• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejauh Manakah Industri Kreatif di Makassar Membangun MereknyaPraktik Terbaik (Best Practice)

Dari eksplorasi melalui kegiatan FGD, usaha industri

kreatif yang dapat dijadikan sebagai contoh best practice

adalah “Kerak Telor Bang Sape’i”. Usaha beliau adalah

contoh kombinasi yang baik antara misi pelestarian budaya Betawi (unsur tradisional) dan aktivitas digital (unsur modern). Pengembangan citra merek melalui nama dan desain logo yang menonjolkan nuansa Betawi dipadukan dengan aktivitas pemasaran menggunakan website. Dengan cara tersebut, identitas Betawi yang ingin ditonjolkan tentunya dapat ditangkap dengan mudah dan luas oleh masyarakat dalam era digital saat ini.

Lebih jauh lagi, beliau juga telah memikirkan dan merancang pengalaman seperti apa yang dapat ditawarkan kepada konsumennya untuk mempermudah penyampaian pesan tentang pentingnya melestarikan budaya Betawi lewat kuliner kerak telor. Konsumen diajak

untuk menerapkan cara memasak kerak telor di outlet

39

SNAPSHOT CITRA MEREK PRODUK KREATIF

Pelaku usaha kreatif di Makassar telah menjalankan strategi tertentu dalam mengembangkan citra merek. Beberapa strategi atau rencana khusus untuk mengembangkan citra merek, antara lain:

1. Pelaku usaha produk makanan sehat pendamping ASI

untuk bayi memiliki citra merek kepedulian terhadap tumbuh kembang anak. Selaras dengan hal tersebut, kegiatan edukasi terhadap kebutuhan tumbuh kembang anak menjadi fokus utama. Salah satu contoh edukasinya adalah menanamkan pentingnya makanan sehat pendamping ASI, kandungan gizi, serta cara pengolahan yang baik. Pada akhirnya,

citra merek “Diangga Baby Meal” yang peduli

akan tumbuh kembang anak terbentuk secara kuat melalui inovasi produk yang makanan sehat untuk bayi serta kegiatan edukasi kepada sang ibu.

2. Pelaku usaha minuman jahe menggunakan

kata “Sarabba” pada merek produknya untuk

mempertegas bahwa produk minuman jahenya adalah khas Makassar.

3. Untuk kasus produsen kaus, sang pelaku usaha telah memikirkan untuk merancang suasana tokonya, di mana pelayan tokonya adalah orang lokal dengan pakaian adat dan keramahan khas Makassar. Dengan demikian, misi mengangkat budaya dan nilai lokal dapat berjalan dengan baik.

40

Praktik Terbaik (Best Practice)

Terdapat dua usaha kreatif dari Makassar yang dapat dijadikan contoh sebagai praktik terbaik dalam pengembangan citra merek. Kedua usaha tersebut adalah “Diangga Baby Meal” (produsen makanan homemade

sehat pendamping ASI untuk bayi) dan “Stalagmite

studio (studio animasi).

Diangga Baby Meal” telah melakukan langkah yang cukup unik dalam mengembangkan citra mereknya melalui inovasi makanan sehat sebagai produk yang ditawarkan, serta kegiatan edukasi kepada para ibu mengenai kebutuhan anak dalam masa tumbuh kembang. Strategi lain yang dilakukan untuk memperkuat citra mereknya adalah dengan cara memperluas cakupan pasarnya sehingga terbentuk citra yang kredibel. Dengan banyaknya ibu-ibu yang berkunjung ke Makassar, baik untuk berlibur maupun bekerja, ketika mereka membawa serta bayinya, peluang penjualan produk tersebut ke kalangan ini cukup tinggi. Kerja sama dengan hotel tempat ibu-ibu tersebut menginap juga menunjukkan kreativitas pemilik merek dalam mengembangkan citra mereknya.

Pemilik brand “Stalagmite Studio” dapat dikatakan

sangat terpelajar dan berwawasan luas dalam hal pengembangan merek dan aktivitas digital. Ia telah melakukan pengembangan dengan menggunakan jasa

konsultasi branding. Selain itu, penggunaan search engine

optimisation untuk memilih nama brandStalagmite

dan meningkatkan kepopuleran brand secara online

juga mengindikasikan kesiapan dalam melangkah lebih jauh lagi dalam memperkuat citra mereknya. Visi jauh ke depan telah dapat ditunjukkan oleh sang pemilik merek,

yaitu dengan menerapkan teknologi augmented dan

virtual reality untuk produk animasi yang akan digunakan untuk media edukasi anak-anak berkebutuhan khusus.

41

SNAPSHOT CITRA MEREK PRODUK KREATIF

Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang

dilaksanakan di Hotel Amaris Ambon, pada tanggal 15 Juli 2017 dihadiri oleh 7 pelaku UMKM kreatif sebagai narasumber. Pelaku industri kreatif di Ambon telah menyadari pentingnya pengembangan citra merek dari produk-produk mereka. Personiikasi merek yang

dipetakan menuju brand archetype dan didiskusikan

dalam FGD menunjukkan bahwa setiap peserta telah membangun konsep mereknya dengan jelas. Namun demikian, kedalaman dan kematangan eksekusi pengembangan yang dilakukan berbeda-beda antar tiap peserta atau pelaku usaha. Sebagai contoh, beberapa peserta telah mempunyai nama merek, tetapi terdapat pula beberapa peserta yang belum memiliki merek. Seorang produsen aplikasi pembelajaran, dengan guru-guru dan murid-murid sebagai konsumen, mengembangkan citra edukatif untuk merek produknya. Citra merek produk yang dikembangkan tercermin – salah satunya – dalam penamaan aplikasi dengan nama- nama yang terasosiasi dengan media pembelajaran. Untuk mempermudah penyampaian misinya agar dikenal sebagai merek yang membantu sektor pendidikan, peserta tersebut berinteraksi langsung dengan guru- guru dengan mendatangi sekolah untuk menunjukkan contoh-contoh aplikasi pembelajaran mata pelajaran. Peserta di sektor animasi menjalankan usahanya dengan

memperhatikan pentingnya mendapatkan chemistry

yang baik dan kecocokan dengan konsumen sebagai strategi untuk membangun citra merek. Ini juga

diharapkan sebagai sarana untuk memperoleh order

secara berkelanjutan. Untuk itu, ia membangun interaksi

secara terus-menerus dengan konsumen, dimana ia bersama dengan konsumen membahas konsep produk animasi yang akan dibuat. Oleh karena itu, citra merek yang terbentuk adalah merek yang ramah dan sangat paham terhadap yang kebutuhan konsumennya.

Hal yang menarik terlihat juga dari sektor kuliner yang memproduksi makanan olahan dari tuna, bluder sageru dari air nira, dan selai pala. Namun, dari ketiga pelaku usaha kuliner ini, hanya produsen selai pala yang sudah memiliki nama merek, sedangkan dua lainnya belum, sehingga belum ada citra merek yang terbentuk kuat dari pelaku di sektor kuliner ini.

Sektor kriya diwakili oleh seorang wirausahawan pembuat produk kriya dari tempurung kelapa. Pengembangan citra merek dilakukannya dengan menekankan bahwa tempurung kelapa dapat diolah menjadi bermacam bentuk produk dan kerajinan tangan, antara lain pelampung, dompet, guci, vas, dll. Untuk mendukung hal tersebut, beliau selalu berusaha menciptakan model desain yang baru untuk menambah variasi produknya. Citra merek yang terbentuk menjadi merek kriya yang inovatif dan kreatif.

Seorang wirausahawan yang memiliki sanggar kesenian musik tifa mewakili sektor musik. Misi pelestarian kebudayaan lokal melalui musik dan tarian tradisional dengan alat musik tifa melatarbelakangi pengembangan citra merek dari sanggar kesenian tersebut. Secara berkala, sanggar ini tampil dalam berbagai kegiatan adat dan acara pernikahan.

Sejauh Manakah Industri Kreatif di Ambon