• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang dapat digolongkan ke dalam beberapa aspek yaitu:

1. Aspek Akademis

Hasil penelitian ini sebagai sumbangan pemikiran mengenai penyelesaian permasalahan tenaga kerja informal, dan memberikan informasi untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.

2. Aspek Praktis

a. Bagi Pemerintah

Hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan tenaga kerja sektor informal.

b. Bagi Peneliti Lain

Hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi pengembangan peneliti selanjutnya dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ekonomi sumber daya manusia.

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teori

2.1.1 Teori Biaya Produksi

Biaya produksi dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang yang diproduksi perusahaan. Biaya produksi sendiri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Biaya eksplisit

Pengeluaran-pengeluaran perusahaan yang berupa pembayaran dengan uang untuk mendapatkan faktor-faktor produksi dan bahan mentah yang dibutuhkan.

b. Biaya tersembunyi

Taksiran pengeluaran terhadap faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan itu sendiri. Pengeluaran yang tergolong sebagai biaya tersembunyi adalah pembayaran untuk keahlian keusahawanan produsen tersebut, modalnya sendiri digunakan dalam perusahaan dan bangunan perusahaan yang dimilikinya (Sukirno, 2005:208).

Didalam suatu usaha berdagang jenis PKL, biasanya menyebut biaya produksi dengan sebutan modal dalam kegiatan usaha mereka sehari-hari.

Modal atau biaya merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah, maupun besar. Modal memiliki hubungan yang positif bagi bertambahnya pendapatan pedagang, dimana modal yang besar akan berpengaruh terhadap meningkatnya kapasitas produksi dan besarnya skala usaha sehingga dapat berpengaruh pada jumlah pendapatan.

2.1.2 Teori-Teori Ketenagakerjaan

Sebagian besar manusia menyadari bahwa, tenaga kerja memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dalam mencapai tujuan pembangunan. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi selain tanah, modal dan kecakapan tata laksana. Peranan faktor produksi tenaga kerja sangat penting dan merupakan unsur-unsur yang harus bekerja demi terlaksananya proses produksi.

Menurut Undang-undang RI pasal 13 tahun 2003 dan peraturan pemerintah RI pasal 15 tahun 2007, bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Batas usia kerja mulai 15 tahun hingga 64 tahun, dan dikelompokkan kedalam angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

Termasuk dalam kelompok angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang bekerja atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Penduduk yang sedang menyiapkan usaha, sudah memiliki pekerjaan tetapi belum dimulai, atau angkatan kerja juga bisa disebut sebagai penduduk yang aktif dalam ekonomi.

Sedangkan yang termasuk dalam kelompok bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk usia kerja yang tidak bekerja dan tidak mempunyai pekerjaan, yaitu orang-orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar/mahasiswa), mengurus rumah tangga (ibu-ibu yang bukan wanita karir), serta penerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung dari jasa kerjanya (pensiun/penderita cacat). Mereka yang tergolong bukan angkatan kerja ini tidak aktif dalam kegiatan ekonomi atau kegiatan yang dilakukan tidak berpengaruh terhadap keadaan ekonomi.

11

Dalam Ekonomi Neoklasik diasumsikan bahwa penyediaan atau penawaran tenaga kerja akan bertambah bila tingkat upah bertambah, yang mana digambarkan pada garis S (suplay).

Gambar 2.1 : Penyediaan dan Permintaan Tenaga Kerja

Sumber: Simanjuntak, 2001

Dengan asumsi bahwa semua pihak mempunyai informasi yang lengkap mengenai pasar kerja, maka teori neoklasik beranggapan bahwa jumlah penyediaan tenaga kerja akan selalu sama dengan permintaan (Le dalam gambar 2.1) keadaan dimana penyediaan tenaga kerja sama dengan permintaan dinamakan titik ekuilibrium (titik E). Dalam hal penyediaan tenaga kerja sama dengan permintaan, atau dapat dikatakan tidak terjadi pengangguran. Dalam hal yang terjadi di kenyataan sebenarnya, titik ekulibrium tidak pernah tercapai karena informasi memang tidak pernah sempurna dan hambatan-hambatan institusional yang akan selalu ada. Dan yang terjadi bahwa upah yang berlaku (Wi) pada umumnya lebih besar dari upah ekuilibrium (We). Pada tingkat upah Wi, jumlah penyediaan tenaga kerja adalah Ls dan untuk permintaannya hanya sebesar Ld. Selisih antara Ls dan Ld merupakan jumlah penganggur

2.1.3 Sektor Informal

Sektor informal merupakan kegiatan sektor ekonomi yang dapat menampung tenaga kerja paling besar. Negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk atau urbanisasi yang tinggi, ekonomi sektor informal cenderung tumbuh untuk menyerap sebagian besar tenaga kerja seperti Indonesia.

Pedagang sektor informal adalah orang yang bermodal relatif sedikit yang berusaha dibidang produksi barang atau jasa yang pembentukan dan operasionalnya tidak melalui perizinan atau aturan tertentu. Umumnya pekerja sektor informal berada di daerah yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal, semisal di perkotaan yang sebagian besar didominasi oleh pedagang kaki lima.

Menurut Todaro (2000) karakteristik sektor informal adalah sangat bervariasi dalam bidang kegiatan produksi barang dan jasa berskala kecil, unit produksi yang dimiliki secara perorangan atau kelompok, banyak menggunakan tenaga kerja (padat karya), dan teknologi yang dipakai relatif sederhana, para pekerjanya sendiri biasanya tidak memiliki pendidikan formal, umumnya tidak memiliki keterampilan dan modal kerja. Oleh sebab itu produktivitas dan pendapatan mereka cenderung rendah dibandingkan dengan kegiatan bisnis yang dilakukan di sektor formal. Pendapatan pekerja informal tidak seperti pendapatan pekerja formal yang tetap dan teratur setiap bulannya.

Menurut Hidayat (1978) dari segi karakteristiknya sektor informal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut, yaitu:

1. Kegiatan usaha yang tidak terorganisir secara baik, karena timbulnya unit usaha tidak menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor formal;

2. Pada umumnya tidak mempunyai izin;

3. Pola kegiatan usaha tidak teratur, baik dalam arti lokasi maupun jam kerja;

4. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini,

13

5. Satuan usaha yang mudah keluar dan masuk dari sub sektor yang satu ke sub sektor yang lainnya;

6. Teknologi yang dipakai masih bersifat sangat sederhana;

7. Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga skala operasinya juga kecil;

8. Pendidikan yang diperlukan untuk menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal karena pendidikannya diperoleh dari pengalaman sambil bekerja;

9. Pada umumnya satuan usaha termasuk dalam golongan one man enterprises dan kalau mengerjakan buruh biasanya berasal dari keluarga;

10. Sumber dan modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan yang tidak resmi;

11. Hasil produksi atas jasa tertentu dikonsumsi oleh golongan masyarakat kota/desa yang berpenghasilan menengah ke bawah.

2.1.4 Pedagang Kaki Lima

Pedagang kaki lima pada umumnya mayoritas hanya terdiri dari satu tenaga kerja. Modal yang dimiliki relatif tidak terlalu besar, dan terbagi atas modal tetap, berupa peralatan, dan modal kerja. Dana tersebut jarang sekali dipenuhi dari lembaga keuangan resmi, atau dari supplier yang memasok barang dagangan.

Sedangkan sumber dana yang berasal dari tabungan sendiri sangat sedikit. Ini berarti hanya sedikit dari mereka yang dapat menyisihkan hasil usahanya, dikarenakan rendahnya tingkat keuntungan dan cara pengelolaan uang, sehingga kemungkinan untuk mengadakan investasi modal maupun ekspansi usaha sangat kecil (Hidayat, 1978).

Beberapa faktor yang bisa menjadi sebab pertumbuhan PKL adalah;

pertama terbatasnya kesempatan pekerjaan formal dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Mereka kemudian mencoba dan mencari pekerjaan lain yang memungkinkan mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup. Usaha model PKL sering menjadi alternatif bagi mereka yang mengalami kondisi PHK. Kedua, terjadinya kosentrasi sentra aktifitas ekonomi, yang pada akhirnya memunculkan tempat-tempat strategis yang menjadi lahan potensial bagi PKL. Ketiga, perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi). Umumnya lapangan kerja

di desa, dan pekerjaan yang ada sama sekali tidak menjanjikan dan tidak akan diminati.

2.1.5 Pendapatan

Pendapatan bagi sejumlah pelaku adalah uang yang diterima dari pelanggan sebagai hasil penjualan barang atau jasa. Penjualan timbul karena terjadi transaksi jual-beli barang antara penjual dan pembeli. Tidak peduli apakah transaksi tersebut dilakukan dengan pembayaran secara tunai, kredit, atau sebagian tunai atau sebagian kredit. Selama barang sudah diserahkan oleh pihak penjual kepada pihak pembeli, hasil penjualan tersebut sudah termasuk sebagai pendapatan. Kemudian pendapatan tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kelangsungan hidup usaha perdagangannya.

Dalam lingkup PKL biasanya hanya ada pendapatan berupa uang dimana pendapatan tersebut merupakan hasil bersih dari usahanya atau laba dan dihitung setiap hari (per hari). Laba tersebut yang dinamakan pendapatan bagi seorang yang bekerja sebagai PKL.

Pendapatan total atau total revenue adalah sama dengan jumlah unit output yang terjual (Q) dikalikan harga per unit (P), dimana dapat disederhanakan menjadi, TR = P.Q dan untuk biaya total atau total cost (TC) adalah sama dengan biaya tetap (FC) ditambah biaya variabel (VC), atau TC = FC +VC.

Dalam pendekatan totalitas yang membandingkan pendapatan total (TR) dan biaya total (TC) sehingga biaya variabel per unit output dianggap konstan, sehingga biaya variabel adalah jumlah unit output (Q) dikalikan biaya variabel per unit. Jika biaya variabel per unit adalah v, maka VC = v.Q, sehingga persamaan tersebut dapat dipresentasikan dalam bentuk kurva berikut:

15

Gambar 2.2: Kurva TR dan TC (Pendekatan Totalitas) Π = PQ – (FC +vQ)

Sumber: Rahardja, 2004

2.1.6 Modal

Modal atau biaya adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar (Tambunan, 2002).

Modal memiliki hubungan positif bagi bertambahnya pendapatan pedagang, dimana modal yang besar akan berpengaruh terhadap meningkatnya kapasitas produksi dan besarnya skala usaha. Tersedianya bahan baku dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan akan memperlancar produksi yang pada akhirnya akan meningkatkan jumlah produksi serta dapat berpengaruh pada jumlah pendapatan usaha yang diperoleh.

Toni (2016) dalam penelitiannya menjelaskan modal usaha mempengaruhi jumlah pendapatan para PKL, dari hasil tersebut menunjukkan bahwa besar kecilnya modal yang digunakan maka akan menentukan jumlah pendapatan yang akan diperoleh. Modal usaha yang digunakan PKL secara langsung menentukan jumlah persediaan barang atau produk yang akan dijual, semakin besarnya modal maka semakin banyak pula barang dagangan yang akan dijual

P

sehingga dapat memberikan dampak terhadap peningkatan jumlah pendapatan PKL.

2.1.7 Usia

Usia seseorang menggambarkan tingkat produktifitas sehingga dapat mempengaruhi pendapatan PKL. Miller dan Meiners (2000) menyatakan bahwa

“pendapatan meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan masa kerja seseorang; lewat dari batas itu, pertambahan usia akan di iringi dengan penurunan pendapatan. Batas titik puncak diperkirakan ada pada usia empat puluh lima hingga lima puluh lima tahun”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hariningsih dan Simatupang (2008) menyimpulkan adanya pengaruh positif hubungan umur dengan tingkat pendapatan yang diperoleh.

2.1.8 Lama Usaha

Lamanya seorang pelaku usaha atau bisnis menekuni bidang usahanya akan mempengaruhi produktivitasnya (kemampuan/ keahliannya), sehingga dapat menambah efisiensi dan mampu menekan biaya produksi lebih kecil dari pada hasil penjualan. Keahlian keusahawaan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengorganisasikan dan menggunakan faktor-faktor lain dalam kegiatan memproduksi barang dan jasa yang diperlukan masyarakat (Sukirno, 2005:7).

Lama usaha akan menentukan keterampilan dalam melaksanakan suatu tugas tertentu. Lama Usaha dan pengalaman setiap individu dapat berdampak positif terhadap kemampuan kerja seseorang, Rusmanhadi (2013).

2.1.9 Jam Kerja

Jam kerja dalam penelitian ini adalah jumlah atau lamanya waktu yang dipergunakan untuk berdagang atau membuka usaha mereka untuk melayani konsumen setiap harinya. Semakin lama jam kerja yang digunakan pedagang

17

untuk menjalankan usahanya, berdasarkan jumlah barang yang ditawarkan, maka semakin besar peluang untuk mendapatkan tambahan penghasilan.

Hasil Penelitian Hariningsih dan Simatupang (2008) membuktikan adanya hubungan langsung antara jam kerja dengan tingkat pendapatan. Penentuan jam kerja dalam memasarkan barang dagangan berpengaruh terhadap pendapatan bersih yang akan diterima. Pedagang kaki lima harus menetapkan jam kerja yang tepat sesuai dengan karakteristik produk mereka agar dapat menjual barang dagangannya.

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan Hariningsih dan Simatupang (2008) yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Pedagang Eceran Studi Kasus: Pedagang Kaki Lima Di Kota Yogyakarta”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemberdayaan sektor informal, yang berkaitan dengan studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pedagang kaki lima. Dimana variabel independen: usia, status perkawinan, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan, jam kerja, pengalaman pengeceran sebelum mandiri, pengalaman pada posisi sekarang, tingkat persediaan, ukuran tempat.

Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Adapun hasil penelitian adalah variabel usia, tingkat pendidikan, jumlah jam kerja, pengalaman pengeceran sebelum mandiri, pengalaman pada posisi sekarang, tingkat persediaan berpengaruh terhadap pendapatan bersih pedagang kaki lima.

2. Penelitian yang dilakukan Suradi (2013) yang berjudul “Analisis Differensiasi Pendapatan Sektor Informal di Jalan Jawa Kabupaten Jember”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari variabel tingkat pendidikan, variabel jumlah jam kerja, variabel lama usaha, variabel keragaman menu, terhadap pendapatan sektor informal di jalan jawa Kabupaten Jember. Dalam penelitian ini menggunakan metode explanatory dengan menggunakan regresi linear berganda. Adapun hasil penelitian adalah variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima, sedangkan variabel jumlah jam kerja, lama usaha, keragaman menu berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima di jalan jawa Kabupaten Jember.

3. Penelitian yang dilakukan Pamungkas yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Kaki Lima Kota Malang (Studi Kasus Pedagang Kaki Lima di Wisata Belanja Tugu Kota Malang)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari variabel modal, variabel usia, dan variabel tingkat pendidikan, terhadap pendapatan pedagang kaki lima di Wisata Balanja Tugu Kota Malang.

Metode analisis data menggunakan persamaan ordinary least squre (OLS) dengan menggunakan regresi linear berganda. Adapun hasil penelitian adalah variabel modal, usia, dan tingkat pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima di Wisata Belanja Tugu Kota Malang.

4. Penelitian yang dilakukan Sinaga (2013) yang berjudul “Analisis Tenaga Kerja Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Tenaga Kerja di Kota Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi modal usaha, upah tenaga kerja, tingkat pendidikan, dan

19

pengalaman usaha pada sektor informal di Kota Medan, dan mengetahui bagaimana secara parsial pengaruh modal kerja, upah, tingkat pendidikan, dan pengalaman usaha tenaga kerja informal terhadap permasalahan tenaga kerja pada sektor informal di Kota Medan. Dalam penelitian menggunakan metode kuantitatif mengunakan Eviews 4.1. Kesimpulan yang diperoleh adalah variabel modal, usaha, Upah, Pendidikan, dan Pengalaman Usaha berpengaruh terhadap permasalahan tenaga kerja.

2.3 Kerangka Pikir

Pendapatan merupakan hasil akhir yang ingin dicapai oleh setiap pelaku usaha termasuk pedagang kaki lima sektor informal, dalam penelitian ini pendapatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor umur, dapat menggambarkan produktivitas sehingga mempengaruhi pendapatannya, faktor modal operasional, dimana modal yang bertambah besar akan mampu meningkatkan kapasitas dan skala produksi yang berkaitan bagi bertambahnya pendapatan. Selanjutnya faktor lama usaha, produktivitas pedagang juga menentukan bagi bertambahnya pendapatan yang mereka terima, salah satunya melalui lamanya usaha yang mereka jalankan, kemudian faktor jumlah jam kerja, dipengaruhi oleh besaran jumlah produk yang ditawarkan.

Kerangka penelitian dalam masalah pengaruh pendapatan pedagang kaki lima sektor informal terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Gresik.

Gambar 2.3: Skema Kerangka Pikir

Keterangan: Parsial

Dapat diketahui bahwa kerangka pemikiran menggambarkan modal, usia, lama usaha, dan jam kerja sebagai variabel bebas dan keempat variabel tersebut diasumsikan memiliki pengaruh terhadap pendapatan pedagang kaki lima (Y).

2.4 Hipotesis penelitian

Berdasarkan landasan teori dan tinjauan penelitian sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Diduga variabel modal operasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima sektor informal di alun-alun Kabupaten Gresik.

2. Diduga variabel umur berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima sektor informal di alun-alun Kabupaten Gresik.

3. Diduga variabel lama usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima sektor informal di alun-alun Kabupaten Gresik.

21

4. Diduga variabel jumlah jam kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima sektor informal di alun-alun Kabupaten Gresik.

22 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh modal, usia, lama usaha, dan jam kerja terhadap tingkat pendapatan pedagang kaki lima, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

Metode penelitian deskriptif menurut Sugiyono (2011:13) adalah “penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain”.

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus yang memusatkan suatu kasus secara mendetail. Studi kasus menurut Maxfield yang dikutip oleh Nazir (2005:57) adalah “penelitian tentang subjek penelitian yang berkenaan dengan fase spesifik dan khas dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat”. Sedangkan untuk menganalisis permasalahan menggunakan metode deskriptif kuantitatif, yaitu hasil penelitian beserta analisisnya yang menggunakan metode kuantitatif diuraikan dalam suatu tulisan ilmiah yang berbentuk narasi.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di alun-alun Kabupaten Gresik yang beralamatkan di JL. K. H. Wahid Hasyim Kabupaten Gresik. Peneliti memilih alun-alun Kabupaten Gresik karena pada wilayah tersebut banyak terdapat PKL dengan jenis dagangan yang bervariasi.

23

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel adalah obyek penelitian, atau permasalahan yang dipecahkan dalam sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat dan variabel bebas. Definisi operasional variabel merupakan penjelasan dari masing-masing variabel dependen (terikat) dan variabel independen (bebas), yaitu:

1. Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah pendapatan (Y), pendapatan yang dimaksud adalah penghasilan dari usaha berupa uang yang diterima per harinya oleh pedagang kaki lima di alun-alun Kabupaten Gresik dinyatakan dalam satuan rupiah.

2. Variabel independen (bebas) dalam penelitihan ini terdiri dari:

a. Modal (X1), yaitu modal atau biaya yang digunakan dalam konteks ini adalah biaya variabel dan biaya tetap, yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan produksi sehari-hari yang selalu berputar. Biaya-biaya ini dinyatakan dalam bentuk rupiah yang dikeluarkan pedagang setiap hari. jam kerja di ukur dalam satuan jam/hari.

3.4 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011:80). Dalam penelitian ini populasi terdiri dari seluruh pedagang kaki lima yang berdagang di alun-alun Kabupaten Gresik. Berdasarkan data paguyuban PKL alun-alun Kabupaten Gresik (2016) pedagang kaki lima yang terdaftar sebanyak 195 pedagang.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random sampling dimana semua pedagang kaki lima dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Dalam menetukan besarnya sampel yang diambil, peneliti menggunakan rumus slovin, yaitu:

n =

N

1 + Ne2

Dimana:

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = batas toleransi kesalahan (error tolerance)

Untuk menggunakan rumus slovin pertama menentukan batas tolerasi kesalahan. Batas toleransi kesalahan ini dinyatakan dengan persentase. Peneliti menggunakan batas toleransi kesalahan sebesar 10%. Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel minimum yaitu:

n =

195 1 + 195. 0,12 = 66,101

25

Setalah dilakukan perhitungan, jumlah sampel minimum yang didapatkan adalah 66,101 tetapi untuk mempermudah dalam penelitian dan pengolahan data, maka jumlah sampel dibulatkan menjadi 66.

3.5 Jenis Data dan Sumber Data

Penelitian ini memerlukan sumber data yang akurat demi hasil yang diinginkan. Sumber data merupakan data yang diperoleh dalam mencari berbagai informasi yang diperlukan dalam melakukan penelitian. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sekunder.

Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh dari kuesioner yang diberikan kepada responden meliputi modal (X1), usia (X2), lama usaha (X3), jam kerja (X4), serta pendapatan seorang pedagang kaki lima (Y) di alun-alun Kabupaten Gresik. Sedangkan data sekunder yang digunakan berasal dari Badan Pusat Statistik dan sumber-sumber pendukung lainnya.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu hal yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian. Pengumpulan data menurut Sugiyono (2011:225) dapat dilakukan dengan cara interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dokumentasi, dan gabungan keempatnya. Peneliti menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data penelitian dari objeknya. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner terbuka. Kuesioner terbuka artinya responden diberi kebebasan penuh untuk memberikan jawaban yang dirasa perlu.responden berhak dan diberi kesempatan menguraikan jawaban.

Metode kuesioner dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai modal, usia, lama usaha, dan jam kerja terhadap tingkat

pendapatan. Informasi yang dibutuhkan berasal dari objek penelitian yaitu pedagang kaki lima di alun-alun Kabupaten Gresik.

Ada dua cara pemberian kuesioner kepada responden yaitu kuesioner

Ada dua cara pemberian kuesioner kepada responden yaitu kuesioner

Dokumen terkait