BAB I Pendahuluan
D. Manfaat Penelitian
1. Mengetahui rasionalitas pengobatan antiemetik pada pengobatan kanker payudara.
2. Meningkatkan keamanan dan efektifitas obat–obat antiemetik pada pasien kanker payudara.
3. Sebagai informasi penunjang dalam memberikan obat-obat antiemetik pada pasien kemoterapi.
commit to user 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KANKER PAYUDARA 1. Pengertian
Kanker payudara adalah kanker yang menyerang jaringan payudara.
Kanker payudara menyebabkan sel-sel terus tumbuh dan membelah secara abnormal dan tidak terkendali. Jaringan abnormal ini juga dapat menyebar dan menyerang organ lain dalam tubuh (Anonim, 2010).
2. Penyebab
Penyebab pasti kanker payudara belum diketahui secara spesifik, akan tetapi sejumlah faktor diketahui dapat meningkatkan resiko kanker payudara meliputi:
- Faktor endokrin
Faktor endokrin sering dikaitkan dengan kejadian kanker payudara.
Hal ini berhubungan dengan durasi terjadinya menstruasi. Resiko kanker payudara meningkat antara onset menstruasi dan usia kehamilan pertama dimana terjadi ketidakseimbangan hormon yang menyebabkan reaksi sel secara berlebih pada jaringan payudara.
- Faktor genetik
Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara dapat memperbesar kemungkinan seseorang menderita kanker payudara. Pada pasien yang
commit to user
6
demikian cenderung memiliki payudara padat dan penyakit payudara jinak.
Faktor gen mungkin berperan dalam menentukan kepadatan payudara.
- Lingkungan dan gaya hidup
Diet merupakan faktor lingkungan yang berhubungan dengan asupan makanan. Kebiasaan mengkonsumsi makan-makanan berlemak jenuh seperti daging (mengandung karsinogen) dapat meningkatkan resiko kanker payudara. Untuk mencegah resiko kanker payudara disarankan mencukupi asupan makanan berserat dan vitamin (vitamin A, C, E, dan β karoten) (Michaud et al, 2010).
3. Tipe Kanker Payudara
Kanker payudara dibagi berdasarkan tempat tumbuh dan menyebarnya sel-sel kanker, baik di duktus maupun lobulus. Tipe kanker payudara dibagi menjadi 2, yaitu:
a) noninvasif (carcinoma in situ)
Carcinoma adalah kata lain dari kanker, carsinoma in situ berarti kanker yang masih dini, terbatas pada jaringan payudara dan belum menyebar ke organ tubuh lain. Carcinoma in situ terdiri dari lobular carcinoma in situ (LCIS) dan ductal carcinoma in situ (DCIS). LCIS yaitu sel kanker ada di lobulus dan tidak tumbuh menembus dinding lobulus jaringan lemak payudara. DCIS yaitu sel kanker ada di ductus dan tidak menyebar menembus
commit to user
7
dinding ductus jaringan lemak payudara. Tipe invasif punya kemungkinan berkembang menjadi invasif.
b) Invasif (carcinoma ex situ)
Sel-sel kanker telah menyebar dan menyerang jaringan di sekitar payudara (Anonim, 2010).
4. Tahapan Stadium
Menurut NCCN (2010), klasifikasi stadium klinis kanker payudara dapat dilihat pada Tabel I.
Tabel I. Klasifikasi Stadium Klinis Kanker Payudara Stadium T (Tumor) N (Nodus) M (Metastase)
T1s : carcinoma insitu adalah non infiltrating intraductal carcinoma dimana tak teraba tumor T0 : tumor tak teraba, tetapi menyebar ke jaringan terdekat
T1 : diameter tumor 2cm atau lebih kecil T2 : diameter tumor antara 2-5 cm T3 : diameter tumor lebih dari 5cm
T4 : tumor dengan segala ukuran dimana telah mencapai dinding dada, infiltras pada kulit
N0 : pemeriksaan klinis dan pengamatan di bawah mikroskop, kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening
N1 : kanker telah menyebar di 1-3 kelenjar getah bening di ketiak N2 : kanker telah menyebar di 4-9 kelenjar getah bening di ketiak
commit to user
8
N3 : kanker telah menyebar di 10 atau bahkan lebih di kelenjar getah bening pada ketiak M0 : tidak terdapat metastase jauh
M1 : sudah terdapat metastase jauh
5. Pengobatan Kanker Payudara Pengobatan kanker payudara meliputi : a) Pembedahan
Pembedahan digunakan untuk penatalaksanaan kanker stadium dini.
Pembedahan dapat berupa lumpektomi (hanya menghilangkan tumor dan sedikit sel normal di sekitar jaringan tumor pada payudara) ataupun mastektomi (pengangkatan seluruh payudara tanpa nodus limfa dibawah lengan).
b) Terapi radiasi
Terapi ini diterapkan setelah menjalani pembedahan untuk menurunkan resiko kekambuhan, juga sebelum pembedahan untuk mengecilkan masa tumor.
c) Kemoterapi
Kemoterapi juga diterapkan setelah menjalani pembedahan untuk menurunkan resiko kekambuhan, sebelum pembedahan untuk mengecilkan masa tumor, dan sebagai terapi utama saat terjadi kekambuhan.
d) Terapi hormonal
Terapi ini bermanfaat pada reseptor estrogen dan progesteron positif baik pada stadium dini maupun metastasis. Terapi ini digunakan baik secara tunggal ataupun setelah kemoterapi, misalnya : tamoxifen, letrozol.
commit to user
9
e) Terapi gen
Terapi ini digunakan pada kanker stadium lanjut atau sebagai adjuvan terapi pada kanker stadium awal, dimana terdapat protein HER2, misalnya trastuzumab, lapatinib (Rahmawati, 2009).
6. Protokol Kemoterapi
Pendekatan perawatan untuk pengelolaan pengobatan kanker payudara sangat diperlukan. Pendekatan perawatan dengan pemberian antiemetik bertujuan untuk mencegah atau menghilangkan mual dan muntah. Antiemetik diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya mual dan muntah agar dapat terkontrol dengan baik. Dalam penggunaan antiemetik harus dipastikan pemberiannya optimal dalam setiap siklusnya. Sediaan obat entiemetik dapat berupa oral maupun IV tergantung kebutuhan dan keadaan pasien. Obat antimetik yang biasa digunakan adalah golongan 5-HT3 yang efektif dalam dosis tunggal. Penggunaan golongan kortikosteroid digunakan untuk mual muntah yang tertunda (Anonim, 2011d).
B. MUAL MUNTAH 1. Pengertian
Mual diartikan sebagai keinginan untuk muntah atau gejala yang dirasakan di tenggorokan dan di sekitar lambung, yang menandakan akan segera muntah. Muntah diartikan sebagai pengeluaran isi lambung melalui mulut, yang seringkali membutuhkan dorongan yang sangat kuat (Dipiro, 2008).
commit to user
10
2. Patofisiologi
Daerah yang berperan dalam proses mual dan muntah adalah pusat muntah yang terletak di medula oblongata dan daerah pemicu kemoreseptor/
Cemoreseptor Trigger Zone (CTZ) yang terletak di area postrema. Obat–obat
kemoterapi (atau metabolitnya) dapat mengaktivasi langsung daerah pemicu kemoreseptor atau di pusat muntah. Beberapa reseptor di kedua daerah tersebut, termasuk dopamine tipe 2 (DA2) dan serotonin tipe 3 (5-HT3) berperan penting (Firmansyah, 2010).
Warna dan bau obat-obat kemoterapi (dan bahkan rangsangan yang berhubungan dengan kemoterapi, seperti tanda di ruang pengobatan atau dokter atau perawat yang memberi terapi) dapat mengaktivasi pusat muntah yang lebih tinggi di pusat otak dan memicu muntah. Obat-obat kemoterapi dapat pula bekerja secara perifer, dengan menyebabkan kerusakan sel di saluran pencernaan, dan melepaskan serotonin dari sel enterokromafin mukosa usus halus. Serotonin yang dilepaskan akan mengaktifkan reseptor 5-HT3 pada saraf vagus dan serat aferen nervus splanknikus yang kemudian membawa sinyal sensoris ke medula sehingga terjadi respons muntah (Firmansyah, 2010).
3. Tipe Mual-Muntah akibat Kemoterapi
Secara garis besar, didasarkan pada onset-nya, terdapat 3 (tiga) tipe mual muntah terinduksi kemoterapi / Chemotherapy Induced Nauseae–Vomiting (CINV) , yaitu:
commit to user
11
a) CINV Akut (acute nausea and vomiting)
CINV akut didefinisikan sebagai mual muntah yang terjadi dalam 24 jam setelah pasien mendapat kemoterapi. Pada pasien yang tidak mendapat profilaksis, keadaan ini dapat terjadi dalam satu sampai dua jam setelah kemoterapi, dengan insiden puncak rata-rata pada empat sampai enam jam pertama.
b) CINV Lambat (delayed nausea and vomiting)
CINV disebut onset lambat bila mual muntah terjadi setelah 24 jam setelah kemoterapi. Sering terjadi pada pemberian cisplatin dosis tinggi. Jika pasien tidak mendapat terapi profilaksis, biasanya keadaan ini terjadi sekitar 48 sampai 72 jam setelah kemoterapi diberikan, dan berkurang secara bertahap setelah 2 sampai 3 hari sesudahnya. Meskipun dibandingkan dengan CINV akut, kekerapan CINV lambat ini lebih rendah, namun CINV ini kurang dapat diatasi dengan baik oleh obat-obat antiemetik yang ada bila dibandingkan dengan episode akut. CINV ini, selain akibat pemberian terapi sisplatin, dapat juga oleh karboplatin, siklofosfamid, dan antrasiklin.
c) CINV Antisipasi (anticipatory nausea and vomiting)
Kondisi ini adalah sebuah kondisi respon pasien yang pernah mengalami mual-muntah selama siklus kemoterapi sebelumnya. Pemberian antiemetik selama siklus awal kemoterapi menyebabkan kondisi ini tidak lagi menjadi masalah signifikan (Firmansyah, 2010).
commit to user
12
4. Klasifikasi agen sitotoksik berdasarkan resiko mual muntah
Klasifikasi agen sitotoksik berdasarkan resiko mual muntah menurut Dipiro (2008) dapat dilihat pada Tabel II.
Tabel II. Klasifikasi agen sitotoksik berdasarkan resiko mual muntah menurut DiPiro (2008)
5. Terapi mual dan muntah
Secara garis besar terapi yang digunakan meliputi 2 macam, yaitu : a) Terapi nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi yang digunakan untuk menanggulangi mual muntah misalnya diet (untuk mual muntah ringan karena pengaruh intake makanan), intervensi behavioral seperti relaksasi dan hipnotis (Sukandar dkk, 2008).
a) Terapi farmakologi dengan antiemetik
Level 1
(frekuensi mual dan muntah kurang dari 10%)
bevacizumab, bleomycin, busulfan, 2-Chlorodeoxyadenosin, fludarabin, rituximab, vinblastin, vincristin, vinorelbine
Level 2
(frekuensi mual dan muntah 10% - 30%)
bortezomib, cetuximab, cytarabin ≤ 1g/m2 , docetaxel, etoposide, fluorouracil, gemcitabine, methotrexate, mitomycin, mitoxantron, paclitaxel, pemetrexed, topotecan, trastuzumab
Level 3
(frekuensi mual dan muntah 30% - 90%)
carboplatin, cytarabin ≥1g/m2 , cyclophosphamid < 1500mg/m2 ,daunorubicin, doxorubicin, epirubicin, idarubicin, ifosfamid, irinotecan, oxaliplatin
Level 4
(frekuensi mual dan muntah > 90%)
carmustin, cisplatin, cyclophospamid ≥ 1500mg/m2, dacarbazin, dactinomycin, mechlorethamine, streptozotocin
commit to user 13
Tabel III. Obat-obat antiemetik yang digunakan
No. Golongan Obat Mekanisme Kerja Indikasi Efek Samping Contoh Dosis sediaan Aturan Pakai
1. Antasid menetralkan asam lambung mual muntah diare, konstipasi Al(OH), Mg(OH)2,
CaCO3
15-30 ml larutan tiap 2-4jam(prn) 2. Antihistamin,
antikolinergik
memotong alur jalannya afferent visceral
mual muntah mengantuk, bingung, mulut kering, retensi urin
3. Antagonis H2 menghambat reseptor H2 yang mensekresi asam lambung
mual muntah mengantuk, bingung, pandangan kabur, mulut kering, retensi urin
simetidin
4. Fenotiazin memblokade dopamine yang
mirip CTZ
mual muntah sedasi berlebihan klorpromazin,
proklorperazin
5. Kortikosteroid melibatkan penghambatan prostaglandin
mual muntah akut dan tunda
sakit kepala, perut tidak nyaman deksametashone 8mg IV 1 atau 2xsehari
(prn) 6. Metoclopramide memblokade reseptor pusat
dopaminergik di CTZ
mual muntah tunda
extrapiramidal metoclopramide 10mg IV tiap 6jam (prn)
7. SSRI menghambat reseptor serotonin
pre sinap di syaraf sensoris vagus di saluran cerna
mual muntah akut
konstipasi, diare, sakit kepala, pusing ondansetron, granisetron,
commit to user
14
C. Pengobatan yang Rasional
Penerapan penggunaan obat yang rasional merupakan pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh, melibatkan dokter, puskesmas, dan pengguna obat.
Langkah penting dalam penerapan penggunaan obat yang rasional, yaitu:
1. Diagnosa tepat
2. Peresepan efektif, aman dan ekonomis 3. Pelayanan yang baik
4. Penggunaan obat pasien dengan informasi yang sesuai (Aslam, 2003).
Penerapan penggunaan obat yang rasional memberi manfaat yaitu mengoptimalisasi tujuan pengobatan yang ingin dicapai dengan meminimalkan efek samping obat dengan rasio manfaat dan resiko yang optimal serta berkurangnya beban biaya pengobatan yang diperlukan (Aslam, 2003).
Menurut Vance dan Millington (1986), prinsip yang harus dilaksanakan untuk mencapai pengobatan yang rasional yaitu:
1. Tepat indikasi, merupakan diagnosis penyakit yang akurat
2. Tepat penderita, yaitu tidak ada kontraindikasi/ kondisi khusus yang dapat mempermudah timbulnya efek samping
3. Tepat obat, yaitu efektif, aman dan ekonomis sesuai dengan kondisi pasien
4. Tepat dosis, yaitu, takaran obat dan lama pemberian obat sesuai dengan kondisi pasien
5. Waspada efek samping obat
commit to user
15
D. KERANGKA PEMIKIRAN
E. KETERANGAN EMPIRIS
Evaluasi penggunaan antiemetik pada pasien kanker payudara di Instalasi Rawat Inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sudah memenuhi tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat dan tepat dosis.
Pasien dengan diagnosis kanker payudara yang menjalani kemoterapi
Ketepatan indikasi Perlu antiemetik
Ketepatan penderita Rasionalitas
penggunaan antiemetik
Ketepatan obat
Ketepatan dosis
- Kontraindikasi
- Kondisi pasien
- Keamanan dan kemanfaatan antiemetik
- Pemilihan cara pemakaian - frekuensi pemberian
commit to user 16 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif non analitik secara retrospektif.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di bagian rekam medik Rawat Inap RSUD dr. Moewardi pada bulan Juli-September tahun 2010.
C. Alat dan Bahan
Bahan dan sumber data yang digunakan adalah rekam medik/medical record yang meliputi nomor catatan medik, identitas pasien, diagnosa, catatan pemberian obat antiemetik, data laboratorium, obat antiemetik yang digunakan (nama obat, jumlah, dosis, rute penggunaan dan lama pemberian).
D. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan obyek yang diteliti. Dalam penelitian ini populasi yang diperlukan adalah semua pasien kanker payudara yang menggunakan antiemetik di RSUD dr. Moewardi.
commit to user
17
2. Sampel
Sampel merupakan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel dalam penelitian ini dari pasien kanker payudara di Dr.
Moewardi Surakarta pada tahun 2010 yaitu sebanyak 70 orang dari jumlah pasien yang ada. Kriteria inklusi yang ditetapkan yaitu pasien rawat inap di RSUD Dr.
Moewardi selama tahun 2010 yang menderita kanker payudara, tidak memiliki penyakit penyerta dan menggunakan antiemetik.
E. Cara Kerja
Ijin Penelitian Pengumpulan
Data
Terapi antiemetik Data deskripsi pasien
Analisis Data
Diagnosa pasien
Pembahasan
Kesimpulan
Penyusunan TA Proposal
commit to user
18
F. Analisis Data
Data rasionalitas penggunaan antiemetik pada pasien kanker payudara periode tahun 2010 yang telah diperoleh kemudian dianalisa secara deskriptif sebagai berikut:
1) Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin, usia dan domisili.
Jenis kelamin, usia dan domisili dihitung dari semua pasien kanker payudara yang menggunakan antiemetik
2) Distribusi pasien berdasarkan stadium, keluhan dan karakteristik penggunaan antiemetik.
Stadium, keluhan dan karakteristik penggunaan antiemetik pada pasien kanker payudara dihitung persentasenya.
3) Rasionalitas penggunaan antiemetik berdasarkan ketepatan indikasi, ketepatan penderita, ketepatan obat, dan ketepatan dosis.
Analisa rasionalitas penggunaan antiemetik dengan membandingkan indikasi, penderita, obat dan dosis berdasarkan standar NCCN 2010,
4) Pengolahan data
Data yang diperoleh dianalisis dengan program Microsoft Office Excel 2000.
commit to user 19 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Proses Penelusuran Data
Proses penelusuran data dilakukan dengan mengamati dan menganalisa kartu rekam medis penderita kanker payudara di Instalasi Rawat Inap Dr. Moewardi Surakarta periode tahun 2010. Selama tahun 2010 ada 251 pasien yang didiagnosa kanker payudara di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Berdasarkan data tersebut hanya ada 164 pasien yang rekam mediknya ditemukan.
Hal ini dimungkinkan saat pengambilan data, rekam medik pasien tidak dapat ditemukan pada tempat yang semestinya. Oleh karena itu didapatkan 70 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Jumlah sampel yang didapat kemudian dianalisis untuk menentukan kerasionalan penggunaan antiemetik pada penderita kanker payudara.
B. Distribusi Penderita Kanker Payudara berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, dan Domisili
Penderita kanker payudara di Instalasi Rawat Inap Dr. Moewardi Surakarta didistribusikan berdasarkan jenis kelamin, usia dan domisili.
1. Distribusi penderita kanker payudara berdasarkan jenis kelamin
Tujuan penggambaran distribusi penderita kanker payudara berdasarkan jenis kelamin adalah untuk mengetahui pasien yang paling banyak menderita kanker payudara. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak
commit to user
20
menderita kanker payudara (97%) dibandingkan laki-laki (3%). Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram jumlah penderita kanker payudara berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan data di atas kanker payudara tidak terbatas pada perempuan saja, namun dapat terjadi pula pada laki-laki. Laki-laki juga dapat terkena kanker payudara, tetapi hal itu sangat jarang terjadi (Michaud et al, 2008). Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (Rakhmawati, 2009), pasien pada tahun 2010 lebih bervariasi. Pada tahun 2008 pasien kanker payudara di RSUD Dr. Moewardi diderita oleh perempuan sebanyak 100% dari 75 pasien yang diteliti.
Menurut NCCN, kanker payudara sering terjadi pada perempuan yang sudah menopause, tetapi dapat terjadi pada semua usia. Perempuan sangat rentan menderita kanker payudara karena pengaruh peningkatan hormon estrogen dan progesteron
97
3 0
20 40 60 80 100 120
perempuan laki-laki
persentase (%)
jenis kelamin
Jenis Kelamin (%)
commit to user
21
yang lebih cepat dibanding laki-laki. Reseptor progesteron dan estrogen dapat digunakan untuk menstimulasi pertumbuhan sel kanker. Reseptor ini disebut reseptor estrogen positif atau reseptor estrogen negatif dan reseptor progesteron positif atau progesteron negatif (Anonim, 2010).
2. Distribusi penderita kanker payudara berdasarkan usia
Tujuan penggambaran distribusi penderita kanker payudara berdasarkan usia adalah untuk mengetahui usia pasien yang mudah menderita kanker payudara.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien usia lebih dari 40 tahun lebih mudah menderita kanker payudara dibandingkan dengan pasien usia kurang dari atau sama dengan 40 tahun dan jumlah terbanyak pada pasien wanita pada usia 46-50 tahun. Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram jumlah penderita kanker payudara berdasarkan usia 0
5 10 15 20 25 30 35
persentase (%)
rentang usia
perempuan laki-laki
commit to user
22
Hasil penelitian di atas dibandingkan dengan penelitian (Rakmawati, 2009) yang menggolongkan usia dalam rentang tiap 10 tahun dan didapat hasil pasien kanker payudara paling banyak diderita pada usia 41-50 tahun sebesar 45% dari 75 pasien yang diteliti. Kanker payudara adalah penyebab kematian kanker terbesar pada wanita usia 20-59 tahun (Michaud et al, 2008). Faktor resiko terjadinya kanker payudara pada wanita yaitu usia awal menstruasi, usia menopause, dan kemampuan mempunyai anak. Wanita yang menstruasi pertama sebelum usia 12 tahun mempunyai resiko berkembangnya kanker payudara lebih besar daripada wanita usia 16 tahun atau lebih. Tidak punya anak dan usia lebih dari 30 tahun pada kelahiran anak pertama dapat memperbesar resiko perkembangan kanker payudara, dua kali lipat. Wanita yang punya anak lebih dari usia 35 tahun mempunyai resiko yang lebih kecil dibanding wanita yang tidak punya anak (Michaud et al, 2008).
3. Distribusi penderita kanker payudara berdasarkan domisili
Tujuan penggambaran distribusi penderita kanker payudara berdasarkan domisili adalah untuk mengetahui domisili pasien kanker payudara yang sering berobat di RSUD Dr. Moewardi. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa pasien yang berdomisili di luar Surakarta lebih banyak daripada pasien yang berdomisili di Surakarta. Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
commit to user
23
Gambar 3. Diagram persentase penderita kanker payudara berdasarkan domisili
Berdasarkan persentase Gambar 3 diketahui pasien kanker payudara di RSUD Dr. Moewardi mayoritas adalah pasien yang berdomisili di luar daerah Surakarta.
Hasil tersebut sesuai dengan klasifikasi RSUD Dr. Moewardi yang berakreditasi tipe A. RSUD Dr. Moewardi digolongkan tipe A karena mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik maupun subspesialistik yang menjadikan rumah sakit ini sebagai rumah sakit rujukan tertinggi untuk wilayah Surakarta dan sekitarnya (Siregar dan Amalia, 2003).
C. Distribusi Penderita Kanker Payudara berdasarkan Stadium, Keluhan dan Karakteristik Penggunaan Antiemetik
1. Distribusi penderita kanker payudara berdasarkan stadium
Tujuan penggambaran distribusi penderita kanker payudara berdasarkan stadium adalah untuk mengetahui stadium kanker yang banyak diderita pasien kanker
13 20
7
3 1 6 11 10
6 3 11
1 1 1 1 1 1
Surakarta Karanganyar Wonogiri Semarang Salatiga Boyolali Sukoharjo Klaten Ngawi Blora Sragen Sidoarjo Magetan Magelang Ponorogo Gunung Kidul Pacitan
Surakarta Luar Daerah
Jumlah Pasien (%)
Jumlah Pasien (%)
persentase (%)
commit to user
24
payudara. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa stadium kanker yang banyak diderita pasien kanker payudara pada stadium tiga. Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram jumlah penderita kanker payudara berdasarkan stadium
Hasil penelitian di atas dibandingkan dengan penelitian Rahmawati (2009) diperoleh hasil yaitu pasien yang dirawat paling banyak pada stadium III sebesar 80%
dari 75 pasien yang diteliti. Pada rekam medik pasien, sebagian besar ditulis dengan metode TNM, hanya sebagian kecil saja yang ditulis langsung dengan angka romawi.
Metode TNM adalah T (Tumor), N (Nodus), dan M (Metastase), yang dikombinasikan dan dilambangkan dengan angka romawi ke dalam 5 tingkatan (stadium 0, stadium 1, stadium II, stadium III, dan stadium IV). Pengelompokan stadium berdasarkan terapinya dibagi menjadi dua yaitu kemoterapi adjuvan dan neo adjuvant. Kemoterapi adjuvant diberikan setelah pembedahan dengan tujuan untuk
mencegah kekambuhan pada stadium I dan II. Neoadjuvan adalah kemoterapi yang bertujuan untuk memperkecil ukuran kanker sehingga kanker dapat diangkat pada stadium III dan IV (Anonim, 2010). Pada penelitian ini terdapat 7% dari jumlah total
1%
16%
59%
17%
7%
Persentase Stadium Kanker Payudara (%)
I II III IV
Tidak Diketahui
commit to user
25
pasien yang belum diketahui, hal ini dikarenakan data dalam rekam medik pasien kurang lengkap sehingga menyulitkan dalam menentukan stadium.
2. Distribusi penderita kanker payudara berdasarkan keluhan
Tujuan penggambaran distribusi penderita kanker payudara berdasarkan keluhan adalah untuk mengetahui keluhan yang sering dialami pasien kanker payudara akibat kemoterapi. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa keluhan yang sering dialami pasien kanker payudara akibat kemoterapi adalah mual muntah. Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram jumlah penderita kanker payudara berdasarkan keluhan
Hasil di atas sebanding dengan penelitian Rakhmawati (2009) keluhan yang paling banyak diderita pasien kanker payudara adalah mual dan muntah. Mual muntah yang diinduksi kemoterapi (chemotherapy-induced-nausea and vomiting–
20
mual mual, muntah diare pusing nyeri mual, muntah,
nyeri
prosentase
Persentase Keluhan (%)
keluhan
commit to user
26
CINV) merupakan pengalaman yang sangat tidak menyenangkan bagi pasien selama
menjalani terapi kanker. Muntah tidak hanya mempengaruhi kualitas hidup, tetapi dapat menyebabkan penolakan pengobatan antineoplastik. Selain itu, muntah yang tidak terkendali dapat menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan metabolisme yang mencolok, dan pengurangan masukan zat makanan. Hal ini yang menjadikan penatalaksanaan mual-muntah akibat kemoterapi harus berjalan efektif (Firmansyah, 2010).
3. Distribusi penderita kanker payudara berdasarkan karakteristik penggunaan antiemetik
Tujuan penggambaran distribusi penderita kanker payudara berdasarkan karakteristik penggunaan antiemetik adalah untuk mengetahui obat antiemetik yang sering diresepkan dalam mengatasi keluhan mual muntah akibat kemoterapi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa obat antiemetik yang paling sering diresepkan adalah ondansetron dalam dosis tunggal. Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.
commit to user
27
Gambar 6. Diagram jumlah penderita kanker payudara berdasarkan karakteristik penggunaan antiemetik
Ondansetron merupakan antiemetik golongan antagonis reseptor serotonin tipe 3 (5-HT3). Ondansetron dapat diberikan dalam dosis tunggal sebelum kemoterapi maupun sesudah kemoterapi (intravena/per oral). Obat ini efektif untuk mengobati tingkatan terapi penyebab muntah (Firmansyah, 2010). Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna (Anonim, 2007b). Ondansetron biasanya diberikan secara iv 30 menit sebelum kemoterapi. Efeknya diperkuat dengan pemberian dexamethasone (20 mg per infus)
Ondansetron merupakan antiemetik golongan antagonis reseptor serotonin tipe 3 (5-HT3). Ondansetron dapat diberikan dalam dosis tunggal sebelum kemoterapi maupun sesudah kemoterapi (intravena/per oral). Obat ini efektif untuk mengobati tingkatan terapi penyebab muntah (Firmansyah, 2010). Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna (Anonim, 2007b). Ondansetron biasanya diberikan secara iv 30 menit sebelum kemoterapi. Efeknya diperkuat dengan pemberian dexamethasone (20 mg per infus)