• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

3.4. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011:80). Dalam penelitian ini populasi terdiri dari seluruh pedagang kaki lima yang berdagang di alun-alun Kabupaten Gresik. Berdasarkan data paguyuban PKL alun-alun Kabupaten Gresik (2016) pedagang kaki lima yang terdaftar sebanyak 195 pedagang.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random sampling dimana semua pedagang kaki lima dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Dalam menetukan besarnya sampel yang diambil, peneliti menggunakan rumus slovin, yaitu:

n =

N

1 + Ne2

Dimana:

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = batas toleransi kesalahan (error tolerance)

Untuk menggunakan rumus slovin pertama menentukan batas tolerasi kesalahan. Batas toleransi kesalahan ini dinyatakan dengan persentase. Peneliti menggunakan batas toleransi kesalahan sebesar 10%. Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel minimum yaitu:

n =

195 1 + 195. 0,12 = 66,101

25

Setalah dilakukan perhitungan, jumlah sampel minimum yang didapatkan adalah 66,101 tetapi untuk mempermudah dalam penelitian dan pengolahan data, maka jumlah sampel dibulatkan menjadi 66.

3.5 Jenis Data dan Sumber Data

Penelitian ini memerlukan sumber data yang akurat demi hasil yang diinginkan. Sumber data merupakan data yang diperoleh dalam mencari berbagai informasi yang diperlukan dalam melakukan penelitian. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sekunder.

Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh dari kuesioner yang diberikan kepada responden meliputi modal (X1), usia (X2), lama usaha (X3), jam kerja (X4), serta pendapatan seorang pedagang kaki lima (Y) di alun-alun Kabupaten Gresik. Sedangkan data sekunder yang digunakan berasal dari Badan Pusat Statistik dan sumber-sumber pendukung lainnya.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu hal yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian. Pengumpulan data menurut Sugiyono (2011:225) dapat dilakukan dengan cara interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dokumentasi, dan gabungan keempatnya. Peneliti menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data penelitian dari objeknya. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner terbuka. Kuesioner terbuka artinya responden diberi kebebasan penuh untuk memberikan jawaban yang dirasa perlu.responden berhak dan diberi kesempatan menguraikan jawaban.

Metode kuesioner dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai modal, usia, lama usaha, dan jam kerja terhadap tingkat

pendapatan. Informasi yang dibutuhkan berasal dari objek penelitian yaitu pedagang kaki lima di alun-alun Kabupaten Gresik.

Ada dua cara pemberian kuesioner kepada responden yaitu kuesioner personel dan kuesioner lewat pos. Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan cara pemberian kuesioner secara personal. Cara ini efektif dan kontrol waktu yang dapat ditentukan disamping lokasi yang berdekatan mendukung peneliti untuk berhubungan langsung dengan responden sehingga lebih cepat dalam pengumpulannya.

Disamping teknik penyebaran, kuesioner data primer juga diperoleh melalui teknik wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung (face to face) dengan sumber data (responden). Untuk data sekunder diperoleh dari studi literatur dimana kegiatan pengumpulan teori-teori dan data-data yang dapat menunjang penelitian, serta buku akademik yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.7 Metode Analisis Data

Supaya data yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan, maka perlu diolah dan dianalisis untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Analisis deskriptif kuantitatif pada penelitian dimaksudkan agar model matematis, statistik dan ekonometrika dalam angka-angka dapat diinterpretasikan atau dianalisa secara deskriptif.

Adapun untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang kaki lima di alun-alun Kabupaten Gresik peneliti menggunakan analisis regresi linear berganda. Regresi linear berganda digunakan karena dalam penelitian ini mencakup lebih dari dua variabel, dimana dalam regresi linear berganda variabel terikat Y tergantung pada dua atau lebih variabel bebas.

27

3.7.1 Uji Asumsi Klasik

Pengujian terhadap asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi tersebut baik atau tidak jika digunakan untuk melakukan penaksiran.

Suatu model dikatakan baik apabila bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), yaitu bila memenuhi asumsi klasik atau terhindar dari masalah-masalah autokorelasi, multikolinearitas, normalitas, dan heteroskedastisitas.

Untuk itu dilakukan uji terhadap model apakah terjadi penyimpangan-penyimpangan asumsi klasik.

3.7.1.1 Uji Autokorelasi

Untuk mengetahui apakah dalam persamaan regresi mengandung korelasi atau tidak diantara variabel pengganggu. Jika terjadi korelasi, maka ada masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu dengan yang lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya.

Apabila nilai antara -2 sampai +2 tidak terjadi masalah autokorelasi, untuk dapat mengetahui adanya autokorelasi digunakan uji Durbin-Watson.

3.7.1.2 Uji Multikolinearitas

Dilakukan uji Multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu.

Untuk mengetahui ada tidaknya multikoliniearitas dalam model regresi dapat dilihat dari nilai Tolerance dan Variance Influence Factor (VIF). Jika nilai tolerance ˃0,1 dan nilai VIF ˂10 menunjukkan bahwa tidak ada masalah multikolinieritas pada model yang diuji. Jika nilai tolerance ˂0,1 dan nilai VIF ˃10, maka menunjukkan ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

3.7.1.3 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Cara yang dapat digunakan untuk menguji apakah variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal adalah uji Normal Probability Plot. Kriteria dalam pengambilan keputusan apabila nilai signifikansi ˃0,05 maka residual memiliki distribusi normal, apabila nilai signifikansi ˂0,05 maka residual tidak memiliki distribusi normal.

3.7.1.4 Uji Heteroskedastisitas

Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain dalam model regresi. Model penelitian yang baik adalah homoskeditas, yaitu residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap. Dalam penelitian ini menggunakan grafik scatterplot. Apabila titik-titik menyebar secara acak di atas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedas-tisitas pada model regresi.

3.7.2 Analisis Regresi Linear Berganda

Untuk menguji hipotesis yang telah dikemukakan dilakukan secara deskriptif dan statistik. Untuk menganalisis hubungan antar variabel dependen dan independen maka pengolahan data menggunakan metode analisa regresi linear berganda dengan model sebagai berikut:

Y= b0+ b1X1+ b2X2+ b3X3+b4X4 +e Keterangan:

Y = Pendapatan

X1 = Modal

29

Uji statistik dilakukan untuk mengetahui besarnya masing-masing koefisien dari variable-variabel bebas baik secara parsial maupun secara simultan terhadap variable terikat, yaitu dengan menggunakan uji F (uji simultan), koefisien determinasi berganda (R2), dan uji t (uji parsial).

3.7.3.1 Uji F (simultan)

Uji F dilakukan untuk mengetahui kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel terikat. Jika nilai signifikan F test ˂ 5% makan dapat disimpulkan bahwa variabel bebas secara keseluruhan mampu menjadi prediktor dari variabel terikat.

3.7.3.2 Koefisien Determinasi (R2)

Untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Koefisien determinasi ) menunjukkan proporsi yang diterangkan oleh variabel bebas dalam model terhadap variabel terikatnya, sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model formulasi model yang keliru dan kesalahan eksperimen.

Nilai ) yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependennya terbatas. Sebaliknya, nilai ) yang mendekati satu menanda-kan variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan oleh variabel dependen.

3.7.3.3 Uji t (parsial)

Uji t dilakukan untuk membuktikan hipotesis secara parsial masing-masing variabel independen. Hasil uji t dapat dilihat pada tabel coefficients pada kolom sig (significance). Jika probabilitas nilai t atau signifikansi ˂0,05, maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial. Apabila probabilitas nilai t atau signifikansi ˃0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan atara masing-masing variabel bebas terhadap varibel terikat.

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian

Kabupaten Gresik terletak di sebelah Barat Laut dari Ibukota Provinsi Jawa Timur (Surabaya) dengan luas 1.191,25 kilometer persegi dengan panjang pantai

±140 kilometer persegi. Secara geografis, wilayah Kabupaten Gresik terletak antara 112º-113º Bujur Timur dan 7º- 8º Lintang Selatan. Wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 2-12 meter di atas permukaan air laut kecuali Kecamatan Panceng yang mempunyai ketinggian 25 meter di atas permukaan air laut.

Secara administrasi pemerintahan, wilayah Kabupaten Gresik terdiri dari 18 kecamatan, 330 Desa dan 26 Kelurahan. Hampir sepertiga bagian dari wilayah Kabupaten Gresik merupakan daerah pesisir pantai, yaitu sepanjang Kecamatan Kebomas, sebagian Kecamatan Gresik, Kecamatan Manyar, Kecamatan Bungah dan Kecamatan Ujungpangkah. Sedangkan Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak berada di pulau Bawean.

Sebagaimana daerah-daerah lain, Kabupaten Gresik juga berdekatan dengan kabupaten-kabupaten yang tergabung dalam Gerbang kertasusila, yaitu Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Gresik sebagai berikut:

Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Selat Madura

Sebelah Selatan : Kab. Sidoarjo, Kab. Mojokerto, Kota Surabaya Sebelah Barat : Kab. Lamongan

Gambar 4.1 : Peta Administrasi Kabupaten Gresik

Sumber: Kabupaten Gresik Dalam Angka (2012)

33

Secara ekonomi Kabupaten Gresik disebut sebagai kota industri, sebutan tersebut bukan tanpa alasan karena disertai dengan dukungan data.

Berdasarkan PDRB per tahun, pada struktur ekonominya terlihat dari tahun ke tahun sumbangan sektor industri selalu mendominasi. Hal ini wajar karena di Kabupaten Gresik terdapat industri besar maupun sedang yang jumlahnya di atas 500 perusahaan. Sektor industri ini diharapkan mampu memulihkan perekonomian di Kabupaten Gresik, karena sektor ini disamping menyerap banyak tenaga kerja juga menggerakkan perkembangan sektor-sektor lain.

Alun-alun Kabupaten Gresik yang berlokasi di jalan KH Wachid Hasyim selalu dibanjiri oleh pedagang kaki lima. Keberadaan para pedagang kaki lima selama ini membantu menggeliatkan roda perekonomian di Kabupaten Gresik.

Meski tidak jarang muncul pemberitaan negatif terkait kegiatan para pedagang ini yang dinilai mengganggu aktivitas pengguna jalan atau penikmat ruang publik khususnya area alun-alun.

Berdasarkan data paguyuban pedagang kaki lima khusus area alun-alun, tidak kurang dari 195 pedagang kaki lima yang sudah puluhan tahun berjualan disana. Pedagang kaki lima yang menempati sektor informal dalam perekonomian merupakan fenomena perkotaan yang selalu ada. Kabupaten Gresik berdasarkan wilayah geografis merupakan daerah berkarang dengan bebatuan kapur, yang mana untuk mengandalkan hidup pada sektor pertanian khususnya bercocok tanam saja adalah suatu hal yang riskan dan sudah menjadi kecenderungan masyarakat disana untuk bergerak pada jalur perdagangan dan kerajinan. Pada gilirannya kondisi geografis telah memberikan sumbangan besar terjadinya suatu dinamika kehidupan, menciptakan masyarakat yang terampil berniaga salah satunya adalah semakin banyaknya pedagang kaki lima dan menjadi pengrajin industri rumahan.

Kawasan alun-alun Kabuptaten Gresik sebenarnya adalah area terlarang bagi para pedagang kaki lima. Namun keberadaan para pedagang yang sudah puluhan tahun berjualan disana, sangat sulit untuk direlokasi dimana pemerintah daerah baru menyiapkan wacana saja untuk melakukan relokasi. Area pengganti untuk menampung para pedagang kaki lima di kawasan alun-alun masih belum tersedia berikut juga dengan anggaran relokasinya.

4.2. Karakteristik Responden

Karakteristik PKL yang dijelaskan dalam penelitian ini mengacu pada beberapa atribut responden seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan hal-hal lain yang terkait dengan kegiatan usaha mereka.

1. Usia Responden

Diagram 4.1 : Usia Responden

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2017

Dari gambar di atas, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar para responden yaitu pedagangan kaki lima di lingkungan alun-alun Kabupaten

21%

14%

23%

15%

10%

17%

Usia Responden

<30 tahun 31 – 35 tahun 36 – 40 tahun 41 – 45 tahun 46 – 50 tahun > 51 tahun

35

Gresik memiliki usia 36 hingga 40 tahun dengan jumlah responden yaitu sebesar 23%. Banyaknya responden yang memiliki usia tersebut yaitu merupakan kelompok usia yang telah memiliki keluarga dan menjadi PKL merupakan salah satu pilihan untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi keluarganya. Kelompok usia terbanyak kedua adalah kurang dari 30 tahun yakni sebesar 21% kemudian disusul oleh kelompok usia lebih dari 50 tahun sebesar 17%.

2. Jenis Kelamin Responden

Diagram 4.2 : Jenis Kelamin Responden

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2017

Dari gambar di atas, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar para responden yaitu pedagang kaki lima di lingkungan alun-alun Kabupaten Gresik berjenis kelamin pria dengan jumlah responden sebesar 68%.

Banyaknya responden pria tersebut menunjukkan bahwa kelompok responden tersebut dengan rentang usia mayoritas antara 36 tahun hingga 40 tahun, dalam keluarga merupakan kepala rumah tangga sehingga menjadi PKL merupakan pilihan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi keluarganya.

68%

32%

Jenis Kelamin Responden

Pria Wanita

3. Tingkat Pendidikan Responden

Diagram 4.3 : Tingkat Pendidikan Responden

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2017

Berdasarkan pada grafik tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan terakhir yaitu SD dan SMP dimana masing-masing sebanyak 27 orang dan 22 orang dari total responden. Adapun pendidikan formal tertinggi adalah S1 yang berhasil ditamatkan oleh responden sebanyak 1 orang dari total responden.

Rendahnya tingkat pendidikan PKL ini dapat dipahami bahwa usaha di sektor informal ini memang tidak membutuhkan tingkat pendidikan yang tinggi. Sektor informal seperti PKL bersifat terbuka bagi siapa saja yang ingin berusaha di dalamnya tanpa harus dibutuhkan syarat-syarat ketat seperti halnya di sektor ekonomi formal. Dengan demikian, tingkat pendidikan yang rendah tidak menghalangi seseorang yang ingin menggeluti pekerjaan sebagai PKL.

37

4. Jenis Barang yang Dijual

Diagram 4.4 : Jenis Barang yang Dijual

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2017

Dari data pada grafik di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar responden menawarkan barang dagangannya yang berupa makanan dan minuman, dengan jumlah responden sebanyak 34responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa selama ini para pedagang kaki lima menjual barang dagangan yang dapat secara langsung dinikmati oleh konsumen dan merupakan kebutuhan utama manusia yakni makanan dan minuman dengan harapan cepat laku dalam jumlah yang banyak sehingga margin laba yang diperoleh juga lebih banyak.

Selain makanan dan minuman, produk yang banyak dijual oleh para PKL di alun-alun Kabupaten Gresik adalah mainan anak-anak. Sebanyak 14 PKL berjualan mainan anak-anak. Ada juga PKL yang menjual sepatu dan

sandal maupun pakaian masing-masing sebanyak 9 PKL dan 8 PKL.

Sisanya berjualan produk diluar kategori-kategori tersebut.

5. Sarana Usaha

PKL selalu berusaha mengatasi berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi. Salah satu diantaranya adalah mencukupkan berbagai sarana usaha yang dibutuhkan PKL dalam menjual barang dagangannya. Namun secara umum diketahui bahwa dalam menjual barang-barang dagangannya, PKL hanya menggunakan sarana usaha sangat sederhana dan relatif sama.

Memahami keterbatasannya itu, sarana usaha yang dimiliki oleh PKL dibagi dalam dua kelompok yaitu PKL yang berjualan dengan cara menetap pada satu tempat tertentu dan PKL yang berjualan dengan cara berkeliling.

Untuk PKL yang berkeliling, sarana usaha yang mereka gunakan seperti berjalan kaki, sepeda motor, atau rombong. Gambar dibawah ini menyajikan data responden yang terbagi antara PKL menetap dan PKL berkeliling sebagai berikut.

Diagram 4.5 : Sarana Usaha

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2017

Menetap 14%

Berkeliling 86%

Sarana Usaha

39

Gambar tersebut menyajikan data tentang cara-cara PKL dalam berjualan. Sebagian besar para responden menggunakan sarana usaha yang sifatnya bergerak. Sebesar 86% responden dari total responden berjualan dengan cara berkeliling baik dengan jalan kaki, mengendarai sepeda motor, atau dengan mendorong rombong. Sedangkan sisanya yaitu 14% responden berjualan dengan menggunakan sarana usaha yang menetap.

Para PKL yang berkeliling atau berjualan dengan menggunakan sarana usaha yang bergerak disebabkan oleh tiga alasan berikut: Pertama, PKL tersebut tidak memiliki tempat yang memadai untuk berjualan diseputaran lingkungan alun-alun Kabupaten Gresik. Kedua, PKL tersebut merupakan orang-orang luar yang menjadikan area alun-alun sebagai area tujuan berjualan. Ketiga, para PKL tersebut beranggapan bahwa dengan berkeliling mereka akan dapat memperluas area penjualannya sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan mereka. Dan para PKL yang menetap atau berjualan dengan sarana usaha yang tidak bergerak disebabkan karena modal yang mereka miliki lebih besar dari para PKL yang berkeliling atau berjualan dengan sarana usaha yang bergerak. Faktor tersebut memberikan dukungan atau jaminan bahwa sarana usaha yang memadai akan memberikan dukungan terkait dengan upaya memaksimalkan potensi yang dimiliki.

6. Anggota Keluarga yang Membantu Usaha

Usaha PKL bersifat terbuka dalam pengertian tidak hanya dilakukan secara sendiri tetapi juga dibantu oleh anggota keluarga. Bahkan pada umumnya usaha PKL melibatkan anggota-anggota keluarga sebab keterlibatan mereka dipandang memudahkan pekerjaan PKL. Gambar di

bawah ini menunjukkan jumlah anggota keluarga yang ikut terlibat dalam kegiatan PKL. Dari gambar tersebut, dapat diperoleh gambaran bahwa mayoritas responden melibatkan anggota keluarganya untuk usaha mereka.

Sebesar 26% PKL menyatakan bahwa dalam berjualan dirinya dibantu oleh satu anggota keluarganya. Sebesar 20% PKL dibantu oleh 2 orang anggota keluarganya dan sebesar 7% PKL dibantu oleh lebih dari dua orang anggota keluarganya ketika berjualan. Sisa responden sebesar 47% tidak dibantu anggota keluarga lain ketika sedang berjualan.

Diagram 4.6 : Anggota Keluarga yang Ikut Membantu

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2017

Banyaknya jumlah anggota keluarga yang ikut membantu merupakan salah satu upaya untuk memaksimalkan usaha yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Jadi dapat dikatakan bahwa banyaknya jumlah anggota keluarga yang ikut membantu secara langsung memberikan dorongan atau motivasi responden untuk bekerja atau menjadi

tidak dibantu 47%

1 orang 26%

2 orang 20%

>2 orang 7%

Anggota Keluarga yang Ikut Membantu

41

PKL. Namun bagi PKL yang tidak dibantu anggota keluarga ketika berjualan juga tidak menyurutkan semangatnya untuk bekerja. Alasan mereka tentang mengapa hanya berjualan sendiri di area alun-alun lebih dikarenakan anggota keluarga yang lain telah memiliki pekerjaan ditempat lain atau sedang bersekolah sehingga tidak memungkinkan untuk membantu kegiatan berjualan di area alun-alun.

7. Modal Usaha

Diagram 4.7 : Modal Usaha

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2017

Dalam berbisnis dibutuhkan modal yang mencukupi. Sekalipun tidak besar, modal yang cukup akan mempengaruhi kelancaran usaha. Demikian pula dengan PKL, meskipun umumnya tidak membutuhkan modal yang besar namun kecukupan modal tetap mempengaruhi kegiatan usaha mereka. Gambar diatas merupakan klasifikasi besaran modal yang digunakan PKL dalam usaha jualan.

< Rp.100.000

Mayoritas PKL di alun-alun Kabupaten Gresik memiliki modal usaha antara 110 ribu hingga 250 ribu saja yaitu sebesar 59% PKL. Dan tidak kurang dari 12% responden memiliki modal usaha dibawah 100 ribu.

Selebihnya responden memiliki modal usaha diatas 250 ribu hingga lebih dari 650 ribu. Banyaknya responden yang memiliki modal usaha kecil karena mayoritas barang dagangan mereka juga tidak membutuhkan modal besar seperti makanan dan minuman serta mainan anak-anak. Para PKL yang membutuhkan modal besar dikarenakan produk yang mereka jual juga membutuhkan modal lebih seperti sepatu, sandal dan pakaian.

8. Pendapatan Responden

Diagram 4.8 : Pendapatan PKL

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2017

Berprofesi sebagai PKL tentu tidak dapat mengharapkan penghasilan atau pendapatan yang tinggi. Sifat usahanya yang berskala sangat kecil menghasilkan tingkat keuntungan yang juga kecil. Berdasarkan pendapatan yang diperoleh setiap minggunya, menunjukkan bahwa setiap minggunya

< Rp.100.000

43

sebagian besar responden memperoleh pendapatan sebesar Rp. 110.000 hingga Rp. 250.000 dengan jumlah responden sebesar 64%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa selama ini dengan menjadi PKL dapat memberikan hasil yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Jumlah pendapatan tersebut merupakan pendapatan bersih atau sejumlah pendapatan yang telah dikurangi dengan sejumlah biaya yang digunakan untuk mendukung operasional usaha yang dilakukan. Sebesar 11% PKL memiliki pendapatan per minggu kurang dari 100 ribu namun tidak kurang dari 21% responden memiliki pendapatan bersih per minggu antara 260 ribu hingga 450 ribu.

9. Jarak Tempuh Lokasi

Diagram 4.9 : Jarak Tempuh Lokasi

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2017

Jarak yang ditempuh oleh para PKL dari tempat kediaman atau tempat mereka mengambil barang dagangan berbeda satu dengan yang lain.

Peneliti mencoba mengelompokkan jarak tempuh masing-masing PKL 0

menuju Alun-alun Kabupaten Gresik menjadi empat kelompok. Sebanyak 28 PKL merupakan warga atau masyarakat yang berlokasi disekitar alun-alun karena jarak tempuh mereka menuju lokasi berjualan kurang dari 500 meter.

Sebanyak 18 PKL menempuh jarak antara 500 meter hingga 2 kilometer menuju alun-alun. Kelompok ketiga adalah PKL yang menempuh jarak antara 2,5 kilometer hingga 5 kilometer yakni sebanyak 12 PKL dan terakhir yakni para PKL dengan jarak tempuh ke lokasi berjualan lebih dari 5 kilometer, sebanyak 8 PKL.

Dari jarak tempuh tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas pedagang kaki lima di area alun-alun Kabupaten Gresik merupakan masyarakat seputaran alun-alun tersebut karena banyaknya pedagang yang menempuh jarak kurang dari 2 kilometer yakni sebanyak 46 pedagang.

10. Status Kepemilikan Rumah

10. Status Kepemilikan Rumah

Dokumen terkait