• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan refrensi untuk menambah pengetahuan tentang kondisi daya saing industri pariwisata Kabupaten Simalungun.

2. Sebagai bahan pertimbangan oleh pengelola obyek wisata dan merumuskan kebijakan-kebijakan pengelolaan obyek wisata di Kabupaten Simalungun 3. Sebagai referensi untuk penelitian-penelitian sejenis tentang kepariwisataan.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Daya Saing

Daya saing merupakan salah satu kriteria untuk menentukan keberhasilan dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu negara dalam peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Michael Porter (1990) dalam buku PPSK-BI (2008) daya saing di identifikasikan dengan masalah produktifitas, yakni didefenisikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja. Meningkatnya produktifitas ini disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal dan tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi.

Selanjutnya Porter menjelaskan pentingnya daya saing karena tiga hal berikut (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan kemampuan mandiri; (2) dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam konteks regional ekonomi maupun entitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat; (3) kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih mencipatakan efisiensi.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang standar proses, mendefinisikan daya saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Kemampuan yang dimaksud adalah (1) kemampuan memperkokoh pangsa pasarnya, (2) kemampuan menghubungkan

dengan lingkungannya, (3) kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti, (4) kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan

Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing dilihat dari beberapa indikator yaitu keunggulan komperatif dan keunggulan kompetitif, ada juga keunggulan absolute. Menurut Tarigan (2005:76), Keunggulan komperatif adalah suatu kegitatan ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi pegembangan daerah. Lebih lanjut menurut Tarigan (2005:75) istilah comparative adventage (keunggulan komperatif) mula-mula dikemukakan oleh David Ricardo (1917) sewaktu membahas perdagangan antara dua Negara

Daya saing juga dapat diartikan dari sisi permintaan (demand side) dan dari sisi penawaran (supply side). Dari sisi permintaan, kemampuan bersaing mengandung arti bahwa produk pariwisata yang dijual haruslah produk yang sesuai dengan atribut yang dituntut konsumen atau produk yang dipersepsikan bernilai tinggi oleh konsumen (consumer’s value perception)

2.1.1 Cara Menentukan Daya Saing

Berbagai cara dapat dilakukan untuk menentukan daya saing, antara lain:

1. Harga yang murah

Harga murah artinya tidak sekedar murah, namun tetap mempertahankan kualitas. Kualitas sama tapi harga yang lebih murah tentu saja lebih menguntungkan konsumen. Akan lebih baik lagi bila harga murah tetapi mampu memberikan kualitas yang lebih baik dibandingkan

11

pesaing. Umumnya perusahaan yang menawarkan produk yang lebih murah adalah perusahaan yang umumnya dapat melakukan efisiensi.

Dalam istilah Michael Porter, perusahaan mempunyai keunggulan dari segi biaya (cost leadership). Dengan efisiensi ini, perusahaan memperoleh margin yang sama atau lebih besar meskipun menetapkan harga yang murah karena biaya yang lebih kecil.

2. Diferensiasi

Melakukan diferensiasi berarti menawarkan atau melakukan hal yang berbeda dibandingkan dengan pesaing. Sesuatu yang ditawarkan berbeda, akan memberikan perhatian bagi konsumen. Berbeda, maksudnya bukan hanya sekedar berbeda, misalnya berbeda hanya dalam kemasan, tetapi perbedaan tersebut haruslah unik, atau bisa memberikan nilai tambah yang tidak bisa diberikan produk pesaing.

3. Pelayanan

Pelayanan juga dapat dijadikan suatu keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Perusahaan yang dapat memberikan service excellence dapat memuaskan pelanggan dan meningkatkan loyalitas pelanggan.

Perusahaan-perusahaan bersaing terutama dalam memanjakan pelanggannya, yaitu dengan memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggannya.

2.1.2 Faktor – faktor yang Menentukan Daya Saing

Daya saing menurut Pusat Studi dan Pendidikan Kebanksentralan Bank Indonesia (2002) harus mempertimbangkan beberapa hal :

1. Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produtivitas atau efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perkonomian” dari pada “kemampuan sektor swasta atau perusahan”.

2. Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya berpadu dalam suatu sistem ekonomi yang sinergis tanpa memungkiri peran besar sektor swasta perusahaan dalam perekonomian.

3. Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam perekonomian tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang maha luas yang pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel seperti pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan eknomi hanya satu aspek dari pembangunan ekonomi dalam rangka penigkatan standar kehidupan masyarakat.

4. Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan.

Kata “daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang tertutup (Abdullah, dkk,2002)

Tinggi rendahnya daya saing suatu industri/institusi tergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ruang lingkup daya saing pada skala makro menurut Sumihardjo (2008) meliputi: “(1) perekonomian daerah, (2) keterbukaan, (3) sistem keuangan, (4) infrastruktur dan sumber daya alam, (5)

13

ilmu pengetahuan dan teknologi, (6) sumber daya alam, (7) kelembagaan, (8) governance dan kebijakan pemerintah, dan (9) manajemen dan ekonomi mikro.”

2.2 Industri Pariwisata

Pengertian industri pariwisata, antara lain sebagai kumpulan dari macam-macam perusahaan yang secara bersama-sama menghasilkan barang dan jasa (goods and service) yang dibutuhkan para wisatawan. Berdasarkan Undang-Undang Pariwisata Nomor 10 Tahun 2009, industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.

Menurut W. Hunzieker (dalam Yoeti, 1996:2) Industri pariwisata adalah “Tourism enterprise are all business entities wich, by combining various means of production, provide goods and service of a specially tourist nature”. Maksudnya industri pariwisata adalah semua kegiatan usaha yang terdiri dari bermacam-macam kegiatan produksi brang dan jasa yang diperlukan para wisatawan.

Menurut R.S Darmajadi tentang industri pariwisata merupakan rangkuman dari pada berbagai macam bidang usaha, yang secara bersama-sama menghasilkan produk-produk maupun jasa-jasa/layanan-layanan atau service, yang nantinya baik secara langsung ataupun tidak langsung akan dibutuhkan oleh wisatawan selama perawatannya (Yoeti, 1996).

Sedangkan menurut Soekadijo, industri pariwisata adalah industri yang kompleks, yang meliputi industri lain. Dalam kompleks industri pariwisata terdapat industri perhotelan, industri rumah makan, industri kerajinan/cendera mata, industri perjalanan, dan sebagainya (Soekadijo, 1996:28).

2.2.1 Permintaan Industri Pariwisata

Menurut G.A Schmoll (dalam Yoeti, 1996) Permintaan industri pariwisata adalah permintaan dalam industri pariwisata yang tidak hanya terbatas pada waktu yang diperlukan pada saat perjalanan wisata dilakukan. Akan tetapi jauh sebelumnya melakukan perjalanan permintaan itu sudah mengemuka seperti informasi tentang: daerah tujuan wisata (DTW) yang akan dikunjungi, hotel yang akan digunakan untuk menginap, pesawat yang akan digunakan, tempat-tempat yang akan dikunjungi di daerah tujuan dan berapa banyak uang yang harus dibawa.

Menurut Schmidhauser (dalam Yoeti 1996), karakter permintaan dalam industri pariwisata tidak hanya dalam satu macam pelayanan saja, akan tetapi merupakan suatu kombinasi bermacam-macam pelayanan yang satu dengan lainnya berbeda dan ditawarkan secara terpisah. Dengan perkataan lain permintaan terhadap produk industri pariwisata itu tercermin dalam suatu paket wisata yang disusun atas bermacam-macam produk yang berbeda dalam bentuk, fungsi dan manfaatnya.

Dalam rangka menarik kunjungan wisatawan pada suatu DTW ada dua hal yang perlu diperhatikan:

1. Faktor-faktor yang menentukan keseluruhan permintaan (total demand) karena diperlukan dalam menetapkan strategi pemasaran dan promosi, terutama dalam menetapkan segmen pasar mana yang akan dijadikan target pasar.

15

2. Informasi tentang faktor-faktor yang menentukan permintaan khususnya (specific demand) untuk dijadikan dasar dalam perencanaan pemasaran dan promosi pariwisata.

2.3 Peranan Pariwisata dalam Perekonomian

Pariwisata merupakan industri jasa yang diyakini dapat mendorong perekonomian suatu daerah bahkan dunia, dalam hal ini disebabkan industri pariwisata terkait dengan industri-industri lainnya seperti industri perhotelan, restoran, dan jasa hiburan. Jika dilihat dari kewilayahan, sektor pariwisata telah mendorong tumbuh dan berkembangnya kawasan-kawasan pariwisata dan pusat-pusat pelayanan yang tersebar di seluruh nusantara (Tjitroresmi (2003) dalam Febriawan (2009)).

World Tourism Organization (2008) menyepakati bahwa pariwisata telah menjadi fenomena sosial ekonomi yang sangat penting dalam perkembangan kehidupan dan pergaulan global antar bangsa-bangsa di dunia. Pariwisata menjadi penting bagi kehidupan karena terkait dengan dampaknya pada perkembangan ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan baik dalam lingkup nasional maupun internasional

Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa terbesar bagi negara berkembang. Sektor pariwisata memiliki fungsi sebagai katalisator pembangunan (agent of development) sekaligus akan mempercepat proses pembangunan itu sendiri, antara lain akan sangat berperan dalam (Yoeti, 2008):

1. Peningkatan perolehan devisa negara.

2. Memperluas dan memercepat proses kesempatan berusaha.

3. Memperluas kesempatan kerja.

4. Mempercepat pemerataan pendapatan (Distribution of Income).

5. Meningkatkan penerimaan pajak negara dan retribusi daerah.

6. Meningkatkan pendapatan nasional.

7. Memperkuat posisi neraca pembayaran.

8. Mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah yang memiliki potensi alam yang terbatas.

Selain itu, menurut Gomang (2003), pariwisata merupakan faktor penting dalam pengembangan ekonomi, karena kegiatannya mendorong perkembangan beberapa sektor ekonomi nasional, misalnya:

1. Meningkatkan urbanisasi karena pertumbuhan pembangunan dan pembaharuan suprasarana pariwisata.

2. Menggugah industri-industri baru yang berkaitan dengan jasa-jasa wisata misalnya; usaha-usaha transportasi, akomodasi (hotel, motel, pondok wisata, perkemahan, dan lain-lain), yang memerlukan perluasan beberapa industri seperti misalnya; peralatan hotel dan kerajinan tangan.

3. Menambah permintaan akan hasil-hasil pertanian karena bertambah pemakaiannya.

4. Memperluas pasar barang-barang lokal.

5. Menunjang pendapatan negara dengan valuta asing sehingga mengurangi defisit di dalam neraca pembayaran dan memajukan perekonomian nasional.

17

6. Memberi dampak positif pada tenaga kerja di negara, karena pariwisata memperluas lapangan kerja baru (tugas baru di hotel atau di tempat penginapan lainnya, usaha perjalanan, di kantor-kantor pemerintah yang mengurus pariwisata-pariwisata dan penerjemah, industri kerajinan tangan dan cenderamata, serta tempat-tempat penjualan lainnya).

2.4 Pariwisata dari Sisi Permintaan

Menurut Yoeti (2008), permintaan dalam kepariwisataan (tourist demand) dapat dibagi dua, yaitu potential demand dan actual demand. Potential demand adalah sejumlah orang yang berpotensi untuk melakukan perjalanan wisata (karena memiliki waktu luang dan tabungan relatif cukup). Sedangkan yang dimaksudkan dengan actual demand adalah orang-orang yang sedang melakukan perjalanan wisata pada suatu Daya Tarik Wisata (DTW) tertentu.

World Tourism Organization, WTO (1995) mendefinisikan permintaan pariwisata sebagai permintaan terhadap barang dan jasa yang muncul karena adanya kegiatan pariwisata. Tentu saja pihak yang melakukan permintaan adalah wisatawan itu sendiri (konsumen), serta pemerintah dan swasta dalam rangka investasi dan promosi wisata.

2.5 Pariwisata dari Sisi Penawaran

Penawaran pariwisata mencakup hal-hal yang ditawarkan oleh daerah destinasi pariwisata kepada wisatawan yang nyata maupun yang potensial.

Penawaran dalam pariwisata menunjukkan suatu atraksi wisata alamiah dan buatan manusia, jasa-jasa maupun barang-barang dapat menarik wisatawan untuk datang mengunjungi suatu kawasan wisata (Gomang, 2003). Menurut Heriawan

dan lokal, industri kerajinan (souvenir), jasa hiburan, rekreasi dan budaya, serta biro perjalanan (paket tour).

Dalam melakukan perjalanan pariwisata pengunjung harus dimanjakan dengan berbagai hal yang boleh ditawarkan atau yang akan didapat ketika berkunjung. Suatu obyek pariwisata harus memenuhi tiga kriteria agar obyek tersebut diminati pengunjung, yaitu:

 Something to see adalah obyek wisata tersebut harus mempunyai sesuatu

yang bisa dilihat atau di jadikan tontonan oleh pengunjung wisata. Dengan kata lain obyek tersebut harus mempunyai daya tarik khusus yang mampu untuk menyedot minat dari wisatawan untuk berkunjung di obyek tersebut.

 Something to do adalah agar wisatawan yang melakukan pariwisata di sana

bisa melakukan sesuatu yang berguna untuk memberikan perasaan senang, bahagia, relax, berupa fasilitas rekreasi baik itu tempat bermain ataupun tempat makan, terutama makanan khas dari tempat tersebut sehingga mampu membuat wisatawan lebih betah untuk tinggal di sana.

 Something to buy adalah fasilitas untuk wisatawan berbelanja yang pada

umumnya adalah ciri khas atau icon dari daerah tersebut, sehingga bisa dijadikan sebagai oleh-oleh

Menurut Damanik dan Webber (2006), elemen penawaran wisata terdiri dari triple A, yang terdiri dari:

1. Atraksi

Atraksi dapat diartikan sebagai obyek wisata (baik yang bersifat tangible maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan.

19

Atraksi dapat dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya, dan buatan.

Atraksi alam meliputi pemandangan alam, seperti Danau Toba atau Gunung Bromo, udara sejuk dan bersih, hutan perawan, sungai, gua, dan lain-lain. Atraksi budaya meliputi peninggalan sejarah seperti Candi Perambanan, adat-istiadat masyarakat seperti pasar Terapung di Kalimantan. Adapun atraksi buatan dapat dimisalkan Kebun Raya Bogor, Taman Safari, Taman Impian Jaya Ancol, dan sebagainya. Unsur lain yang melekat dalam atraksi adalah hospitally, yakni jasa akomodasi atau penginapan, restoran, biro perjalanan, dan sebagainya.

2. Aksesibilitas

Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari, ke, dan selama di daerah tujuan wisata.Akses ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan waktu, kenyamanan, dan keselamatan. Alat transportasi layak ditawarkan adalah angkutan penumpang tersebut berangkat dan tiba tepat waktu di Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW).

3. Amenitas

Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan.

Bank, pertukaran uang, telekomunikasi, usaha persewaan (rental), penerbit dan penjual buku panduan wisata, seni pertunjukan (teater, bioskop, pub, dan lain-lain) dapat digolongkan ke dalam unsur ini.

2.6 Prasarana dan SaranaWisata

Agar suatu obyek wisata dapat dijadikan sebagai salah satu obyek wisata yang menarik dan banyak dikunjungi oleh wisatawan, maka faktor yang sangat menunjang adalah kelengkapan dari sarana dan prasarana obyek wisata tersebut.

Karena sarana dan prasarana juga sangat diperlukan untuk mendukung dari pengembangan obyek wisata. Menurut Yoeti (1996), mengatakan: “Prasarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang sehingga dapat memberikan pelayanan untuk memuaskan kebutuhan wisatawan yang beranekaragam”.

Prasarana tersebut antara lain:

1. Perhubungan: jalan raya, rel kereta api, pelabuhan udara dan laut 2. Instalasi pembangkit listrik dan instalasi air bersih

3. Sistem komunikasi, baik itu telepon, telegraf, radio, televisi 4. Pelayanan kesehatan baik itu puskesmas maupun rumah sakit

5. Pelayanan keamanan baik itu pos satpam penjaga obyek wisata maupun pos-pos polisi untuk menjaga keamanan di sekitar obyek wisata

6. Pelayananwisatawan baik berupa pusat informasi ataupun kantor pemandu wisata

7. Pom bensin 8. Dan lain-lain

Sarana kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung maupun tidak langsung

21

danhidup serta kehidupannya tergantung pada kedatangan wisatawan (Yoeti, 1996). Sarana kepariwisataan tersebut adalah:

a) Perusahaan akomodasi: hotel, losmen, bungalow

b) Perusahaan transportasi: pengangkutan udara, laut atau kereta api dan bus yang melayani khusus pariwisata saja.

c) Rumah makan, restaurant, depot atau warung-warung yang berada di sekitar obyek wisata dan memang mencari mata pencaharian berdasarkan pengunjung dari obyek wisata tersebut

d) Toko-toko penjual cinderamata khas dari obyek wisata tersebut yang notabene mendapat penghasilan hanya dari penjualan barang-barang cinderamata khas obyek tersebut.

e) Dan lain-lain

Dalam pengembangan sebuah obyek wisata sarana dan prasarana tersebut harus dilaksanakan sebaik mungkin karena apabila suatu obyek wisata dapat membuat wisatawan untuk berkunjung dan betah untuk melakukan wisata disana maka akan menyedot banyak pengunjung yang kelak akan berguna juga untuk peningkatan ekonomi baik untuk komunitas di sekitar obyek wisata tersebut maupun pemerintah daerah.

2.7 Competitiveness Monitor

Competitiveness Monitor merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk melihat dayasaing industri pariwisata. Analisis Competitiveness Monitor diperkenalkan pertama kali oleh World Travel and Tourism Council (WTTC) pada tahun 2001 sebagai alat ukur dayasaing pariwisata. Analisis ini

menggunakan delapan indikator yang digunakan untuk melihat dayasaing.

Indikator tersebut antara lain (World Tourism Organization, 2008):

1. Human Tourism Indicator (HTI)

Indikator ini menunjukkan pencapaian perkembangan ekonomi daerah akibat kedatangan turis pada daerah destinasi.

2. Price Competitiveness Indicator (PCI)

Indikator ini menunjukkan harga komoditi yang dikonsumsi oleh turis selama berwisata seperti biaya akomodasi, travel, sewa kendaraan dan sebagainya.

3. Infrastructure Development Indicator (IDI)

Indikator ini menunjukkan perkembangan jalan raya, perbaikan fasilitas sanitasi dan peningkatan akses penduduk terhadap fasilitas air bersih.

4. Environtment Indicator (EI)

Indikator ini menunjukkan kualitas lingkungan dan kesadaran penduduk dalam memelihara lingkungannya.

5. Technology Advancement Indicator (TAI)

Indikator ini menunjukkan perkembangan infrastruktur dan teknologi modern yang ditunjukkan dengan meluasnya internet, mobile telephone dan ekspor produk-produk berteknologi tinggi.

6. Human Resources Indicator (HRI)

Indikator ini menunjukkan kualitas Sumber Daya Manusia daerah destinasi tersebut dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada turis yang berkunjung ke daerah tersebut.

23

7. Openess Indicator (OI)

Indikator ini menunjukkan tingkat keterbukaan destinasi terhadap perdagangan internasional dan turis internasional. Hal ini dilihat dari jumlah wisatawan internasional yang datang berkunjung.

8. Social Development Indicator (SDI)

Indikator ini menunjukkan kenyamanan dan keamanan turis untuk berwisata di daerah destinasi. Dilihat dari lamanya masa tinggal turis disuatu daerah wisata

2.8 Penelitian Terdahulu

Berkaitan dengan penelitian ini ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti lain sebelumnya yang permasalahannya hampir sama dengan penelitian yang dilakukan sekarang, diantaranya dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti (tahun) Judul Hasil Penelitian

1 Valentino Panjaitan (2016)

Analisis Indikator Daya

Saing Industri

Pariwisata Di

Kabupaten Samosir

Hasil analisis

menunjukkan bahwa daya saing pariwisata pada kedelapan indikator

variabel IDI

(Infrastructure

Development Indicator) menunjukan nilai daya saing rendah, sedangkan indikator lainnya memiliki daya saing tinggi

2 Rebecca Christina Putri (2014)

Analisis Daya Saing Industri Pariwisata Di Kabupaten Jepara Untuk Meningkatkan Ekonomi Daerah

Hasil analisis

menunjukkan bahwa daya saing industri pariwisata dari kedelapan indikator penentu daya saing menunjukkan kemampuan daya saing yang rendah, sehingga dikatakan daya saing pariwisata di Industri Pariwisata Di Kabupaten Samosir

Hasil analisis

menunjukkan bahwa daya saing industri pariwisata Kabupaten Samosir dari kedelapan indikator penentu daya saing menunjukkan kemampuan daya saing yanglebih baik dibandingkan Kabupaten Simalungun tetapi masih tergolong rendah. menyeluruh lebih rendah dibandingkan Yogyakarta.

Indikator-indikator yang digunakan menunjukkan bahwa pariwisata Yogyakarta lebih unggul.

25

5 Rochma Afriyani (2011)

Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor

Faktor yang dapat diunggulkan yaitu kondisi permintaan yaitu variabel jumlah wisatawan, kemudian faktor industri pendukung dan terkait yang terdiri dari jumlah restoran, dan jumlah biro perjalanan wisata.

Sedangkan faktor yang dianggap kurang unggul adalah jumlah obyek wisata, kondisi jalan baik, anggaran pemerintah daerah, dan jumlah hotel.

2.9 Kerangka Konseptual

Penentuan variabel daya saing industri pariwisata Kabupaten Simalungun disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan dari penelitian ini. Analisis perkembangan daya saing industri pariwisata penting untuk dilakukan. Hasil analisis dapat menunjukkan perkembangan potensi pariwisata yang juga dapat memperlihatkan sejauh mana pemerintah maupun swasta memaksimalkan potensi yang ada. Selain itu, untuk menentukan daya saing industri pariwisata menggunakan analisis Competitiveness Monitor yang memperhatikan kedelapan indikator dari WWTC dan melakukan penghitungan sesuasi dengan seluruh indikator daya saing.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Dapat dilihat dari gambar di atas, untuk menentukan indeks Daya Saing industri pariwisata terlebih dahulu mencari jumlah dari Competitiveness Monitor yang memperhatikan kedelapan indikator.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk menjelaskan secara sistematik, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu. Penelitian ini menekankan pada pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik.

3.2 Batasan Operasional

Adapun batasan operasional yang terdapat dalam penelitian ini diantaranya: Human Tourism Indicator (HTI) Kabupaten Simalungun, Price Competitiviness Indicator (PCI) Kabupaten Simalungun, Infratructure Development Indicator (IDI) Kabupaten Simalungun, Environment Indicator (EI) Kabupaten Simalungun, Technology Advancement Indicator (TAI) Kabupaten Simalungun, Human Resources Indicator (HRI) Kabupaten Simalungun, Openess Indicator (OI) Kabupaten Simalungun dan Social Development Indicator (SDI) Kabupaten Simalungun pada tahun 2015 dan 2016.

3.3 Definisi Operasional

Dalam penelitian ini menggunakan variabel daya saing. Daya saing industri pariwisata di Kabupaten Simalungun ini di ukur melalui tersedianya potensi-potensi yang dimiliki daerah tersebut baik potensi alam, budaya dan agama. Dapat dilihat pada Tabel 3.1 Parameter, Sumber data dan Kegunaan kedelapan indikator, indikator ini diadopsi dari penelitian Valentino Panjaitan

(2016). Kedelapan indikator yang digunakan dalam analisis penentuan daya saing penelitian ini adalah :

Tabel 3.1

Parameter, sumberdaya dan Kegunaan

Parameter Sumber Data Kegunaan

Human Tourism

2. Rata-rata Tarif Hotel 3. Rata-rata Masa

29

a. Human Tourism Indicator (HTI)

Indikator ini menunjukkan pencapaian perkembangan ekonomi daerah akibat kedatangan turis pada daerah tersebut. Pengukuran yang digunakan adalah Tourism Participation Index (TPI) yaitu rasio antara jumlah aktivitas turis (datang dan pergi) dengan jumlah penduduk daerah destinasi. Dalam penelitian ini, ukuran yang digunakan adalah TPI, dengan rumus:

b. Price CompetitivenessIndicator (PCI)

Indikator ini menunjukkan harga komoditi yang dikonsumsi oleh turis selama berwisata seperti biaya akomodasi, travel, sewa kendaraan dan sebagainya.

Pengukuran yang digunakan untuk menghitung PCI adalah Purchasing Power Parity (PPP). Proksi yang digunakan untuk mengukur PPP adalah rata-rata tarif minimum hotel yang merupakan hotel worldwide. Sehingga rumus yang digunakan untuk menghitung PPP adalah:

c. Infrastructure Development Indicator (IDI)

Indikator ini menunjukkan perkembangan infrastruktur yang disebabkan oleh kedatangan wisatawan ke daerah tujuan wisata. Infrastruktur merupakan variabel penting bagi industri pariwisata karena infrastruktur yang baik dapat

Indikator ini menunjukkan perkembangan infrastruktur yang disebabkan oleh kedatangan wisatawan ke daerah tujuan wisata. Infrastruktur merupakan variabel penting bagi industri pariwisata karena infrastruktur yang baik dapat

Dokumen terkait