• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 : PENDAHULUAN

D. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Menjadi bahan informasi yang akurat bagi Departemen Pendidikan Nasional tingkat I Propinsi Sulawesi Selatan khususnya dalam lingkungan Departemen Agama Kabupaten Pangkep dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca dan menulis Al-Qur‟an di Tingkat Sekolah Dasar.

2. Menjadi bahan informasi bagi guru-guru di Sekolah Dasar dalam upaya memelihara dan meningkatkan minat siswa belajar pendidikan agama Islam. Bagi guru-guru mengaji diharapkan dapat menjadi bahan-bahan masukan yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan pelaksanaan pendidikan Al-Qur‟an yang pada akhirnya mampu dan berhasil meningkatkan kemampuan anak-anak dalam membaca dan menulis Al-Qur‟an.

3. Hasil penelitian ini juga diharapkan menjadi input bagi Departemen Agama dalam upaya menata pelaksanaan pendidikan agama dan meningkatkan kemampuan guru-guru mengaji untuk mencapai hasil yang lebih berdaya guna dan berhasil guna.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan membaca al-Qur'an

Kemampuan membaca al-Qur‟an dalam proposal ini dengan menggunakan beberapa metode yaitu metode eksperimen yaitu mempraktekkan membaca al-Qur‟an dengan lafal yang benar sesuai dengan ilmu tajwid.

Setiap muslim wajib mempelajari dan memahami Al-Qur'an (Shihab, 1999) untuk mempelajari dan memahaminya, maka seorang muslim harus memiliki kemampuan membaca sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur`an Surah Al-Alaq (96) : 1-5.

Qur`an Surah Al-Alaq (96) : 1-5 diketahui bahwa dasar untuk mempelajari dan memahami Al-Qur'an adalah kemampuan membacanya dengan baik. Kata kemampuan berasal dari kata dasar mampu, mendapat awalan “ke” dan akhiran “an” yang berarti kesungguhan, kecakapan, kekuatan sedangkan membaca adalah usaha mendapat sesuatu yang ingin kita ketahui, mempelajari sesuatu yang ingin kita lakukan, atau mendapatkan kesenangan dan pengalaman (Depdikbud, 1996).

Jadi kemampuan membaca adalah kecakapan yang dimiliki atau yang diperoleh dari pengalaman. Dengan demikian kemampuan membaca Al-Qur'an merupakan hasil yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan aktivitas dalam jangka waktu tertentu. Orang yang memiliki kemampauan membaca diberi jaminan bahwa orang itu berada dalam

7

lingkungan malaikat-malaikat dan orang yang tidak mampu membaca Al-Qur'an dan berusaha untuk mempelajarinya akan memperoleh dua ganjaran.

Siswa-siswa yang memiliki kecakapan dapat belajar membaca Al-Qur'an dengan cepat dibandingkan dari siswa yang kurang memiliki kecakapan. Disamping itu belajar membaca Al-Qur'an secara kontinyu memungkinkan seseorang memiliki kemampuan dan kemahiran membaca. Penggunaan waktu yang teratur dan secara kontinyu, disamping dapat meningkatkan kemampuan seseorang membaca Al-Qur'an juga bisa memiliki keterampilan-keterampilan lain seperti tajwid, lagu, makhraj, tartil.

Waktu yang digunakan untuk belajar membaca Al-Qur'an mempunyai peranan penting yang menentukan kemampuan seseorang.

Namun demikian, masalah waktu tidak tergantung pada lama dan singkatnya melainkan penekanannya pada penggunaannya secara efektif dan efisien. Seorang anak sering menggunakan waktu yang cukup lama untuk dapat membaca Al-Qur'an disebabkan karena faktor kecakapan dan kerajinan. Bila anak cakap dan rajin, maka waktu yang digunakan relatif singkat, demikian pula sebaliknya.

Macam-macam kemampuan membaca Al-Qur'an dikalangan murid di SDN 34 Libureng Kecamatan Tondong Tallasa Kabupaten Pangkep dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Kemampuan membaca lancar

Kemampuan membaca lancar adalah kemampuan membaca Al-Qur'an secara perlahan-lahan dengan bacaan yang bagus (lagu dan tajwid), mengetahui sedikit-sedikit artinya, jelas huruf-hurufnya, benar makhraj-nya dan orang yang mendengarkannya dengan baik serta tertarik kepada apa yang didengarkannya.

...Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan (Kementrian Agama RI, 1984 ; 988).

Kata tartil berasal dari kata rattala, yurattilu. Jadi tartil adalah mashdar, yang berarti membaca perlahan-lahan dan memperhatikan tajwidnya (Munawir, 1997:507). Dalam rawaly Al-bayan, tartil diartikan bacalah Al-Qur'an dengan tenang, perlahan-lahan dan jelas huruf-hurufnya, dimana pendengarnya dapat mendengarkan dengan baik dan sekaligus merenungkan maknanya. Atau membaca Al-Qur'an dengan tartil yakni “dengan bacaan yang bagus, jelas huruf-hurufnya, bagus makhraj-nya” (Al-Syaibany, 1979:192). Ahmad Mustafa Al-Maraghy yang mengutip Al-Qur'an-Bayan mengemukakan bahwa, yang dimaksud tartil ialah menghadirkan hati ketika membaca, tidak sekedar mengeluarkan

huruf-huruf dari tenggorokan dengan mengerutkan wajah, mulut dengan irama nyanyian (Al-Maraghy, 1974).

Dengan demikian maka membaca al-Qur‟an dengan tartil selain menyebutkan makhradj dengan baik dan fasih, juga harus dibaca berdasarkan tajwid yang benar, serta pembaca dapat mengetahui dan sekaligus merenungkan makna yang terkandung pada ayat yang dibacanya.

2. Kemampuan membaca Al-Qur'an dengan tajwid dan makhraj

Dalam Al-Qur'an dan terjemahannya disebutkan bahwa, tajwid adalah bagaimana cara melapazkan huruf yang berdiri sendiri, huruf yang dirangkainan dengan huruf yang lain, melatih lidah mengeluarkan huruf dari makhraj-nya, mengucapkan bunyi yang panjang dan yang pendek, cara menghilangkan bunyi huruf dengan menggabungkannya kepada huruf yang sesudahnya, berat atau ringan, berdesis atau tidak, mempelajari tanda-tanda berhenti dalam bacaan (Departemen Agama R.I, 1984). Sedangkan menurut Tombak Alam, tajwid adalah cara membaca Al-Qur'an dengan baik dan tertib menurut makhraj-nya, panjang pendeknya, tebal tipisnya, berdengung atau tidaknya, irama dan nadanya serta titik komanya (Alam, 2002).

Dari kedua pendapat diatas dapat dikemukakan bahwa tajwid adalah cara melepaskan huruf-huruf sesuai asalnya, mendengunkan bunyi-bunyi, berat ringan, berdesis tidaknya, panjang pendeknya, irama dan nada serta tanda-tanda berhenti.

Sedangkan makhraj adalah “tempat keluar huruf-huruf hijaiyah.

Makhraj secara global terbagi atas dua bagian, yaitu ijmaliy (ringkas dan global) dan tafshiliy (terinci atau detail)” (Alam, 2002). Jadi kemampuan makhraj adalah kemampuan menyebut huruf-huruf hijaiyah sesuai dengan tempat keluarnya.

3. Kemampuan membaca Al-Qur'an tanpa tajwid dan makhradj

Kemampuan membaca demikian dikategorikan kedalam kemampuan biasa karena tidak di iringi oleh kemampuan-kemampuan lainnya seperti tajwid, lagu, fashih. Kemampuan demikian dimiliki oleh mayoritas siswa dibandingkan dari jumlah siswa termasuk dalam kategori lainnya.

Keterbasan kemampuan siswa membaca tanpa tajwid dan tidak fashih dapat terjadi dan dialami oleh sebagian besar siswa disebabkan disamping karena kurangnya pengetahuan mereka tentang tajwid, lagu, juga karena suara mereka tidak bagus atau kurangnya kesempatan memperoleh bimbingan dari guru mengaji yang berkualifikasi tinggi.

4. Tidak mampu membaca Al-Qur'an

Yang dimaksud tidak mampu membaca Al-Qur'an adalah siswa-siswa yang sama sekali tidak mampu dan tidak dapat membaca Al-Qur'an.

Sedangkan membaca bertegun-tegun adalah siswa-siswa yang memiliki kemampuan mengenal huruf-huruf hijaiyah, dapat membaca suku-suku kata tetapi tidak mampu membaca ayat-ayat Al-Qur'an dengan lancar.

Mereka yang termasuk tidak mampu membaca Al-Qur'an dikategorikan

sebagai buta aksara Al-Qur'an, sedangkan mereka yang dapat membaca dengan bertegun-tegun (tidak lancar) membaca Al-Qur'an dikategorikan melek huruf-huruf Al-Qur'an. Siswa-siswa yang termasuk tidak mampu dan tertegun-tegun membaca Al-Qur'an dikategorikan dalam kemampuan membaca sangat rendah.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan membaca Al-Qur‟an dapat diketahui dengan kemampuan siswa membaca Qur‟an secara lancar, Kemampuan membaca Al-Qur'an dengan tajwid dan makhraj, Kemampuan membaca Al-Al-Qur'an tanpa tajwid dan makhradj, dan tidak mampu membaca Al-Qur‟an, dan hal ini dapat diketahui apabila guru pendidikan Agama Islam melaksanakan praktek membaca Al-Qur‟an dan apabila guru mendapat siswa yang belum mampu membaca Al-Qur‟an maka hendaknya guru tersebut memberikan bimbingan khusus dan melakukan metode yang bervariasi agar minat siswa terhadap mata pelajaran pendidikan Agama Islam dapat meningkat.

B. Kemampuan menulis Al-Qur`an

Kemampuan dalam kamus besar bahasa indonesia berasal dari kata “mampu” yang mendapatkan awalan ke dan akhiran an yang berarti kesanggupan, kecakapan dan kekuatan untuk melakukan sesuatu.

Menulis dalam kamus besar bahasa Indonesia adalam membuat huruf (angka dan sebangainya) dengan alat tulis (pena). Menulis adalah suatu

aktivitas kompleks, yang mencakup gerakan lengan, tangan, jari, dan secara terintegrasi.

Saat ini kemampuan menulis menjadi hal yang wajib dimiliki oleh setiap orang. Mampu dan terampil menulis dengan baik dan benar menjadi salah satu tujuan pembelajaran di sekolah-sekolah baik yang formal maupun informa. Dengan menulis anak dapat membaca kembali huruf-huruf yang di tulisnya. Selain itu, anak akan lebih cepat dan tahan lama untuk mengingatnya.

Kata huruf berasal dari bahasa arab : Harfun, Al-Harfu. Huruf arab yang terdapat dalam Al-Qur`an terdiri dari 28 huruf atau 30 (termasuk Lam, Alif dan Hamzah) yang sering disebut huruf hijaiyyah.

Dalam menulis huruf hijaiyyah, diperlukan suatu keterampilan dan potensi yang harus dikembangkan. Jika potensi yang dimiliki seeseorang tidak dilatih secara continue dan konsisten, maka potensi tersebut menjadi hilang perlahan-lahan.

Sebagaiman yang diungkapkan kusnawan dalam bukunya

“berdakwah lewat tulisan” pada dasarnya setiap orang memiliki keterampilan dan potensi dalam menulis, hanya saja keterampilan dan potensi yang dimiliki harus dikembangkan.

Macam-macam kemampuan menulis Al-Qur'an dikalangan murid di SDN 34 Libureng Kecamatan Tondong Tallasa Kabupaten Pangkep dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Kemampuan menulis huruf hija`iyah secara bersambung dan tanda bacanya.

Ketepatan disini, anak mampu membedakan huruf-huruf yang disambung ketika berada di awal, di tengah, ataupun di akhir suatu lafadz atau kata.

2. Ketepatan huruf

Disini dimaksudkan siswa dapat menulis dengan tepat huruf-huruf yang terdapat dalam ayat Al-Qur`an tampa mellihat teks dan hanya dibacakan oleh peneliti yang dibantu oleh ustadz yang menaungi.

3. Kerapian menulis ayat-ayat Al-Qur`an.

Kerapian yang dimaksud yaitu siswa menulis ayat-ayat Al-qur`an sesuai dengan tata cara penulisan yang benar.

C. Pengertian Minat Belajar

Minat merupakan salah satu faktor penentu terhadap keberhasilan mencapai yang direncanakan. Tinggi rendahnya minat dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Bernard dalam sardiman (2007 : 76) menyatakan bahwa minat timbul tidak secara tiba-tiba atau spontan, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja.

Jadi, jelas bahwa, minat akan selalu terkait dengan persoalan kebutuhan dan keinginan. Dalam kaitannya dengan belajar, Hasen (1995 : 1) menyebutkan bahwa minat belajar siswa erat hubungannya dengan

kepribadian, motivasi, ekspresi dan konsep diri atau identivikasi, faktor keturunan dan pengaruh eksternal atau lingkungan. Dalam praktiknya, minat atau dorongan dalam diri siswa terkait dengan apa dan bagaimana siswa dapat mengaktualisasikan dirinya melalui belajar. Di mana identifikasi diri memiliki kaitan dengan peluang atau hambatang siswa dalam mengekspresikan potensi atau kreativitas dirinya sebagai perwujudan dari minat spesifik yang dia miliki. Adapun faktor keturunan dan pengaruh eksternal atau lingkungan lebih berkaitang dengan perubahan-perubahan yang terjadi dari minat siswa akibat dari pengaruh situasi kelas, sistem, dan dorongan keluarga.

Studi tentang minat siswa terhadap pendidikan agama secara khusus sampai dewasa ini belum pernah dilakukan. Meskipun demikian, tingkat-tingkat minat dapat dibedakan atas minat sangat rendah, minat rendah, minat sedang, minat tinggi dan minat sangat tinggi. Tinggi atau rendahnya minat siswa terhadap pendidikan agama dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor itu dapat berupa motivasi siswa, dorongan guru agama, harapan-harapan siswa terhadap materi-materi pendidikan agama serta adanya kebutuhan terhadap rasa ketentraman. Siswa-siswa pada dasarnya memiliki motif dan sebab sehingga mereka mempelajari pendidikan agama. Motif dan sebab itu ada dua kemungkinan, yaitu : (1) Siswa belajar karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui materi-materi pelajaran, atau (2) Siswa belajar supaya mendapat angka yang baik, naik kelas dan mendapat ijazah (Nasution, 1986)

Bila siswa belajar sesuai dengan motivasi, yakni siswa ingin mencapai tujuan yang terkandung dalam perbuatan belajar. Jadi tujuannya adalah untuk menambah pengetahuan. Sebaliknya, bila siswa belajar dengan tujuan untuk mencari penghargaan berupa angka, hadiah dan sebagainya, maka ia didorong oleh motivasi yang terletak diluar perbuatan itu (ekstrinsik) (Nasution, 1986) Bila siswa belajar pendidikan agama dengan tujuan untuk menambah pengetahuan, maka lambat laun minat mereka akan semakin meningkat terutama bila mereka memperoleh nilai praktis dari pengetahuan yang diperolehnya. Sebaliknya, bila siswa belajar materi pendidikan agama dengan tujuan dan motif tertentu itu, maka minat mereka akan berkurang setelah mencapai tujuan yang dikehendakinya.

Minat merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seseorang dalam melakukan berbagai aktivitas dengan baik. Tanpa minat, dengan sendirinya aktivitas yang dilakukan tidak akan dapat diselesaikan dengan baik dan sempurna. Sebagai suatu gejala kejiwaan, minat bukan saja dapat mewarnai prilaku seseorang, tetapi lebih dari itu minat mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan dan menyebabkan seseorang menaruh perhatian dan merelakan dirinya untuk terikat pada suatu kegiatan (Nasution, 1981). Dengan demikian, minat merupakan kecenderungan hati yang tinggi, gairah dan keinginan terhadap sesuatu.

Soegarda mendefenisikan sebagai kesedian jiwa yang sifatnya aktif untuk menerima sesuatu dari luar (Purbawakatja, 1981). Menurut

Slameto, minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat (Slameto, 2003).

Jadi minat pada dasarnya adalah gejala jiwa dimana pembentukannya tidak berdiri sendiri, tetapi berinteraksi dengan gejala-gejala jiwa lainnya. Dengan demikian, minat merupakan proses yang terjadi sebagai reaksi terhadap rangsangan yang diterima dari luar. Minat menimbulkan perasaan lebih senang terhadap sesuatu obyek tertentu dibandingkan obyek lainnya.

Minat merupakan pernyataan ekspresi seseorang menunjukkan kecenderungan kepada sesuatu obyek sehingga aktivitas-aktivitas yang lebih besar porsinya ditunjukkan kepada obyek tersebut dari pada obyek lainnya. Karena itu, minat seseorang kepada sesuatu obyek akan menyebabkan ia memberi perhatian yang lebih besar pula kepada obyek tersebut.

Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa secara garis besar ada dua faktor yang sangat berpengaruh terhadap terbentuknya minat. Kedua faktor yang dimaksud adalah faktor internal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi minat seseorang yang bersumber dari dalam dirinya, sementara faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi minat seseorang yang bersumber dari luar

dirinya. Kombinasi antara kedua faktor itu mendorong seseorang untuk beraktivitas yang merupakan seleksi dari berbagai aktivitas-aktivitas lainnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan menghindari aktivitas-aktivitas lain yang tidak mendukung tercapainya tujuan.

D. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama didefenisikan sebagai usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran agama Islam (Saleh, 2004). Menurut Zuhairini dkk. (1983) usaha-usaha secara sistematis dalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran agama Islam.

Terminologi diatas memberi pengertian, bahwa pendidikan agama mempunyai beberapa komponen, yaitu pendidikan, anak didik, metode, materi pendidikan, alat serta tujuan yang akan dicapai. Komponen-komponen tersebut penulis akan uraikan dengan membatasi pada masalah yang terkait dengan materi pendidikan agama, metode penyajian, penampilan guru agama dan praktikum pendidikan agama.

Prof. H. M. Arifin M.Ed. menjelaskan bahwa :

“Pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang bersifat progressif menuju ke arah kemampuan optimal anak didik yang berlangsung di atas nilai-nilai ajaran Islam.

Sedangkan ilmu Pendidikan Islam teoritis berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi proses operasionalnya yang akan menjadi umpan balik untuk mengoreksi berbagai teori yang disusun dalam ilmu Pendidikan Islam, misalnya tentang bagaimana cara mendidikkan keimanan kepada anak didik, atau berbagai dampak negatif dari kemajuan ilmu dan tehnologi, harus ditangkal melalui Pendidikan Islam dan sebagainya.”(1993 : 23)

Dengan demikian penulis berpendapat bahwa Pengajaran Agama Islam adalah usaha yang dilakukan secara sadar melalui proses dengan tujuan “memanusiakan manusia” atau dengan kata lain bagaimana membimbing anak menjadi manusia seutuhnya, yang beriman dan bertakwa, serta memiliki kepribadian yang Islami dan berakhlak mulia, sehingga dalam kehidupannya, diharapkan mampu berbuat yang lebih baik bagi dirinya sendiri dan orang lain, serta berguna bagi bangsa dan negara.

E. Minat siswa terhadap pendidikan agama Islam

Seperti dikemukakan bahwa minat merupakan kesadaran seseorang terhadap sesuatu obyek yang ada kaitannya dengan dirinya sehingga menimbulkan kecenderungan yang mendorong aktivitas.

Aktivitas-aktivitas terhadap obyek kecenderungan akan lebih meningkat bila yang bersangkutan memperoleh manfaat

Dalam hubungannya dengan pendidikan agama, minat siswa akan bertambah dan berkembang di samping karena ada nilai praktis yang diperoleh dari mempelajari pendidikan agama juga karena merupakan salah satu bidang studi yang menjadi syarat kelulusan siswa.

Dua faktor itu mendorong siswa belajar pendidikan agama. Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa diantara siswa ada yang belajar dengan tujuan untuk lulus. Sinyelemen terakhir bukan saja berlaku dalam bidang studi pendidikan agama, tetapi juga bagi bidang studi lainnya.

Untuk mencapai tujuan dari suatu usaha dan kegiatan diperlukan dasar atau landasan sebagai petunjuk untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan. Dasar-dasar pendidikan Islam merupakan tempat berpijak yang kuat untuk melaksanakan kegiatan pendidikan guna membentuk manusia ke jalan kehidupan yang diridhai oleh Allah swt.

Agama Islam sebagai agama yang paling haq dan diridhai di sisi Allah swt. Memberikan tuntunan kepada penganutnya berdasarkan al-Qur‟an dan Hadits Rasulullah saw. Al-al-Qur‟an merupakan sumber kebenaran dalam Islam, sedangkan Sunnah Rasulullah saw. merupakan contoh tauladan sebagai realisasi dari al-Qur‟an.

Al-Qur‟an dan Hadits merupakan asas dasar pendidikan Islam harus dipandang sebagai petunjuk umum yang memungkinkan terbukanya pintu bagi perbedaan-perbedaan opini dalam memberikan pemahaman tentang pendidikan Islam. Untuk lebih jelasnya pembahasan ini, dikemukakan satu-persatu kedua dasar tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Al-Qur’an

Al-Qur‟an sebagai pandangan hidup umat Islam dalam menjalani hidup dan kehidupan di dunia merupakan dasar utama yang harus dipedomani dalam setiap usaha dan kegiatan yang akan dilakukan agar apa yang dicapai mendapat ridha di sisi Allah Swt.

Menurut Abdul Wahab Khalaf dalam Saebani (2012 : 63) :

“Mendefenisikan Al-Qur`an sebagai firman Allah yang diturunkan melalui ruhul amin (Jibril) kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan

bahasa Arab, isinya dijamin kebenarannya, dan sebagai hujjah kerasulannya, undang-undang bagi seluruh manusia dan petunjuk dalam beribadah serta dipandang ibadah dalam membacanya, yang terhimpung dalam mushaf yang dimulai dari surah Al-fatihah dan diakhiri dengan surah An-nas, yang diriwayatkan kepada kita dengan jalan mutawatir”.

Pendidikan Islam merupakan perintah yang paling pertama diwahyukan oleh Allah swt. dalam surah al-„Alaq ayat 1-5 Allah berfirman:

Terjemahnya:

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu yang amat mulia Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui (Kementrian Agama RI, 1997 : 1079)

Ayat di atas adalah perintah Allah agar semua umat Islam belajar membaca, mengkaji, meneliti, dan menganalisis semua ciptaan Allah.

Mempelajari sumber-sumber ilmu pengetahuan denga berbasis pada kehendak Allah. Oleh karena itu, sumber ilmu pendidikan Islam adalah Al-Qur`an, karena Al-Qur`an yang menyungguhkan semua ide dasar ilmu pengetahuan. Adapun teknik pelaksanaan perintah tersebut kemudian muncullah berbagai usaha untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang merupakan proses merealisasikan ajaran-ajaran Islam.

2. Hadits

Hadits atau as-Sunnah ialah perkataan, perbuatan, ataupun pengakuan Rasul Allah swt. Hadits Rasulullah saw. merupakan dasar

kedua yang harus dipedomani setelah al-Qur‟an. Sebangaimana HR.Malik akan sesat selama kamu berpegang teguh kepada keduaya, yaitu : Kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya”. [HR. Malik]

Segala isi al-Qur‟an baik perintah maupun larangan Allah swt.

dijelaskan dan dipraktekkan oleh Rasulullah saw. sehingga umat Islam dapat menjelaskannya dengan benar.

Dr. Zakiah Daradjat (1992 : 21) menjelaskan bahwa:

. . . Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Untuk itu Rasul Allah menjadi guru dan pendidik utama. Beliau sendiri mendidik, pertama dengan menggunakan rumah Al-Arqam ibn Abi Al-Arqam, kedua dengan memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca tulis, ketiga dengan mengirim para sahabat ke daerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam.

Di samping contoh teladan dari Rasulullah Saw. sebagai realisasi dari proses pendidikan Islam, beliau juga banyak memberikan

Di samping contoh teladan dari Rasulullah Saw. sebagai realisasi dari proses pendidikan Islam, beliau juga banyak memberikan

Dokumen terkait