• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

Setelah menemukan beberapa kondisi yang ada di SMP Muhammadiyah 1 Makassar, peneliti mendapatkan referensi dan pengetahuan akan hubungan kompetensi kepribadian terhadap akhlakul karimah peserta didik. Sebagai referensi untuk guru bidang studi yang ada SMP Muhammadiyah 1 Makassar dalam membangun kepribadian siswa yang berakhlakul karimah yang lebih baik kedepannya. Menjadi referensi bagi peneliti dan mahasiswa lainnya dalam menyusun sebuah karya ilmiah.

2) Manfaat praktis

Adapun manfaat secara praktis untuk guru yaitu dengan diadakannya penelitian ini guru mampu lebih terbuka dan mengetahui kompetensi yang dimilikinya. Dengan kompetensi yang dimilikinya ia lebih meningkatkan hubungan kepribadian dengan siswa atau memperbaiki diri Penelitian ini bisa menjadi bahan percontohan dan atau perbaikan bagi pendidikan kedepannya.

Adapun bagi peneliti sendiri lebih mengenal guru dan bagaimana guru akhlak yang dimiliki siswa di SMP 1 Muhammadiyah Makassar.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Kompetensi Kepribadian Guru

Kompetensi secara bahasa diartikan kemampuan atau kecakapan.

Hal ini diilhami dari KKBI dimana kompetensi diartikan sebagai wewenang atau kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal. Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk bersikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan suatu tugas di sekolah, masyarakat, dan lingkungan dimana yang bersangkutan berinteraksi.(kempenbud:2012)

Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam

hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.

5

Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi

a. Kompetensi pedagogik berupa dalam mengelola interaksi pembelajaran yang meliputi pemahaman dan pengembangan potensi peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran serta sistem evaluasi pembelajaran.

b. Kepribadian berupa kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa yang meliputi kemantapan pribadi dan akhlak mulia, kedewasaan dan kearifan, serta keteladanan dan kewibawaan.

c. Kompetensi Profesional berupa kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi penguasaan matei keilmuan, penguasaan kurikulum dan silabus sekolah, metode khusus pembelajaran bidang studi serta pengembangan wawasan etika dan pengembangan profesi.

d. Kompetensi sosial berupa kemampuan yang dimiliki seorang pendidik untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali murid dan masyarakat sekitar. Namun dalam pembahasan ini hanya menguraikan tentang kompetensi profesional saja.

Dalam penelitian ini difokuskan pada kompetensi kepribadian maka akan tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai 3 kompetensi tersebut tanpa menafikan bahwa kompetensi yang lainnya akan mempengaruhi satu dengan yang lain.

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah sebagai berikut :

a. Kepribadian yang mantap dan stabil

Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut

“digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (dicontoh sikap dan perilakunya). Oleh sebab itu, sebagai seorang guru, seharusnya kita:

a) Bertindak sesuai dengan norma hukum b) Bertindak sesuai dengan norma sosial c) Bangga sebagai guru

d) Memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma

Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226) menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah

akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).

b. Kepribadian yang dewasa

Sebagai seorang guru, kita harus memiliki kepribadian yang dewasa karena terkadang banyak masalah pendidikan yang muncul yang disebabkan oleh kurang dewasanya seorang guru. Kondisi kepribadian yang demikian sering membuat guru melakukan tindakan – tindakan yang tidak profesional, tidak terpuji, bahkan tindakan–

tindakan tidak senonoh yang merusak citra dan martabat guru.

Sehingga, sebagai seorang guru, seharusnya kita:

a) Menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik artinya, kepribadian akan turut menetukan apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya, justru menjadi perusak anak didiknya. Sikap dan citra negative seorang guru dan berbagai penyebabnya seharusnya dihindari jauh-jauh agar tidak mencemarkan nama baik guru.

b) Memiliki etos kerja sebagai guru c. Kepribadian yang arif

Sebagai seorang guru kita harus memiliki pribadi yang disiplin dan arif. Hal ini penting, karena masih sering kita melihat dan mendengar peserta didik yang perilakunya tidak sesuai bahkan bertentangan dengan sikap moral yang baik. Oleh karena itu peserta

didik harus belajar disiplin, dan gurulah yang harus memulainya. Dalam menanamkan disiplin, guru bertanggung jawab mengarahkan, berbuat baik, menjadi contoh sabar dan penuh pengertian.

Mendisiplinkan peserta didik harus dilakukan dengan rasa kasih sayang dan tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi, tetapi guru harus dapat membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik. Sehingga, sebagai seorang guru kita harus:

a) Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat.

Artinya, sebagai seorang guru, kita juga bertindak sebagai pendidik dan murid sebagai anak didik sehingga dapat saja dipisahkan kedudukannya, akan tetapi mereka tidak dapat dipisahkan dalam mengembangkan diri murid dalam mencapai cita-citanya. Disinilah kemanfaatan guru bagi orang lain atau murid benar-benar dituntut, seperti hadits Nabi :”Khoirunnaasi anfa’uhum linnaas,” artinya adalah sebaik-baiknya manusia adalah yang paling besar memberikan manfaat bagi orang lain. (Al Hadits).

b) Menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak d. Kepribadian yang berwibawa

Berwibawa mengandung makna bahwa seorang guru harus:

a) Memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik. Artinya, guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat citra

baik dan kewibawaannya, terutama di depan murid-muridnya.

Disamping itu guru juga harus mengimplementasikan nilai-nilai tinggi terutama yang diambilkan dari ajaran agama, misalnya jujur dalam perbuatan dan perkataan, tidak munafik. Sekali saja guru didapati berbohong, apalagi langsung kepada muridnya, niscaya hal tersebut akan menghancurkan nama baik dan kewibawaan sang guru, yang pada gilirannya akan berakibat fatal dalam melanjutkan tugas proses belajar mengajar.

b) Memiliki perilaku yang disegani

e. Menjadi berakhlak mulia dan teladan bagi peserta didik

Kompetensi kepribadian guru yang dilandasi dengan akhlak mulia tentu saja tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi memerlukan ijtihad, yakni usaha sungguh–sungguh, kerja keras, tanpa mengenal lelah dan dengan niat ibadah tentunya. Dalam hal ini, guru harus merapatkan kembali barisannya, meluruskan niatnya, bahkan menjadi guru bukan semata–mata untuk kepentingan duniawi. Memperbaiki ikhtiar terutama berkaitan dengan kompetensi pribadinya, dengan tetap bertawakkal kepada Allah. Melalui guru yang demikianlah, kita berharap pendidikan menjadi ajang pembentukan karakter bangsa.

Untuk menjadi teladan bagi peserta didik, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan oleh seorang guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang disekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru.

a) Bertindak sesuai dengan norma religius (iman, taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong)

b) Memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. Artinya, guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya.

Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi pribadi meliputi:

a) Pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama.

b) Pengetahuan tentang budaya dan tradisi.

c) Pengetahuan tentang inti demokrasi.

d) Pengetahuan tentang estetika.

e) Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial.

f) Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan.

g) Setia terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati, terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri pribadi.

Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan personal guru, mencakup :

1) Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya.

2) Pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seharusnya dianut oleh seorang guru.

3)

Kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.

Dalam arti sederhana, kepribadian berarti sifat individu yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang membedakan dirinya dengan yang lain. Mc Leod mengartikan kepribadian (personality) sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini, kata lain yang sangat dekat artinya dengan kepribadian adalah karakter dan identitas.

Menurut tinjauan psikologi, kepribadian pada prinsipnya adalah susunan atau kesatuan aspek perilaku mental (pikiran, perasaan, dan sebagainya) dengan perilaku behavioral (perbuatan nyata). Aspek-aspek ini berkaitan secara fungsional dalam diri seseorang individu, sehingga bertingkah laku secara khas dan tetap.

Mengenai kepribadian guru, Zakiah Daradjat (1982) menegaskan : Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).

Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya meliputi :

a) Fleksibilitas kognitif b) Keterbukaan psikologis

Dua hal tersebut akan diuraikan secukupnya berikut ini.

1. Fleksibilitas Kognitif Guru

Fleksibilitas kognitif (keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan pikir yang diikuti dengan tindakan yang memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan pikir dan beradaptasi. Selain itu juga memiliki resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur (terlampau dini) dalam pengamatan dan pengenalan.Ketika mengamati dan mengenali suatu objek atau situasi tertentu, seorang guru yang fleksibel selalu berpikir kritis. Berpikir kritis (critical thinking) ialah berpikir dengan penuh pertimbangan akal sehat (rasonable reflektif) yang dipusatkan pada pengambilan keputusan untuk mempercayai atau mengingkari sesuatu, dan melakukan atau menghindari sesuatu.

Fleksibilitas kognitif guru terdiri atas tiga dimensi 1. Dimensi karakteristik pribadi guru

2. Dimensi sikap kognitif guru terhadap siswa

3. Dimensi sikap kognitif guru terhadap materi pelajaran dan metode mengajar.

2. Keterbukaan Psikologis

Hal lain yang juga menjadi faktor yang turut menentukan keberhasilan tugas seorang guru adalah keterbukaan psikologis guru itu sendiri.Keterbukaan ini merupakan dasar kompetensi profesional (kemampuan dan kewenangan melaksanakan tugas) keguruan yang harus dimiliki oleh setiap guru.

Guru yang terbuka secara psikologis biasanya di tandai dengan kesediaannya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern antara lain siswa, teman sejawat, dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja. Ia mau menerima kritik dengan ikhlas. Di samping itu ia juga memiliki empati (empathy), yakni respons afektif terhadap pengalaman emosional dan perasaan tertentu orang lain (Reber, 1988). Jika salah seorang muridnya diketahui sedang mengalami kemalangan, seumpamannya, maka ia turut bersedih dan menunjukkan simpati serta berusaha memberi jalan keluar.

Keterbukaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagi panutan siswa. Selain sisi-sisi positif sebagai mana tersebut di atas, ada pula signifikansi lain yang terkandung dalam keterbukaan psikologis guru seperti di bawah ini.

Pertama, keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau prasyarat penting yang perlu dimiliki guru untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Kedua, keterbukaan psikologis diperlukan untuk menciptakan suasana hubungan antarpribadi guru dan siswa yang

harmonis, sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya secra bebas dan tanpa ganjalan.

Keterbukaan psikologis merupakan sebuah konsep yang menyatakan kontinum (continuum) yakni rangkaian kesatuan yang bermula dari titik keterbukaan psikologis sampai sebaliknya, ketertutupan psikologis.

Posisi seorang guru dalam kontinum tersebut ditentukan oleh kemampuannya dalam menggunakan pengalamannya sendiri dalam hal berkeinginan, berperasaan, dan berfantasi untuk menyesuaikan diri. Jika kemampuan dan keterampilan dalam penyesuaian tadi makin besar, maka makin dekat pula tempat pribadinya dalam kutub kontinum keterbukaan psikologis tersebut. Secara sederhana, ini bermakna bahwa jika guru lebih cakap menyesuaikan diri, maka ia akan lebih memiliki keterbukaan diri.

Ditinjau dari sudut fungsi dan signifikansinya, keterbukaan psikologis merupakan karakteristik kepribadian yang penting bagi guru dalam hubungannya sebagai direktur belajar (director of learning) selain sebagai panutan siswanya. Oleh karena itu, hanya guru yang memiliki keterbukaan psikologis yang benar-benar dapat diharapkan berhasil dalam mengelola proses mengajar-belajar.

Kepribadian merupakan organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis, yang mendasari perilaku individu. Kepribadian mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap, dan lain-lain sifat yang khas

dimiliki seseorang yang berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain.

Seorang guru harus mempunyai kepribadian sehat yang akan mendorongnya mencapai puncak prestasi. Kepribadian yang sehat dapat diartikan kepribadian yang secara fisik,dan psikis terbebas dari penyakit tetapi bisa juga diartikan sebagai individu yang secara psikis selalu berusaha menjadi sehat. Jadi, bukan saja sehat dalam arti yang telah ada atau dialami oleh individu, tetapi juga sehat yang diharapkan terjadi pada masa yang akan datang.

Para ahli mengemukakan tanda-tanda kepribadian yang sehat, antara lain:

1) Orang yang berkepribadian sehat adalah orang yang matang. Dengan kematangan ini, ia mampu bersikap lebih rasional dan bijak sehingga perilakunya membuahkan manfaat positif bagi kehidupannya.

2) Orang yang berkepribadiaan sehat adalah orang yang berfungsi sepenuhnya.

3) Orang berkepribadiaan sehat adalah orang produktif.

4) Orang berkepribadian sehat adalah orang yang mengaktulisasikan diri.

5) Orang berkepribadiaan sehat adalah orang yang terindividuasi sebagai mana model yang dikemukakan oleh Carl Jul (1875-1971) atau yang mengatasi diri sebagai mana dikemukakan oleh Victor Frankl.

Beberapa indikator kepribadian baik yang optimis dan progresif adalah:

a. Bertanggung jawab

Tanggung jawab adalah perasaan kuat yang disertai kebulatan tekat untuk melaksanakaan tugas sebaik-baiknya. Tanggung jawab sebagai guru adalah mengajar dan mendidik sekaligus. Ia harus disiplin, jujur, rajin beribadah, dan sungguh-sungguh memahamkan anak.

b. Tidak emosional

Stabilitas emosi sangat penting bagi guru karena kondisi siswa yang berbeda-beda, ada yang mudah diatur dan ada yang sulit, ada yang sengaja memancing emosi guru, dan ada yang mengerutu dari belakang.

Jangan sampai guru terpancing emosi karena akan berakibat fatal.

Alangkah malunya kita melihat ditelevisi berita seorang guru berurusan dengan polisi gara-gara memperlakukan anak didik dengan kekerasan.

c. Lemah lembut

Lemah lembut adalah cerminan hati yang penyayang dan penuh penghormatan. Lemah lembut seorang guru membuat murid segan, senang, dan hormat.

d. Tegas, tidak menakut-nakuti

Tegas dalam artian tidak plin-plan, konsisten menegakkan aturan, dan berani bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukan.

e. Dekat dengan anak didik

Kedekatan akan memciptakan hubungan batin dan keakraban dalam bergaul. Anak didik tidak takut bertanya dan berkonsultasi masalah yang dihadapi kepada guru.

2. Akhlakul Karimah 1) Pengertian Akhlak

Akhlak secara etimologis (lughatan) akhlak (bahasa arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangi, tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khalaq (pencipta), makhluk (yang menciptakan) dan khalq (penciptaan). (Yunahar Ilyas :2006)

Secara terminologis (ishthilaban) ada beberapa definisi tentang akhlak yaitu :

a. Imam al-Ghazali: akhlak adalah sifat yang tertanam dalam yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

b. Ibrahim Anis: akhlak sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.

c. Abdul Karim Zaidan: akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buru, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.

Ketiga definisi yang dikutip di atas sepakat menyatakan bahwa akhlak atau khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. (Yunahar Ilyas :2006)

2) Sumber Akhlak

Yang dimaksud dengan sumber akhlak adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela. Dalam keseluruhan ajaran islam, sumber akhlak adalah al-Qur'an dan Sunnah, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral.

Dan bukan pula karena baik atau buruk dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mu’tazilah.

Hati nurani atau fitrah dalam bahasa al-Qur'an memang dapat menjadi ukuran baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah Suhbana Wata’ala memiliki fitrah bertauhid, mengakui ke-Esaan-Nya



Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S Ar-Rum :30)

Karena fitrah itulah manusia cinta kepada kesucian dan selalu cenderung kepada kebenaran. Hati nuraninya selalu mendambakan dan merindukan kebenaran, ingin mengikuti ajaran-ajaran Tuhan, karena kebenaran itu tidak akan didapat kecuali dengan Allah sebagai sumber kebenaran Mutlak. Namun fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan baik karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan dan lingkungan. Fitrah hanyalah merupakan potensi dasar yang perlu dipelihara dan dikembangkan. Betapa banyak manusia yang fitrahnya tertutup sehingga hati nuraninya tidak dapat lagi melihat kebenaran. Oleh sebab itu ukuran baik dan buruk tidak dapat diserahkan sepenuhnya hanya kepada hati nurani atau fitrah manusia semata. Harus dikembalikan kepada penilaian syara’. Semua keputuan syara’ tidak akan bertentangan dengan hati nurani manusia karena kedua duanya berasal dari sumber yang sama yaitu Allah Suhbana Wata’ala. (Yunahar Ilyas :2006)

Dari uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa ukuran yang pasti (tidak spekulatif), objektif, komprehensif dan universal untuk menentukan baik dan buruk hanyalah al-Qur'an dan Sunnah, bukan yang lain-lainnya.

3) Ruang Lingkup Akhlak

Muhammad ‘Abdullah Draz dalam bukunya Dustur al-Akhlak fi al-Islam membagi ruang lingkup akhlak kepada lima bagian :

1. Akhlak pribadi (al-akhlak al-fardiyah). Terdiri dari: yang diperintahkan (al-awamir), yang dilarang (an-nawahi), yang dibolehkan (al-mubahat) dan akhlak dalam keadaan darurat (al-mukhalafah bi al-idhthirar).

2. Akhlak berkeluarga (al-Akhlak al-usariyah). Terdiri dari : kewajiban timbal balik orang tua dan anak (wajibat nahwa al-ushul wa al-furu’), kewajiban suami istri (wajibat-baina al-azwaj) dan kewajiban terhadap karib kerabat (wajibat nahwa al-aqarib).

3. Akhlak bermasyarakat (al-akhlak al-ijtima’iyyah). Terdiri dari : yang dilarang (al-mahzhurat). Yang diperintahkan (al-awamir) dan kaedah-kaedah adab (qawa’id al-adab).

4. Akhlak bernegara (akhlak ad-daulah). Terdiri dari : hubungan antara pemimpin dan rakyat (al-‘alaqah baina ar-rais wa as-sya’b), hubungan luar negeri ( al-‘alaqat al-kharijiyyah).

5. Akhlak beragama (al-akhlak ad-diniyyah). Yaitu kewajiban terhadap Allah Suhbana Wata’ala (wajibat nahwa Allah).

Di dalam pembahasan ini Yunahar Ilyas, membagi pembahasan ini menjadi 6 yaitu :

a) Akhlak terhadap Allah Suhbana Wata’ala

b) Akhlak terhadap Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam c) Akhlak pribadi

d) Akhlak dalam keluarga e) Akhlak bermasyarakat f) Akhlak bernegara

4) Ciri-Ciri Akhlak Karimah dalam Islam

Akhlak dalam Islam paling sedikit memiliki lima ciri-ciri khas yaitu:

a) Akhlak Rabbani

Ajaran akhlak dalam Islam bersumber dari wahyu Ilahi yang termaktub dalam al-Qur'an dan Sunnah. Di dalam al-Qur'an terdapat kira-kira 1.500 ayat yang mengandung ajaran akhlak, baik yang teoritis maupun yang praktis. Demikian pula hadits-hadits Nabi, amat banyak jumlahnya yang memberikan pedoman akhlak.

sifat Rabbani dari akhlak juga menyangkut tujuannya, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan di dunia kini, dan di akhirat nanti.

Ciri Rabbani juga menegaskan bahwa akhlak dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlak yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak. Al-Qur'an mengajarkan :

“Inilah jalan-Ku yang lurus, hendaklah kamu mengikutinya, jangan kamu ikuti jalan-jalan lain, sehingga kamu bercerai berai dari jalan-Nya. Demikian diperintahkan kepadamu, agar kamu bertaqwa.”(QS. Al-An’am:153)

b) Akhlak Manusiawi

Ajaran akhlak dalam Islam sejalan dan memenuhi tuntunan fitrah manusia. Ajaran akhlak dalam Islam diperuntukkan bagi

manusia yang merindukan kebahagiaan dalam arti hakiki, bukan kebahagiaan semu. akhlak Islam adalah akhlak yang benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat, sesuai dengan fitrahnya.

c) Akhlak Universal

Ajaran akhlak dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan mencakup segala aspek hidup manusia, baik yang dimensinya vertikal maupun horisontal. Sebagai contoh al-Qur'an menyebutkan sepuluh macam keburukan yang wajib dijauhi oleh setiap orang, yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua kedua orang tua, membunuh anak karena takut miskin, berbuat keji baik secara terbuka maupun secara tersembunyi, membunuh orang tanpa alasan yang sah, makan harta anak yatim, mengurangi takaran dan timbangan, membebani orang lain

Ajaran akhlak dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan mencakup segala aspek hidup manusia, baik yang dimensinya vertikal maupun horisontal. Sebagai contoh al-Qur'an menyebutkan sepuluh macam keburukan yang wajib dijauhi oleh setiap orang, yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua kedua orang tua, membunuh anak karena takut miskin, berbuat keji baik secara terbuka maupun secara tersembunyi, membunuh orang tanpa alasan yang sah, makan harta anak yatim, mengurangi takaran dan timbangan, membebani orang lain

Dokumen terkait