buka 5 hari sekali,

jenis komoditas pertanian yang diperdagangkan juga terbatas

• Sumber pangan karbohidrat

utama adalah ubi kayu yang diperoleh dari hasil kebun

Sosial • Pengaruh budaya kota sangat

kuat menyebabkan generasi muda lebih suka bekerja di pabrik daripada usaha pertanian

• Rendahnya motivasi petani untuk

berkelompok membuat program pemerintah menjadi tidak efektif dilaksanakan

• Informasi yang berasal dari PPL

selalu lebih lambat dibandingkan dari Bandar atau pedagang. Hal ini menyebabkan petani tidak percaya kepada para PPL

• Orientasi bekerja ke luar kota/

negeri pada generasi muda terutama perempuan

• Biaya sosial sangat tinggi untuk

kegiatan yang tidak produktif (pesta/selamatan) bukan untuk pemupukan modal usaha

• Konflik antara masyarakat

dengan Perhutani timbul akibat penerapan aturan hukum yang tidak tegas.

Memperhatikan kondisi umum dan kondisi spesifik wilayah penelitian, diperlukan sebuah model manajemen pengendalian untuk memperbaiki sistem usahatani yang dilakukan oleh masyarakat. Model tersebut (ecofarming) untuk mengelola keluaran (output) sistem usahatani yang selama ini tidak diinginkan oleh masyarakat di Kecamatan Lembang dan Kecamatan Dongko menjadi masukan (input) yang bermanfaat bagi keberlanjutan sistem usahatani lahan

dataran tinggi. Implementasi model ecofarming akan membuat sistem usahatani berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan, yaitu:

1. Memfokuskan pada pengendalian hilangnya lapisan tanah permukaan yang subur dan pengaruh yang ditimbulkannya terhadap produksi pertanian. Sehingga konservasi mekanis yang dikombinasi dengan metode biologis yang mengutamakan keanekaragaman jenis komoditas akan lebih tepat sebagai perlakuan konservasi sekaligus meningkatkan pendapatan petani . 2. Memadukan tindakan konservasi tanah bersama konservasi air sebagai satu

bentuk usaha yang saling terkait untuk menjaga daya dukung lingkungan dalam memenuhi kebutuhan manusia.

3. Melarang bertani di lahan miring bukan penyelesaian masalah karena tindakan tersebut sulit diterima secara sosial dan politik. Harmonisasi interaksi antara stakeholders dan interaksi dengan lingkungannya akan menghilangkan sumber konflik yang mungkin terjadi sekaligus menjaga stabilitas sosial dan politik.

Melibatkan partisipasi dari masyarakat terutama petani dan dukungan dari aparat pemerintah setempat. Model pengelolaan yang ditawarkan harus menjamin diperolehnya peningkatan produktivitas lahan dan kualitas lingkungan sehingga memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat agar tumbuh motivasi petani untuk melaksanakannya.

Menerapkan model pengelolaan yang sesuai dengan kondisi fisik dan sosial masyarakat, agar diperoleh keseimbangan dinamis dalam perkembangan selanjutnya. Untuk itu, perlu dilakukan sosialisasi dan pelatihan agar proses implementasinya dapat berlangsung sesuai dengan tahapan yang telah direncanakan dan mencapai tujuan yang diinginkan.

diharapkan dapat memperbaiki kualitas sumberdaya alam dan masyarakat yang menjadi pelakunya. Konsep pembangunan berkelanjutan yang mudah dipahami adalah mengacu pada pengertian yang dituliskan oleh WCED (1987) yang menyebutkan bahwa pembangunan harus ditujukan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Walaupun konsep keberlanjutan dalam pembangunan sudah banyak dipahami, namun masih ditemukan beberapa kendala pada saat melakukan evaluasi. Kendala utama yang dihadapi adalah bagaimana mengintegrasikan informasi/data yang mencakup keseluruhan komponen yaitu ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan teknologi ke dalam satu bentuk penilaian yang holistik/ menyeluruh.

Selama ini, pelaksanaan evaluasi keberlanjutan pembangunan pertanian lebih difokuskan pada peningkatan produksi sesuai dengan dengan jenis dan jumlah yang ditargetkan sebelumnya. Pendekatan tersebut ternyata telah mengesampingkan dampak pembangunan terhadap keberlanjutan sumberdaya alam. Padahal modal utama dalam kegiatan pertanian adalah lahan dan air yang merupakan bagian dari sumberdaya alam. Untuk menghindari hal tersebut, penilaian terhadap status keberlanjutan sistem usahatani dalam penelitian ini menggunakan teknik MDS-Rapfarm. Penggunaan teknik MDS juga dilakukan mengingat metode multi-variate analysis yang lain seperti factor analysis dan Multi-Attribute Utility Theory (MAUT) terbukti tidak memberikan hasil yang stabil (Pitcher dan Kavanagh, 2004). Dalam Sub Bab selanjutnya dijelaskan hasil analisis keberlanjutan sistem usahatani di Kecamatan Lembang dan Kecamatan Dongko menggunakan teknik MDS-Rapfarm.

5.1. Keberlanjutan Multidimensi

Hasil analisis Rapfarm multidimensi dengan menggunakan MDS menghasilkan nilai indeks keberlanjutan multi dimensi untuk Kecamatan Dongko sebesar 24,16 dan untuk Kecamatan Lembang sebesar 35,47 pada skala 0 - 100. Nilai indeks keberlanjutan pada dua wilayah penelitian tersebut nilainya kurang dari 50 sehingga dapat dikategorikan tidak berkelanjutan. Nilai stress hasil uji multidimensi cukup rendah yaitu sebesar 0,13, sedangkan nilai koefisien

Gambar 5.1. Hasil Analisis Multidimensi Kec. Lembang dan Kec. Dongko Hasil yang diperoleh dari analisis keberlanjutan multidimensi ternyata tidak berbeda dengan hasil analisis keberlanjutan dimensi ekologi. Atribut-atribut yang digunakan untuk menilai keberlanjutan dimensi ekologi ternyata mendapatkan nilai yang tinggi (menjadi atribut sensitif) berdasarkan analisis Leverage, sehingga keberlanjutan dimensi ekologi sangat menentukan keberlanjutan sistem usahatani lahan dataran tinggi yang terdapat di Kecamatan Lembang dan Kecamatan Dongko.

Nilai stress menunjukkan goodness of fit dalam MDS, angka yang rendah menunjukkan ketepatan (good fit), sedangkan angka yang tinggi menunjukkan hal sebaliknya. Nilai stress digunakan untuk mengukur seberapa tepat konfigurasi dari suatu titik dapat mencerminkan data aslinya. Nilai ini dianggap sudah cukup baik jika kurang dari 0,25. Berbeda dengan nilai determinasi, hasil analisis akan semakin baik jika nilai koefisien determinasinya besar (mendekati 1). Hasil analisis multidimensi terhadap Kecamatan Lembang dan Kecamatan Dongko dianggap sudah cukup baik karena nilai R2 nya 0,93. Nilai tersebut menunjukkan bahwa atribut yang digunakan sebagai indikator yang diberikan skor, mampu menerangkan perilaku sistem usahatani yang dikaji sebesar 93%.

RAPFARM Ordination DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120 Sustainability O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s Real Condition References Anchors Lembang (35,47) Dongko (24,16)