• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah:

1. Sebagai bahan informasi bagi petani asparagus dalam mengelola dan mengembangkan usahataninya.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah daerah setempat sebagai bahan masukan dalam membuat kebijakan.

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya dan pihak-pihak yang membutuhkan.

1.5 Keaslian Penulisan

1. Metode Penelitian : Metode analisis yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan menggunakan analisis deskriptif untuk mengetahui pengelolaan usahatani asparagus dan bagaimana saluran pemasaran asparagus, metode total biaya untuk mengetahui biaya produksi usahatani asparagus, metode penerimaan untuk mengetahui besar penerimaan petani asparagus, metode pendapatan untuk mengetahui besar pendapatan petani asparagus serta yang terakhir metode analisis kelayakan yaitu dengan menggunakan Rasio R/C untuk melihat apakah usahatani asparagus layak diusahakan secara finansial.

2. Jumlah Sampel : Sampel penelitian yaitu semua petani asparagus di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo.

3. Waktu Penelitian : Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2017 – Juni 2017 4. Lokasi Penelitian : Penelitian ini dilakukan di Desa Suka, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asparagus (Asparagus officionalis)

Asparagus merupakan salah satu jenis sayuran yang dikonsumsi pada bagian batang muda atau tunasnya. Biasanya rebung digunakan sebagai sayuran segar berupa sup atau tumis, serta banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia baik dalam kemasan biasa maupun dalam kaleng. Sayuran ini merupakan tanama berumah dua. Artinya, tanaman ini ada yang jantan dan ada yang betina.

Klasifikasi Asparagus adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophytha Kelas : Liliopsida Ordo : Asparagales Famili : Asparagaceae Genus : Asparagus

Spesies : Asparagus officinalis (Susetyo, 2015).

Gambar 2.1 Asparagus (Asparagus officinalis)

Pada umumnya, Asparagus memiliki 2 jenis yaitu Asparagus hijau dan

ditemukan. Banyak tumbuh di Amerika dan sekitarnya. Batang pada Asparagus hijau lebih tebal daripada yang putih. Asparagus hijau adalah jenis yang paling banyak dikonsumsi. Asparagus putih, jenis ini tidak banyak dijumpai di Indonesia, namun banyak terdapat di Eropa.

Asparagus putih yang warna rebungnya putih karena dipanen saat masih tertimbun dalam tanah. Rebung putih ini tubuhnya agak gemuk, dagingnya lebih berserat namun lunak dan segar. Hargnya paling mahal karena penanganannya harus tepat. Produksi rebung putih biasanya dikemas dalam kaleng. Varietas yang terkenal penghasil rebung putih adalah Locullus yang berasal dari Jerman.

Asparagus hijau jenis ini populer di Indonesia, ditanam pada dataran tinggi Jawa Timur (Batu-Malang) dan Jawa Barat (Puncak, Sukabumi). Rebung Asparagus ini berwarna hijau karena batang sudah menyembul di atas tanah.

Warna hijau muncul karena terbentuknya klorofil oleh adanya sinar matahari.

Tubuhnya ramping, seperti mata tombak dengan ujung masih kompak (belum mekar), digigit lebih renyah, rasanya manis namun agak sedikit pahit. Varietas yang terkenal penghasil rebung hijau adalah Mery Washington dan Yersey Giant yang berasal dari Amerika.

Asparagus termasuk sayuran berkelas, karena selalu tersedia di restoran mewah dan hotel berbintang. Prospek pengembangannya sangat cerah, karena permintaan pasar terutama ekspor cukup tinggi. Asparagus dikenal sebgai sayuran rebung untuk bahan salad, sup, cah, atau menu campuran tertentu. Menu ini relatif mewah untuk masyarakat Indonesia.

Tanaman asparagus merupakan tanaman tahunan. Asparagus memiliki

batang yang tampak di luar tanah merupakan tempat tumbuhnya cabang, ranting, dan daun. Daun Asparagus berbentuk jarum. Sepintas tanaman Asparagus penghasil rebung ini mirip dengan cemara. Namun tinggi tanaman hanya sekitar 1 m, dengan diameter batang hanya 1 cm.

Lahan yang dibutuhkan oleh sayuran Asparagus adalah dataran tinggi dengan ketinggian 600-900 mdpl. Asparagus dapat tumbuh optimal pada suhu antara 15-250C dengan curah hujan yang cukup banyak dan merata sepanjang tahun, yaitu berkisar 2.500-3000 mm/tahun. Oleh karena itu, syarat utama lahan harus dataran tinggi, berhawa sejuk, dan dekat sumber air agar kebutuhan air di musim kemarau tercukupi. Areal dengan kondisi seperti di atas jarang ditemukan di Indonesia. Asparagus dapat tumbuh pada tanah podsolik merah kuning, latosol, maupun andosol. Asparagus lebih menyukai tanah yang agak berpasir dan berlapisan tanah olah yang tebal. Perlu diingat, Asparagus tidak suka tanah yang berdrainase buruk dan banyak liat. Sedangkan pH yang diinginkan adalah 6-6,5 karena tidak toleran terhadap tanah yang bereaksi masam. Sebaiknya tanah itu mengandung banyak bahan organik.

Pemanenan daun asparagus dapat dilakukan kapan saja dengan cara memotong dahannya. Panen dilakukan dengan dua cara yaitu mencabut dan memangkas atau memotong batang muda. Cara panen dengan memotong batang muda merupakan cara lebih baik, karena cara tersebut tidak merusak sistem perakaran tanaman yang dijadikan indukan. Panen rebung asparagus di daerah tropis lebih cepat dilakukan dibandingkan pada daerah subtropis. Di daerah tropis, panen pertama kali sudah dapat dilakukan saat tanaman berumur 10-12 bulan sesudah penanaman.

Salah satu manfaat asparagus adalah untuk menurunkan berat badan.

Kelebihan berat badan terjadi karena menumpuknya air dan garam pada tubuh yang berlebihan. Asparagus disini berfungsi untuk mengeluarkan air dan garam yang berlebihan di dalam tubuh kita melalui urin. Sehingga asparagus cocok untuk dijadikan terapi untuk orang yang ingin berdiet. Manfaat asparagus yang lain adalah untuk ibu hamil. Pada saat ibu mengandung, dia membutuhkan banyak sekali asam folat untuk membantu pembentukan saraf-saraf jaringan pada otak bayi. Asparagus sendiri mempunyai kandungan asam folat tertinggi dibandingkan sayuran lainnya. Jadi sangat dianjurkan untuk ibu hamil mengkonsumsi makanan yang mengandung asam folat tinggi untuk menghindari kecacatan pada tabung saraf otak, karena itu dapat berpengaruh terhadap kecerdasan anak di dalam kandungan. Karena banyaknya manfaat dan kandungan yang terdapat pada asparagus, menjadikan sayuran ini bernilai jual tinggi. Harga per kilogram asparagus dari mulai Rp 40.000 – Rp 70.000 per kilogramnya (Farah, 2017).

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Teori Produksi

Usahatani merupakan suatu kegiatan produksi dimana peranan input (faktor produksi atau korbanan produksi) dalam menghasilkan output (hasil atau produksi) menjadi perhatian yang utama. Peranan input bukan saja dilihat dari macam atau ketersediaannya dalam waktu yang tepat, tetap dapat juga dilihat dari segi efisiensi penggunaan faktor tersebut (Tohir, 1991).

Produksi dapat didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input). Dengan demikian,

kegiatan produksi tersebut adalah mengkombinasikan berbagai masukan untuk menghasilkan keluaran (Anonimus, 2010).

Faktor produksi dalam usahatani mencakup tanah, modal, dan tenaga kerja. Tanah merupakan faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanpa tanah rasanya mustahil usahatani dapat dilakukan. Dalam tanah dan sekitar tanah banyak lagi faktor yang harus diperhatikan, katakan luasnya, topografinya, kesuburannya, keadaan fisiknya, lingkungannya, lerengnya, dan lain sebagainya. Dengan mengetahui semua keadaan mengenai tanah, usaha pertanian dapat dilakukan dengan baik.

Sebagai faktor produksi, tentu modal mutlak diperlukan dalam usaha pertanian. Tanpa modal, sudah pasti usaha tidak bisa dilakukan, paling tidak modal dibutuhkan untuk pengadaan bibit dan upah tenaga kerja. Kecukupan modal mempengaruhi ketepatan waktu dan ketepatan takaran dalam penggunaan masukan (Daniel, 2002).

Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani swasembada, khususnya faktor tenaga kerja petani dan para anggota keluarganya. Dalam usahatani swasembada atau usahatani keluarga,, faktor tenaga kerja keluarga petani merupakan unsur penentu (Tohir, 1991).

2.2.2. Teori Pendapatan Usahatani

Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.

Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila

pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 2003).

Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variable (variable cost). Yang dimaksud dengan biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi. Biaya lain-lainnya pada umumnya masuk biaya variavel karena besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi. Tetapi pengertian biaya tetap dan variabel ini hanya pengertian jangka pendek, sebab dalam jangka panjang biaya tetap dapat menjadi biaya variabel (Mubyarto, 1994).

Definisi dari penerimaan, pendapatan dan lain-lain (Suratiyah, 2008), adalah sebagai berikut:

1. Penerimaan didefinisikan sebagai seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode yang diperhitungkan dari hasil penjualan.

2. Biaya alat-alat luar adalah semua korbanan yang dikeluarkan untuk menghasilkan penerimaan kecuali upah tenaga kerja keluarga, bunga seluruh aktiva yang digunakan dan biaya untuk kegiatan si pengusaha sendiri. Dengan kata lain biaya-biaya tersesbut meliputi biaya saprodi, biaya tenaga kerja luar, biaya PBB, iuran air, dan penyusutan alat.

3. Pendapatan petani adalah penerimaan (pendapatan kotor) dikurangi biaya alat-alat luar dan bunga modal luar.

Menurut Soekartawi (1995), total biaya adalah penjumlahan biaya variabel dengan biaya tetap secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

TC = FC + VC Keterangan :

TC = Total biaya (Rp) FC = Biaya tetap (Rp) VC = Biaya variabel (Rp)

Menurut Soekartawi (1995), penerimaan usahatani diperoleh dengan mengalikan total produksi dengan harga jual petani atau ditulis sebagai berikut :

TR = Y. Py

Keterangan :

TR = Total penerimaan (Rp)

Y = Produksi yang diperoleh dari usahatani (Kg) Py = Harga Y (Rp/Kg)

Analisis pendapatan terhadap usahatani penting dalam kaitannya dengan tujuan yang hendak akan dicapai oleh setiap usahatani dengan berbagai pertimbangan dan motivasinya. Analisis pendapatan pada dasarnya memerlukan dua keterangan pokok yaitu : (a) Keadaan Penerimaan dan (b) keadaan pengeluaran (biaya produksi) selama jangka waktu tertentu (Hernanto, 1996).

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya (pengeluaran). Dimana pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :

I = TR – TC Keterangan :

I = Income (Rp)

TR = Total Revenue (Rp) TC = Total Cost (Rp) (Soekartawi, 2003).

Untuk melihat kelayakan usahatani dapat memperhitungkan R/C Ratio yaitu sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya. Secara matematika dapat dituliskan sebagai berikut :

R/C Ratio = TR TC Dimana :

R = Penerimaan petani (Rp) C = Biaya usahatani (Rp) Kriteria :

Jika R/C > 1, maka usahatani asparagus layak untuk dilaksanakan Jika R/C = 1, maka usahatani asparagus layak impas

Jika R/C < 1, maka usahatani asparagus tidak layak untuk dilaksanakan (Soekartawi, 2003)

2.2.3. Teori Pemasaran

Pemasaran merupakan hal yang sangat penting setelah selesainya proses produksi pertanian. Kondisi pemasaran menimbulkan suatu siklus atau lingkaran pasar suatu komoditas. Bila pemasarannya tidak lancar dan tidak memberikan harga yang layak bagi petani maka kondisi ini akan mempengaruhi motivasi petani. Bila pemasaran tidak baik mungkin disebabkan oleh karena daerah produsen terisolasi, tidak ada pasar, rantai pemasaran terlalu panjang, atau hanya ada satu pembeli (Daniel, 2002).

Secara umum pemasaran dianggap sebagai proses aliran barang yang teradi dalam pasar. Dalam pemasaran ini barang mengalir dari produsen sampai kepada konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses pengolahan, guna tempar melalui proses pengangkutan dan guna waktu melalui proses penyimpanan. Pemasaran komoditi pertanian dari proses konsentrasi yaitu pengumpulan produk-produk pertanian dari petani ke tengkulak, pedagang pengumpul dan pedagang besar serta diakhiri proses distribusi yaitu penjualan dari pedagang ke agen, pengecer dan konsumen (Sudiyono, 2004).

Pemasaran terdiri dari berbagai macam saluran pemasaran dimana setiap saluran pemasaran melibatkan berbagai lembaga pemasaran seperti pedagang pengumpul, pedagang perantara (distributor, agen komisi, pedagang antar daerah, eksportir, importir) dan pedagang eceran. Banyaknya jumlah pedagang saluran ini berpengaruh kepada biaya pemasaran dan efisiensi pemasaran (Lamb, dkk, 2001).

Saluran pemasaran selalu diperlukan karena produsen tidak mampu menjual sendiri produk yang dihasilkan. Produsen memerlukan partner yang lokasinya berbeda dan kapasitasnya yang juga berbeda. Oleh karena itu saluran pemasaran muncul dalam kegiatan pemasaran (Soekartawi, 1993).

Semakin panjang saluran pemasaran maka sistem pemasaran semakin tidak efisien. Masing-masing perantara akan mengambil keuntungan atas jasa yang mereka korbankan atau disebut profit margin, kemudian pada akhirnya akan membuat harga di tingkat konsumen tinggi. Selain itu juga akan memperlambat arus barang ke konsumen. Ketidakefisienan ini juga akan berdampak buruk kepada petani karena berpengaruh terhadap pendapatan petani dimana harga yang diterima petani akan berbeda jauh dengan harga yang diberikan oleh konsumen

semakin rendah dan permintaan semakin menurun, harga dari petani juga menurun sehingga pendapatan petani menurun (Mubyarto, 1994).

Biaya pemasaran komoditas pertanian merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha permasaran komoditas pertanian meliputi : biaya transportasi, biaya pungutan retribusi dan lain-lain. Besar biaya pemasaran berbeda satu sama lain, hal ini diakibatkan lokasi pemasaran, macam lembaga pemasaran, efitivitas pemasaran yang dilakukan serta macam komoditasnya.

Keuntungan pemasran komoditas pertanian merupakan selisih antara harga yang dibayarkan ke produsen (petani) dan harga yang dibayarkan konsumen akhir.

Keuntungan pemasaran dapat pula disebut margin pemasaran (Rahim dan Hastuti, 2008).

Margin pemasaran adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen. Margin pemasaran atau marketing margin terdiri dari biaya-biaya untuk melakukan fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga-lembaga pemasaran. Setiap lembaga pemasaran biasanya melaksanakan fungsi-fungsinya yang berbeda sehingga share margin diperoleh pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat akan berbeda. Salah satu kegunaan dari perhitungan marketing margin (price spread) dan share margin adalah mengetahui tingkat efisiensi pemasaran. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi marketing margin suatu komoditi, maka semakin rendah tingkat efisiensi sistem pemasaran (Gultom, 1996).

Efisiensi pemasaran merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Efisiensi pemasaran dapat terjadi jika sistem tersebut

dapat memberikan kepuasan kepada pihak-pihak yang terlibat yaitu produsen, konsumen akhir dan lembaga-lembaga pemasaran (Gultom, 1996).

Pasar yang tidak efisien akan terjadi bila biaya pemasaran semakin besar dengan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Sedangkan efisiensi pemasaran akan terjadi jika :

1. Harga pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran lebih tinggi

2. Elastisitas transmisi harga atau persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi.

3. Adanya kompetisi pasar yang sehat (Soekartawi, 1993).

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan dapat dilihat pada Tabel 1 : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

N untuk dilakukan dengan nilai R/C sebesar 1.51

2. Herliana

Usahatani asparagus di PTAgro Lestari Bogor layak untuk dilakukan dengan nilai R/C sebesar 1,04 dan NPV sebesar 7.124.166,90

Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Desa Pelaga layak untuk dikembangkan

ditunjukkan dari nilai R/C rasio sebesar 2,21 2. Kendala yang dihadapi petani yaitu masalah hama dan penyakit yang menyerang di musim memenuhi standar grade, 4. I Made

1. Total biaya usahatani asparagus yang asparagus petani di Desa Pelaga mampu

memberikan keuntungan dilihat dari harga per kg yang dijual petani, dimana harga pasar (Rp 28.310.000) > harga BEP (Rp 16.625)

(381 kg/thn) dengan luas lahan rata-rata 15 are dan untuk luas lahan 1 ha kuantitas yang dijual (9.468 kg/thn) >

kuantitas BEP (2.276 kg/thn)

Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

2.4 Kerangka Pemikiran

Asparagus merupakan sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Konsumsi asparagus di Sumatera Utara khususnya di Medan tidak banyak, sama halnya seperti di daerah penelitian. Namun permintaan akan asparagus di daerah penelitian tergolong lumayan tinggi sehingga para petani masih mempertahankan untuk melakukan usahatani asparagus ini.

Dengan adanya usahatani asparagus yang dilakukan petani maka dihasilkan produksi asparagus. Produksi asparagus dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas lahan, pupuk dan tenaga kerja. Produksi asparagus yang diperoleh dijual kepada pedagang pengumpul dengan harga jual yang sudah ditentukan sehingga menghasilkan penerimaan untuk petani.

Penggunaan input produksi menimbulkan biaya, biaya-biaya inilah yang disebut dengan biaya produksi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Besar pendapatan petani asparagus diperoleh dari seluruh penerimaan yang telah diterima dikurangi dengan biaya produksi yang telah dikeluarkan.

Saluran pemasaran merupakan aliran barang mulai dari produsen ke konsumen.

Saluran pemasaran asparagus mulai dari petani ke pedagang pengumpul, pedagang pengecer hingga ke konsumen. Semakin pendek rantai pemasaran maka semakin efisien sistem pemasaran.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat digambarkan dengan skema kerangka pemikiran sebagai berikut :

Keterangan :

: menyatakan hubungan

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Usahatani dan Pemasaran Asparagus

Petani Asparagus

Usahatani Asparagus

Produksi Asparagus

Penerimaan

Input Produksi : 1. Lahan 2. Pupuk

3. Tenaga Kerja

Harga Jual

Layak Tidak Layak

Pemasaran

Efisien Tidak Efisien

Pendapatan

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan landasan teori yang telah dibuat, maka hipotesis dari penelitian ini adalah

1. Usahatani asparagus layak untuk diusahakan secara finansial di daerah penelitian.

2. Saluran pemasaran asparagus di daerah penelitian sudah efisien.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive atau secara sengaja, yaitu di Desa Suka, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo. Berdasarkan hasil pra survei sebelumnya bahwa pada daerah tersebut merupakan daerah sentra produksi usahatani tanaman asparagus.

3.2. Metode Penentuan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Sensus yaitu seluruh petani Asparagus di Desa Suka dijadikan sampel yakni 15 petani. Pengambilan sampel dilakukan secara sensus karena hanya terdapat 15 petani yang melakukan usahatani asparagus.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari petani melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang sudah dipersiapkan. Data sekunder adalah data yang dicatat secara sistematis dan dikutip secara langsung dari instansi pemerintah atau lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini.

3.4. Metode Analisis Data

Untuk mengetahui besar keuntungan (pendapatan) petani asparagus, digunakan formula sebagai berikut :

Biaya Produksi

TC = FC + VC

Keterangan : TC : Total Biaya Usahatani Asparagus (Rp) FC : Biaya Tetap Usahatani Asparagus (Rp)

VC : Biaya Tidak Tetap (Variabel) Usahatani Asparagus (Rp) (Soekartawi, 2003)

Penerimaan dan Pendapatan Usahatani TR = Y x Py I = TR – TC

Keterangan : TR : Total Penerimaan Usahatani Asparagus (Rp) I : Pendapatan Usahatani Asparagus (Rp) TC : Total Biaya Usahatan Asparagus (Rp) Y : Produksi Asparagus (Kg)

Py : Harga Asparagus (Rp/Kg) (Soekartawi, 2003)

Untuk membuktikan hipotesis I, Usahatani Asparagus Layak untuk Diusahakan Secara Finansial, digunakan analisis R/C sebagai berikut :

R/C Ratio = TR

TC

Kriteria :

Jika R/C > 1, maka usahatani asparagus layak untuk dilaksanakan Jika R/C = 1, maka usahatani asparagus layak impas

Jika R/C < 1, maka usahatani asparagus tidak layak untuk dilaksanakan

Dimana :

R = Penerimaan petani (Rp) C = Biaya usahatani (Rp) (Soekartawi, 2003)

Untuk membuktikan hipotesis II, Saluran Pemasaran Asparagus Sudah Efisien, digunakan metode analisis deskriptif dengan menggunakan tabulasi sederhana yaitu dengan menganalisis hubungan antara harga yang diterima produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen yang disebut dengan share margin.

Menurut Gultom (1996), untuk menghitung share margin dan efisiensi pemasaran digunakan rumus sebagai berikut :

Dimana :

Sm = Share margin (%)

Pp = Harga yang diterima produsen dan pedagang (Rp/Kg) Pk = Harga yang dibayar oleh consume (Rp/Kg)

Keterangan : E : Efisiensi

Jt : Keuntungan lembaga tataniaga Jp : Keuntungan Produsen

Ot : Ongkos tataniaga

Op : Ongkos produksi dan pemasaran yang dikeluarkan oleh produsen Dimana jika :

E > 1 = maka pasar tersebut dikatakan efisien.

E < 1 = maka pasar tersebut dikatakan tidak efisien.

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

Definisi dan batasan operasional bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini.

3.5.1. Definisi Operasional

1. Petani tanaman asparagus adalah petani yang mengusahakan tanaman asparagus sebagai pekerjaan utamanya.

2. Usahatani asparagus adalah suatu kegiatan untuk mengembangkan dan memelihara tanaman Asparagus.

3. Produksi adalah hasil yang diperoleh dari kegiatan usahatani Asparagus yang siap untuk dijual.

4. Harga jual adalah besarnya nilai penjualan dari Asparagus.

5. Penerimaan adalah total produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual.

6. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani selama proses usahataninya.

7. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya produksi

8. Kriterian kelayakan adalah kriteria yang digunakan dalam pelaksanaan suatu usahatani untuk mengukur apakah usahatani itu layak atau tidak layak untuk diusahakan dengan menggunakan analisis R/C.

9. Pemasaran adalah proses menyampaikan barang dari petani ke konsumen.

10. Biaya Pemasaran adalah semua ongkos yang dikeluarkan dalam kegiatan penyampaian barang dari petani ke konsumen.

3.5.2. Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Desa Suka, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo.

2. Waktu penelitian adalah bulan Maret – Juni tahun 2017.

3. Sampel penelitian adalah petani yang melakukan usahatani Asparagus.

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Letak Geografis dan Luas Daerah

Desa Suka berada di Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo. Jarak dari ibukota kecamatan 3 km, jarak dari ibukota kabupaten 8 km. Secara administrat batas-batas desa Suka adalah :

• Sebelah Utara : Desa Suka Mbayak, Desa Kuta Kepar, Desa Salit Kecamatan Tigapanah

• Sebelah Selatan : Desa Regaji, Desa Suka Mandi Kecamatan Tigapanah

• Sebelah Timur : Desa Lambar Kecamatan Tiga Panah, Desa Tambunan Kecamatan Barusjahe

• Sebelah Barat : Desa Manuk Mulia Kecamatan Tiga Panah, Desa Ajinembah Kecamatan Merek, Desa Kuta Kepar Utara Memiliki ketinggian ± 800 m diatas permukaan laut dengan temperature udara berkisar antara 180C s/d 210C, dengan kondisi topografi dataran tinggi. Luas desa 1.950 Ha.

4.1.2 Tata Guna Lahan

Data mengenai luas lahan dan penggunaan lahan ditunjukkan pada Tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Komposisi Penggunaan Lahan di Desa Suka Tahun 2017

No Uraian Luas (Ha) Persentase (%)

1 Jalan 23.5 1.68

2 Sawah dan Ladang 1840.3 60.06

3 Pemukiman 51.7 17.60

4 Perkuburan 4.5 14.15

Total 1074 100.0

Sumber: Kantor Kepala Desa Suka Tahun 2016

Penggunaan lahan terbesar adalah untuk pertanian (91,81%). Sedangkan besar mata pencaharian penduduk adalah bertani dan beternak.

4.1.3 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk desa Suka adalah 1.985 jiwa, meliputi 926 jiwa laki-laki dan 1.059 jiwa perempuan, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 650 KK.

Jumlah penduduk desa Suka adalah 1.985 jiwa, meliputi 926 jiwa laki-laki dan 1.059 jiwa perempuan, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 650 KK.

Dokumen terkait