• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Memperoleh informasi bagaimana daya saing 5 sektor ekspor industri ekstraktif di Sumatera Utara.

2. Memperoleh informasi bagaimana pengaruh daya saing 5 sektor ekspor industri ekstraktif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teoritis 2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Model pertumbuhan ekonomi yang bagus terdapat sektor perdagangan luar internasional, yaitu ekspor dan impor. Dengan terjadinya peningkatan taraf ekonomi masyarakat maka kegiatan perdagangan juga semakin meningkat (Ayu Krisna & Sukarsa,2014:63-70). Menurut Sukirno (1976) ekspor dan pertumbuhan ekonomi merupakan teori export base dan resource. Dimana teori ini menjelaskan bahwasanya sektor ekspor merupakan penggerak dari pembangunan ekonomi dimana hal ini berhubungan langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Dimana sektor ekspor memberikan sumbangan terhadap pembangunan secara dimana kenaikan ekspor akan meningkatkan impor juga termasuk impor barang modal yang berperan dalam pembangunan ekonomi, dana pembangunan dialirkan kedalam sektor yang paling efisien dikarenakan ekpor akan bisa bersaing dengan industri diluar negeri, juga memperluas pasar produksi dalam negeri dan menciptakan skala ekonomi. Ekspor sangat berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dikarenakan secara langsung memberikan devisa yang besar terhadap suatu negara, dimana peningkatan ekspor sesuai dengan peningkatan jumlah produksi yang menyebakan peninkatan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu kegiatan ekspor memberikan dampak besart terhadap pertumbuhan daerah atau suatu negara.

Menurut Mankiw (2003) pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat bagaimana aktivitas pergerakan ekonomi dapat menambah

pendapatan masyarakat untuk kurun waktu tertentu. Adapun Todaro (2003) menjelaskan terdapat 3 faktor yang menyebabkan pertumbuhan perekonomian antara lain akumulasi modal, pertumbuhan penduduk disusul dengan pertumbuhan Angkatan kerja dan teknologi (Priyono,2016:1415-1416).

Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan kedalam perubahan output nasionalnya sehingga merupakan indikator pembangunan ekonomi secara jangka pendek.

Pertumbuhan ekonomi juga merupakan kenaikan output total dalam jangka Panjang yang disertai dengan perubahan struktur ekonomi dimana ekspor menjadi peran penting dalam pertumbuhan ekonomi (Aditya,2016). Umumnya teori pertumbuhan ekonomi terbagi atas dua yaitu klasik dan modern. Dimana pada teori klasik umumnya didasari pada mekanisme pasar bebas yang dicetuskan oleh Adam Smith, David Ricardo dan ekonom klasik lainnya.

Berdasarkan teori Adam Smith (Todaro,2010:22), terdapat 2 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomomi yaitu pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan total output. Menurut kaum ekonomi klasik, pertumbuhan ekonomi sangat bergantung terhadap faktor kapital, tenaga kerja dan teknologi yang ditulisakan dalam persamaan sebagai berikut ini:

∆Y = f (∆K, ∆L, ∆T)………..2.1 Dimana ∆Y = Tingkat Pertumbuhan Ekonomi

∆K = Tingkat pertambahan barang modal

∆L = Tingkat pertambahan tenaga kerja

∆T = Tingkat pertambahan teknologi

Sedangkan dalam teori pertumbuhan ekonomi neo-klasik oleh Solow (Todaro, 2010:55) Solow hanya menitikberatkan pada jumlah output yang dihasilkan berdasarkan kombinasi penggunaan capital dan labor sesuai dengan model persamaan Lewis.

Berbeda dengan teori modern, seperti teori Harrod-Domar dimana model pertumbuhan ekonominya menjelaskan tentang hubungan ekonomi yang fungsional yang menjelakan bahwa tingkat pertumbuhan produk domestik bruto tergantung pada tingkat tabungan neto dan berbanding terbalik dengan rasio modal output nasional. Teori Harrod-Domar menjelaskan bahwasanya investasi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi (Todaro,2002:136).

2.1.2. Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional merupakan perdagangan atas suatu komoditas oleh suatu negara dengan batas diluar wilayah negara tesebut. Berikut beberapa teori mengenai perdagangan internasional sebagai berikut (Nopirin, 2012: 7-35):

1.Teori Klasik

a. Absolut Adventage

Teori ini dicetuskan oleh Adam Smith yang disebut pure theory perdagangan internasional karena teori ini memusatkan pada faktor nilai riilnya dimana suatu komoditas dengan nilai yang sangat tinggi menunjukkan bahwasanya tenaga kerjanya juga memakai input yang sangat besar.

b. Comparative Adventage

Teori ini dicetuskan oleh J.S Mill dimana menyatakan bahwa suatu negara melakukan ekspor terhadap komoditas terbesarnya dengan biaya yang relatif kecil yang disebut dengan keunggulan komparatif atau comparative adventage. Sedangkan suatu negara melakukan impor karena memproduksi suatu barang dengan biaya yang relatif lebih besar yang disebut dengan comparative disadventage. Suatu negara memiliki keunggulan komparatif jika memiliki cost of input yang lebih kecil dibanding negara lain.

c. Comparative Cost

Teori ini dicetuskan oleh David Ricardo dimana menyatakan bahwa nilai suatu barang tergantung atas faktor produksinya seperti bagaimana banyak tenaga kerja yang dipakai untuk memproduksi suatu barang yang disebut juga labor cost value theory. Perdagangan internasional akan terjadi jika setiap negara memiliki comparative cost yang paling kecil.

2. Teori Modern a. Faktor Proporsi

Teori ini perama kali dicetuskan oleh Heckser-Ohlin dimana menjelaskan tentang fungsi produksi sebagai penjelasan atas penyebab adanya kemanfaaan relatif antar dua negara atas dasar proporsi kepemilikan faktor produksi. Perbedaan kemungkinan biaya tiap negara atas produksinya dikarenakan terjadi perbedaan faktor produksi. Negara yang

memiliki tenaga kerja lebih banyak dari yang lain dan satunya lagi negara yang memiliki modal lebih banyak dari yang lain sehingga terjadi pertukaran antara kedua negara bersangkutan (Salvatore.1997: 118-130).

b. Kesamaan harga faktor produksi

Perdagangan bebas umumnya menyebabkan harga faktor produksi sama di tiap negara. Negara X mempunyai lebih banyak modal dengan makin banyak nya produksi komoditas A, permintaan modal akan bertambah sehingga harga cenderung meningkat. Sementara jika komoditas B diproduksi semakin sedikit maka permintaan tenaga kerja juga akan menurun. Sebelum adanya perdagangan upah lebih tinggi di X, tetapi harga modal lebih tinggi di Y.

c. Teori Permintaan dan penawaran

Perdagangan antar negara terjadi karena adanya permintaan dan penawaran terhadap sebuah komoditas atau jasa di negara tersebut.

Permintaan ini terjadi karena adanya perbedaan penghasilan atau juga selera, sedangkan penawaran terjadi karena perbedaan dalam faktor produksi, teknologi dan faktor lainnya.

2.1.3. Teori Keunggulan Komparatif

Teori keunggulan komparatif merupakan suatu teori yang membahas tentang kemampuan untuk memproduksi suatu komoditas dengan biaya yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan komoditas lain. Teori ini pertama kali dicetuskan oleh J.S Mill, dimana kemudian disempurnakan oleh David Ricardo, dimana transaksi

perdagangan antar dua negara terjadi jika setiap negara mempunyai biaya relatif yang lebih kecil atas barang dibandingkan negara lain. Secara teori, menurut hukum comparative adventage walaupun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut

untuk menghasilkan dua barang jika dibandingkan dengan negara lain, perdagangan masih bisa diteruskan selama perbandingan harga antar negara tetap berbeda (Salvatore, 1997:27).

David Ricardo berpendapat bahwa keunggulan suatu negara atas yang lain dikarenakan adanya perbedaan tingkat efisiensi dalam memproduksi dua jenis barang yang terjadi dalam perdagangan internasional (Tambunan, 2001: 185-195).

Dia menyatakan bahwa suatu barang penentunya adalah faktor tenaga kerja atau labor theory of value yang disebut dengan teori nilai berdasarkan tenaga kerja.

Kemudian disempurnakan dengan teori biaya peluang atau opportunity cost theory.

Adapun teori ini dijelaskan lebih lanjut dalam teori labor efficiency dimana sebuah negara akan mendapatkan benefit dengan adanya perdagangan global jika melakukan spesialisasi atas produksi dan ekspor produk dimana berproduksi efisien dan mengimpor barang yang produksi nya tidak efisien (Hamdy, 2001).

J.S Mill menjelaskan bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi dan ekspor produk jika negara yang bersangkutan memiliki keunggulan komparatif yang besar dan akan melakukan impor produk jika negara tersebut memiliki kerugian komparatif atau comparative disadventage (Tambunan, 2001). Teori lain berpendapat, factor endowment theory of comparative adventage atau teori keunggulan komparatif berdasarkan faktor kelimpahan oleh Heckser-Ohlin berpendapat bahwa negara dapat memanfaatkan keunggulan produksinya

berdasarkan kemampuannya untuk memanfaatkan kepemilikan faktor-faktor produksi yang melimpah diwilayahnya.

2.1.4. Ekspor

Ekspor diartikan sebagai transaksi perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dalam negeri ke suatu negara dengan ketentuan hukum (Roselyn.1996:306).

Negara melakukan ekspor karena permintaan akan komoditas tersebut telah dipenuhi dimana produksi dari komoditas tersebut lebih produktif dibanding dengan kinerja negara luar di perdagangan global menyebabkan harganya lebih murah. Dari segi pengeluaran, ekspor merupakan salah satu faktor terpenting dari Produk Nasional Bruto atau PNB, dimana perubahan nilai ekspor menjadikan pendapatan masyarakat juga akan berubah.

Menurut Kementrian Perindustrian dan Perdagangan 182/MPP/Kep/4/1998 tentang ekspor, dimana ekspor adalah transaksi mengeluarkan komoditi atau jasa dari daerah pabeanan. Daerah Pabeanan ialah wilayah NKRI yang meliputi daratan, perairan dan udara, serta Perpu tertentu di zona ekonomi eksklusif (ZEE).

Melalui perluasan pasar antar negara, yaitu perluasan sektor industri, ekspor merupakan sektor penting perekonomian suatu negara, sehingga mendorong peningkatan kinerja industri – industri dalam perekonomian (G.M. Meier dan Baldwin dalam Galih dan Setiawina, 2014: 48-55).

Negara dapat mengekspor ke negara asing jika pihak asing tidak dapat memproduksi komoditas atau produksinya tidak dapat memenuhi permintaan dalam negeri. Faktor lain ialah kemampuan untuk memproduksi komoditi yang dapat bersaing di pasar globa, dimana kualitas dan harga barang ekspor harus

minimal sebaik yang diperdagangkan di pasar luar negeri. Selera orang asing akan barang yang bisa diekspor ke luar negeri memainkan peran yang sangat penting dalam menentukan ekspor suatu negara. Dapat dikatakan bahwa semakin banyak komoditas dengan ciri khas yang diproduksi oleh suatu negara, Banyak ekspor yang bisa dilakukan Sehingga keuntungan yang diperoleh seperti memperluas pasar, menambah devisa negara dan memperluas lapangan pekerjaan. (Sadono Sukirno, 2010: 205).

2.1.5. Daya Saing

Awal pertama istilah daya saing merupakan konsep dari keunggulan komparatif yang diungkapkan oleh David Ricardo. Menurut teori David Ricardo (D’Cruz.1992 dalam Rajagukuguk,Wilson. 2016:3) menjelaskan bahwasanya daya saing dibagi berdasarkan tingkatannya yaitu negara, industry dan perusahaan. Daya saing atau competer istilah dalam Bahasa latin berarti keterlibatan dalam persaingan usaha di suatu pasar yang menunjukkan kekuatan ekonomi yang dimiliki suatu negara.

Pengertian Daya Saing Adalah Keunggulan Pembeda dari yang lain yang terdiri dari comparative advantage dan competitive adventage. Industri yang tidak mempunyai daya saing pastinya cepat atau lambat akan berhenti karena tidak mempunyai kompetensi untuk terus survive dalam industri. Industri yang mampu menghasilkan komoditas yang bagus atau memiliki production cost yang lebih murah tentunya akan mampu bersaing di pasar. Sehingga ini menentukan keberhasilan maupun kehancuran industri.

Dalam ekonomi regonal, daya saing merupakan kemampuan daerah untuk memproduksi suatu komoditi yang lebih dibanding daerah lain. Hasil daya saing internasional yang telah dikeluarkan World Economic Forum,“competitiveness is the set of institution, policies, and factor that determine the level of productivity of a country.(Global Competitiveness Report, 2012).

Dimana hal ini berarti bahwasanya banyak hal-hal yang sangat mempengaruhi tingkat produktivitas suatu negara. Untuk itu, berbagai metode digunakan untuk mengukur bagaimana daya saing suatu industri, perusahaan, daerah maupun negara.

Adapun indikator-indikator tersebut seperti metode RCA atau revealed comparative adventage dimana metode ini merupakan metode yang mengukur daya saing suatu industri, daerah maupun negara melalui kinerja ekspornya. Yang dimana jika eskpor suatu industri relatif lebih tinggi persentasenya dibanding pangsa pasar yang sama di ekspor global, maka indsutri tersebut dianggap memiliki keunggulan komparatif terhadap ekspor komoditas tersebut (Tambunan,2001:195-197).

Metode lainnya ialah RCTA atau revealed comparative trade adventage dimana metode ini melakukan pendekatan pada perkembangan impor suatu komoditas dan bukan hanya kinerja ekspornya saja. Indeks Spesialisasi Perdagangan atau ISP juga sering digunakan sebagai tolak ukur daya saing, dimana indeks ini sering dipakai untuk melihat apakah suatu daerah lebih cenderung menjadi pengimpor atau pengekspor.

Ada juga metode RA atau rasio keselarasan dimana metode ini menunjjukan apakah suatu daerah dapat merebut pasar di uar negeri dimana melihat posisinya di pasar global semakin melemah atau bertambah kuat. CMS atau constant market share dimana metode ini digunakan untuk mengukur dinamika keunggulan suatu industri dalam perdagangan internasional.

2.1.6. Daya Saing Ekspor

Pada dasarnya daya saing ekspor merupakan keberhasilan suatu produk dalam persaingan di pasar global dan dapat bertahan didalam pasar tersebut. Daya saing ekspor dapat berhasil jika suatu industri mampu berproduksi dengan minimum total cost sehingga memiliki produk dengan harga yang lebih rendah didukung dengan kualitas yang baik.

Menurut Porter (1998) daya saing pada dasarnya terfokus terhadap produktivitas, dimana produktivitas merupakan inti dari kerangka kerja karena merupakan pendorong kemajuan jangka panjang. Namun kebanyakan kebijakan ekspor dimotivasi oleh tujuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan mendapatkan penghasilan ekspor tetapi digunakan untuk menutupu biaya impor atau memenuhi kewajiban utang luar negeri.

Menurut Mayer (2005), pada gagasan yang lebih mendasar, masih ada sejumlah besar bukti empiris bahwasanya perdagangan tetap jauh lebih kuat didalam negeri daripada luar negeri meski ketika tarif telah dihapuskan seperti di Uni Eropa. Sehingga peningkatan daya saing ekspor yang secara teori memberikan

dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi juga harus didorong dengan kebijakan pemerintah yang paling efektif.

Selain itu tingkat daya saing industri juga bisa dilihat dari SCA atau sustainable competitive adventage dimana ini adalah daya saing yang berkelanjutan

dikarenakan pada persaingan tingkat internasional semakin lama akan makin besar atau disebut dengan hyper competitive. Dimana akhirnya setiap negara harus bisa menemukan atau berinovasi terhadap suatu komoditas sehingga bisa tetap bersaing di pasar global dimana startegi yang tepat untuk digunakan ialah dengan startegi SCA atau Sustained Competitive Adventage (Hamdy, 2001).

2.1.7. Industri Ekstraktif

Menurut Kementrian Perindustrian, pada UU No.3 Tahun 2004 Industri merupakan kegiatan ekonomi yang mengelola bahan baku dan memanfatkan sumber daya sehingga menghasilkan sesuatu yang bernilai tambah atau manfaat.

Dimana hasil industri bukan saja produk tetapi melainkan jasa juga.

Industri merupakan kegiatan menghasilkan produk jadi dari bahan mentah melalui proses produksi dengan biaya serendah mungkin tetapi menghasilkan produk dengan kualitas bagus. (I Made Sandi, 1985: 148).

Industri Ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya langsung diperoleh dari alam. Seperti industry hasil pertanian, industri hasil kehutanan, industri hasil perikanan dan lainnya. Sedangkan industri Nonekstrkatif, merupakan industri yang mengelola hasil lanjutan dari industri lain seperti industri kayu lapis, industri

pemintalan, dan industri kain. Industri ekstraktif juga meliputi pertambangan mineral, minyak dan gas bumi (Damayanty,2016:260).

Adapun beberapa komoditas yang termasuk kedalam industri ekstraktif ialah sebagai berikut :

a. Pertanian Tanaman Tahunan

Berdasarakan data badan pusat statistik (BPS) tahun 2020, Pertanian Tanaman Tahunan merupakan pertanian yang mencakup penanaman tanaman yang berlangsung lebih dari dua musim tanam, baik tanaman yang setiap musim mati ataupun tanaman yang tumbuh terus menerus, termasuk penanaman tanaman untuk keperluan pembibitan dan pembenihan. Dimana Pertanian tanaman tahunan ini mencakup kegiatan penanamn tanaman di area ataupun lokasi hutan seperti Kelapa Sawit.

b. Pertanian Tanaman Musiman

Berdasarakan data badan pusat statistik (BPS) tahun 2020 Pertanian Tanaman Semusim merupakan pertanian yang mencakup penanaman tanaman yang tidak berlangsung lebih dari dua musim. Termasuk di dalamnya adalah penanaman tanaman dalam berbagai media dan budidaya tanaman secara genetic dan juga penanaman untuk tujuan pembibitan dan pembenihan, contohnya adalah beberapa jenis sayur-sayuran.

c. Industri Pengolahan Tembakau

Berdasarkan data badan pusat statistic (BPS), Industri Pengulahan Tembakau merupakan sebuah panduan mengenai regulasi yang

berkaiatan dengan semua produk hasil tembakau di Indonesia. Industri hasil tembakau dicetuskan oleh Direktorat Jendral Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian tahun 2009. Dimana industri ini mempunyai peran yang sangat besar untuk penerimaan negara, penyerapan tenaga kerja dan perlindungan terhadap petani tembakau serta dampak ganda lainnya.

Tembakau adalah hasil bumi yang diproses dari daun tanaman yang juga dinamai sama. Tanaman tembakau terutama adalah Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica, meskipun beberapa anggota Nicotiana

lainnya Tembakau merupakan produk pertanian musiman, bukan komoditas pangan, melainkan komoditas perkebunan. Produk tersebut tidak digunakan untuk makanan, tetapi sebagai hiburan atau "hiburan", yaitu sebagai bahan baku rokok dan cerutu. Tembakau juga bisa dikunyah. Metabolit sekunder yang melimpah juga membuatnya berguna untuk pestisida dan bahan obat.juga dipakai dalam tingkat sangat terbatas.

d. Industri Peternakan

Industri peternakan mencakup segala kegiatan pemeliharaan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut seperti ternak sapi, ayam domba dan babi.

Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan pemeliharaan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut. Hewan yang banyak diternakkan di antaranya sapi, ayam.

kambing, domba, dan babi. Hasil peternakan di antaranya daging, susu, telur, dan bahan pakaian (seperti wol). Selain itu, kotoran hewan dapat menyuburkan tanah dan tenaga hewan dapat digunakan sebagai sarana transportasi dan untuk membajak tanah.

e. Industri Karet

Karet terbuat dari emulsi susu (disebut Seperti lateks), diperoleh dari getah beberapa tanaman pohon karet, tetapi Itu juga dapat diproduksi secara sintetis. Sumber utama produk lateks Pohon karet Hevea brasiliensis digunakan untuk membuat karet (Euphorbiaceae). Hal ini

dilakukan dengan cara melukai kulit pohon agar pohon tersebut Memberikan respon yang menghasilkan lebih banyak lateks.

Dalam pengolahan karet, industri karet mengolah mendesain, mengembangkan dan memproduksi berbagai macam produk karet.

Olahan karet ini dibuat dari berbagai macam bahan baku baik karet alam maupun karet sintetis.

2.1.8. Revealed Comparative Adventage (RCA)

Konsep RCA dikembangkan oleh Ballasa, yaitu suatu pendekatan yang melihat produk ekspor dari suatu negara atau daerah terhadap total ekspor negara tersebut dan total ekspor dunia.

Menurut kementrian perindustrian RCA (revealed comparative adventage) merupakan pendekatan yang dipakai untuk mengukur keunggulan komparatif di suatu Kawasan (Negara, daerah atau industri). Dimana perdagangan antar wilayah menunjukkan keunggulan komparatif yang ada pada suatu wilayah. Dimana kinerja

ekspor suatu produk dari suatu negara diukur dgn menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu negara dibandingkan dengan pangsa nilai produk tersebut dalam perdagangan dunia.

Adapun rumus dari metode RCA ini ialah sebagai berikut:

RCA = Xij / Xit ……… 2.2 Wj / Wt

Dimana Xij = Nilai Ekspor komoditas i dari daerah j Xit = Total nilai ekspor dari daerah j

Wj = Nilai ekspor negara komoditas i Wt = Total nilai ekspor negara

Jika nilai RCA dari lebih besar dari satu 1 maka negara tersebut memiliki keunggulan komparatif diatas rata-rata. Sebaliknya, jika lebih kecil dari 1 maka keunggulan komparatifnya untuk komoditas tersebut dibawah rata-rata (Tambunan, 2001:197).

2.2. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang dijadikan bahan referensi dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Variabel Penelitian

Rita

posisi kompetitif terkuat di pasar global selama periode 2007-2011 diisi oleh pabrik makanan, bahan kimia, kayu dan tekstil Lituania. Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa volume penjualan yang lebih kecil merupakan karakteristik ekspor sebagian besar produk kelompok dengan keunggulan bersaing pada tahun 2011 dibandingkan dengan tahun 2007.

b.Setelah krisis ekonomi, bagian terbesar dari kelompok produk manufaktur Lituania

belum mencapai

keunggulan kompetitif yang mereka miliki selama periode sebelum krisis. Untuk penelitian selanjutnya, penulis artikel

merekomendasikan untuk memasukkan hanya satu indeks (RCA atau RSCA) yang mengungkapkan keunggulan kompetitif tertentu industri karena hasil perhitungan yang serupa.

perhitungan tingkat daya

saing dengan

menggunakan RCA, menunjukkan bahwa Indonesia menjadi prioritas sektor industri memiliki daya saing yang kuat (RCA> 1) di pasar ASEAN, kecuali untuk industri kimia dan

industri mesin dan peralatan. artinya, Indonesia punya komparatif keuntungan di sebagian besar sektor industri prioritas.

b.Hasil analisis data panel menunjukkan bahwa harga ekspor merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap daya saing sektor industri prioritas di Indonesia. (RCA) didapatkan hasil bahwa batu bara Indonesia di negara tujuan ekspor utama memiliki keunggulan komparatif atau daya saing yang kuat.

b.Melalui analisis Export Product Dynamics (EPD), didapatkan hasil bahwa posisi daya saing komoditas batu bara Indonesia di Negara India, Cina, Korea Selatan, Hongkong, Thailand, Malaysia dan Filipina berada pada posisi Rising Star. Posisi daya saing di negara Jepang, Belanda, Italia dan Spanyol berada pada posisi Falling Star.

Sedangkan Amerika Serikat berada pada posisi Retreat.

c.Dengan pendekatan model permintaan diketahui bahwa faktor-faktor yang memengaruhi

permintaan ekspor batu bara Indonesia ke negara tujuan ekspor utama adalah harga liquified natural gas dan nilai tukar local currency unit

terhadap USD

(LCU/USD) yang

berpengaruh positif dan signifikan, sementara harga batu bara dan pendapatan domestik bruto riil perkapita berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan harga rata-rata crude oil berpengaruh positif dan tidak signifikan. Internasional dilihat dari nilai ISP yang positif dan mendekati 1

b.Komoditi tembakau Indonesia memiliki daya saing terhadap negara Malaysia dan Filipina.

Sedangkan di pasar turun. Begitu juga dengan Malaysia, Thailand dan

singapura, dimana

Analisis yang dilakukan menunjukkan industri manufaktur Turki tertinggal di belakang banyak negara sampel

dan menyajikan komparatif enam negara tersebut meningkat.

b.Perbandingan negara Thailand dan Vietnam memiliki keuntungan dan perubahan neraca perdagangan yang tampaknya lebih dinamis dibandingkan empat negara lainnya.

c. Indonesia, Thailand dan Vietnam bersaing di industri serupa (sektor primer), sedangkan Malaysia dan Singapura berada di sektor sekunder (manufaktur dan teknologi). Ini didukung

c. Indonesia, Thailand dan Vietnam bersaing di industri serupa (sektor primer), sedangkan Malaysia dan Singapura berada di sektor sekunder (manufaktur dan teknologi). Ini didukung

Dokumen terkait