• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUDAYA PAKPAK KELASEN SEBELUM MASUKNYA BATAK TOBA 2.1 Letak dan Keadaan Geografis

2.6 Manduamas Pada Awal Masuknya Batak Toba

Ketujuh marga Si Onom Hudon yang sudah berumah tangga lalu membuka perkampungan masing-masing satu suku satu kampung. Tinambunan berada di Sidombilik Hutagodung, Si Raja Tanggor (Tumanggor) di Pasi, Maharaja di Sitapung, Turuten di Hutarea, Pinayungan di Binjohara dan Nahampun di Pearaja. Kemudian Si Raja Tanggor turun ke Aceh yang tepatnya sekarang di Aceh Simpang Kanan namanya Sali Tumanggor. Beberapa tahun berselang lahirlah anaknya yang bernama Gondul Tumanggor yang merupakan anak sulung.Pada tahun 1932 Gondul Tumanggor diangkat Pemerintah Belanda menjadi kepala kampung yang memimpin desa yaitu Ladang Jehe, Tanjeski dan Tapus. Setelah tahun 1932 penduduk semakin berdatangan yaitu ke dataran rendah, termasuk ke daerah Manduamas sekarang. Maka tahun 1940-an pada masa penjajahan Belanda, diangkatlah dewan negeri Siambaton Napa karena kampung sudah mulai banyak. Orang yang memangku jabatan dewan negeri adalah Osen

Tumanggor. Pada tahun-tahun setelah kemerdekaan, Osen Tumanggor tetap menjadi dewan negeri sebagai perwakilan pemerintah. Dan karena sudah banyak penduduk di daerah masing-masing di daerah Siambaton Napa, maka dibentuklah Raja-Raja Huta dengan mengadakan suatu upacara pesta besar sebagai peresmian kampung “19 Kampung” di Siambaton Napa dengan acara pesta pada tanggal 5 April 1946. Setelah itu penduduk pun semakin ramai berdatangan. Dan saat itu pemerintahan pun sudah berganti dengan Pemerintahan Republik Indonesia.

Untuk memudahkan terkumpulnya masyarakat, maka dikumpulkan di suatu desa yang namanya Pardomuan (Pertemuan) yang sekarang menjadi nama desa. Jadi disanalah tempat mereka berkumpul dan disanalah dirumuskan semua keperluan dan kegiatan apa yang akan dilakukan. Sesudah itu masyarakat semakin berkembang. Pada tahun 1966, dewan negeri dilebur dan tidak ada lagi, jadi untuk memimpin adat dibentuklah raja adat Siambaton Napa karena dulu dewan negeri juga menyangkut di dalam menjalankan pemerintahan dan pimpinan adat dan budaya di Siambaton Napa, tetapi karena dewan negeri sudah dilebur maka struktur pemerintahan pun langsung kepada kecamatan dan kepala desa pada tahun 1946 dan pada selang waktu tersebut tidak ada pimpinan adat.

Namun pada tahun 1982 tanggal 17 Februari 1982 diadakanlah pesta besar Si Onom Hudon di seluruh Indonesia. Dibentuklah raja-raja adat dan dibentuklah organisasi Si Onom Hudon sehingga terpilihlah sebagai ketua adat di Siambaton Napa adalah Gustamin Tumanggor atau biasa dipanggil bapak GS Tumanggor. Dan sejak saat itu daerah Siambaton Napa semakin berkembang sehingga pada tahun 1983 Manduamas Siambaton Napa direncanakan pemerintah untuk mengadakan transmigrasi. Jadi di dalam kepengurusan Transmigrasi itu juga melibatkan tokoh-tokoh Si Onom Hudon dan sebagai satuan pembina Transmigrasi diangkat dari Si Onom Hudon adalah bapak Gustaman Tumanggor. Dengan adanya pesta pembauran ini maka suku

Batak Toba dan Pakpak Kelasen disatukan dalam satu kepemimpinan adat. Sejak dahulu suku Batak Toba yang bermigrasi dan menetap di Manduamas telah mendapat tanah yang dibayarkan kepada kepala adat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tantang hak ulayat tanah.

Pada saat itu masyarakat-masyarakat Si Onom Hudon memohon kepada pemerintah supaya hak adat yang telah ada di dalam surat keputusan tahun 1946 itu harus dilakukan, sehingga terjadilah perdebatan yang sangat alot pada waktu itu dengan bupati Tapanuli Tengah yaitu Bapak Lundu Panjaitan SH. Namun karena kebijakan dari gubernur Sumatera Utara perdebatan itu dapat ditengahi dan hak-hak adat itu dapat dilaksanakan sehingga diadakanlah pesta pembauran kepada Naiambaton dan dibayarlah adat sulam dengan memotong kerbau jantan sebagaimana yang tertulis dalam surat keputusan 46 dilakukan di Pasar Onan Manduamas pada tahun 87 atau 85. Jadi yang mewakili masyarakat Naiambaton15 dan masyarakat Siambaton Napa menerima jambar kepala kerbau dan adat selanjutnya adalah bapak GS Tumanggor. Setelah masuknya transmigrasi masyarakat pun sudah semakin banyak dan beragam budaya sudah masuk tapi adat-adat tetap dipenuhi. Setelah masuk Batak Toba hubungan mereka tetap harmonis. Karena dalam sejarah hubungan antara Batak Toba dan Batak Dairi adalah sama-sama suku Batak. Marga Si Onom Hudon berasal dari Batak Toba dari Samosir yaitu Oppu Tuan Nahoda Raja Simbolon. Jadi tidak pernah ada persengketaan, hubungan tetap harmonis. Sama-sama menghormati adat-istiadat. 16

Nama desa secara administrasi pemerintahan disebut Si Onom HudonToruan.Nama desa Si Onom Hudon Toruan ini dipakai dalam pemerintahan dalam wilayah Kabupaten Tapanuli

15

Naiambaton itu ada lima nenek moyang, yaitu Simbolon Tua, Munthe Tua, Tamba Tua, Saragi Tua, Nahampun Tua. Anak-anaknya sekarang menjadi 52 marga. Jadi Oppu Tuan Nahoda Raja adalah anak dari Simbolon Tua, ibunya adalah boru Hotang dan boru Limbong. Anaknya boru Hotang yaitu Tinambunan, Tumanggor, Maharaja. Anak boru Limbong yaitu Pinayungan, Turuten, Nahampun.

16

Tengah. Masyarakat umum juga mengenaldesa ini dengan nama Si Onom Hudon Toruan. Kata Si Onom Hudon ini adalahterjemahan dari Bahasa Pakpak yaitu Si Ennem Koden. Si Onom Hudon artinya Si Enam Periuk, sedangkan Toruan artinya dataran rendah. Jadi arti desa tersebut adalah suatu desa yang mempunyai enam periuk dan berada di suatu dataran yang rendah.

Desa ini disebut Si Onom Hudon karena penduduk asli di daerah ini mempunyai enam marga yang merupakan satu keturunan.Nama dari marga-marga tersebut adalah Tinambunan, Tumangger, Maharaja, Pinayungan, Turuten, dan Nahampun. Keenammarga tersebut dulunya merupakan nama anak dari nenek moyang dari Si OnomHudon.Modal yang diberikan orangtua mereka setelah mendapatkan istri kepada keenam anak tersebut adalah sebuah periuk untuk menanak nasi, maka jumlah periuk yang diberikan oleh orangtua mereka adalah sama dengan jumlah anaknya yaitu enam periuk. Namun saat ini penduduk di Kecamatan Manduamas lebih familiar dengan nama Desa Siambaton Napa. Alasannya adalah Siambaton Napa, daerah Si Onom Hudon ini ada dua, yaitu Siambaton Dolok di dataran tinggi yaitu di Pakkat dan tidak ada batasan wilayah adat antara Siambaton Dolok dan Siambaton Napa karena gunung yang jadi pembatas yaitu Gunung Sijagar dan Gunung Dolok Bunga. Di dataran rendah disebutlah Siambaton Napa yaitu sekarang Kecamatan Manduamas. Nama “Siambaton” itu berasal dari nama suku yaitu Naiambaton. Jadi sudah menjadi suatu hukum tetap dari suku batak apabila dia membuka sebuah perkampungan dialah sebagai raja di daerah itu dan dibuatlah marganya sendiri, contoh: Siantar nai Pospos, nai Posposlah rajanya. Lumban Sihotang, Sihotanglah rajanya. Pasaribu Dolok, Pasaribulah rajanya. Lumban Sihombing, Sihombinglah rajanya. Siambaton Napa, Naiambatonlah rajanya. Marga Naiambaton itu, itulah yang 52 marga, tetapi pada intinya di Siambaton Napa sebagai anak yang sulung adalah marga Si Onom Hudon dari

Oppu Tuan Nahoda Raja. Oppu Tuan Nahoda Raja adalah generasi ketiga suku Batak Simbolon. Oppu Tuan Nahoda Raja adalah anak dari Simbolon Tua.

Mayoritas penduduk desa Siambaton Napa khususnya dan KecamatanManduamas umumnya adalah suku Pakpak yang disebut Suak atau wilayah Kelasen.Suku bangsa yang lain adalah suku bangsa Batak Toba, namun hanya sebagian kecil saja.Sebagai tuan tanah atau pemilik lahan di desa ini adalah orang Kelasensendiri. Walaupun suku pendatang dalam hal ini Batak Toba sudah ada yangmempunyai sebidang tanah pertanian baik sawah atau ladang untuk mereka kerjakan,namun itu dibeli atau diberi penghargaan berupa uang kepada tuan tanah atau pemilik tanah agar dapat memiliki hak untuk menguasai tanah tersebut.

BAB III

KEBERADAAN MASYARAKAT BATAK TOBA DI MANDUAMAS