• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III IMPLIKASI PENERAPAN ASAS CABOTAGE

B. Liberalisasi Jasa Angutan Laut di Indonesia

2. Manfaat Dari Keberadaan Jasa Angkutan Asing

Dalam situasi persaingan pasar yang kompetitif, jasa menjadi sumber nilai tambah (value added) yang cukup besar. Liberalisasi akan membawa beberapa dampak positif antara lain pengguna jasa akan lebih leluasa memilih yang tepat untuk mereka, baik untuk produk penyedia jasanya, mendorong terjadinya flight to quality, akan memacu ke persaingan usaha yang lebih tertib dan good corporate governance. Liberalisasi juga akan memperluas kesempatan lapangan kerja bagi para professional dan

skilled labors, dimungkinkan terjadinya arus masuk modal luar serta memacu ke

pengembangan teknologi, informasi dan manajemen yang lebih baik di tingkat global. Memasuki era perdagangan bebas saat ini sangat memungkinkan bagi angkutan laut asing untuk melirik pangsa muatan yang ada di Indonesia, dengan menggunakan prinsip melakukan pelayanan yang baik serta didukung dengan kesiapan armada yang tangguh maka tidak ada alasan bagi pengguna jasa untuk menolak menggunakan jasa angkutan laut asing dalam memperlancar pengiriman barangnya. Disisi lain, angkutan laut nasional Indonesia tidak menjamin pelayanan prima disebabkan keterbatasan armada angkutan untuk melakukan hal tersebut, sehingga pengguna jasa memilih untuk menggunakan jasa angkutan laut yang siap untuk melayani pengangkutan barangnya.

Kegiatan-kegiatan lain yang sangat berhubungan dengan angkutan laut adalah

armada kapal yang berteknologi tinggi tesebut. Sehingga angkutan laut asing harus tetap di pertahankan untuk mengoperasikan armada kapalnya agar kegiatan eksplorsi dan eksploitasi migas tersebut tetap dapat berjalan. Karena jika kegiatan tersebut tidak berjalan akan mengakibatkan terganggunya kelangsungan produksi migas, terhentinya penemuan cadangan baru, menurunnya penerimaan negara dan tidak tercapainya ketahanan energi nasional yang tentunya akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Atas pertimbangan tersebut oleh pemerintah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2011 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, yang pada intinya angkutan laut asing dapat melakukan kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan mengangkut penumpang dan/atau barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri di wilayah perairan Indonesia sepanjang kapal berbendera Indonesia belum tersedia atau belum cukup tersedia, dan kegiatan ini wajib mendapat izin terlebih dahulu dari Menteri.144

Kondisi ini diamini pemerintah melalui Menteri Perhubungan Freddy Numberi, Freddy menyebutkan “bahwa ketersediaan kapal tersebut sulit dipenuhi dari kapal berbendera Indonesia karena pengadaannya membutuhkan investasi yang cukup besar, teknologi rumit, jumlahnya di dunia terbatas, penggunaannya bersifat global dan mobile serta waktu penggunaan yang singkat dan tidak berkelanjutan. Hingga tahun 2015, kapal untuk kegiatan migas yang belum tersedia berbendera

144

Lihat Pasal 206a Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2011 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan

Indonesia berjumlah 235 unit, antara lain untuk kegiatan survei 16 unit, pengeboran 55 unit dan penunjang operasi lepas pantai sebanyak 120 unit”.145

Armada angkutan laut asing harus tetap beroperasi dalam kegiatan angkutan laut yang berteknologi tinggi, hal ini disebabkan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki angkutan laut nasional tersebut. Kondisi ini menjadi tugas serta cambukan bagi pemerintah Indonesia untuk segera menigkatkan industri dan investasi di bidang perkapalan. Karena bidang ini mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembangunan nasional.

Manfaat lain yang dapat dijadikan pertimbangan dan pelajaran bagi angkutan dalam negeri serta pemerintah dengan beroperasinya angkutan laut asing adalah dalam hal pelayanan terhadap pengguna jasa angkutan laut. Pada saat angkutan laut nasional melaksanakan kegiatan rutinnya untuk mengangkut barang, maka pelayanan jasa yang diberikan harusnya dapat memuaskan pengguna jasa angkutan laut. Sehingga pengguna jasa dapat merasakan pelayanan yang diberikan oleh angkutan laut dalam negeri. Karena jasa mempunyai sifat yang abstrak, sehingga bentuk pelayanan merupakan konkritisasi dari kegiatan angkutan laut. Jika pelayanan yang diberikan adalah layanan yang prima, maka angkutan laut nasional akan dapat bersaing dengan angkutan laut asing dalam mendapatkan pangsa muatan yang ada.

Hal senada diungkapkan oleh H. Rizal Muhammad Nisfan MT, Ketua DPW GAFEKSI (INFA)146

145

Disampaikan Menteri Perhubungan Kabinet Indonesia Bersatu II, Freddy Numberi dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR mengenai Rancangan Perubahan UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada hari kamis 10 Maret 2011 sebagaimana diberitakan dalam http://www.esdm.go.id/berita/migas/, diakses tanggal 18 Mei 2012.

dalam hal ini forwarder mengharapkan adanya perbaikan pelayanan bagi angkutan laut nasional, “ ketepatan waktu dan penguasaan terhadap laporan NOR (Notes of Report) oleh kapten kapal merupakan sesuatu yang patut ditiru dari angkutan laut asing, karena mereka sangat konsekuen terhadap hal tersebut. Ketepatan waktu dalam door to door service merupakan bentuk pelayanan kami terhadap pemilik barang yang kami wakili, disamping itu ketegasan dari awak kapal dalam hal ini yang bertanggung jawab adalah kapten untuk menyampaikan data-data yang ada, karena hal tersebut menyangkut referensi yang kami butuhkan tentang keakuratan isi muatan kapal dan juga tentang pemberitahuan kedatangan kapal. Hal ini sudah ada aturannya didalam Undang-Undang Kepabeanan mengenai pemberitahuan kedatangan kapal dan pemberitahuan isi muatan harus secara akurat disampaikan dua puluh empat (24) jam sebelum kapal sandar didermaga tujuan. Ketentuan ini untuk menghindari denda dan hal-hal negatif lain seperti penyelundupan barang”.

Lebih lanjut Rizal menyatakan hal yang patut di contoh dari pengangkutan laut asing adalah kepekaan dan kedisiplinan mereka terhadap kearifan lokal dari pelabuhan dimana mereka berlabuh. “ Mereka sangat disiplin terhadap apa yang diatur pada setiap pelabuhan yang ada di Indonesia. setiap pelabuhan di Indonesia mempunyai karakteristik masing-masing, jadi tidak sama karakter pelabuhan di Dumai dengan pelabuhan di Belawan. Apa yang diperintahkan oleh Syahbandar setempat mereka pasti lakukan, contohnya pada saat melakukan bongkar muat di suatu pelabuhan mereka tidak akan

146

DPW GAFEKSI (INFA) adalah singkatan dari Dewan Pengurus Wilayah Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Seluruh Indonesia (Indonesian Forwarder Association). Organisasi ini merupakan wadah berkumpulnya pengusaha Ekspedisi dan Forwarding yang dalam melaksanakan kegiatannya adalah wakil dari pemilik barang, dan berhubungan langsung dengan perusahaan angkutan laut.

memuat barang yang tidak ada shipping instruction-nya.147

Hal lain yang disoroti Rizal menyangkut pelayanan jasa pelayaran adalah dalam hal infrastruktur penunjang angkutan laut, menurut rizal infrastruktur penunjang ini harus dilakukan pembenahan-pembenahan. Karena menyangkut kondisi infrastruktur yang tidak baik akan berakibat kerugian bagi pengguna jasa apabila ada keterlambatan dalam melakukan pembongkaran barang di pelabuhan. Pengguna jasa harus menyewa tempat penumpukan, dan biaya penumpukan itu tidak mungkin lagi mereka tagih dari pemilik barang.

Hal yang paling ironis lagi, karena disiplinnya memang luar biasa, walaupun masih ada space yang kosong dikapalnya dia tidak akan menerima muatan lain meskipun secara ekonomis itu merupakan pendapatan bagi mereka. Mereka sangat profesional, setelah menerima muatan sesuai instruksi, mereka akan angkat jangkar lalu berangkat”.

148

Dokumen terkait