• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah membuat sediaan krim anti-aging dengan minyak bekatul yang merupakan bahan alami dalam sediaan kosmetika.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Padi

Menurut sejarahnya, padi termasuk genus Oryza l. yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar di daerah tropika dan daerah subtropika seperti di Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Padi yang ada di Indonesia sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oryza sativa. Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumput-rumputan (Nasir dan Fitriyanti, 2009).

2.2 Bekatul

Bekatul (rice bran) adalah lapisan terluar dari beras yang terlepas saat proses penggilingan gabah (padi) atau hasil samping penggilingan padi yang terdiri dari lapisan aleuron, endosperm dan germ. Bekatul memiliki warna krem kecoklatan dengan aroma sama seperti aroma berasnya. Gabah padi terdiri dari dua bagian yaitu endosperm atau butiran beras dan kulit padi (sekam).

Penggilingan padi bertujuan memisahkan beras dengan sekam yang kemudian dilakukan proses penyosohan dua kali. Penyosohan pertama menghasilkan dedak dengan tekstur kasar karena masih mengandung sekam dan penyosohan kedua menghasilkan bekatul (rice bran) yang bertekstur halus dan tidak mengandung sekam. Penggilingan padi ini menghasilkan beras sekitar 60-65% dan bekatul sekitar 8-12%. Kandungan gizi lain seperti serat, vitamin B kompleks, protein, tiamin dan niasin lebih banyak terdapat didalam bekatul. Bekatul mengandung lemak tidak jenuh tinggi, lemak ini lebih aman dalam kaitannya dengan kolesetrol

sehingga aman dikonsumsi oleh penderita kolesterol dan penyakit jantung.

Bekatul juga mengandung tokoferol dan tokotrienol yang berfungsi sebagai antioksidan yang bermanfaat dalam berbagai pencegahan penyakit termasuk penuaan dini (Auliana, 2011).

2.3 Manfaat dan Kandungan Minyak Bekatul

Minyak bekatul atau lebih dikenal dengan rice bran oil merupakan minyak hasil ekstraksi bekatul.Minyak bekatul dapat dikonsumsi karena mengandung vitamin, antioksidan serta nutrisi yang diperlukan tubuh manusia. Komponen utama dari minyak bekatul adalah triasilgliserol berjumlah sekitar 80% dari minyak kasarbekatul. Tiga asam lemak utama terdiri dari palmitat, oleat dan linoleat dengan kisaran kandungan asam lemakberturut-turut adalah 12-18%, 40-50%, dan 20-42% (Susanti, dkk., 2012).

Minyak bekatul juga mengandung antioksidan alami tokoferol, tokotrienol, dan γ-oryzanol yang bermanfaat melawan radikal bebas dalam tubuh terutama sel kanker. Senyawa γ-oryzanol merupakan antioksidan yang sangat kuat dan hanya ditemukan pada minyak bekatul. Senyawa ini lebih aktif daripada vitamin E (tokoferol dan tokotrienol) dalam melawan radikal bebas, dan sangat efektif menurunkan kolesterol dalam darah dan kolesterol liver, serta menghambat waktu menopause. Oleh karena itu, minyak bekatul dapat dimanfaatkan sebagai suplemen pangan untuk meningkatkan kualitas kesehatan manusia.Minyak bekatul memiliki aroma dan tampilan yang baik serta nilai titik asapnya cukup tinggi (2540C). Dengan nilai titik asap yang paling tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya maka minyak bekatul merupakan minyak goreng terbaik dibanding minyak kelapa, minyak sawit maupun minyak jagung (Hadipernata, 2006).

Senyawa γ -oryzanol merupakan senyawa tunggal dari campuran steryl dan triterpenyl ester dari asam-asam ferulat (cycloartenyl ferulat, 24-methylenecycloartenyl ferulate, -sitosterol ferulat, campesteryl ferulate).

Kandungan γ -oryzanol yang terdapat dalam minyak bekatul padi berkisar antara 1,5-2,9%. Jumlah kandungan γ -oryzanol tergantung dari varietas bekatul padi (Susanti, dkk., 2012).

Pengambilan minyak dengan cara ekstraksi pelarut cocok untuk pengambilan minyak nabati, sehingga prosespengambilan minyak bekatul sesuai dengan cara tersebut. Proses ekstraksi minyak dari biji–bijian dengan pelarut, perpindahan massa solute (minyak) dari dalam padatan ke pelarut dapat diduga melalui tahapan:

1. Difusi dari dalam padatan (biji) ke permukaan padatan (biji).

2. Perpindahan massa minyak dari permukaan padatan (biji) ke cairan.

Pelarut sangat mempengaruhi dalam proses ekstraksi. Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor (Susanti, dkk., 2012), antara lain:

1. Selektivitas

Pelarut dapat melarutkan semua zat yang akan diekstrak dengan cepat dan sempurna.

2. Titik didih pelarut

Pelarut harus mempunyai titik didih yang cukup rendah sehingga pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi pada proses pemurnian dan jika diuapkan tidak tertinggal dalam minyak.

3. Pelarut tidak larut dalam air.

4. Pelarut bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lain.

5. Harga pelarut semurah mungkin.

6. Pelarut mudah terbakar.

Pelarut minyak atau lemak yang biasa digunakan dalam proses ekstraksi minyak bekatul (Susanti, dkk., 2012), antara lain:

1. Etanol

Etanol sering digunakan sebagi pelarut dalam laboratorium karena mempunyai kelarutan yang relatif tinggi dan bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lainnya. Etanol memiliki titik didih yang rendah sehingga memudahkan pemisahan minyak dari pelarutnya dalam proses distilasi.

2. n-Heksana

Pelarut n-heksana merupakan pelarut yang paling ringan dalam mengangkat minyak yang terkandung dalam biji–bijian dan mudah menguap sehingga memudahkan untuk refluk. Pelarut ini memiliki titik didih antara 65–700C.

3. Isopropanol

Isopropanol merupakan jenis pelarut polar yang memiliki massa jenis 0,789 g/ml. Pelarut ini mirip dengan ethanol yang memiliki kelarutan yang relatif tinggi.

Isopropanol memiliki titik didih 81-820C.

4. Etyl asetat

Etil asetat merupakan jenis pelarut yang bersifat semi polar. Pelarut ini memiliki titik didih yang relatif rendah yaitu 770C sehingga memudahkan pemisahan minyak dari pelarutnya dalam proses destilasi.

5. Aseton

Aseton larut dalam berbagai perbandingan dengan air, etanol, dietil eter.

Aseton sendiri juga merupakan pelarut yang penting. Aseton digunakan untuk membuat plastik, serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa kimia lainnya.

6. Metanol

Pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam.

2.4 Penuaan

Penuaan merupakan proses alamiah dalam kehidupan manusia. Menua erat kaitannya dengan berbagai proses degeneratif. Banyak teori diajukan dan berbagai penelitian dilakukan untuk mencegah penuaan. Terjadinya radikal bebas akibat proses oksidatif merupakan teori yang paling sering dianut.Beragam cara diupayakan untuk mencegah ataupun memperbaiki dampak penuaan. Penggunaan antioksidan merupakan salah satu upaya yang seringdilakukan untuk mencegah penuaan atau setidaknya menua secara sehat. Penuaan dapat diartikan sebagai penumpukan kerusakan, maupun penurunan fungsi biologis dan kemampuan organisme untuk beradaptasi terhadap stres metabolik (Ardhie, 2011).

2.5 Penuaan Kulit

Proses menua pada kulit dibedakan atas:

1. Proses menua intrinsik yakni proses menua alamiah yang terjadi sejalan dengan waktu. Proses biologic/genetic clock yang berperan dalam menentukan jumlah multiplikasi pada setiap sel sampai sel berhenti membelah diri dan kemudian mati, diyakini merupakan penyebab penuaan intrinsik (Ardhie, 2011).

2. Proses menua ekstrinsik yakni proses menua yang dipengaruhi faktor eksternal yaitu pajanan sinar matahari berlebihan (photoaging), polusi,kebiasaan merokok, dan nutrisi tidak berimbang. Pada penuaan ekstrinsik, gambaran akan lebih jelas terlihat pada area yang banyak terpajan matahari (Ardhie, 2011).

2.6 Kulit

Kulit menutupi dan melindungi tubuh dari perusak eksternal dan dari kehilangan kelembaban. Luas permukaan kulit orang dewasa sekitar 1,6 m2. Ketebalan kulit tergantung umur, jenis kelamin, dan tempat tinggalnya. Kulit terluar terbagi dalam tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutan.

Berbagai tambahan, seperti rambut, kuku, dan kelenjar (keringat dan sebaseus) juga terdapat pada kulit (Mitsui, 1997).

2.6.1 Struktur kulit

Kulit terdiri atas tiga bagian besar dengan fungsi yang berbeda- beda, yaitu lapisan kulit ari (epidermis), lapisan kulit jangat (dermis), dan lapisan subkutan (hipodermis) (Guyton dan Hall, 1996).

Gambar 2.1 Struktur kulit (www.kulit.com) a. Epidermis

Lapisan ini terletak pada bagian paling luar atau paling atas (tipis sekitar 0,001 inci) dan sebagian besar terdiri dari sel-sel mati. Lapisan epidermis terdiri

atas lima lapisan sel, yaitu: stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum, dan stratum korneum (Guyton dan Hall, 1996).

b. Dermis

Dermis tersusun atas pembuluh darah, ujung saraf, kelenjar keringat, akar rambut, otot penegak rambut, dan kelenjar sebaseus (Guyton dan Hall, 1996).

Kelenjar sebaseus menghasilkan minyak kulit (sebum) yang berguna meminyaki kulit dan rambut agar tidak kering. Kelenjar ini terdapat diseluruh kulit, kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki (Tranggono dan Latifah, 2007).

c. Hipodermis

Lapisan ini terdiri atas jaringan konektif, pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang dan struktur lain.

Lapisan hipodermis berfungsi sebagai cadangan makanan dan bantalan untuk melindungi tubuh dari benturan-benturan fisik serta berperan pula dalam pengaturan suhu tubuh. Jumlah lemak dalam lapisan ini akan meningkat bila makan berlebihan. Sebaliknya, bila tubuh memerlukan energi atau kalori ekstra, maka lapisan ini akan memberikan energi atau kalori dengan cara memecah simpanan lemaknya (Guyton dan Hall, 1996).

2.6.2 Fungsi kulit

Kulit adalah organ yang memiliki berbagai fungsi penting, yaitu:

a. Penyerapan/Absorpsi

Berbagai senyawa diabsorpsi melalui kulit kedalam tubuh. Ada dua jalur absorpsi, satu melalui epidermis dan yang lainnya melalui kelenjar sebaseus pada folikel rambut. Senyawa larut air tidak mudah diabsorpsi melalui kulit karena adanya sawar (barier) terhadap senyawa larut air yang dibentuk oleh lapisan tanduk (Mitsui, 1997).

b. Pelindung/Proteksi

Serat elastis dari dermis dan jaringan lemak subkutan berfungsi untuk mencegah gangguan mekanis eksternal diteruskan secara langsung ke bagian dalam tubuh. Kulit memiliki kapasitas penetralisir alkali dan permukaan kulit dijaga tetap pada pH asam lemah untuk perlindungan dari racun kimia. Pigmen melanin mengabsorpsi dan melindungi tubuh dari bahaya radiasi sinar UV (Mitsui, 1997).

c. Pengaturan Suhu Tubuh/Termoregulasi

Kulit mengatur suhu tubuh dengan mengubah jumlah aliran darah melalui kulit dengan dilatasi dan konstriksi kapiler darah kulit dengan penguapan uap air (Mitsui, 1997).

d. Persepsi Pancaindera

Kulit merasakan perubahan pada lingkungan eksternal dan bertanggung jawab untuk sensasi kulit. Kulit memiliki berbagai reseptor, sehingga dapat merasakan tekanan, sentuhan, suhu dan nyeri (Mitsui, 1997).

e. Fungsi lain

Kulit menunjukkan keadaan emosional, seperti memerah dan ketakutan (pucat dan bulu kuduk berdiri tegak) dan digambarkan sebagai organ yang menunjukkan emosi. Kulit juga mensintesis vitamin D dengan bantuan sinar UV terhadap prekursor vitamin D dalam kulit (Mitsui, 1997).

2.7 Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai

konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak, lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (Ditjen POM RI, 1995).

2.8 Emulsi

Emulsi adalah sediaan dasar berupa sistem dua fase, terdiri dari dua cairan yang tidak tercampur, dimana salah satu cairan terdipersi dalam bentuk globul dalam cairan lainnya (Anief, 2004).

Emulsi mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.

Emulsi biasanya mengandung dua zat yang tidak tercampur, yaitu air dan minyak, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan lain.

Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar diperoleh emulsi yang stabil (Anief, 2004).

Emulsi dinyatakan sebagai sistem minyak dalam air (m/a) jika fase dispersi merupakan fase yang tidak tercampur dengan air, dan air merupakan fase kontinyu. Jika terjadi sebaliknya, maka emulsi tersebut dinyatakan emulsi air dalam minyak (a/m). Dalam sediaan emulsi kosmetika, biasanya fase air dan fase minyak bukan merupakan komponen tunggal, tetapi dalam setiap fase tersebut kemungkinan mengandung beberapa macam komponen. Pada umumnya, sebagian besar kosmetika yang beredar adalah sistem minyak dalam air karena mudah menyebar pada pemukaan kulit. Pemilihan formula yang tepat, akan diperoleh emulsi yang tidak berlemak dan tidak lengket (Ditjen POM RI, 1985).

Keuntungan dari tipe emulsi m/a menurut Voigt (1994), adalah:

1. Mampu menyebar dengan baik pada kulit 2. Memberi efek dingin terhadap kulit 3. Bersifat lembut

4. Mudah dicuci dengan air, sehingga dapat hilang dengan mudah dari kulit.

Emulsi dikatakan pecah jika partikel halus yang terdispersi secara spontan bersatu membentuk partikel yang lebih besar atau berkoalesensi, dan akhirnya terpisah menjadi 2 fase. Secara umum, ada 3 pola kerusakan emulsi, yaitu:

1. Kriming adalah proses mengembangnya partikel dispersi karena pengaruh gravitasi, sehingga masing-masing partikel memisah menjadi bentuk emulsi krim dan emulsi yang lebih encer, masing-masing mengandung lemak berkisar 30-35%

dan 8-10% (Ditjen POM RI, 1985).

2. Inversi fase adalah ketidakstabilan emulsi yang terjadi karena perubahan fase m/a menjadi a/m atau sebaliknya. Faktor utama yang dapat menyebabkan terjadinya inversi fase, antara lain: konsentrasi volume kedua fase, sifat, dan jumlah zat pengemulsi (Ditjen POM RI, 1985).

3. De-emulsifikasi adalah proses pemisahan sempurna emulsi menjadi masing-masing komponen cair. Proses pemisahan tersebut dapat terjadi dalam dua tahap, yaitu:

a. Mula-mula terjadi flokulasi, partikel dispersi saling berikatan membentuk kelompok yang lebih besar, tetapi jika dikocok perlahan-lahan akan terdispersi sempurna (Ditjen POM RI, 1985).

b. Selanjutnya terjadi koalesensi, kelompok partikel dispersi membentuk kelompok yang lebih besar, sifatnya irreversibel, secara visual terlihat memisah, tetapi jika dikocok kuat akan terdispersi sempurna (Ditjen POM RI, 1985).

Sumber ketidakstabilan lainnya adalah pertumbuhan mikroorganisme.

Emulsi m/a yang dibuat dengan bahan alam seperti gom, karbohidrat dan protein sangat cepat ditumbuhi bakteri pembusuk, jamur dan bakteri lain (Rawlins, 2003).

2.9 Kosmetika Untuk Kulit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MenKes/1998 yang dimaksud dengan kosmetik adalah suatu bentuk sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono dan Latifah, 2007).

Dalam definisi kosmetika di atas, yang dimaksudkan dengan ‘tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit’ adalah sediaan tersebut seharusnya tidak mempengaruhi struktur dan faal kulit. Namun, bila bahan kosmetik tersebut adalah bahan kimia, meskipun berasal dari alam dan organ tubuh yang dikenai (ditempeli) adalah kulit, maka dalam hal tertentu kosmetika itu akan mengakibatkan reaksi-reaksi dan perubahan faal kulit tersebut (Tranggono dan Latifah, 2007).

Tujuan penggunaan kosmetika pada masyarakat pada umumnya adalah untuk kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui riasan, meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan akibat paparan sinar UV, polusi dan faktor lingkungan yang lain, mencegah penuaan dini dan secara umum, membantu seseorang lebih menikmati dan menghargai hidup (Mitsui, 1997).

2.10 Uraian Bahan

1. Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadokanoat dan asam heksadekanoat.

Pemerian: zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur, putih atau kuning pucat, mirip lemak lilin.

Kelarutan: praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol, dalam 2 bagian kloroform, dan dalam 3 bagian eter (Ditjen POM RI, 1979).

2. Trietanolamina adalah campuran dari trietanolamina, dietanolamina dan monoetanolamina.

Pemerian: cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, bau lemah mirip amoniak, higroskopik.

Kelarutan: mudah larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam kloroform (Ditjen POM RI, 1979).

3. Metil paraben

Pemerian: serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal.

Kelarutan: larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol dan 3 bagian aseton (Ditjen POM RI, 1979).

4. Butil hidroksitoluen

Pemerian: hablur padat, putih, bau khas, lemah

Kelarutan: tidak larut dalam air dan propilen glikol,mudah larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter (Ditjen POM RI, 1995).

5. Air suling

Pemerian: cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa (Ditjen POM RI, 1979).

2.11 Skin Analyzer

Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat dijadikan diagnosis yang bersifat subjektif dan bergantung pada persepsi para dokter. Pemeriksaan seperti ini memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien (Aramo, 2012).

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit.

Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada skin analyzer menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).

2.11.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dengan menggunakan skin analyzer, yaitu:

a. Kadar air (Moisture)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Caranya denganmenekan tombol power dan dilekatkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit yang diukur.

b. Noda (Spot)

Pengukuran banyaknya noda yang dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 60 kali dan menggunakan lampu sensor jingga (terpolarisasi). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa

angka dan penentuan banyaknya noda yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.

c. Kehalusan (Evenness)

Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 60 kali dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.

d. Pori (Pore)

Pengukuran besarnya pori pada kulit secara otomatis akan keluar pada saat melakukan pengukuran pada kehalusan kulit. Gambar yang telah terfoto pada pengukuran kehalusan kulit juga akan keluar pada kotak bagian pori-pori kulit.

Hasil berupa angka dan penentuan ukuran pori secara otomatis akan keluar pada layar komputer.

e. Keriput (Wrinkle)

Pengukuran keriput dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 10 kali dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer. Pada pengukuran ini, tidak hanya jumlah keriput yang dapat diukur, akan tetapi kedalaman keriput juga dapat terdeteksi dengan alat skin analyzer.

2.11.2 Parameter pengukuran

Hasil pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer dapat dilihat kriterianya pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

Pengukuran Parameter (%)

Moisture (Kadar air)

Dehidrasi Normal Hidrasi

0-29 30-50 51-100

Evenness (Kehalusan)

Halus Normal Kasar

0-31 32-51 52-100

Pore (Pori) Kecil Beberapa besar Sangat besar

0-19 20-39 40-100

Spot (Noda) Sedikit Beberapa noda Banyak noda

0-19 20-39 40-100

Wrinkle (Keriput)

Tidak keriput Berkeriput Banyak keriput

0-19 20-52 53-100

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah eksperimental. Penelitian meliputi formulasi sediaan, pemeriksaan homogenitas sediaan, penentuan tipe emulsi sediaan, pengukuran pH sediaan, penentuan stabilitas sediaan, uji iritasi terhadap kulit sukarelawan, dan pembuktian kemampuan sediaan sebagai anti-aging dengan menggunakan 15 orang sukarelawan. Terdiri dari 5 kelompok uji dan masing kelompok terdiri dari 3 orang sukarelawan, 4 kelompok uji masing-masing diberikan sediaan krim dengan variasi konsentrasi minyak bekatul yang diformulasikan dan 1 kelompok uji dengan pemberian blanko, yang dilakukan selama 1 bulan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kosmetologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat -Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah pH meter (Hanna Instruments), skin analyzer dan moisture checker (Aramo-SG), neraca listrik (Boeco Germany), lumpang porselin, stamfer, objek gelas, alat-alat gelas, cawan penguap, penangas air.

3.2 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian pada pembuatan krim anti-aging adalah asam stearat, setil alkohol, trietanolamina, metil paraben, butil hidroksitoluen (BHT), akuades, minyak bekatul, metil biru, larutan dapar pH asam (pH 4,01), dan pH netral (pH 7,01).

3.3 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi dan pembuktian kemampuan sediaan sebagai anti-aging berjumlah 15 orang dengan kriteria sebagai berikut (Ditjen POM RI, 1985):

1. Wanita berbadan sehat 2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit alergi 4. Bersedia menjadi sukarelawan.

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Formulasi sediaan krim anti-aging 3.4.1.1 Formula standar

Formula standar yang dipilih adalah dari buku (Young, 1972).

R/ Asam stearat 12 g

Formula krim anti-aging dimodifikasi dengan penambahan antioksidan berupa (butil hidroksitoluen), dan tidak menggunakan sorbitol, propilen glikol, dan gliserin. Kemudian pada sediaan krim anti-aging, sampel yang akan digunakan adalah minyak bekatul dalam beberapa konsentrasi. Adapun formula krim anti-aging yang akan dibuat adalah:

R/ Asam stearat 12 g kemudian ditambahkan butil hidroksitoluen. Metil paraben dan trietanolamina dilarutkan dalam akuades yang telah dipanaskan (fase air). Kemudian, fase minyak dimasukkan ke dalam lumpang porselin panas, ditambahkan fase air dan diaduk secara konstan hingga diperoleh dasar krim yang homogen.

3.4.2 Pembuatan sediaan krim anti-aging

Konsentrasi pada penambahan minyak bekatul yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan krim anti-aging masing-masing sebanyak 3%, 6%, 9%, dan 12%.

Formula krim yang dirancang dapat dilihat pada Tabel 3.1 dibawah ini, yaitu:

Tabel 3.1 Komposisi bahan krim anti-aging

Cara pembuatan:

Minyak bekatul dimasukkan dalam lumpang porselin, lalu ditambahkan dasar krim sedikit demi sedikit, kemudian digerus hingga homogen, setelah itu

3.5 Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan 3.5.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM RI, 1979).

3.5.2 Penentuan tipe emulsi sediaan

Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan pengecatan atau pewarnaan.

Sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas objek gelas, ditambahkan 1 tetes metil biru, diaduk dengan batang pengaduk. Bila metil biru tersebar merata berarti sediaan tersebut tipe emulsi m/a, tetapi bila hanya bintik-bintik biru berarti

Sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas objek gelas, ditambahkan 1 tetes metil biru, diaduk dengan batang pengaduk. Bila metil biru tersebar merata berarti sediaan tersebut tipe emulsi m/a, tetapi bila hanya bintik-bintik biru berarti

Dokumen terkait