• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaaat bagi pengusaha mie basah matang, khususnya pada tingkat Usaha Kecil Menengah (UKM), untuk menghasilkan mie basah matang dengan umur simpan yang lebih panjang dengan biaya produksi yang terjangkau.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MIE BASAH 1. Definisi Mie

Mie merupakan produk pasta yang pertama kali ditemukan oleh bangsa China yang berbahan baku beras dan tepung kacang-kacangan (Pagani, 1985). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Kualitas mie basah menurut SNI 01-2987-1992 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat mutu mie basah*

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan : 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Warna - Normal Normal Normal 2. Kadar air % b/b 20 – 35

3. Kadar abu (dihitung atas

dasar bahan kering) % b/b Maks. 3

4. Kadar protein ((N x 6.25) dihitung atas dasar bahan kering)

% b/b Min. 3 5. Bahan tambahan pangan

5.1 Boraks dan asam borat 5.2 Pewarna

5.3 Formalin

Tidak boleh ada

Sesuai SNI-0222-M dan Peraturan MenKes. No. 722/Men.Kes/Per/IX/88 Tidak boleh ada

6. Cemaran logam : 6.1 Timbal (Pb) 6.2 Tembaga (Cu) 6.3 Seng (Zn) 6.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 1.0 Maks. 10.0 Maks. 40.0 Maks. 0.05

7. Arsen (As) mg/kg Maks. 0.05

8. Cemaran mikroba : 8.1 Angka lempeng total 8.2 E. coli 8.3 Kapang Koloni/g APM/g Koloni/g Maks. 1.0 x 106 Maks. 10 Maks. 1.0 x 104 *Badan Standarisasi Nasional (1992)

2. Jenis Mie

Mie diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, diantaranya ukuran diameter produk, bahan baku, cara pengolahan, dan karakterisitik produk akhirnya. Berdasarkan ukuran diameter produk, Pagani (1985) membedakan mie menjadi tiga, yaitu spaghetti (0,11 – 0,27 inci), mie (0,07 – 0,125 inci), dan vermiselli (<0,04 inci). Berdasarkan bahan bakunya, terdapat dua macam mie, yaitu mie yang bahan bakunya berasal dari tepung terutama tepung terigu dan mie transparan (transparance noodle) dari bahan baku pati, misalnya soun dan bihun.

Berdasarkan pengolahannya, mie dibedakan menjadi mie mentah (misalnya mie ayam) dan mie matang (misalnya mie bakso). Sedangkan berdasarkan karakterisitik produk akhirnya, terdapat dua jenis mie, yaitu mie basah (mie ayam dan mie kuning) dan mie kering (mie telor dan mie instan). Produk mie kering dan mie basah memiliki komposisi yang hampir sama. Yang membedakan keduanya ialah kadar air, kadar protein, dan tahapan proses pembuatan. Mie basah memiliki kadar air maksimal 35% (b/b) dan sumber prtoteinnya berasal dari tepung terigu yang menjadi bahan baku utamanya. Jenis mie basah dengan bahan baku tepung aren biasa disebut masyarakat dengan mie “gleser” (Badrudin, 1994).

3. Proses Pengolahan Mie Basah

Bahan dasar untuk pembuatan mie basah yang umum digunakan adalah tepung terigu dan air dengan bahan tambahan antara lain garam dapur, air abu, dan minyak goreng. Terigu berfungsi sebagai bahan pembentuk struktur, sumber karbohidrat dan sumber protein, pelarut garam, dan pembentuk sifat kenyal gluten. Garam berperan dalam memberi rasa, memperkuat tekstur, mengikat air, serta meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie. Penggunaan garam dapur sebanyak 1-2% akan mengembangkan lembaran adonan dan mengurangi kelengketan. Garam dapur yang digunakan sebanyak 2-3% akan memperbaiki keseragaman dari jaringan gluten dan jumlah ini merupakan kontrol

terhadap enzim α-amilase jika aktivitasnya sedang minimum (Sunaryo, 1985).

Proses pembuatan mie basah matang terdiri dari proses pencampuran, pembentukan lembaran, pembentukan mie, serta pemasakan (Gambar 1).

Gambar 1. Diagram alir pembuatan mie basah secara umum (modifikasi dari Widowati dan Buckle (1991)).

Tahap pencampuran bertujuan untuk menghasilkan campuran yang homogen, menghidrasi tepung dengan air, dan membentuk adonan dari jaringan gluten, sehingga adonan menjadi elastis dan halus. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pencampuran adalah jumlah air yang ditambahkan, suhu adonan, dan waktu pengadukan. Air yang ditambahkan sekitar 28-38% dari bobot tepung. Jika air yang ditambahkan kurang dari

Terigu

Mie basah matang Pengadukan

Pemotongan

Perebusan 100 oC, 2 menit

Pemberian minyak goreng pada air rebusan Pembentukan lembaran

28%, adonan menjadi keras, rapuh dan sulit dibentuk menjadi lembaran. Jika air yang ditambahkan lebih dari 38%, adonan menjadi basah dan lengket (Oh et al., 1985 di dalam Yustiareni, 2000). Badrudin (1994) menyatakan bahwa waktu pengadukan terbaik adalah 15 sampai 25 menit. Apabila kurang dari 15 menit adonan menjadi lunak dan lengket, sedangkan bila lebih dari 25 menit adonan menjadi keras, rapuh, dan kering. Suhu adonan yang terbaik adalah 25 sampai 40oC. Apabila suhunya kurang dari 25oC adonan menjadi keras, rapuh, dan kasar, sedangkan bila suhunya lebih dari 40oC adonan menjadi lengket dan mie kurang elastis. Campuran yang diharapkan adalah lunak, lembut, tidak lengket, halus, elastis, dan mengembang dengan normal.

Setelah pengadukan, dilakukan pembentukan lembaran (sheeting). Proses pembentukan lembaran bertujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan menjadi lembaran. Hal ini dilakukan dengan jalan melewatkan adonan berulang-ulang di antara dua roll logam. Faktor yang mempengaruhi proses ini adalah suhu dan jarak antara roll. Suhu yang baik adalah sekitar 37oC, jika kurang 37oC maka adonan akan menjadi kasar dan pecah-pecah, sehingga mie mudah patah. Hasil akhir yang diharapkan adalah lembaran adonan yang halus dengan arah jalur serat yang searah, sehingga dihasilkan mie yang elastis, kenyal, dan halus (Badrudin, 1994).

Setelah dibentuk lembaran, dilanjutkan dengan proses pemotongan. Proses pemotongan lembaran bertujuan untuk membentuk pita-pita mie dengan ukuran lebar 1 sampai 3 mm, kemudian dilakukan pemasakan mie. Pemasakan pita-pita mie dengan cara perebusan atau pengukusan (steaming) dengan uap air bertujuan untuk menggelatinisasi pati dan mengkoagulasi gluten sehingga mie menjadi kenyal. Proses gelatinisasi ini terjadi dalam beberapa tahap yaitu pembasahan, gelatinisasi, dan solidifikasi. Mula-mula, mie mengalami pembasahan pada permukaannya sehingga mie bersifat elastis dan tidak mudah patah. Setelah itu, mie tergelatinisasi karena penetrasi uap panas ke dalam mie sehingga mie menjadi lentur atau liat. Gelatinisasi merupakan peristiwa pembengkakan

granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali pada posisi semula (Winarno, 1991). Gelatinisasi ini membuat pati meleleh dan akan membentuk lapisan tipis (film) pada permukaan mie yang dapat memberikan kelembutan mie, meningkatkan daya cerna pati, dan mempengaruhi daya rehidrasi mie (Badrudin, 1994).

Penguapan air permukaan terjadi pada tahap solidifikasi sehingga mie menjadi halus, kering, dan solid (kompak). Pati akan meliputi permukaan mie pada saat mie tergelatinisasi. Fungsinya adalah sebagai pelindung pada saat penggorengan sehingga mie tidak menyerap minyak terlalu banyak dan tekstur mie menjadi lembut, lunak, dan elastis. Selain itu, pemborosan minyak pun dapat dikurangi. Tingkat kematangan mie dapat dilihat dari pati yang tergelatinisai. Bila proses gelatinisasi tidak sempurna, maka mie matang akan bersifat rapuh. Selain itu, bila produk dimasak dalam air, maka air akan menjadi keruh karena larutnya pati yang belum tergelatinisasi. Mie seperti ini saat digoreng akan membentuk gelembung udara dan tekstur mie yang terbentuk kurang baik.

Tahap terakhir adalah pemberian minyak goreng. Pelumasan mie yang telah direbus dengan minyak goreng dilakukan agar mie tidak menjadi lengket satu sama lain, untuk memberikan citarasa, serta agar mie tampak mengkilap (Mugiarti, 2001).

Dokumen terkait