• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat Penelitian

Dalam dokumen AYU INDAH PRATIWI NIM. (Halaman 17-0)

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

Manfaat/ kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, mampu menambah khazanah ilmu pengetahuan Baca

Al-Qur‟an dan sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai referensi perkembangan pendidikan di Madrasah Aisyiyah Sungguminasa.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah

Dapat digunakan untuk memperluas pandangan dan pengetahuan tentang pentingnya pendidikan Al-Qur‟an Hadits dalam meningkatkan kemmpuan membaca siswa.

b. Bagi Peniliti

a) Mempunyai kesempatan berpikir secara kritis terhadap masalah.

b) Untuk menambah pengalaman dan pengetahuan secara langsung di lapangan tentang kemampuan membaca Al-Qur‟an Siswa Madrasah Tsanawiyah Aisyiyah Sungguminasa Kabupaten Gowa.

c. Bagi Siswa

a) Dapat meningkatkan aktifitas membaca Al-Qur‟an.

b) Dapat meningkatkan amal ibadah kepada Allah SWT.

c) Dapat meningkatkan kualitas belajar siswa terutama dalam pembelajaran Al-Qur‟an Hadits.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Al-Qur‟an Hadits 1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun.

Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Fitri Raharjo (2014:12), Undang-undang Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 20 : Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didiik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.

Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang

7

ekonominya, dan lain sebagainya. kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan model utama penyapaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.

Jadi, penulis dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.

2. Pengertian Al-Qur‟an Hadis

Muhaimin (1994: 86) menyatakan :

Secara bahasa Qara’a mempunyai arti : mengumpulkan, atau menghimpun menjadi satu kata Qur’an dan Qira’ah keduanya merupakan masdar (infinitif) diambil dari kata kerja lampau (fi’il Madhi) yaitu Qara’a-Qiraatan-Quranan.

Kata Qur’anah pada ayat di atas berarti Qiraatuhu yaitu bacaannya atau cara membacanya. Terdapat berbagai macam definisi menurut Abdul Wahhab Khalaf, yaitu: Firman Allah yang diturunkan kepada Rasulullah Saw dengan perantara jibril dalam bahasa Arab, dan menajdi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah. Ia terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surat Al- Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun tulisan, serta terjaga dari perubahan dan pergantian.

Menurut Manna Khalil al-Qattan (1987: 10)

Al-qur‟an secara istilah adalah “Firman Allah SWT yang menjadi mu‟jizat abadi kepada Rasulullah yang tidak mungkin bisa ditandingi oleh manusia, diturunkan ke dalam hati Rasulullah SAW, diturunkan ke generasi berikutnya secara mutawatir, ketika dibaca bernilai ibadah dan pahala besar”.

Menurut M. Idris A. Shomad M.A (2005: 52) bahwa, Al-Qur‟an merupakan wahyu Allah dan sekaligus sebagai pedoman atau panduan hidup bagi umat manusia. Banyak ilmu yang lahir dari Al-Qur‟an, baik itu yang berhubungan langsung denganya seperti Ulumul Qur‟an, Ilmu tafsir dan yang lainnya, atau tidak berhubungan langsung namun terinspirasi dari Al-Qur‟an seperti ilmu alam, ilmu ekonomi dan yang lainnya. Al-Qur‟an menekankan pada kebutuhan manusia untuk mendengar, menyadari, mereflesikan, menghayati, dan memahami. Maka, mau tidak mau Al-qur‟an harus mampu menjawab berbagai problematika yang terjadi dalam masyarakat.

Zainuddin Ali ( 2007: 86) :

Al-Qur‟an adalah sumber ajaran Islam yang pertama, memuat kumpulan wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw, di antara kandungan isinya ialah peraturan hidup untuk mengatur kehidupan manusia dalam hubunganya dengan Allah, dengan perkembangan dirinya, dengan sesama manusia, dan hubungannya dengan alam serta makhluknya.

Zakiah Daradjat (2008: 19) :

Al-Qur‟an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad.

Menurut Sahiron Syamsuddin (2007:11) bahwa, Al-Qur‟an adalah wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada umat manusia sebagai petunjuk dan bimbingan hidup.

Sebagaimana Firman Allah SWT QS. An-Nahl (16): 89 : turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri..” (Kementrian Agama RI Tahun 2010: 267)

Menurut Rif‟at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan (1992) dalam bukunya Pengantar Ilmu Tafsir:

Al-Qur‟an itu Kalamullah, meliputi dua macam Kalam yaitu Nafsi dan Lafdzi. Mereka yang cenderung pada kalam nafsi hanya kalangan Mutakallimin. Mereka mungkin berkepentingan untuk membebaskan Allah dari sifat-sifat yang hadits di satu pihak. Adapun yang lebih condong pada kalam lafdzi adalah dari kalangan: Ushuliyyin, para Fuqaha dan ahli bahasa Arab. Ulama Ushul dan Fuqaha cenderung pada kalam lafdzi karena mereka berkepentingan dengan lafaz-lafaz al-Qur‟an itu dalam rangka menentukan dalil-dalil hukum atau dalam rangka istinbath hukum, karena untuk itu semua, tidak mungkin dilakukan tanpa ada lafaz.

Menurut Rif‟at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan (1992: 38-39) dalam bukunya Pengantar Ilmu Tafsir :

Dengan pola pikir tersebut di atas, dari segi istilah ulama Ushul, Fuqaha dan ahli bahasa Arab menyepakati definisi al-Qur‟an sebagai berikut:

“Al-Qur‟an adalah kalamullah yang mengandung i‟jaz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw yang termaktub dalam mushaf-mushaf (utsmani) yang dinukilkan kepada kita dengan jalan mutawatir yang dianggap bernilai ibadah.”

Menurut Manna‟ al-Qaththan, H Annur Rafiq el Mazni, Lc ( 2009: 18):

Al-Qur‟an adalah firman Allah (kalamullah) yang diturunkan kepada Muhammad saw. yang pembacaannya menjadi suatu ibadah.

Said Agil Husin al-Munawar (2007 : 5) :

Menurut Abu Syuhbah al-Qur‟an adalah firman Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, yang memiliki kemu‟jizatan lafal, membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, yang tertulis dalam mushaf, dimulai dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.

Selanjutnya istilah Hadits telah digunakan secara luas dalam studi keislaman untuk merujuk kepada teladan dan otoritas nabi saw atau sumber kedua hukum islam setelah al-Qur‟an. Meskipun begitu, pengertian kedua istilah tersebut tidaklah serta merta sudah jelas dan dapat dipahami dengan mudah. Para ulama dari masing-masing disiplin ilmu menggunakan istilah tersebut didasarkan pada sudut pandang yang berbeda sehingga mengkonsukuensikan munculnya rumusan pengertian keduanya secara berbeda pula.

Menurut M. Hasbi Ash Shiddieqy (1991: 20) menjelaskan bahwa : Kata hadis merupakan isim (kata benda) yang secara bahasa berarti kisah, cerita, pembicaraan, percakapan atau komunikasi baik verbal

maupun lewat tulisan. Bentuk jamak dari hadits yang lebih popular di kalangan ulama muhadditsin adalah ahadits, dibandingkan bentuk lainnya yaitu hutsdan atau hitsdan.

Masyarakat Arab di zaman jahiliyyah telah menggunakan kata hadits ini dengan makna “pembicaraan”, hal itu bisa dilihat dari kebiasaan mereka untuk menyatakan “hari-hari mereka yang terkenal” dengan sebutan al-hadis.

Jadi Al-Qur‟an hadis yang dimaksudkan dalam pembelajaran ini adalah bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada Madrasah Tsanawiyah yang dimaksudkan untuk memberikan motivasi, bimbingan, pemahaman, kemampuan dan penghayatan terhadap isi yang terkandung dalam al-Qur‟an dan hadits sehingga dapat diwujudkan dalam perilaku sehari-hari sebagai perwujudan iman dan taqwa kepada Allah SWT.

3. Keutamaan membaca al-qur‟an

Sungguh banyak ayat al-Qur‟an dan hadis Rasulullah saw. Yang menunjukkan kelebihan dan keutamaan membaca dan mempelajari al-Qur‟an. Berikut ini beberapa keutamaan membaca al-Qur‟an:

a. Orang yang membaca al-Qur‟an akan bernilai pahala yang melimpah.

Firman Allah dalam QS. Faatir (35): 29-30:





“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. “Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”

(Kementrian Agama RI Tahun 2010: 281)

Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam bersabda:

ٍدوُعْسَم َنْب ِهَّللا دْبَع ْنَع

Abdullah bin Mas‟ud rd berkata: “Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam bersabda: “Barang siapa membaca satu huruf dari Al-Qur`an, maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, dan satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan ملا satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami‟)

Jadi, bagi setiap orang yang membaca al-Qur‟an akan bernilai pahala dan kebaikan dengan membacanya.

b. Membaca al-Qur‟an merupakan sebagai obat (terapi) jiwa yang gundah. Membaca al-Qur‟an bukan saja amal ibadah, namun juga

bisa menjadi obat dan penawar jiwa gelisah, pikiran kusut, nurani tidak tenteram, dan sebagainya.

c. Orang yang membaca al-Qur‟an akan mendapat syafaat pada hari kiamat.

Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam bersabda:

ملسو هيلع للها ىلص ِهَّللا َلوُسَر ُتْعَِسَ َلاَق هنع للها ىضر ُّىِلِهاَبْلا َةَماَمُأ بيَأ ْنَع ُلوُقَ ي

«

اًعيِفَش ِةَماَيِقْلا َمْوَ ي ىِتْأَي ُهَّنِإَف َنآْرُقْلا اوُءَرْ قا ِهِباَحْصَلأ

((

Artinya :

“Abu Umamah Al Bahily berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam bersabda: “Bacalah Al-Qur`an karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa‟at bagi orang yang membacanya.” (HR. Muslim).

4. Adab Membaca Al-Qur‟an

Adab membaca al-Qur‟an sangatlah diperlukan ketika kita hendak akan membaca al-Qur‟an. Adapun adab membaca al-Qur‟an adalah sebagai berikut :

a. Adab hati

Menurut Abu „Abdu al-Rahman (1997: 37-39), dalam bukunya Pedoman Menghayati dan Menghafal Al-Qur‟an bahwa adab membaca al-Qur‟an secara hati (Bathin) antara lain:

1. Niat ikhlas membacanya semata-mata karena Allah, dengan

mengharapkan ridha Allah dan memusatkan hati serta membuang semua bisikan yang ada dalam hati tatkala membaca

2. Tadabbur (merenungkan) dan berusaha menguasai artinya, karena hal ini merupakan perintah tuhan alam semesta yang harus

dilaksanakan oleh hamba Allah dengan penuh semangat setelah memahami dan

3. Berusaha terkesan sehingga memberi reaksi terhadap setiap ayat yang dibacanya. Pada ayat ancaman hatinya bergetar karena takut.

Terhadap ayat janji hatinya bersuka ria. Di saat disebutkan Allah, sifat-sifat dan nama-nama-Nya, hatinya tertunduk merendah.

4. Berlepas diri dari daya dan upayanya, karena tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah swt, dan tidak memperhatikan dirinya sendiri dengan penuh keridhaan dan pensucian

Sedangkan menurut Imam al-Ghazali (2001: 11) di dalam kitabnya Ihya Ulumuddin mengatakan bahwa :

adab membaca secara hati (bathin) itu diperinci lagi menjadi arti memahami asal kalimat, cara hati membesarkan Allah, menghadirkan hati di kala membaca sampai ke tingkat memperluas, memperhalus perasaan dan membersihkan jiwa. Bagi pembaca al-Qur‟an ketika dia memulainya, maka terlebih dahulu ia harus menghadirkan dalam hatinya betapa kebesaran Allah yang mempunyai kalimat-kalimat itu.

Dia harus yakin dalam hatinya, bahwa yang dibacanya itu bukanlah kalam manusia, tapi adalah kalam Allah swt. membesarkan kalam Allah itu, bukan saja dalam membacanya, tetapi juga dalam menjaga tulisan-tulisan al-Qur‟an itu sendiri.

b. Adab Lahiriyah

Dianjurkan bagi orang yang hendak membaca al-Qur‟an harus memperhatikan hhal yang berkaitan dengan tata cara membaca al-Qur‟an.

Abu „Abdu al-Rahman (1997: 37-39) menerangkan dalam bukunya Pedoman Menghayati dan Menghafal Al-Qur‟an bahwa : adab membaca al-Qur‟an sebagai berikut:

a. Disunnahkan untuk bersuci dan berwudhu terlebih dahulu sebelum membaca al-Qur‟an dan bersiwak (sikat gigi) dahulu. Lebih utamanya, membaca al-Qur‟an ditempat yang bersih dan tempat

yang lebih utama adalah masjid. Dengan menghadap ke arah kiblat, karena kiblat adalah arah yang paling mulia

b. Membaca Ta‟awudz, kemudian membaca basmalah, jika mulai dari awal surat serta jangan memotong bacaan dengan pembicaraan yang tidak penting dan memperindah suara bacaan al-Qur‟an semampunya.

c. Memilih tempat yang layak, seperti masjid atau suatu ruangan dirumahnya yang jauh dari hal-hal yang dapat menghilangkan nilai kesuciannya.

d. Memilih waktu yang tepat dan waktu disaat-saat Allah memperhatikan hamba-hambanya dan saat-saat Allah menurunkan curahan-Nya. Dan waktu yang paling utama adalah sepertiga malam terakhir dan waktu menjelang subuh.

e. Menangis saat membaca al-Qur‟an, khususnya saat membaca ayat-ayat adzab atau melewati ayat-ayat yang melukiskan Masyhad, yaitu pada hari diperlihatkannya peristiwa yang pasti terjadi di hari kiamat dan peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi di akhirat serta keadaan yang sangat mengerikan yang pasti diperlihatkan

Sedangkan menurut Ahsin W. Al-Hafidz (2008: 34) dalam bukunya Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur‟an ia berpendapat bahwa adab membaca al-Qur‟an antara lain adalah:

1. Disunnahkan membaca al-Qur‟an dengan tartil (pelan-pelan sambil memperhatikan tajwidnya).

2. Disunnahkan merenungi dan memahami kandungan al-Qur‟an sebab hal itu merupakan maksud dan tuntutan yang paling mulia.

3. Disunnahkan membaca al-Qur‟an dengan tafkhim.

4. Disunnahkan dengan mengeraskan suara ketika membaca al-Qur‟an. Atau membacanya dengan jahr, karena membacanya dengan jahr yakni dengan suara yang keras lebih utama, sebagaimana diterangkan dalam hadits Nabi yang artinya:

“Allah tidak mendengarkan sesuatu selain suara merdu Nabi yang membacakan al-Qur‟an dengan suara jahr.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Sedangkan menurut Syaikh Manna‟ al-Qaththan (2009:18), menerangkan dalam bukunya Pengantar Studi Ilmu al-Qur‟an, bahwa : adab membaca al-Qur‟an sebagai berikut:

1. Membaca al-Qur‟an sesudah berwudhu karena ia termasuk dzikir yang paling utama dan bersiwak sebelum mulai membaca.

2. Membacanya di tempat yang bersih dan suci, untuk menjaga keagungan membaca al-Qur‟an.

3. Membacanya dengan khusyuk, tenang dan penuh hormat. Dan membaca ta‟awudz pada permulaannya serta membaca basmalah pada permulaan setiap surah.

4. Membacanya dengan tartil, yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan jelas serta memberikan hak setiap huruf, seperti membaca mad dan idghom.

5. Membaguskan suara dengan membaca al-Qur‟an dan mengeraskan bacaan al-Qur‟an, karena membacanya dengan suara jahar (keras) lebih utama.

6. Membaca al-Qur‟an dengan melihat langsung kepada mushaf dan membacanya dengan hafalan.

B. Membaca Al-Qur‟an

1. Pengertian Kemampuan Membaca Al-Qur‟an

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 553) Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca al-Quran adalah seberapa jauh siswa dalam melihat dan membaca ayat-ayat al-Quran dengan melisankan atau dalam hati dan mengeja serta melafalkan apa yang tertulis di dalamnya (termasuk pula siswa).

Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbada-beda.

Diantaranya ada yang pintar, sedang, dan kurang. Hal ini juga banyak dipengaruhi karena pengaruh hereditas/pembawaannya dan pengaruh lingkungan. Dimana keduanya tersebut sangat berpengaruh dengan perkembangan kemampuan setiap anak. Sehingga dalam pembelajaran di lapangan, banyak lembaga-lembaga baik formal, non-formal dan informal dalam tujuan pembelajarannya lebih mengembangkan potensi peserta

didiknya, baik potensi afektif (sikap dan nilai), potensi kognitif (cara mendapat pengetahuan), serta potensi psikomotorik (ketrampilan).

Adapun manfaat dari pengembagan potensi di atas adalah:

Menurut Muhibbin Syah (2006: 85) : a) Mengembangkan kecakapan kognitif

Adapun kecakapan kognitif siswa yang amat perlu dikembangkan segera khususnya oleh guru, antara lain: 1) strategi belajar memahami isi materi pembelajaran, 2) strategi meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta penyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut.

b) Mengembangkan kecakapan afektif

Keberhasilan pengembangan ranah kognitif akan sangat berpengaruh pada peningkatan kecakapan ranah afektif. Adapun peningkatan kecakapan ranah afektif ini antara lain: berupa kesadaran beragama yang mantap, dimilikinya sikap keagamaan yang lebih tegas sesuai dengan tuntutan ajaran agama yang telah ia pahami dan yakini secara mendalam.

c) Mengembangkan kecakapan psikomotor

Keberhasilan pengembangan ranah kognitif dan afektif juga akan berdampak positif terhadap perkembangan ranah psikomotor.

Adapun contoh perkembangan ranah psikomotor adalah para siswa yang berprestasi baik (dalam arti yang luas dan ideal) dalam bidang pembelajaran agama misalnya sudah tentu akan lebih rajin beribadah shalat, puasa, dan mengaji. Dia juga tidak akan segan-segan memberi pertolongan atau bantuan kepada orang lain yang memerlukan. Sebab, ia merasa memberi bantuan itu adalah kebajikan (afektif), sedang perasaan yang berkaitan dengan kebajikan tersebut berasal dari pemahaman yang mendalam terhadap materi pelajaran agama yang ia terima dari gurunya (kognitif).

Hal ini sesuai dengan kemampuan yang dikembangakan pihak MTS Aisyiyah dalam pembelajaran Al-Qur‟an. Dimana pihak sekolah menginginkan siswanya dapat mengaplikasikan isi kandungan Al-Qur‟an dalam kehidupannya yaitu dengan mempelajari dulu cara membacanya.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Al-Qur‟an

Menurut Ngalim Purwanto (2007:28), menerangkan dalam bukunya Psikologi Pendidikan :

Dalam diri setiap muslim mempunyai kemampuan membaca Al-Qur‟an, ada berbagai macam tingkat kemampuan membaca Al-Qur‟an dari yang tinggi, sedang, sampai yang rendah. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor di antaranya yaitu:

a) Faktor Pembawaan

Sebelum kita utarakan lebih lanjut, dapatlah kiranya kita mengatakan bahwa pembawaan adalah seluruh kemungkinan kemungkinan atau kesanggupan-kesanggupan (potensi) yang terdapat pada suatu individu yang selama masa perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan (direalisasikan). Kesanggupan untuk membaca Al-Qur‟an yang diawali dengan terbata-bata telah ada dalam pembawaannya akan berkembang, dan karena lingkungan dan kematangannya pada suatu saat tertentu anak dapat membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar. Sehinga jelas pembawaan dapat mempengaruhi kemampuan membaca Al-Qur‟an.

b) Faktor Keturunan

Maksud dari keturunan di sini adalah sifat-sifat atau ciri-ciri pada seorang anak. Jika sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut diwariskan atau diturunkan melalui sel-sel kelamin dari generasi yang lain. Misalnya seorang Bapak atau Ibu ada persamaan dengan anaknya dalam membaca Al-Qur‟an pada waktu membaca Al-Qur‟an. Dapat juga sifat-sifat ini bersembunyi selama beberapa generasi mungkin juga sifat-sifat keturunan itu diwsarisi dari nenek atau buyutnya.

Sehingga anak tersebut mempunyai kemampuan membaca Al-Qur‟an sesuai dengan keturunan.

c) Faktor Lingkungan

Seorang ahli psikologi dari Amerika yang bernama Sartain mengatakan bahwa:

Lingkungan (environment) adalah meliputi segala kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan kita kecuali gen-gen, dan bahkan gen-gen dapat pula dipandang sebagai menyiapkan lingkungan bagi gen yang lain.

d) Faktor Pendidikan

Fitri Raharjo (2014:9), Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk wujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Menurut syaiful Sagala (2009:3) bahwa,Pendidikan juga dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada. Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi lebih ditekankan proses pembinaan kepribadian anak didik secara menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa.

Dalam buku Ngalim Purwanto (2007:28-29) menerangkan dalam bukunya Psikologi Pendidikan:

Ditambahkan oleh Sartain bahwa lingkungan itu dibagi menjadi 3 bagian sebagai berikut:

a. Lingkungan Alam/Luar (Extenalor Physical Environment)

Lingkungan alam adalah segala sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan manusia, seperti rumah, tumbuh-tumbuhan, air, iklim, hewan dan sebagainya.

b. Lingkungan Dalam (Internal Environmet)

Lingkungan dalam adalah segala sesuatu yang termasuk lungkungan luar. Contohnya makanan dan air yang telah berada di dalam pembuluh-pembuluh darah atau di dalam cairan limpa yang mempengaruhi tiap-tiap sel di dalam tubuh.

c. Lingkungan Sosial (Social Environment)

Lingkungan sosial adalah semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan soaial itu ada yang kita terima secara langsung, seperti dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain, keluarga kita, teman-teman kita, kawan

Lingkungan sosial adalah semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan soaial itu ada yang kita terima secara langsung, seperti dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain, keluarga kita, teman-teman kita, kawan

Dalam dokumen AYU INDAH PRATIWI NIM. (Halaman 17-0)

Dokumen terkait