• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Pedagang Kaki Lima di Alun-alun Kabupaten Gresik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS VARIABEL-VARIABEL YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Pedagang Kaki Lima di Alun-alun Kabupaten Gresik)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

i

MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN PEDAGANG KAKI LIMA

(Studi Kasus Pedagang Kaki Lima di Alun-alun Kabupaten Gresik)

SKRIPSI

Disusun oleh:

Anis Widyawati 115020101111014

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2017

(2)

ii

ANALYSIS OF VARIABLES THAT INFLUENCE THE INCOME OF STREET VENDORS

(Case Study On Street Vendors At Gresik District Square)

MINOR THESIS

Compiled by:

Anis Widyawati 115020101111014

Submitted in partial fulfillment of the requirements for the attainment of the degree of bachelor of economics

DEPARTEMENT OF ECONOMICS FACULTY OF ECONOMICS AND BUSINESS

UNIVERSITY OF BRAWIJAYA MALANG

2017

(3)

i

MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN PEDAGANG KAKI LIMA

(Studi Kasus Pedagang Kaki Lima di Alun-alun Kabupaten Gresik)

SKRIPSI

Disusun oleh:

Anis Widyawati 115020101111014

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2017

(4)

ii

(5)

iii

(6)

iv

(7)

v

Street Vendors (Case Study On Street Vendors At Gresik District Square). Minor Thesis, Departement Of Economics. Faculty Of Economics and Business. University Of Brawijaya Malang. Prof. Dr. M.

Pudjihardjo, SE., MS.

Kata Kunci: Capital Operations, Age, Old Business, Working Hours, Revenue Street Vendors

This study aimed to analyze the influence of operational capital, age variables, the working hours, business operational and against earnings street vendors the informal sector, with a case study of on street vendors at Gresik district square.

The data used are primary data. The analysis technique used is multiple linear regression analysis. This study uses calculation of SPSS 16

The Results of this study indicate that the operational capital, working hours , and a significant positive effect on revenues vendors informal sector in Gresik district square.While the variable age not influence significantly on revenues vendors informal sector in Gresik district square.

(8)

vi ABSTRAK

Widyawati, Anis. 2017. Analisis Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pedagang Kak Lima (Studi Kasus Pada Pedagang Kaki Lima Di Alun-Alun Kabupaten Gresik). Skripsi, Jurusan Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya Malang.

Prof. Dr. M. Pudjihardjo, SE., MS.

Kata Kunci: Modal, Usia, Pendidikan, Pendapatan, PKL, Wisata Belanja Tugu Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel modal operasional, umur, jam kerja, dan lama usaha terhadap pendapatan pedagang kaki lima sektor informal, dengan studi kasus di alun-alun Kabupaten Gresik.

Data yang digunakan adalah data primer. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Penelitian ini menggunakan perhitungan melalui SPSS 16.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel modal operasional, lama usaha jumlah, dan jam kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima sektor informal di alun-alun Kabupaten Gresik.

Sedangkan variabel umur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima sektor informal di alun-alun Kabupaten Gresik.

(9)

vii

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus Pada Pedagang Kaki Lima di Alun-Alun Kabupaten Gresik)”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Orang tua tercinta yang senantiasa memberikan dukungan, do’a, motivasi, dan segalanya dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. M. Pudjihardjo, SE., MS. Selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, mengarahkan, sabar dan bijaksana dalam memberikan bimbingan, banyak memberikan kritik yang membangun, saran, memberi semangat, dan nasehat bagi peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak David Kaluge, SE., MS., M. Ec. Dev., Ph. D selaku dosen penguji I yang telah memberikan kritik, saran, dan nasehat kepada peneliti.

4. Ibu Ajeng Kartika Galuh, SE., ME. selaku dosen penguji II yang telah memberikan kritik, saran, dan nasehat kepada peneliti.

(10)

viii

5. Bapak Drs. Nurkholis, SE., M.Buss(Acc)., Ak., Ph. D. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.

6. Bapak Dwi Budi Santoso, SE., MS., Ph. D. selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.

7. Bapak Putu Mahardika Adi S., SE, M.Si, MA, Ph.D. selaku selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.

8. Seluruh Dosen Pengajar Ilmu Ekonomi yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi peneliti.

9. Teman-teman mahasiswa angkatan 2011 yang telah banyak membantu penulis dan memberikan dukungannya dalam menyusun skripsi sampai selesai.

10. Keluarga azka, keluarga jazom, Rani, Gresia, dan Rika yang selalu memberikan do’a, bantuan, dan dukungan.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

Demikian kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Malang, 10 Agustus 2017

Peneliti

(11)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ..………... ii

LEMBAR PERSETUJUAN .………... iii

LEMBAR PERNYATAAN .…….………... iv

ABSTRACT .…...………... v

ABSTRAK ….…...………... vi

KATA PENGANTAR ...………... vii

DAFTAR ISI …...………... ix

DAFTAR GRAFIK …...………... xi

DAFTAR TABEL ..……..………... xii

DAFTAR GAMBAR ……...…..………... xii

DAFTAR DIAGRAM .…..………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...………... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori ... 9

2.1.1. Teori Biaya Produksi ... 9

2.1.2. Teori-Teori Ketenagakerjaan ... 10

2.1.3. Sektor Informal ... 12

2.1.4. Pedagang Kaki Lima ... 13

2.1.5. Pendapatan ... 14

2.1.6. Modal ... 15

2.1.7. Usia ... 16

2.1.8. Lama Usaha ... 16

2.1.9. Jam Kerja ... 16

2.2. Penelitian Terdahulu ... 17

2.3. Kerangka Pikir ... 19

2.4. Hipotesis Penelitian ... 20

(12)

x

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian ... 22

3.2. Lokasi Penelitian ... 22

3.3. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 23

3.4. Populasi dan Sampel ... 23

3.5. Jenis Data dan Suber Data ... 25

3.6. Metode Pengumpulan Data ... 25

3.7. Metode Analisis Data ... 26

3.7.1. Uji Asumsi Klasik ... 27

3.7.1.1. Uji Autokorelasi ... 27

3.7.1.2. Uji Multikolinearitas ... 27

3.7.1.3. Uji Normalitas ... 28

3.7.1.4. Uji Heteroskedastisitas ... 28

3.7.2. Analisis Regresi Linear Berganda ... 28

3.7.3. Uji Statistik... 29

3.7.3.1. Uji F (Simultan) ... 29

3.7.3.2. Koefisien Dterminasi (R2) ... 29

3.7.3.3. Uji t (Parsial) ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 31

4.2. Karakteristik Responden ... 34

4.3. Analisis Pengaruh Modal Kerja, Usia, Lama Usaha dan Jam Kerja terhadap Pendapatan Pedagang Kaki Lima………...47

4.3.1. Uji Asumsi Klasik ... 47

4.3.2. Analisis Regresi Linear Berganda ... 51

4.3.3. Uji Hipotesis ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 60

5.2. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA………. 63

LAMPIRAN ……….... 65

(13)

xi

Grafik Judul Hal.

Grafik 1.1 Persentase Penduduk Bekerja Formal/Informal, 2015-2016 ... 1

(14)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal.

Tabel 1.1 Persentase Status Bekerja Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas

Kabupaten Gresik 2013-2015 ... 5

Tabel 4.1 Hasil Uji Autokorelasi ... 48

Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinearitas ... 49

Tabel 4.3 Hasil Regresi Linear Berganda ... 52

Tabel 4.4 Hasil Regresi Uji F ... 54

Tabel 4.5 Hasil Koefisien Determinasi ( ) ... 54

Tabel 4.6 Hasil Regresi Uji t ... 55

(15)

xiii

Gambar Judul Hal.

Gambar 2.1 Penyediaan dan Permintaan Tenaga Kerja ... 11

Gambar 2.2 Kurva TR dan TC (Pendekatan Totalitas) ... 15

Gambar 2.3 Skema Kerangka Pikir ... 20

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Gresik ... 32

Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas ... 50

Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Scatterplot ... 51

(16)

xiv

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Judul Hal.

Diagram 4.1 Usia Responden ... 34

Diagram 4.2 Jenis Kelamin Responden ... 35

Diagram 4.3 Tingkat pendidikan Responden ... 36

Diagram 4.4 Jenis Barang yang Dijual ... 37

Diagram 4.5 Sarana Usaha ... 38

Diagram 4.6 Anggota Keluarga yang Ikut Membantu ... 41

Diagram 4.7 Modal Usaha ... 41

Diagram 4.8 Pendapatan Responden ... 42

Diagram 4.9 Jarak Tempuh Lokasi ... 43

Diagram 4.10 Status Kepemilikan Rumah ... 44

Diagram 4.11 Lama Bekerja Dalam Satu Hari ... 45

Diagram 4.12 Lama usaha ... 46

(17)

xv

Lampiran Judul Hal.

Lampiran 1 Kuesioner ... 68

Lampiran 2 Dokumentasi Lapangan ... 71

Lampiran 3 Data Kuesioner Responden ... 72

Lampiran 4 Hasil Olah Data ……….. 74

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor informal merupakan bagian penting dari kehidupan ekonomi disebagian besar negara berkembang seperti Indonesia. Di negara yang tingkat pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang tinggi, ekonomi informal cenderung tumbuh untuk menyerap sebagian besar tenaga kerja.

Grafik 1.1: Persentase Penduduk Bekerja Formal/Informal, 2015-2016

Sumber: Sakernas (2016)

Grafik 1.1 menjelaskan bahwa dari 118,41 juta orang yang bekerja, sebanyak 50,80 persen merupakan penduduk yang bekerja di sektor informal (60,15 juta orang). Sedangkan persentase sektor formal pada Agustus 2016 sebesar 49,20 persen. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan sektor formal

Informal Formal

Agustus 2016 Februari

2016 Agustus

2015

(19)

dalam menyerap tenaga kerja, sehingga banyak angkatan kerja memilih terjun kesektor informal.

Menurut Todaro (2000) karakteristik sektor informal adalah sangat bervariasi dalam bidang kegiatan produksi barang dan jasa berskala kecil, unit produksi yang dimiliki secara perorangan atau kelompok, banyak menggunakan tenaga kerja (padat karya), dan teknologi yang dipakai relatif sederhana, para pekerjanya sendiri biasanya tidak memiliki pendidikan formal, umumnya tidak memiliki keterampilan dan modal kerja. Oleh sebab itu produktivitas dan pendapatan mereka cenderung rendah dibandingkan dengan kegiatan bisnis yang dilakukan di sektor formal. Pendapatan pekerja informal tidak seperti pendapatan pekerja formal yang tetap dan teratur setiap bulannya.

Timbulnya sektor informal di kota merupakan akibat dari adanya ketimpangan dalam pasar tenaga kerja dan bagi angkatan kerja yang tidak tertampung di sektor formal mereka dihadapkan pada masalah untuk memenuhi kebutuhan hidup terpaksa harus berpartisipasi di sektor informal. Seperti yang ditunjukkan grafik 1.1 bahwa 50 persen penduduk Indonesia terjun ke sektor informal.

Pedagang sektor informal adalah orang yang bermodal relatif sedikit yang berusaha di bidang produksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang mana usaha tersebut dilaksanakan di tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal. Umumnya pekerja sektor informal berada di daerah perkotaan yang sebagian besar didominasi oleh pedagang kaki lima (PKL).

PKL di Indonesia bisa dikatakan sudah sangat banyak dan hampir tersebar di seluruh sudut kota. Salah satu masalah yang paling sering muncul dari kegiatan pedagang kaki lima adalah mereka sering sekali dikonotasikan sebagai

(20)

3

penyebab dari masalah ketidaktertiban di perkotaan. Penggunaan tata ruang yang tidak tertib oleh pedagang kaki lima menyebabkan mereka selalu menjadi sasaran aparat dalam ketertiban jalan raya atau fasilitas umum lainnya. Hampir di setiap jalur hijau dapat ditemukan pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima bukannya ingin membuat kotor jalanan kota atau menentang pemerintah akan tetapi kota merupakan pusat keramaian yang mana mereka bisa mendapatkan penjualan yang tinggi sehingga menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga maupun individu.

Penggusuran menjadi hal biasa yang dialami oleh para PKL. Penggusuran yang sering dialami oleh para PKL tidak membuat mereka jera dan bahkan selalu bertambah. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa bertahannya para PKL di suatu kawasan karena mereka mempunyai alasan-alasan tersendiri yaitu tempatnya ramai sehingga banyak pembeli, kondisinya lebih menguntungkan, banyak teman yang berjualan ditempat ini, pernah berjualan ditempat lain tapi sering ditangkap juga, belum ada tempat yang lebih strategis atau seramai dibanding tempat yang sekarang ini, dan dekat dengan tempat tinggal. Lokasi merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam memasuki sektor informal, misalnya berdagang. Untuk itu, perlu adanya ketegasan di mana tempat pedagang kaki lima boleh berdagang. Selama ini, PKL berada dimana-mana terutama memenuhi jalur pedestrian yang seolah-olah dibebaskan padahal hal tersebut melanggar hak para pejalan kaki. Hal tersebut sebagai akibat kurangnya kontrol dari pemerintah daerah terhadap penggunaan dan batas yang jelas mengenai lokasi yang dapat dimanfaatkan oleh para PKL.

Untuk menghadapi berbagai tekanan yang dilakukan pemerintah yang dirasakan sangat membatasi ruang geraknya para PKL mempunyai beberapa teknik atau strategi yang sengaja mereka kembangkan untuk menghadapi dominasi tersebut. Hal itu mereka wujudkan dalam bentuk resistensi. Dalam

(21)

melakukan resistensi sektor informal terlihat pada posisi yang menang, terbukti meskipun setiap hari sektor informal selalu ditertibkan, jumlah mereka bukan berkurang, bahkan malah bertambah. Sektor informal mempunyai strategi resistensi sebagaimana strategi yang telah digunakan Amerika Serikat terhadap serangan musuh. Ada lima sarana yang semuanya saling mendukung satu sama lain, yaitu (1) Financial ware, yaitu kemampuan keuangan untuk menyogok petugas, lurah dan camat agar tidak bersikap represif dan mau membocorkan setiap akan terjadi obrakan. (2) Consciousness ware, yaitu kesadaran sector informal untuk melakukan resistensi. Kesadaran ini menciptakan rasa percaya diri sektor informal yang tinggi sehingga mereka berani melakukan resistensi. (3) Organization ware, yaitu menggunakan sarana organisasi sektor informal yang kuat. Terbukti banyak sekali paguyuban sektor informal yang telah berdiri dan mereka tidak hanya menggunakan organisasi formal sebagai payung, tetapi juga organisasi bawah tanah. (4) Social ware, yaitu menggalang kekompakan social antara sektor informal yang satu dengan yang lain yang senasib sepenanggungan. (5) Hardware, disini sektor informal menggunakan perangkat keras berupa senjata yang digunakan bukan yang sesungguhnya tetapi menggunakan senjata main kucing-kucingan (Alisjahbana 2005: 142-143 dalam Rahayu 2010).

Jawa Timur merupakan propinsi terbesar ke 2 di Indonesia berdasarkan data BPS (2016) bahwa Jumlah penduduk di Indonesia tahun 2011 sampai 2015 semakin bertambah. Pada tahun 2015 jumlah penduduk tercatat 277.962,2 ribu jiwa atau naik 10,23 persen dari tahun 2014. Provinsi yang memiliki jumlah penduduk terbanyak pada tahun 2015 adalah Provinsi Jawa Barat dengan 46.709,6 ribu jiwa diikuti Jawa Timur 38.847,6 ribu dan Jawa Tengah 33.774,1 ribu jiwa. Sedangkan provinsi dengan penduduk paling sedikit adalah Provinsi Papua Barat dengan 871,5 ribu jiwa.

(22)

5

Provinsi Jawa Timur terdiri dari 38 Kabupaten/Kota. Namun dalam penelitian ini memilih Kabupaten Gresik karena dikenal sebagai salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Beberapa industri di Gresik antara lain Semen Gresik, Petrokimia Gresik, Nippon Paint, BHS-Tex, Industri Perkayuan/ Plywood dan Maspion. Selain itu perekonomian kabupaten gresik dalam sektor industri banyak ditopang dari sektor wiraswasta. Salah satunya yaitu industri songkok, pengrajin tas, pengrajin perhiasan emas & perak, Industri garment (konveksi).

Sektor informal berperan penting dalam mengurangi tingkat pengangguran karena sebagian besar pelaku sektor informal menciptakan lapangan kerja sendiri. Berdasarkan data BPS Jawa Timur (2016) menunjukkan bahwa penduduk yang tidak bekerja dari tahun 2013-2015 mengalami fluktuatif namun cenderung meningkat. Sedangkan persentase sektor informal dari tahun 2013- 2016 fluktuatif cenderung menurun, namun masih terbilang tinggi daripada penduduk yang bekerja di sektor formal yang setiap tahunnya mengalami penurunan seperti ditunjukkan pada tabel 1.1. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan sektor formal dalam menyerap tenaga kerja, sehingga banyak angkatan kerja yang tidak bekerja dan sebagian memilih terjun pada sektor informal.

Tabel 1.1: Persentase Status Bekerja Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Kabupaten Gresik 2013-2015

TAHUN 2013 2014 2015

Tidak Bekerja 40,24 38,84 46,91

Bekerja di Sektor Informal 39,40 41,36 35,21

Bekerja di Sektor Formal 20,36 19,79 17,88

Total 100% 100% 100%

Sumber: BPS Jawa Timur (2016). Diolah oleh peneliti

(23)

Krisis yang menghantam bangunan ekonomi Indonesia mengakibatkan jumlah pengangguran mencapai titik kritis. Hal ini terjadi karena selama krisis berlangsung para pekerja sektor kontruksi, perdagangan, industri dan keuangan banyak yang mengalami PHK atau tidak bisa bekerja lagi karena perusahaan mengalami kebangkrutan.

Gresik merupakan kota industri dengan tingkat populasi yang tinggi.

Banyaknya penduduk yang mayoritas adalah pekerja sektor formal baik dari dalam kota atau luar kota menjadikan Gresik salah satu kota yang berpotensi untuk dijadikan lokasi perdagangan. Salah satu lokasi yang berpotensi besar untuk dijadikan lokasi perdagangan adalah alun-alun yang merupakan pusat kota dan lokasi yang sering dikujungi oleh banyak orang. Sektor usaha informal yang dominan di sekitar alun-alun adalah pedagang kaki lima. Sebagian besar para pedagang kaki lima ini bergerak di bidang kuliner.

Seperti halnya di kota-kota besar diseluruh Indonesia, di Gresik sektor informal juga ikut memegang peranan penting dalam penyediaan lapangan kerja.

Keberadaan dan kelangsungan sektor informal dalam sistem ekonomi bukanlah gejala negatif namun lebih pada realitas ekonomi kerakyatan yang berperan penting dalam pengembangan masyarakat.

Prospek sektor informal terus berlangsung disertai dengan bertambahnya para pedagang maupun penambahan tenaga kerja yang masuk ke sektor tersebut, pendapatan merupakan hasil akhir yang ingin dicapai oleh setiap pelaku usaha termasuk pedagang kaki lima sektor informal. hal ini mengindikasi bahwa perlunya dilakukan studi yang mendalam mengenai perkembangan prospek dan faktor-faktor apa saja yang bisa mempengaruhi pendapatan para pedagang kaki lima di kabupaten Gresik.

Modal kerja merupakan salah satu faktor penting karena modal yang ada akan mempengaruhi berapa banyak jumlah barang atau produk yang bisa

(24)

7

diperoleh atau diproduksi untuk diperjual-belikan sehingga bisa meningkatkan pendapatan. Usia seseorang menggambarkan tingkat produktifitas sehingga dapat mempengaruhi pendapatan PKL.

Faktor jam kerja merupakan indikator yang penting untuk mengukur antara underemployment dan produktivitas tenaga kerja serta menetukan jumlah barang yang ditawarkan yang dapat berpengaruh positif terhadap pendapatan. Faktor lama usaha merupakan penentu keterampilan dan pengalaman yang akan berdampak positif terhadap kemampuan kerja seseorang.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka ditarik masalah untuk meneliti variabel-variabel yang mempengaruhi pendapatan sektor informal dengan judul “Analisis Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus Pedagang Kaki Lima di Alun-Alun Kabupaten Gresik)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah yaitu bagaimana pengaruh modal kerja, usia, lama usaha, dan jam kerja terhadap pendapatan Pedagang Kaki Lima di Alun-Alun Kabupaten Gresik?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh modal kerja, usia, lama usaha, dan jam kerja terhadap pendapatan Pedagang Kaki Lima di Alun-Alun Kabupaten Gresik.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang dapat digolongkan ke dalam beberapa aspek yaitu:

(25)

1. Aspek Akademis

Hasil penelitian ini sebagai sumbangan pemikiran mengenai penyelesaian permasalahan tenaga kerja informal, dan memberikan informasi untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.

2. Aspek Praktis

a. Bagi Pemerintah

Hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan tenaga kerja sektor informal.

b. Bagi Peneliti Lain

Hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi pengembangan peneliti selanjutnya dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ekonomi sumber daya manusia.

(26)

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teori

2.1.1 Teori Biaya Produksi

Biaya produksi dapat didefinisikan sebagai semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang yang diproduksi perusahaan. Biaya produksi sendiri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Biaya eksplisit

Pengeluaran-pengeluaran perusahaan yang berupa pembayaran dengan uang untuk mendapatkan faktor-faktor produksi dan bahan mentah yang dibutuhkan.

b. Biaya tersembunyi

Taksiran pengeluaran terhadap faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan itu sendiri. Pengeluaran yang tergolong sebagai biaya tersembunyi adalah pembayaran untuk keahlian keusahawanan produsen tersebut, modalnya sendiri digunakan dalam perusahaan dan bangunan perusahaan yang dimilikinya (Sukirno, 2005:208).

Didalam suatu usaha berdagang jenis PKL, biasanya menyebut biaya produksi dengan sebutan modal dalam kegiatan usaha mereka sehari-hari.

Modal atau biaya merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah, maupun besar. Modal memiliki hubungan yang positif bagi bertambahnya pendapatan pedagang, dimana modal yang besar akan berpengaruh terhadap meningkatnya kapasitas produksi dan besarnya skala usaha sehingga dapat berpengaruh pada jumlah pendapatan.

(27)

2.1.2 Teori-Teori Ketenagakerjaan

Sebagian besar manusia menyadari bahwa, tenaga kerja memiliki peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dalam mencapai tujuan pembangunan. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi selain tanah, modal dan kecakapan tata laksana. Peranan faktor produksi tenaga kerja sangat penting dan merupakan unsur-unsur yang harus bekerja demi terlaksananya proses produksi.

Menurut Undang-undang RI pasal 13 tahun 2003 dan peraturan pemerintah RI pasal 15 tahun 2007, bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Batas usia kerja mulai 15 tahun hingga 64 tahun, dan dikelompokkan kedalam angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

Termasuk dalam kelompok angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang bekerja atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Penduduk yang sedang menyiapkan usaha, sudah memiliki pekerjaan tetapi belum dimulai, atau angkatan kerja juga bisa disebut sebagai penduduk yang aktif dalam ekonomi.

Sedangkan yang termasuk dalam kelompok bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk usia kerja yang tidak bekerja dan tidak mempunyai pekerjaan, yaitu orang-orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar/mahasiswa), mengurus rumah tangga (ibu-ibu yang bukan wanita karir), serta penerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung dari jasa kerjanya (pensiun/penderita cacat). Mereka yang tergolong bukan angkatan kerja ini tidak aktif dalam kegiatan ekonomi atau kegiatan yang dilakukan tidak berpengaruh terhadap keadaan ekonomi.

(28)

11

Dalam Ekonomi Neoklasik diasumsikan bahwa penyediaan atau penawaran tenaga kerja akan bertambah bila tingkat upah bertambah, yang mana digambarkan pada garis S (suplay).

Gambar 2.1 : Penyediaan dan Permintaan Tenaga Kerja

Sumber: Simanjuntak, 2001

Dengan asumsi bahwa semua pihak mempunyai informasi yang lengkap mengenai pasar kerja, maka teori neoklasik beranggapan bahwa jumlah penyediaan tenaga kerja akan selalu sama dengan permintaan (Le dalam gambar 2.1) keadaan dimana penyediaan tenaga kerja sama dengan permintaan dinamakan titik ekuilibrium (titik E). Dalam hal penyediaan tenaga kerja sama dengan permintaan, atau dapat dikatakan tidak terjadi pengangguran. Dalam hal yang terjadi di kenyataan sebenarnya, titik ekulibrium tidak pernah tercapai karena informasi memang tidak pernah sempurna dan hambatan-hambatan institusional yang akan selalu ada. Dan yang terjadi bahwa upah yang berlaku (Wi) pada umumnya lebih besar dari upah ekuilibrium (We). Pada tingkat upah Wi, jumlah penyediaan tenaga kerja adalah Ls dan untuk permintaannya hanya sebesar Ld. Selisih antara Ls dan Ld merupakan jumlah penganggur (Simanjuntak, 2001).

Upah (harga tenaga

kerja)

Wi We

0 Jumlah

tenaga kerja S

D E

Ld Le

(29)

2.1.3 Sektor Informal

Sektor informal merupakan kegiatan sektor ekonomi yang dapat menampung tenaga kerja paling besar. Negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk atau urbanisasi yang tinggi, ekonomi sektor informal cenderung tumbuh untuk menyerap sebagian besar tenaga kerja seperti Indonesia.

Pedagang sektor informal adalah orang yang bermodal relatif sedikit yang berusaha dibidang produksi barang atau jasa yang pembentukan dan operasionalnya tidak melalui perizinan atau aturan tertentu. Umumnya pekerja sektor informal berada di daerah yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal, semisal di perkotaan yang sebagian besar didominasi oleh pedagang kaki lima.

Menurut Todaro (2000) karakteristik sektor informal adalah sangat bervariasi dalam bidang kegiatan produksi barang dan jasa berskala kecil, unit produksi yang dimiliki secara perorangan atau kelompok, banyak menggunakan tenaga kerja (padat karya), dan teknologi yang dipakai relatif sederhana, para pekerjanya sendiri biasanya tidak memiliki pendidikan formal, umumnya tidak memiliki keterampilan dan modal kerja. Oleh sebab itu produktivitas dan pendapatan mereka cenderung rendah dibandingkan dengan kegiatan bisnis yang dilakukan di sektor formal. Pendapatan pekerja informal tidak seperti pendapatan pekerja formal yang tetap dan teratur setiap bulannya.

Menurut Hidayat (1978) dari segi karakteristiknya sektor informal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut, yaitu:

1. Kegiatan usaha yang tidak terorganisir secara baik, karena timbulnya unit usaha tidak menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor formal;

2. Pada umumnya tidak mempunyai izin;

3. Pola kegiatan usaha tidak teratur, baik dalam arti lokasi maupun jam kerja;

4. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini,

(30)

13

5. Satuan usaha yang mudah keluar dan masuk dari sub sektor yang satu ke sub sektor yang lainnya;

6. Teknologi yang dipakai masih bersifat sangat sederhana;

7. Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga skala operasinya juga kecil;

8. Pendidikan yang diperlukan untuk menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal karena pendidikannya diperoleh dari pengalaman sambil bekerja;

9. Pada umumnya satuan usaha termasuk dalam golongan one man enterprises dan kalau mengerjakan buruh biasanya berasal dari keluarga;

10. Sumber dan modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan yang tidak resmi;

11. Hasil produksi atas jasa tertentu dikonsumsi oleh golongan masyarakat kota/desa yang berpenghasilan menengah ke bawah.

2.1.4 Pedagang Kaki Lima

Pedagang kaki lima pada umumnya mayoritas hanya terdiri dari satu tenaga kerja. Modal yang dimiliki relatif tidak terlalu besar, dan terbagi atas modal tetap, berupa peralatan, dan modal kerja. Dana tersebut jarang sekali dipenuhi dari lembaga keuangan resmi, atau dari supplier yang memasok barang dagangan.

Sedangkan sumber dana yang berasal dari tabungan sendiri sangat sedikit. Ini berarti hanya sedikit dari mereka yang dapat menyisihkan hasil usahanya, dikarenakan rendahnya tingkat keuntungan dan cara pengelolaan uang, sehingga kemungkinan untuk mengadakan investasi modal maupun ekspansi usaha sangat kecil (Hidayat, 1978).

Beberapa faktor yang bisa menjadi sebab pertumbuhan PKL adalah;

pertama terbatasnya kesempatan pekerjaan formal dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Mereka kemudian mencoba dan mencari pekerjaan lain yang memungkinkan mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup. Usaha model PKL sering menjadi alternatif bagi mereka yang mengalami kondisi PHK. Kedua, terjadinya kosentrasi sentra aktifitas ekonomi, yang pada akhirnya memunculkan tempat-tempat strategis yang menjadi lahan potensial bagi PKL. Ketiga, perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi). Umumnya lapangan kerja

(31)

di desa, dan pekerjaan yang ada sama sekali tidak menjanjikan dan tidak akan diminati.

2.1.5 Pendapatan

Pendapatan bagi sejumlah pelaku adalah uang yang diterima dari pelanggan sebagai hasil penjualan barang atau jasa. Penjualan timbul karena terjadi transaksi jual-beli barang antara penjual dan pembeli. Tidak peduli apakah transaksi tersebut dilakukan dengan pembayaran secara tunai, kredit, atau sebagian tunai atau sebagian kredit. Selama barang sudah diserahkan oleh pihak penjual kepada pihak pembeli, hasil penjualan tersebut sudah termasuk sebagai pendapatan. Kemudian pendapatan tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kelangsungan hidup usaha perdagangannya.

Dalam lingkup PKL biasanya hanya ada pendapatan berupa uang dimana pendapatan tersebut merupakan hasil bersih dari usahanya atau laba dan dihitung setiap hari (per hari). Laba tersebut yang dinamakan pendapatan bagi seorang yang bekerja sebagai PKL.

Pendapatan total atau total revenue adalah sama dengan jumlah unit output yang terjual (Q) dikalikan harga per unit (P), dimana dapat disederhanakan menjadi, TR = P.Q dan untuk biaya total atau total cost (TC) adalah sama dengan biaya tetap (FC) ditambah biaya variabel (VC), atau TC = FC +VC.

Dalam pendekatan totalitas yang membandingkan pendapatan total (TR) dan biaya total (TC) sehingga biaya variabel per unit output dianggap konstan, sehingga biaya variabel adalah jumlah unit output (Q) dikalikan biaya variabel per unit. Jika biaya variabel per unit adalah v, maka VC = v.Q, sehingga persamaan tersebut dapat dipresentasikan dalam bentuk kurva berikut:

(32)

15

Gambar 2.2: Kurva TR dan TC (Pendekatan Totalitas) Π = PQ – (FC +vQ)

Sumber: Rahardja, 2004

2.1.6 Modal

Modal atau biaya adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar (Tambunan, 2002).

Modal memiliki hubungan positif bagi bertambahnya pendapatan pedagang, dimana modal yang besar akan berpengaruh terhadap meningkatnya kapasitas produksi dan besarnya skala usaha. Tersedianya bahan baku dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan akan memperlancar produksi yang pada akhirnya akan meningkatkan jumlah produksi serta dapat berpengaruh pada jumlah pendapatan usaha yang diperoleh.

Toni (2016) dalam penelitiannya menjelaskan modal usaha mempengaruhi jumlah pendapatan para PKL, dari hasil tersebut menunjukkan bahwa besar kecilnya modal yang digunakan maka akan menentukan jumlah pendapatan yang akan diperoleh. Modal usaha yang digunakan PKL secara langsung menentukan jumlah persediaan barang atau produk yang akan dijual, semakin besarnya modal maka semakin banyak pula barang dagangan yang akan dijual

P

TR=TC

TC= FC+VC TR=PQ

VC = VQ Titik impas

(BEP)

FC

0 Q* Q

(33)

sehingga dapat memberikan dampak terhadap peningkatan jumlah pendapatan PKL.

2.1.7 Usia

Usia seseorang menggambarkan tingkat produktifitas sehingga dapat mempengaruhi pendapatan PKL. Miller dan Meiners (2000) menyatakan bahwa

“pendapatan meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan masa kerja seseorang; lewat dari batas itu, pertambahan usia akan di iringi dengan penurunan pendapatan. Batas titik puncak diperkirakan ada pada usia empat puluh lima hingga lima puluh lima tahun”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hariningsih dan Simatupang (2008) menyimpulkan adanya pengaruh positif hubungan umur dengan tingkat pendapatan yang diperoleh.

2.1.8 Lama Usaha

Lamanya seorang pelaku usaha atau bisnis menekuni bidang usahanya akan mempengaruhi produktivitasnya (kemampuan/ keahliannya), sehingga dapat menambah efisiensi dan mampu menekan biaya produksi lebih kecil dari pada hasil penjualan. Keahlian keusahawaan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengorganisasikan dan menggunakan faktor-faktor lain dalam kegiatan memproduksi barang dan jasa yang diperlukan masyarakat (Sukirno, 2005:7).

Lama usaha akan menentukan keterampilan dalam melaksanakan suatu tugas tertentu. Lama Usaha dan pengalaman setiap individu dapat berdampak positif terhadap kemampuan kerja seseorang, Rusmanhadi (2013).

2.1.9 Jam Kerja

Jam kerja dalam penelitian ini adalah jumlah atau lamanya waktu yang dipergunakan untuk berdagang atau membuka usaha mereka untuk melayani konsumen setiap harinya. Semakin lama jam kerja yang digunakan pedagang

(34)

17

untuk menjalankan usahanya, berdasarkan jumlah barang yang ditawarkan, maka semakin besar peluang untuk mendapatkan tambahan penghasilan.

Hasil Penelitian Hariningsih dan Simatupang (2008) membuktikan adanya hubungan langsung antara jam kerja dengan tingkat pendapatan. Penentuan jam kerja dalam memasarkan barang dagangan berpengaruh terhadap pendapatan bersih yang akan diterima. Pedagang kaki lima harus menetapkan jam kerja yang tepat sesuai dengan karakteristik produk mereka agar dapat menjual barang dagangannya.

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan Hariningsih dan Simatupang (2008) yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Pedagang Eceran Studi Kasus: Pedagang Kaki Lima Di Kota Yogyakarta”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemberdayaan sektor informal, yang berkaitan dengan studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pedagang kaki lima. Dimana variabel independen: usia, status perkawinan, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan, jam kerja, pengalaman pengeceran sebelum mandiri, pengalaman pada posisi sekarang, tingkat persediaan, ukuran tempat.

Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Adapun hasil penelitian adalah variabel usia, tingkat pendidikan, jumlah jam kerja, pengalaman pengeceran sebelum mandiri, pengalaman pada posisi sekarang, tingkat persediaan berpengaruh terhadap pendapatan bersih pedagang kaki lima.

(35)

2. Penelitian yang dilakukan Suradi (2013) yang berjudul “Analisis Differensiasi Pendapatan Sektor Informal di Jalan Jawa Kabupaten Jember”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari variabel tingkat pendidikan, variabel jumlah jam kerja, variabel lama usaha, variabel keragaman menu, terhadap pendapatan sektor informal di jalan jawa Kabupaten Jember. Dalam penelitian ini menggunakan metode explanatory dengan menggunakan regresi linear berganda. Adapun hasil penelitian adalah variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima, sedangkan variabel jumlah jam kerja, lama usaha, keragaman menu berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima di jalan jawa Kabupaten Jember.

3. Penelitian yang dilakukan Pamungkas yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Kaki Lima Kota Malang (Studi Kasus Pedagang Kaki Lima di Wisata Belanja Tugu Kota Malang)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari variabel modal, variabel usia, dan variabel tingkat pendidikan, terhadap pendapatan pedagang kaki lima di Wisata Balanja Tugu Kota Malang.

Metode analisis data menggunakan persamaan ordinary least squre (OLS) dengan menggunakan regresi linear berganda. Adapun hasil penelitian adalah variabel modal, usia, dan tingkat pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima di Wisata Belanja Tugu Kota Malang.

4. Penelitian yang dilakukan Sinaga (2013) yang berjudul “Analisis Tenaga Kerja Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Tenaga Kerja di Kota Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi modal usaha, upah tenaga kerja, tingkat pendidikan, dan

(36)

19

pengalaman usaha pada sektor informal di Kota Medan, dan mengetahui bagaimana secara parsial pengaruh modal kerja, upah, tingkat pendidikan, dan pengalaman usaha tenaga kerja informal terhadap permasalahan tenaga kerja pada sektor informal di Kota Medan. Dalam penelitian menggunakan metode kuantitatif mengunakan Eviews 4.1. Kesimpulan yang diperoleh adalah variabel modal, usaha, Upah, Pendidikan, dan Pengalaman Usaha berpengaruh terhadap permasalahan tenaga kerja.

2.3 Kerangka Pikir

Pendapatan merupakan hasil akhir yang ingin dicapai oleh setiap pelaku usaha termasuk pedagang kaki lima sektor informal, dalam penelitian ini pendapatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor umur, dapat menggambarkan produktivitas sehingga mempengaruhi pendapatannya, faktor modal operasional, dimana modal yang bertambah besar akan mampu meningkatkan kapasitas dan skala produksi yang berkaitan bagi bertambahnya pendapatan. Selanjutnya faktor lama usaha, produktivitas pedagang juga menentukan bagi bertambahnya pendapatan yang mereka terima, salah satunya melalui lamanya usaha yang mereka jalankan, kemudian faktor jumlah jam kerja, dipengaruhi oleh besaran jumlah produk yang ditawarkan.

Kerangka penelitian dalam masalah pengaruh pendapatan pedagang kaki lima sektor informal terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Gresik.

(37)

Gambar 2.3: Skema Kerangka Pikir

Keterangan: Parsial

Dapat diketahui bahwa kerangka pemikiran menggambarkan modal, usia, lama usaha, dan jam kerja sebagai variabel bebas dan keempat variabel tersebut diasumsikan memiliki pengaruh terhadap pendapatan pedagang kaki lima (Y).

2.4 Hipotesis penelitian

Berdasarkan landasan teori dan tinjauan penelitian sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Diduga variabel modal operasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima sektor informal di alun-alun Kabupaten Gresik.

2. Diduga variabel umur berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima sektor informal di alun-alun Kabupaten Gresik.

3. Diduga variabel lama usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima sektor informal di alun-alun Kabupaten Gresik.

MODAL (X1)

USIA (X2)

LAMA USAHA (X3)

JAM KERJA (X4)

PENDAPATAN PKL (Y)

H1

H2 H3

H4

(38)

21

4. Diduga variabel jumlah jam kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima sektor informal di alun-alun Kabupaten Gresik.

(39)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh modal, usia, lama usaha, dan jam kerja terhadap tingkat pendapatan pedagang kaki lima, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

Metode penelitian deskriptif menurut Sugiyono (2011:13) adalah “penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain”.

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus yang memusatkan suatu kasus secara mendetail. Studi kasus menurut Maxfield yang dikutip oleh Nazir (2005:57) adalah “penelitian tentang subjek penelitian yang berkenaan dengan fase spesifik dan khas dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat”. Sedangkan untuk menganalisis permasalahan menggunakan metode deskriptif kuantitatif, yaitu hasil penelitian beserta analisisnya yang menggunakan metode kuantitatif diuraikan dalam suatu tulisan ilmiah yang berbentuk narasi.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di alun-alun Kabupaten Gresik yang beralamatkan di JL. K. H. Wahid Hasyim Kabupaten Gresik. Peneliti memilih alun-alun Kabupaten Gresik karena pada wilayah tersebut banyak terdapat PKL dengan jenis dagangan yang bervariasi.

(40)

23

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel adalah obyek penelitian, atau permasalahan yang dipecahkan dalam sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat dan variabel bebas. Definisi operasional variabel merupakan penjelasan dari masing-masing variabel dependen (terikat) dan variabel independen (bebas), yaitu:

1. Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah pendapatan (Y), pendapatan yang dimaksud adalah penghasilan dari usaha berupa uang yang diterima per harinya oleh pedagang kaki lima di alun-alun Kabupaten Gresik dinyatakan dalam satuan rupiah.

2. Variabel independen (bebas) dalam penelitihan ini terdiri dari:

a. Modal (X1), yaitu modal atau biaya yang digunakan dalam konteks ini adalah biaya variabel dan biaya tetap, yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan produksi sehari-hari yang selalu berputar. Biaya-biaya ini dinyatakan dalam bentuk rupiah yang dikeluarkan pedagang setiap hari.

b. Usia (X2), yaitu berapa usia pedagang kaki lima yang dinyatakan dalam satuan tahun.

c. Lama usaha (X3), yaitu berapa lama pedagang dalam berkarya pada usaha berdagang yang sedang dijalani saat ini. Lama usaha diukur dengan satuan bulan.

d. Jam kerja (X4), yaitu rentang waktu lamanya seseorang bekerja, jam kerja di ukur dalam satuan jam/hari.

3.4 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk

(41)

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011:80). Dalam penelitian ini populasi terdiri dari seluruh pedagang kaki lima yang berdagang di alun-alun Kabupaten Gresik. Berdasarkan data paguyuban PKL alun-alun Kabupaten Gresik (2016) pedagang kaki lima yang terdaftar sebanyak 195 pedagang.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random sampling dimana semua pedagang kaki lima dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Dalam menetukan besarnya sampel yang diambil, peneliti menggunakan rumus slovin, yaitu:

n =

N

1 + Ne2

Dimana:

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = batas toleransi kesalahan (error tolerance)

Untuk menggunakan rumus slovin pertama menentukan batas tolerasi kesalahan. Batas toleransi kesalahan ini dinyatakan dengan persentase. Peneliti menggunakan batas toleransi kesalahan sebesar 10%. Berdasarkan rumus tersebut, maka jumlah sampel minimum yaitu:

n =

195 1 + 195. 0,12 = 66,101

(42)

25

Setalah dilakukan perhitungan, jumlah sampel minimum yang didapatkan adalah 66,101 tetapi untuk mempermudah dalam penelitian dan pengolahan data, maka jumlah sampel dibulatkan menjadi 66.

3.5 Jenis Data dan Sumber Data

Penelitian ini memerlukan sumber data yang akurat demi hasil yang diinginkan. Sumber data merupakan data yang diperoleh dalam mencari berbagai informasi yang diperlukan dalam melakukan penelitian. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sekunder.

Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh dari kuesioner yang diberikan kepada responden meliputi modal (X1), usia (X2), lama usaha (X3), jam kerja (X4), serta pendapatan seorang pedagang kaki lima (Y) di alun-alun Kabupaten Gresik. Sedangkan data sekunder yang digunakan berasal dari Badan Pusat Statistik dan sumber-sumber pendukung lainnya.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu hal yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian. Pengumpulan data menurut Sugiyono (2011:225) dapat dilakukan dengan cara interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dokumentasi, dan gabungan keempatnya. Peneliti menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data penelitian dari objeknya. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner terbuka. Kuesioner terbuka artinya responden diberi kebebasan penuh untuk memberikan jawaban yang dirasa perlu.responden berhak dan diberi kesempatan menguraikan jawaban.

Metode kuesioner dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai modal, usia, lama usaha, dan jam kerja terhadap tingkat

(43)

pendapatan. Informasi yang dibutuhkan berasal dari objek penelitian yaitu pedagang kaki lima di alun-alun Kabupaten Gresik.

Ada dua cara pemberian kuesioner kepada responden yaitu kuesioner personel dan kuesioner lewat pos. Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan cara pemberian kuesioner secara personal. Cara ini efektif dan kontrol waktu yang dapat ditentukan disamping lokasi yang berdekatan mendukung peneliti untuk berhubungan langsung dengan responden sehingga lebih cepat dalam pengumpulannya.

Disamping teknik penyebaran, kuesioner data primer juga diperoleh melalui teknik wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung (face to face) dengan sumber data (responden). Untuk data sekunder diperoleh dari studi literatur dimana kegiatan pengumpulan teori-teori dan data-data yang dapat menunjang penelitian, serta buku akademik yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.7 Metode Analisis Data

Supaya data yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan, maka perlu diolah dan dianalisis untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Analisis deskriptif kuantitatif pada penelitian dimaksudkan agar model matematis, statistik dan ekonometrika dalam angka-angka dapat diinterpretasikan atau dianalisa secara deskriptif.

Adapun untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang kaki lima di alun-alun Kabupaten Gresik peneliti menggunakan analisis regresi linear berganda. Regresi linear berganda digunakan karena dalam penelitian ini mencakup lebih dari dua variabel, dimana dalam regresi linear berganda variabel terikat Y tergantung pada dua atau lebih variabel bebas.

(44)

27

3.7.1 Uji Asumsi Klasik

Pengujian terhadap asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi tersebut baik atau tidak jika digunakan untuk melakukan penaksiran.

Suatu model dikatakan baik apabila bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), yaitu bila memenuhi asumsi klasik atau terhindar dari masalah- masalah autokorelasi, multikolinearitas, normalitas, dan heteroskedastisitas.

Untuk itu dilakukan uji terhadap model apakah terjadi penyimpangan- penyimpangan asumsi klasik.

3.7.1.1 Uji Autokorelasi

Untuk mengetahui apakah dalam persamaan regresi mengandung korelasi atau tidak diantara variabel pengganggu. Jika terjadi korelasi, maka ada masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu dengan yang lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya.

Apabila nilai antara -2 sampai +2 tidak terjadi masalah autokorelasi, untuk dapat mengetahui adanya autokorelasi digunakan uji Durbin-Watson.

3.7.1.2 Uji Multikolinearitas

Dilakukan uji Multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu.

Untuk mengetahui ada tidaknya multikoliniearitas dalam model regresi dapat dilihat dari nilai Tolerance dan Variance Influence Factor (VIF). Jika nilai tolerance ˃0,1 dan nilai VIF ˂10 menunjukkan bahwa tidak ada masalah multikolinieritas pada model yang diuji. Jika nilai tolerance ˂0,1 dan nilai VIF ˃10, maka menunjukkan ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.

(45)

3.7.1.3 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Cara yang dapat digunakan untuk menguji apakah variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal adalah uji Normal Probability Plot. Kriteria dalam pengambilan keputusan apabila nilai signifikansi ˃0,05 maka residual memiliki distribusi normal, apabila nilai signifikansi ˂0,05 maka residual tidak memiliki distribusi normal.

3.7.1.4 Uji Heteroskedastisitas

Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain dalam model regresi. Model penelitian yang baik adalah homoskeditas, yaitu residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap. Dalam penelitian ini menggunakan grafik scatterplot. Apabila titik-titik menyebar secara acak di atas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedas-tisitas pada model regresi.

3.7.2 Analisis Regresi Linear Berganda

Untuk menguji hipotesis yang telah dikemukakan dilakukan secara deskriptif dan statistik. Untuk menganalisis hubungan antar variabel dependen dan independen maka pengolahan data menggunakan metode analisa regresi linear berganda dengan model sebagai berikut:

Y= b0+ b1X1+ b2X2+ b3X3+b4X4 +e Keterangan:

Y = Pendapatan

X1 = Modal

(46)

29

X2 = Usia

X3 = Lama Usaha

X4 = Jam Kerja

b0 = Konstanta

b1, b2, b3, b4 = Koefisien Regresi

e = Nilai Residu

3.7.3 Uji Statistik

Uji statistik dilakukan untuk mengetahui besarnya masing-masing koefisien dari variable-variabel bebas baik secara parsial maupun secara simultan terhadap variable terikat, yaitu dengan menggunakan uji F (uji simultan), koefisien determinasi berganda (R2), dan uji t (uji parsial).

3.7.3.1 Uji F (simultan)

Uji F dilakukan untuk mengetahui kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel terikat. Jika nilai signifikan F test ˂ 5% makan dapat disimpulkan bahwa variabel bebas secara keseluruhan mampu menjadi prediktor dari variabel terikat.

3.7.3.2 Koefisien Determinasi (R2)

Untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Koefisien determinasi ) menunjukkan proporsi yang diterangkan oleh variabel bebas dalam model terhadap variabel terikatnya, sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model formulasi model yang keliru dan kesalahan eksperimen.

Nilai ) yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependennya terbatas. Sebaliknya, nilai ) yang mendekati satu menanda-kan variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan oleh variabel dependen.

(47)

3.7.3.3 Uji t (parsial)

Uji t dilakukan untuk membuktikan hipotesis secara parsial masing-masing variabel independen. Hasil uji t dapat dilihat pada tabel coefficients pada kolom sig (significance). Jika probabilitas nilai t atau signifikansi ˂0,05, maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial. Apabila probabilitas nilai t atau signifikansi ˃0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan atara masing- masing variabel bebas terhadap varibel terikat.

(48)

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian

Kabupaten Gresik terletak di sebelah Barat Laut dari Ibukota Provinsi Jawa Timur (Surabaya) dengan luas 1.191,25 kilometer persegi dengan panjang pantai

±140 kilometer persegi. Secara geografis, wilayah Kabupaten Gresik terletak antara 112º-113º Bujur Timur dan 7º- 8º Lintang Selatan. Wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 2-12 meter di atas permukaan air laut kecuali Kecamatan Panceng yang mempunyai ketinggian 25 meter di atas permukaan air laut.

Secara administrasi pemerintahan, wilayah Kabupaten Gresik terdiri dari 18 kecamatan, 330 Desa dan 26 Kelurahan. Hampir sepertiga bagian dari wilayah Kabupaten Gresik merupakan daerah pesisir pantai, yaitu sepanjang Kecamatan Kebomas, sebagian Kecamatan Gresik, Kecamatan Manyar, Kecamatan Bungah dan Kecamatan Ujungpangkah. Sedangkan Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak berada di pulau Bawean.

Sebagaimana daerah-daerah lain, Kabupaten Gresik juga berdekatan dengan kabupaten-kabupaten yang tergabung dalam Gerbang kertasusila, yaitu Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Gresik sebagai berikut:

Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Selat Madura

Sebelah Selatan : Kab. Sidoarjo, Kab. Mojokerto, Kota Surabaya Sebelah Barat : Kab. Lamongan

(49)

Gambar 4.1 : Peta Administrasi Kabupaten Gresik

Sumber: Kabupaten Gresik Dalam Angka (2012)

(50)

33

Secara ekonomi Kabupaten Gresik disebut sebagai kota industri, sebutan tersebut bukan tanpa alasan karena disertai dengan dukungan data.

Berdasarkan PDRB per tahun, pada struktur ekonominya terlihat dari tahun ke tahun sumbangan sektor industri selalu mendominasi. Hal ini wajar karena di Kabupaten Gresik terdapat industri besar maupun sedang yang jumlahnya di atas 500 perusahaan. Sektor industri ini diharapkan mampu memulihkan perekonomian di Kabupaten Gresik, karena sektor ini disamping menyerap banyak tenaga kerja juga menggerakkan perkembangan sektor-sektor lain.

Alun-alun Kabupaten Gresik yang berlokasi di jalan KH Wachid Hasyim selalu dibanjiri oleh pedagang kaki lima. Keberadaan para pedagang kaki lima selama ini membantu menggeliatkan roda perekonomian di Kabupaten Gresik.

Meski tidak jarang muncul pemberitaan negatif terkait kegiatan para pedagang ini yang dinilai mengganggu aktivitas pengguna jalan atau penikmat ruang publik khususnya area alun-alun.

Berdasarkan data paguyuban pedagang kaki lima khusus area alun-alun, tidak kurang dari 195 pedagang kaki lima yang sudah puluhan tahun berjualan disana. Pedagang kaki lima yang menempati sektor informal dalam perekonomian merupakan fenomena perkotaan yang selalu ada. Kabupaten Gresik berdasarkan wilayah geografis merupakan daerah berkarang dengan bebatuan kapur, yang mana untuk mengandalkan hidup pada sektor pertanian khususnya bercocok tanam saja adalah suatu hal yang riskan dan sudah menjadi kecenderungan masyarakat disana untuk bergerak pada jalur perdagangan dan kerajinan. Pada gilirannya kondisi geografis telah memberikan sumbangan besar terjadinya suatu dinamika kehidupan, menciptakan masyarakat yang terampil berniaga salah satunya adalah semakin banyaknya pedagang kaki lima dan menjadi pengrajin industri rumahan.

(51)

Kawasan alun-alun Kabuptaten Gresik sebenarnya adalah area terlarang bagi para pedagang kaki lima. Namun keberadaan para pedagang yang sudah puluhan tahun berjualan disana, sangat sulit untuk direlokasi dimana pemerintah daerah baru menyiapkan wacana saja untuk melakukan relokasi. Area pengganti untuk menampung para pedagang kaki lima di kawasan alun-alun masih belum tersedia berikut juga dengan anggaran relokasinya.

4.2. Karakteristik Responden

Karakteristik PKL yang dijelaskan dalam penelitian ini mengacu pada beberapa atribut responden seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan hal-hal lain yang terkait dengan kegiatan usaha mereka.

1. Usia Responden

Diagram 4.1 : Usia Responden

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2017

Dari gambar di atas, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar para responden yaitu pedagangan kaki lima di lingkungan alun-alun Kabupaten

21%

14%

23%

15%

10%

17%

Usia Responden

<30 tahun 31 – 35 tahun 36 – 40 tahun 41 – 45 tahun 46 – 50 tahun > 51 tahun

(52)

35

Gresik memiliki usia 36 hingga 40 tahun dengan jumlah responden yaitu sebesar 23%. Banyaknya responden yang memiliki usia tersebut yaitu merupakan kelompok usia yang telah memiliki keluarga dan menjadi PKL merupakan salah satu pilihan untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi keluarganya. Kelompok usia terbanyak kedua adalah kurang dari 30 tahun yakni sebesar 21% kemudian disusul oleh kelompok usia lebih dari 50 tahun sebesar 17%.

2. Jenis Kelamin Responden

Diagram 4.2 : Jenis Kelamin Responden

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2017

Dari gambar di atas, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar para responden yaitu pedagang kaki lima di lingkungan alun-alun Kabupaten Gresik berjenis kelamin pria dengan jumlah responden sebesar 68%.

Banyaknya responden pria tersebut menunjukkan bahwa kelompok responden tersebut dengan rentang usia mayoritas antara 36 tahun hingga 40 tahun, dalam keluarga merupakan kepala rumah tangga sehingga menjadi PKL merupakan pilihan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi keluarganya.

68%

32%

Jenis Kelamin Responden

Pria Wanita

(53)

3. Tingkat Pendidikan Responden

Diagram 4.3 : Tingkat Pendidikan Responden

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2017

Berdasarkan pada grafik tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan terakhir yaitu SD dan SMP dimana masing-masing sebanyak 27 orang dan 22 orang dari total responden. Adapun pendidikan formal tertinggi adalah S1 yang berhasil ditamatkan oleh responden sebanyak 1 orang dari total responden.

Rendahnya tingkat pendidikan PKL ini dapat dipahami bahwa usaha di sektor informal ini memang tidak membutuhkan tingkat pendidikan yang tinggi. Sektor informal seperti PKL bersifat terbuka bagi siapa saja yang ingin berusaha di dalamnya tanpa harus dibutuhkan syarat-syarat ketat seperti halnya di sektor ekonomi formal. Dengan demikian, tingkat pendidikan yang rendah tidak menghalangi seseorang yang ingin menggeluti pekerjaan sebagai PKL.

27

22

16

1 0

5 10 15 20 25 30

SD SMP SMA S1

Tingkat Pendidikan Responden

Jumlah

(54)

37

4. Jenis Barang yang Dijual

Diagram 4.4 : Jenis Barang yang Dijual

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2017

Dari data pada grafik di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar responden menawarkan barang dagangannya yang berupa makanan dan minuman, dengan jumlah responden sebanyak 34responden. Hasil tersebut menunjukkan bahwa selama ini para pedagang kaki lima menjual barang dagangan yang dapat secara langsung dinikmati oleh konsumen dan merupakan kebutuhan utama manusia yakni makanan dan minuman dengan harapan cepat laku dalam jumlah yang banyak sehingga margin laba yang diperoleh juga lebih banyak.

Selain makanan dan minuman, produk yang banyak dijual oleh para PKL di alun-alun Kabupaten Gresik adalah mainan anak-anak. Sebanyak 14 PKL berjualan mainan anak-anak. Ada juga PKL yang menjual sepatu dan

0 5 10 15 20 25 30 35

Pakaian Makanan &

minuman

Sepatu &

sandal

Mainan anak-anak

Lain-lain 8

34

9

14

1

Jenis Barang Dagangan

(55)

sandal maupun pakaian masing-masing sebanyak 9 PKL dan 8 PKL.

Sisanya berjualan produk diluar kategori-kategori tersebut.

5. Sarana Usaha

PKL selalu berusaha mengatasi berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi. Salah satu diantaranya adalah mencukupkan berbagai sarana usaha yang dibutuhkan PKL dalam menjual barang dagangannya. Namun secara umum diketahui bahwa dalam menjual barang-barang dagangannya, PKL hanya menggunakan sarana usaha sangat sederhana dan relatif sama.

Memahami keterbatasannya itu, sarana usaha yang dimiliki oleh PKL dibagi dalam dua kelompok yaitu PKL yang berjualan dengan cara menetap pada satu tempat tertentu dan PKL yang berjualan dengan cara berkeliling.

Untuk PKL yang berkeliling, sarana usaha yang mereka gunakan seperti berjalan kaki, sepeda motor, atau rombong. Gambar dibawah ini menyajikan data responden yang terbagi antara PKL menetap dan PKL berkeliling sebagai berikut.

Diagram 4.5 : Sarana Usaha

Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2017

Menetap 14%

Berkeliling 86%

Sarana Usaha

(56)

39

Gambar tersebut menyajikan data tentang cara-cara PKL dalam berjualan. Sebagian besar para responden menggunakan sarana usaha yang sifatnya bergerak. Sebesar 86% responden dari total responden berjualan dengan cara berkeliling baik dengan jalan kaki, mengendarai sepeda motor, atau dengan mendorong rombong. Sedangkan sisanya yaitu 14% responden berjualan dengan menggunakan sarana usaha yang menetap.

Para PKL yang berkeliling atau berjualan dengan menggunakan sarana usaha yang bergerak disebabkan oleh tiga alasan berikut: Pertama, PKL tersebut tidak memiliki tempat yang memadai untuk berjualan diseputaran lingkungan alun-alun Kabupaten Gresik. Kedua, PKL tersebut merupakan orang-orang luar yang menjadikan area alun-alun sebagai area tujuan berjualan. Ketiga, para PKL tersebut beranggapan bahwa dengan berkeliling mereka akan dapat memperluas area penjualannya sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan mereka. Dan para PKL yang menetap atau berjualan dengan sarana usaha yang tidak bergerak disebabkan karena modal yang mereka miliki lebih besar dari para PKL yang berkeliling atau berjualan dengan sarana usaha yang bergerak. Faktor tersebut memberikan dukungan atau jaminan bahwa sarana usaha yang memadai akan memberikan dukungan terkait dengan upaya memaksimalkan potensi yang dimiliki.

6. Anggota Keluarga yang Membantu Usaha

Usaha PKL bersifat terbuka dalam pengertian tidak hanya dilakukan secara sendiri tetapi juga dibantu oleh anggota keluarga. Bahkan pada umumnya usaha PKL melibatkan anggota-anggota keluarga sebab keterlibatan mereka dipandang memudahkan pekerjaan PKL. Gambar di

Gambar

Grafik          Judul                                                                                             Hal
Grafik 1.1: Persentase Penduduk Bekerja Formal/Informal, 2015-2016
Tabel 1.1: Persentase Status Bekerja Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas  Kabupaten Gresik 2013-2015
Gambar 2.1 : Penyediaan dan Permintaan Tenaga Kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

The purposes of this study were to determine the diversity level of soil macrofauna on different patterns of sloping land agroforestry, in Wonogiri District, Central Java, and to

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN TINGKAT KEPUASAN NASABAH TERHADAP LOYALITAS NASABAH (Studi pada Bank Syariah Mandiri Cabang Pembantu Sragen)..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika faktor kondisi fisik secara bersamaan memprediksi prestasi renang gaya crawl 50 meter, maka akan terjadi penurunan

Untuk mendapatkan hibrida somatik hasil fusi protoplas antara jeruk siam Simadu dengan Mandarin Satsuma pada penelitian ini dilakukan melalui pertumbuhan in vitro pada media

“ Pernikahan dini adalah pernikahan dengan usia di bawah Undang- Undang, tetapi bila melihat perkembangan jaman, pernikahan dini adalah pernikahan bagi mereka

41/KK/IX/2017 tanggal 26 SEPTEMBER 2017, maka sesuai aturan sebelum kami mengusulkan perusahaan saudara sebagai calon pemenang dengan ini dimintakan kepada

Sehingga jika harga minyak dunia naik, harga emas pun juga naik yang mengakibatkan harga dan nilai pasar saham di sektor pertambangan naik dan hal tersebut akan

Dalam beberapa penelitian terdahulu hubungan antara kondisi makroekonomi dalam aktivitas dan kinerja pasar modal, diantaranya telah dibuktikan oleh Heliyani, yang meneliti