• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMULASI DAN UJI EFEK ANTI AGING DARI KRIM YANG MENGANDUNG MINYAK BEKATUL (Rice bran oil) SKRIPSI OLEH: DIAN GUSRIAWAN NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FORMULASI DAN UJI EFEK ANTI AGING DARI KRIM YANG MENGANDUNG MINYAK BEKATUL (Rice bran oil) SKRIPSI OLEH: DIAN GUSRIAWAN NIM"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI DAN UJI EFEK ANTI−AGING DARI KRIM YANG MENGANDUNG

MINYAK BEKATUL (Rice bran oil)

SKRIPSI

OLEH:

DIAN GUSRIAWAN NIM 141524027

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

FORMULASI DAN UJI EFEK ANTI−AGING DARI KRIM YANG MENGANDUNG

MINYAK BEKATUL (Rice bran oil)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

DIAN GUSRIAWAN NIM 141524027

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

FORMULASI DAN UJI EFEK ANTI−AGING DARI KRIM YANG MENGANDUNG

MINYAK BEKATUL (Rice bran oil)

OLEH:

DIAN GUSRIAWAN NIM 141524027

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: 02 Februari 2017

Medan, April 2017 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.

NIP 195707231986012001 Panitia Penguji,

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt.

NIP 195504241983031003 Disetujui oleh:

Pembimbing I

Drs. Suryanto, M.Si., Apt.

NIP 196106191991031001

Drs. Suryanto, M.Si., Apt.

NIP 196106191991031001 Pembimbing II

Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt.

NIP 197712262008122002

T. Ismanelly Hanum, S.Si., M.Si., Apt.

NIP 197512082009122002

Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt.

NIP 197712262008122002

1957072319860 12001

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penelitian hingga akhirnya menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi dan Uji Efek Anti-aging dari Krim yang Mengandung Minyak Bekatul (Rice bran oil)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Minyak bekatul merupakan minyak hasil ekstrasi bekatul padi yang mengandung vitamin dan antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memformulasikan sediaan krim anti-aging dengan menggunakan bahan berkhasiat minyak bekatul dan untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi terhadap efektivitas anti-aging. Ternyata minyak bekatul dapat diformulasikan menjadi sediaan krim dan semakin tinggi konsentrasi minyak bekatul yang digunakan maka semakin baik dalam memperbaiki kondisi kulit. Hendaknya hasil penelitian ini menjadi masukkan kepada kita dalam upaya menjaga kecantikan.

Pada kesempatan ini,izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., dan Ibu Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, tanggung jawab, tulus dan ikhlas selama penelitian hingga menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt., selaku ketua

(5)

penguji dan Ibu T. Ismanelly Hanum, S.Si., M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran dan arahan untuk menyempurnakan skripsi ini, dan Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan rasa sayang yang tak terhingga kepada keluarga tercinta, Ayahhanda H. Supangat, S.pd., dan Ibunda Hj. Ginim, Abangda Doni Kurniawan, S.Farm., Apt., dan Adinda Deni Kurniati, Rahmad Gusmawan serta Istiqomah Amd. Keb., yang selalu mendoakan, memberikan dukungan, semangat, serta kasih sayang kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, Januari 2017 Penulis,

Dian Gusriawan NIM 141524027

(6)

SURAT PENYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Dian Gusriawan

Nomor Induk Mahasiswa : 141524027

Program Studi : S-1 Ekstensi Farmasi

Judul Skripsi :

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikianlah surat penyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, Januari 2017 Yang membuat pernyataan

Dian Gusriawan NIM 141524027 Formulasi dan Uji Efek Anti-aging dari Krim yang Mengandung Minyak Bekatul (Rice bran oil)

(7)

FORMULASI DAN UJI EFEK ANTI−AGING DARI KRIM YANG MENGANDUNG

MINYAK BEKATUL (Rice bran oil)

ABSTRAK

Latar Belakang: Minyak bekatul merupakan minyak hasil ekstraksi bekatul padi.

Minyak bekatul mengandung vitamin, antioksidan serta nutrisi yang diperlukan tubuh manusia. Kandungan vitamin dan antioksidan yang terdapat pada bekatul diketahui dapat memberikan manfaat untuk kulit.

Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk memformulasi minyak bekatul dalam bentuk sediaan krim anti-aging, serta menguji efektivitas anti-aging terhadap kulit wajah sukarelawan.

Metode: Sediaan krim diformulasikan dengan menambahkan minyak bekatul masing-masing dengan konsentrasi 3, 6, 9, dan 12% dan dibuat menjadi bentuk sediaan krim anti-aging. Pengujian terhadap sediaan krim anti-aging meliputi pemeriksaan homogenitas, uji tipe emulsi, uji pH, uji kestabilan, uji iritasi dan uji efektivitas anti-aging yang menggunakan alat skin analyzer dan moisture checker selama empat minggu.

Hasil: Sediaan krim yang diformulasi bersifat homogen, pH 6,0-6,4, tipe krim m/a, tidak mengiritasi kulit, dan stabil dalam penyimpanan selama 12 minggu.

Semakin tinggi konsentrasi minyak bekatul semakin tinggi perubahan kulit yaitu kadar air semakin meningkat (37,9%), kulit semakin halus (22,26%), pori-pori yang semakin mengecil (29,29%), dan banyak noda (37,77%), serta kerutan yang semakin berkurang (27,63%), konsentrasi paling tinggi yang dipakai adalah 12%.

Kesimpulan: Minyak bekatul dapat diformulasikan dalam sediaan krim semakin tinggi konsentrasi minyak bekatul, efektivitas anti-aging juga semakin tinggi.

Kata kunci: formulasi, minyak bekatul, krim, anti-aging, kulit.

(8)

FORMULATION AND TESTING OF EFFECT OF ANTI- AGING CREAM CONTAINING RICE BRAN OIL

ABSTRACT

Background: Rice bran oil is the oil extracted rice bran. Rice bran oil contains vitamins, antioxidants and nutrients that the human body needs. The content of vitamins and antioxidants found in rice bran is known to provide a protective effect of skin.

Objective: The purpose of this study was to formulate rice bran oil as an anti- aging cream and to test its effectiveness towards the skin of the volunteers.

Method: Preparations cream formulated by adding rice bran oil each at a concentration of 3, 6, 9 and 12% and made into the anti-aging cream dosage form.

Evaluation of the anti-aging cream includes homogeneity test, emulsion type test, pH test, stability test, irritation test, and anti-aging effectiveness using the skin analyzer set and moisture checker for four weeks time

Results: The cream was homogenous with pH ranging between 6.0-6.4, cream type o/w, did not irritate the skin and stable in storage for 12 weeks. As concentration of rice bran oil increase, the skin condition improves as well, the moisture increases (37.9%), the smoother the skin (22.26%), the smaller the pores (29.29%), the number of spots (37.77%) and wrinkles are diminishing (27.63%), where the highest concentration being used is 12%.

Conclusion: Rice bran oil can be formulated into cream and with the increasing concentrations of rice bran oil, the effectiveness of anti-aging is also intensify.

Keywords: formulation, rice bran oil, cream, anti-aging, skin.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

SURAT PERNYATAAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesa Penelitian ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Padi ... 5

2.2 Bekatul ... 5

2.3 Manfaat dan Kandungan Minyak Bekatul ... 6

2.4 Penuaan ... 9

(10)

2.5 Penuaan Kulit ... 9

2.6 Kulit ... 10

2.6.1 Struktur kulit ... 10

2.6.2 Fungsi kulit ... 11

2.7 Krim ... 12

2.8 Emulsi ... 13

2.9 Kosmetika Untuk Kulit ... 15

2.10 Uraian Bahan ... 16

2.11 Skin Analyzer ... 17

2.11.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer ... 17

2.11.2 Parameter pengukuran ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Alat-Alat ... 20

3.2 Bahan-Bahan ... 20

3.3 Sukarelawan ... 21

3.4 Prosedur Kerja ... 21

3.4.1 Formulasi sediaan krim anti-aging ... 21

3.4.1.1 Formula standar ... 21

3.4.1.2 Formula modifikasi ... 21

3.4.2 Pembuatan sediaan krim anti-aging ... 22

3.5 Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan ... 23

3.5.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan ... 23

3.5.2 Penentuan tipe emulsi sediaan ... 23

3.5.3 Pengukuran pH sediaan ... 23

3.5.4 Penentuan stabilitas sediaan ... 23

(11)

3.6 Pengujian Aktivitas Anti-aging ... 24

3.7 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Hasil Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 26

4.1.1 Hasil penentuan homogenitas ... 26

4.1.2 Hasil penentuan tipe emulsi pada sediaan krim ... 26

4.1.3 Hasil penentuan pH sediaan ... 27

4.1.4 Hasil penentuan stabilitas sediaan ... 28

4.2 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan ... 29

4.3 Hasil Pengujian Aktivitas Anti-aging ... 30

4.3.1 Kadar air (moisture) ... 31

4.3.2 Kehalusan (evenness) ... 33

4.3.3 Pori (pore) ... 36

4.3.4 Noda (spot) ... 38

4.3.5 Keriput (wrinkle) ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN ... 48

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer ... 19 3.1 Komposisi bahan krim anti-aging ... 22 4.1 Data pengamatan terhadap homogenitas sediaan dengan menggunakan objek gelas ... 26 4.2 Data penentuan tipe emulsi sediaan ... 27 4.3 Data pengukuran pH sediaan pada saat selesai dibuat ... 27 4.4 Data pengukuran pH sediaan setelah penyimpanan selama 12

minggu ... 28 4.5 Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan pada saat selesai dibuat, penyimpanan selama 1, 4, 8 dan 12 minggu ... 29 4.6 Data uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 30 4.7 Hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit wajah sukarelawan ... 32 4.8 Hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit wajah sukarelawan ... 34 4.9 Hasil pengukuran pori (pore) pada kulit wajah sukarelawan ... 36 4.10 Hasil pengukuran noda (spot) pada kulit wajah sukarelawan ... 39 4.11 Hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan ... 41

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur kulit ... 10

4.1 Grafik hasil pengukuran kadar air (moisture) selama 4 minggu ... 33

4.2 Grafik hasil pengukuran kehalusan (evenness) selama 4 minggu ... 35

4.3 Grafik hasil pengukuran pori (pore) selama 4 minggu ... 37

4.4 Grafik hasil pengukuran noda (spot) selama 4 minggu ... 40

4.5 Grafik hasil pengukuran keriput (wrinkle) selama 4 minggu ... 42

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Surat pernyataan sukarelawan ... 48

2 Bagan kerja penelitian ... 49

3 Gambar alat dan bahan yang digunakan ... 50

4 Gambar sediaan krim, uji homogenitas dan uji tipe emulsi ... 51

5 Gambar hasil efektivitas krim ... 53

6 Data hasil uji statistik ... 59

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kulit merupakan lapisan terluar tubuh manusia yang bersentuhan langsung dengan lingkungan diluar tubuh. Dalam melakukan segala upaya untuk membuat kulit menjadi sehat dan terawat, salah satunya adalah dengan menggunakan produk perawatan kulit. Segala bentuk produk yang menghambat atau yang lebih tepatnya memperlambat proses penuaan dapat dikategorikan sebagai anti-penuaan (anti-aging) (Prianto, 2014).

Proses menua merupakan akumulasi semua perubahan yang terjadi dengan berlalunya waktu (Silalahi, 2006). Menjadi tua merupakan proses normal yang terjadi pada setiap manusia, namun akan menjadi masalah apabila terjadi lebih cepat dari waktunya atau umumnya yang disebut penuaan dini (Jaelani, 2009).

Penyebab utama penuaan dini yang dialami orang Indonesia adalah aktivitas berlebihan dibawah sinar matahari (Bogadenta, 2012). Selain matahari memberikan cahaya tampak, matahari juga menyampaikan cahaya yang tidak tampak yang disebut radiasi ultraviolet (ultraviolet radiation) (Tranggono dan Latifah, 2007). Indonesia yang beriklim tropis dengan sinar matahari yang berlimpah dapat menyebabkan resiko tinggi terhadap kerusakan kulit yang berujung pada penuaan dini (premature aging). Oleh karena itu, sediaan anti- aging dianggap penting untuk perawatan kulit (Vinski, 2012).

Penampilan kulit yang sehat, lembut, dan kenyal sangat dipengaruhi oleh kelembaban kulit. Kelembaban di bawah 10% dapat menyebabkan kulit menjadi kering, sehingga kulit terlihat kusam dan kasar (Muliyawan dan Suriana, 2013).

(16)

Kulit yang kering dan pecah-pecah akan membentuk retak-retak yang mendalam, sehingga mikroorganisme, kotoran, sisa sabun dan lain-lain dapat masuk dan menumpuk pada celah-celah tersebut, akibatnya akan menimbulkan berbagai gangguan kebersihan dan kesehatan serta menjadi sumber infeksi (Tranggono dan Latifah, 2007).

Berbagai faktor dapat menyebabkan berkurangnya kelembaban kulit, seperti umur, ras, iklim, sinar matahari, udara kering dan angin keras. Oleh pengaruh faktor-faktor tersebut kulit dapat menjadi lebih kering akibat dari kehilangan air oleh penguapan yang tidak kita rasakan (Wasitaatmadja, 1997).

Anti-aging merupakan suatu sediaan atau produk yang berguna untuk mencegah atau memperlambat efek penuaan sehingga terlihat segar, lebih cantik, dan awet muda. Terapi anti-aging akan lebih baik apabila dilakukan sedini mungkin, yakni disaat seluruh fungsi sel-sel tubuh masih sehat dan berfungsi dengan baik. Akhir-akhir ini banyak produk krim mengandung bahan anti-aging, namun kebenaran dari produk-produk tersebut untuk mencegah penuaan dini sering menjadi bahan untuk diperbincangkan dan diteliti. Menurut hasil penelitian para pakar, krim anti-aging dirancang secara khusus untuk mencegah penuaan dini terutama jika diaplikasikan pada malam hari (Fauzi dan Nurmalina, 2012).

Minyak bekatul atau lebih dikenal dengan rice bran oil merupakan minyak hasil ekstraksi bekatul padi. Minyak bekatul dapat dikonsumsi dan mengandung vitamin, antioksidan serta nutrisi yang diperlukan tubuh manusia. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa beberapa senyawa bioaktif yang terkandung di dalam bekatul diketahui sebagai bahan untuk perawatan kulit.Sama halnya dengan minyak nabati lainnya, minyak bekatul tersusun atas sejumlah besar asam lemak, terutama oleat dan linoleat. Asam linoleat merupakan asam lemak penting yang

(17)

tidak dapat diproduksi tubuh manusia. Minyak bekatul juga mengandung antioksidan alami seperti tokoferol, tokotrienol, dan γ-oryzanol yang bermanfaat melawan radikal bebas dalam tubuh terutama sel kanker, senyawa γ-oryzanol merupakan antioksidan yang sangat kuat dan hanya ditemukan pada minyak bekatul. Senyawa ini lebih aktif daripada vitamin E (tokoferol dan tokotrienol) dalam melawan radikal bebas, serta membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah, menghambat waktu menupause, dan sebagai suplemen pangan untuk meningkatkan kualitas kesehatan manusia (Hadipernata, 2006). Bekatul juga kaya dengan protein, mineral, lemak, vitamin B kompleks (B1, B2, B3, B5, B6, dan B15) serta serat pencernaan (Sulistiawati, dkk., 2012).

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis telah melakukan penelitian tentang pemanfaatan minyak bekatul dalam formulasi sediaan krim anti-aging.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah minyak bekatul dapat diformulasi dalam sediaan krim anti-aging.

2. Apakah perbedaan konsentrasi minyak bekatul dalam sediaan krim mempengaruhi efektivitas anti-aging.

1.3. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesa dalam penelitian ini adalah:

1. Minyak bekatul dapat diformulasi dalam sediaan krim anti-aging.

2. Perbedaan konsentrasi minyak bekatul dalam sediaan krim mempengaruhi efektivitas anti-aging.

(18)

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk memformulasikan sediaan krim anti-aging dengan menggunakan bahan berkhasiat minyak bekatul.

2. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi terhadap efektivitas anti-aging.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah membuat sediaan krim anti-aging dengan minyak bekatul yang merupakan bahan alami dalam sediaan kosmetika.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Padi

Menurut sejarahnya, padi termasuk genus Oryza l. yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar di daerah tropika dan daerah subtropika seperti di Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Padi yang ada di Indonesia sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oryza sativa. Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumput-rumputan (Nasir dan Fitriyanti, 2009).

2.2 Bekatul

Bekatul (rice bran) adalah lapisan terluar dari beras yang terlepas saat proses penggilingan gabah (padi) atau hasil samping penggilingan padi yang terdiri dari lapisan aleuron, endosperm dan germ. Bekatul memiliki warna krem kecoklatan dengan aroma sama seperti aroma berasnya. Gabah padi terdiri dari dua bagian yaitu endosperm atau butiran beras dan kulit padi (sekam).

Penggilingan padi bertujuan memisahkan beras dengan sekam yang kemudian dilakukan proses penyosohan dua kali. Penyosohan pertama menghasilkan dedak dengan tekstur kasar karena masih mengandung sekam dan penyosohan kedua menghasilkan bekatul (rice bran) yang bertekstur halus dan tidak mengandung sekam. Penggilingan padi ini menghasilkan beras sekitar 60-65% dan bekatul sekitar 8-12%. Kandungan gizi lain seperti serat, vitamin B kompleks, protein, tiamin dan niasin lebih banyak terdapat didalam bekatul. Bekatul mengandung lemak tidak jenuh tinggi, lemak ini lebih aman dalam kaitannya dengan kolesetrol

(20)

sehingga aman dikonsumsi oleh penderita kolesterol dan penyakit jantung.

Bekatul juga mengandung tokoferol dan tokotrienol yang berfungsi sebagai antioksidan yang bermanfaat dalam berbagai pencegahan penyakit termasuk penuaan dini (Auliana, 2011).

2.3 Manfaat dan Kandungan Minyak Bekatul

Minyak bekatul atau lebih dikenal dengan rice bran oil merupakan minyak hasil ekstraksi bekatul.Minyak bekatul dapat dikonsumsi karena mengandung vitamin, antioksidan serta nutrisi yang diperlukan tubuh manusia. Komponen utama dari minyak bekatul adalah triasilgliserol berjumlah sekitar 80% dari minyak kasarbekatul. Tiga asam lemak utama terdiri dari palmitat, oleat dan linoleat dengan kisaran kandungan asam lemakberturut-turut adalah 12-18%, 40- 50%, dan 20-42% (Susanti, dkk., 2012).

Minyak bekatul juga mengandung antioksidan alami tokoferol, tokotrienol, dan γ-oryzanol yang bermanfaat melawan radikal bebas dalam tubuh terutama sel kanker. Senyawa γ-oryzanol merupakan antioksidan yang sangat kuat dan hanya ditemukan pada minyak bekatul. Senyawa ini lebih aktif daripada vitamin E (tokoferol dan tokotrienol) dalam melawan radikal bebas, dan sangat efektif menurunkan kolesterol dalam darah dan kolesterol liver, serta menghambat waktu menopause. Oleh karena itu, minyak bekatul dapat dimanfaatkan sebagai suplemen pangan untuk meningkatkan kualitas kesehatan manusia.Minyak bekatul memiliki aroma dan tampilan yang baik serta nilai titik asapnya cukup tinggi (2540C). Dengan nilai titik asap yang paling tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya maka minyak bekatul merupakan minyak goreng terbaik dibanding minyak kelapa, minyak sawit maupun minyak jagung (Hadipernata, 2006).

(21)

Senyawa γ -oryzanol merupakan senyawa tunggal dari campuran steryl dan triterpenyl ester dari asam-asam ferulat (cycloartenyl ferulat, 24- methylenecycloartenyl ferulate, -sitosterol ferulat, campesteryl ferulate).

Kandungan γ -oryzanol yang terdapat dalam minyak bekatul padi berkisar antara 1,5-2,9%. Jumlah kandungan γ -oryzanol tergantung dari varietas bekatul padi (Susanti, dkk., 2012).

Pengambilan minyak dengan cara ekstraksi pelarut cocok untuk pengambilan minyak nabati, sehingga prosespengambilan minyak bekatul sesuai dengan cara tersebut. Proses ekstraksi minyak dari biji–bijian dengan pelarut, perpindahan massa solute (minyak) dari dalam padatan ke pelarut dapat diduga melalui tahapan:

1. Difusi dari dalam padatan (biji) ke permukaan padatan (biji).

2. Perpindahan massa minyak dari permukaan padatan (biji) ke cairan.

Pelarut sangat mempengaruhi dalam proses ekstraksi. Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor (Susanti, dkk., 2012), antara lain:

1. Selektivitas

Pelarut dapat melarutkan semua zat yang akan diekstrak dengan cepat dan sempurna.

2. Titik didih pelarut

Pelarut harus mempunyai titik didih yang cukup rendah sehingga pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi pada proses pemurnian dan jika diuapkan tidak tertinggal dalam minyak.

3. Pelarut tidak larut dalam air.

4. Pelarut bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lain.

(22)

5. Harga pelarut semurah mungkin.

6. Pelarut mudah terbakar.

Pelarut minyak atau lemak yang biasa digunakan dalam proses ekstraksi minyak bekatul (Susanti, dkk., 2012), antara lain:

1. Etanol

Etanol sering digunakan sebagi pelarut dalam laboratorium karena mempunyai kelarutan yang relatif tinggi dan bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lainnya. Etanol memiliki titik didih yang rendah sehingga memudahkan pemisahan minyak dari pelarutnya dalam proses distilasi.

2. n-Heksana

Pelarut n-heksana merupakan pelarut yang paling ringan dalam mengangkat minyak yang terkandung dalam biji–bijian dan mudah menguap sehingga memudahkan untuk refluk. Pelarut ini memiliki titik didih antara 65–700C.

3. Isopropanol

Isopropanol merupakan jenis pelarut polar yang memiliki massa jenis 0,789 g/ml. Pelarut ini mirip dengan ethanol yang memiliki kelarutan yang relatif tinggi.

Isopropanol memiliki titik didih 81-820C.

4. Etyl asetat

Etil asetat merupakan jenis pelarut yang bersifat semi polar. Pelarut ini memiliki titik didih yang relatif rendah yaitu 770C sehingga memudahkan pemisahan minyak dari pelarutnya dalam proses destilasi.

5. Aseton

Aseton larut dalam berbagai perbandingan dengan air, etanol, dietil eter.

Aseton sendiri juga merupakan pelarut yang penting. Aseton digunakan untuk membuat plastik, serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa kimia lainnya.

(23)

6. Metanol

Pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam.

2.4 Penuaan

Penuaan merupakan proses alamiah dalam kehidupan manusia. Menua erat kaitannya dengan berbagai proses degeneratif. Banyak teori diajukan dan berbagai penelitian dilakukan untuk mencegah penuaan. Terjadinya radikal bebas akibat proses oksidatif merupakan teori yang paling sering dianut.Beragam cara diupayakan untuk mencegah ataupun memperbaiki dampak penuaan. Penggunaan antioksidan merupakan salah satu upaya yang seringdilakukan untuk mencegah penuaan atau setidaknya menua secara sehat. Penuaan dapat diartikan sebagai penumpukan kerusakan, maupun penurunan fungsi biologis dan kemampuan organisme untuk beradaptasi terhadap stres metabolik (Ardhie, 2011).

2.5 Penuaan Kulit

Proses menua pada kulit dibedakan atas:

1. Proses menua intrinsik yakni proses menua alamiah yang terjadi sejalan dengan waktu. Proses biologic/genetic clock yang berperan dalam menentukan jumlah multiplikasi pada setiap sel sampai sel berhenti membelah diri dan kemudian mati, diyakini merupakan penyebab penuaan intrinsik (Ardhie, 2011).

2. Proses menua ekstrinsik yakni proses menua yang dipengaruhi faktor eksternal yaitu pajanan sinar matahari berlebihan (photoaging), polusi,kebiasaan merokok, dan nutrisi tidak berimbang. Pada penuaan ekstrinsik, gambaran akan lebih jelas terlihat pada area yang banyak terpajan matahari (Ardhie, 2011).

(24)

2.6 Kulit

Kulit menutupi dan melindungi tubuh dari perusak eksternal dan dari kehilangan kelembaban. Luas permukaan kulit orang dewasa sekitar 1,6 m2. Ketebalan kulit tergantung umur, jenis kelamin, dan tempat tinggalnya. Kulit terluar terbagi dalam tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutan.

Berbagai tambahan, seperti rambut, kuku, dan kelenjar (keringat dan sebaseus) juga terdapat pada kulit (Mitsui, 1997).

2.6.1 Struktur kulit

Kulit terdiri atas tiga bagian besar dengan fungsi yang berbeda- beda, yaitu lapisan kulit ari (epidermis), lapisan kulit jangat (dermis), dan lapisan subkutan (hipodermis) (Guyton dan Hall, 1996).

Gambar 2.1 Struktur kulit (www.kulit.com) a. Epidermis

Lapisan ini terletak pada bagian paling luar atau paling atas (tipis sekitar 0,001 inci) dan sebagian besar terdiri dari sel-sel mati. Lapisan epidermis terdiri

(25)

atas lima lapisan sel, yaitu: stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum, dan stratum korneum (Guyton dan Hall, 1996).

b. Dermis

Dermis tersusun atas pembuluh darah, ujung saraf, kelenjar keringat, akar rambut, otot penegak rambut, dan kelenjar sebaseus (Guyton dan Hall, 1996).

Kelenjar sebaseus menghasilkan minyak kulit (sebum) yang berguna meminyaki kulit dan rambut agar tidak kering. Kelenjar ini terdapat diseluruh kulit, kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki (Tranggono dan Latifah, 2007).

c. Hipodermis

Lapisan ini terdiri atas jaringan konektif, pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak yang memisahkan dermis dengan otot, tulang dan struktur lain.

Lapisan hipodermis berfungsi sebagai cadangan makanan dan bantalan untuk melindungi tubuh dari benturan-benturan fisik serta berperan pula dalam pengaturan suhu tubuh. Jumlah lemak dalam lapisan ini akan meningkat bila makan berlebihan. Sebaliknya, bila tubuh memerlukan energi atau kalori ekstra, maka lapisan ini akan memberikan energi atau kalori dengan cara memecah simpanan lemaknya (Guyton dan Hall, 1996).

2.6.2 Fungsi kulit

Kulit adalah organ yang memiliki berbagai fungsi penting, yaitu:

a. Penyerapan/Absorpsi

Berbagai senyawa diabsorpsi melalui kulit kedalam tubuh. Ada dua jalur absorpsi, satu melalui epidermis dan yang lainnya melalui kelenjar sebaseus pada folikel rambut. Senyawa larut air tidak mudah diabsorpsi melalui kulit karena adanya sawar (barier) terhadap senyawa larut air yang dibentuk oleh lapisan tanduk (Mitsui, 1997).

(26)

b. Pelindung/Proteksi

Serat elastis dari dermis dan jaringan lemak subkutan berfungsi untuk mencegah gangguan mekanis eksternal diteruskan secara langsung ke bagian dalam tubuh. Kulit memiliki kapasitas penetralisir alkali dan permukaan kulit dijaga tetap pada pH asam lemah untuk perlindungan dari racun kimia. Pigmen melanin mengabsorpsi dan melindungi tubuh dari bahaya radiasi sinar UV (Mitsui, 1997).

c. Pengaturan Suhu Tubuh/Termoregulasi

Kulit mengatur suhu tubuh dengan mengubah jumlah aliran darah melalui kulit dengan dilatasi dan konstriksi kapiler darah kulit dengan penguapan uap air (Mitsui, 1997).

d. Persepsi Pancaindera

Kulit merasakan perubahan pada lingkungan eksternal dan bertanggung jawab untuk sensasi kulit. Kulit memiliki berbagai reseptor, sehingga dapat merasakan tekanan, sentuhan, suhu dan nyeri (Mitsui, 1997).

e. Fungsi lain

Kulit menunjukkan keadaan emosional, seperti memerah dan ketakutan (pucat dan bulu kuduk berdiri tegak) dan digambarkan sebagai organ yang menunjukkan emosi. Kulit juga mensintesis vitamin D dengan bantuan sinar UV terhadap prekursor vitamin D dalam kulit (Mitsui, 1997).

2.7 Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai

(27)

konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak, lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (Ditjen POM RI, 1995).

2.8 Emulsi

Emulsi adalah sediaan dasar berupa sistem dua fase, terdiri dari dua cairan yang tidak tercampur, dimana salah satu cairan terdipersi dalam bentuk globul dalam cairan lainnya (Anief, 2004).

Emulsi mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.

Emulsi biasanya mengandung dua zat yang tidak tercampur, yaitu air dan minyak, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan lain.

Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar diperoleh emulsi yang stabil (Anief, 2004).

Emulsi dinyatakan sebagai sistem minyak dalam air (m/a) jika fase dispersi merupakan fase yang tidak tercampur dengan air, dan air merupakan fase kontinyu. Jika terjadi sebaliknya, maka emulsi tersebut dinyatakan emulsi air dalam minyak (a/m). Dalam sediaan emulsi kosmetika, biasanya fase air dan fase minyak bukan merupakan komponen tunggal, tetapi dalam setiap fase tersebut kemungkinan mengandung beberapa macam komponen. Pada umumnya, sebagian besar kosmetika yang beredar adalah sistem minyak dalam air karena mudah menyebar pada pemukaan kulit. Pemilihan formula yang tepat, akan diperoleh emulsi yang tidak berlemak dan tidak lengket (Ditjen POM RI, 1985).

(28)

Keuntungan dari tipe emulsi m/a menurut Voigt (1994), adalah:

1. Mampu menyebar dengan baik pada kulit 2. Memberi efek dingin terhadap kulit 3. Bersifat lembut

4. Mudah dicuci dengan air, sehingga dapat hilang dengan mudah dari kulit.

Emulsi dikatakan pecah jika partikel halus yang terdispersi secara spontan bersatu membentuk partikel yang lebih besar atau berkoalesensi, dan akhirnya terpisah menjadi 2 fase. Secara umum, ada 3 pola kerusakan emulsi, yaitu:

1. Kriming adalah proses mengembangnya partikel dispersi karena pengaruh gravitasi, sehingga masing-masing partikel memisah menjadi bentuk emulsi krim dan emulsi yang lebih encer, masing-masing mengandung lemak berkisar 30-35%

dan 8-10% (Ditjen POM RI, 1985).

2. Inversi fase adalah ketidakstabilan emulsi yang terjadi karena perubahan fase m/a menjadi a/m atau sebaliknya. Faktor utama yang dapat menyebabkan terjadinya inversi fase, antara lain: konsentrasi volume kedua fase, sifat, dan jumlah zat pengemulsi (Ditjen POM RI, 1985).

3. De-emulsifikasi adalah proses pemisahan sempurna emulsi menjadi masing- masing komponen cair. Proses pemisahan tersebut dapat terjadi dalam dua tahap, yaitu:

a. Mula-mula terjadi flokulasi, partikel dispersi saling berikatan membentuk kelompok yang lebih besar, tetapi jika dikocok perlahan-lahan akan terdispersi sempurna (Ditjen POM RI, 1985).

b. Selanjutnya terjadi koalesensi, kelompok partikel dispersi membentuk kelompok yang lebih besar, sifatnya irreversibel, secara visual terlihat memisah, tetapi jika dikocok kuat akan terdispersi sempurna (Ditjen POM RI, 1985).

(29)

Sumber ketidakstabilan lainnya adalah pertumbuhan mikroorganisme.

Emulsi m/a yang dibuat dengan bahan alam seperti gom, karbohidrat dan protein sangat cepat ditumbuhi bakteri pembusuk, jamur dan bakteri lain (Rawlins, 2003).

2.9 Kosmetika Untuk Kulit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MenKes/1998 yang dimaksud dengan kosmetik adalah suatu bentuk sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono dan Latifah, 2007).

Dalam definisi kosmetika di atas, yang dimaksudkan dengan ‘tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit’ adalah sediaan tersebut seharusnya tidak mempengaruhi struktur dan faal kulit. Namun, bila bahan kosmetik tersebut adalah bahan kimia, meskipun berasal dari alam dan organ tubuh yang dikenai (ditempeli) adalah kulit, maka dalam hal tertentu kosmetika itu akan mengakibatkan reaksi-reaksi dan perubahan faal kulit tersebut (Tranggono dan Latifah, 2007).

Tujuan penggunaan kosmetika pada masyarakat pada umumnya adalah untuk kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui riasan, meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan akibat paparan sinar UV, polusi dan faktor lingkungan yang lain, mencegah penuaan dini dan secara umum, membantu seseorang lebih menikmati dan menghargai hidup (Mitsui, 1997).

(30)

2.10 Uraian Bahan

1. Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadokanoat dan asam heksadekanoat.

Pemerian: zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur, putih atau kuning pucat, mirip lemak lilin.

Kelarutan: praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol, dalam 2 bagian kloroform, dan dalam 3 bagian eter (Ditjen POM RI, 1979).

2. Trietanolamina adalah campuran dari trietanolamina, dietanolamina dan monoetanolamina.

Pemerian: cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, bau lemah mirip amoniak, higroskopik.

Kelarutan: mudah larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam kloroform (Ditjen POM RI, 1979).

3. Metil paraben

Pemerian: serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal.

Kelarutan: larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol dan 3 bagian aseton (Ditjen POM RI, 1979).

4. Butil hidroksitoluen

Pemerian: hablur padat, putih, bau khas, lemah

Kelarutan: tidak larut dalam air dan propilen glikol,mudah larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter (Ditjen POM RI, 1995).

5. Air suling

Pemerian: cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa (Ditjen POM RI, 1979).

(31)

2.11 Skin Analyzer

Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat dijadikan diagnosis yang bersifat subjektif dan bergantung pada persepsi para dokter. Pemeriksaan seperti ini memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien (Aramo, 2012).

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit.

Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada skin analyzer menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).

2.11.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dengan menggunakan skin analyzer, yaitu:

a. Kadar air (Moisture)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Caranya denganmenekan tombol power dan dilekatkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit yang diukur.

b. Noda (Spot)

Pengukuran banyaknya noda yang dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 60 kali dan menggunakan lampu sensor jingga (terpolarisasi). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa

(32)

angka dan penentuan banyaknya noda yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.

c. Kehalusan (Evenness)

Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 60 kali dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.

d. Pori (Pore)

Pengukuran besarnya pori pada kulit secara otomatis akan keluar pada saat melakukan pengukuran pada kehalusan kulit. Gambar yang telah terfoto pada pengukuran kehalusan kulit juga akan keluar pada kotak bagian pori-pori kulit.

Hasil berupa angka dan penentuan ukuran pori secara otomatis akan keluar pada layar komputer.

e. Keriput (Wrinkle)

Pengukuran keriput dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 10 kali dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer. Pada pengukuran ini, tidak hanya jumlah keriput yang dapat diukur, akan tetapi kedalaman keriput juga dapat terdeteksi dengan alat skin analyzer.

(33)

2.11.2 Parameter pengukuran

Hasil pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer dapat dilihat kriterianya pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

Pengukuran Parameter (%)

Moisture (Kadar air)

Dehidrasi Normal Hidrasi

0-29 30-50 51-100

Evenness (Kehalusan)

Halus Normal Kasar

0-31 32-51 52-100

Pore (Pori) Kecil Beberapa besar Sangat besar

0-19 20-39 40-100

Spot (Noda) Sedikit Beberapa noda Banyak noda

0-19 20-39 40-100

Wrinkle (Keriput)

Tidak keriput Berkeriput Banyak keriput

0-19 20-52 53-100

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah eksperimental. Penelitian meliputi formulasi sediaan, pemeriksaan homogenitas sediaan, penentuan tipe emulsi sediaan, pengukuran pH sediaan, penentuan stabilitas sediaan, uji iritasi terhadap kulit sukarelawan, dan pembuktian kemampuan sediaan sebagai anti-aging dengan menggunakan 15 orang sukarelawan. Terdiri dari 5 kelompok uji dan masing- masing kelompok terdiri dari 3 orang sukarelawan, 4 kelompok uji masing- masing diberikan sediaan krim dengan variasi konsentrasi minyak bekatul yang diformulasikan dan 1 kelompok uji dengan pemberian blanko, yang dilakukan selama 1 bulan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kosmetologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat -Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah pH meter (Hanna Instruments), skin analyzer dan moisture checker (Aramo-SG), neraca listrik (Boeco Germany), lumpang porselin, stamfer, objek gelas, alat-alat gelas, cawan penguap, penangas air.

3.2 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian pada pembuatan krim anti-aging adalah asam stearat, setil alkohol, trietanolamina, metil paraben, butil hidroksitoluen (BHT), akuades, minyak bekatul, metil biru, larutan dapar pH asam (pH 4,01), dan pH netral (pH 7,01).

(35)

3.3 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi dan pembuktian kemampuan sediaan sebagai anti-aging berjumlah 15 orang dengan kriteria sebagai berikut (Ditjen POM RI, 1985):

1. Wanita berbadan sehat 2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit alergi 4. Bersedia menjadi sukarelawan.

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Formulasi sediaan krim anti-aging 3.4.1.1 Formula standar

Formula standar yang dipilih adalah dari buku (Young, 1972).

R/ Asam stearat 12 g

Setil alkohol 0,5 g

Sorbitol 5 g

Propilen glikol 3 g

Trietanolamina 1 g

Gliserin 1-5 tetes

Metil paraben 1 sendok spatula

Parfum 1-3 tetes

Akuades 78,2 ml

3.4.1.2 Formula modifikasi

Formula krim anti-aging dimodifikasi dengan penambahan antioksidan berupa (butil hidroksitoluen), dan tidak menggunakan sorbitol, propilen glikol, dan gliserin. Kemudian pada sediaan krim anti-aging, sampel yang akan digunakan adalah minyak bekatul dalam beberapa konsentrasi. Adapun formula krim anti-aging yang akan dibuat adalah:

(36)

R/ Asam stearat 12 g

Setil alkohol 0,5 g

Trietanolamina 1 g

Metil Paraben 0,1 g

Butil hidroksitoluen 0,1 %

Minyak bekatul x %

Akuades ad 100 g

Cara pembuatan:

Ditimbang semua bahan, pisahkan fase air dan fase minyak. Asam stearat dan setil alkohol dilebur di atas penangas air (fase minyak) pada suhu 70-750C, kemudian ditambahkan butil hidroksitoluen. Metil paraben dan trietanolamina dilarutkan dalam akuades yang telah dipanaskan (fase air). Kemudian, fase minyak dimasukkan ke dalam lumpang porselin panas, ditambahkan fase air dan diaduk secara konstan hingga diperoleh dasar krim yang homogen.

3.4.2 Pembuatan sediaan krim anti-aging

Konsentrasi pada penambahan minyak bekatul yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan krim anti-aging masing-masing sebanyak 3%, 6%, 9%, dan 12%.

Formula krim yang dirancang dapat dilihat pada Tabel 3.1 dibawah ini, yaitu:

Tabel 3.1 Komposisi bahan krim anti-aging

Cara pembuatan:

Minyak bekatul dimasukkan dalam lumpang porselin, lalu ditambahkan dasar krim sedikit demi sedikit, kemudian digerus hingga homogen, setelah itu dimasukkan ke dalam wadah.

Bahan

Konsentrasi F0

(Blanko)

FI (3%)

FII (6%)

FIII (9%)

FIV (12%)

Minyak bekatul (g) - 3 6 9 12

Dasar krim (g) 100 97 94 91 88

(37)

3.5 Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan 3.5.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM RI, 1979).

3.5.2 Penentuan tipe emulsi sediaan

Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan pengecatan atau pewarnaan.

Sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas objek gelas, ditambahkan 1 tetes metil biru, diaduk dengan batang pengaduk. Bila metil biru tersebar merata berarti sediaan tersebut tipe emulsi m/a, tetapi bila hanya bintik-bintik biru berarti sediaan tersebut tipe emulsi a/m (Ditjen POM RI, 1985).

3.5.3 Pengukuran pH sediaan

Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.

Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan tissu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1%, yaitu ditimbang 1 g sediaan dan dilarutkan dalam akuades hingga 100 ml, diaduk. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat penunjuk nilai pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).

3.5.4 Penentuan stabilitas sediaan

Pengamatan stabilitas sediaan dilakukan pada penyimpanan suhu kamar dengan cara:

Masing-masing sediaan krim dimasukkan ke dalam pot plastik, ditutup bagian atasnya. Selanjutnya pengamatan dilakukan pada saat sediaan telah selesai dibuat

(38)

dan penyimpanan selama 1, 4, 8, dan 12 minggu.Bagian yang diamati berupa pemisahan fase, perubahan warna dan bau dari sedíaan (Ansel,2008).

3.6 Pengujian Aktivitas Anti-aging

Pengujian aktivitas anti-aging menggunakan sukarelawan sebanyak 15 orang dan dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu: Kelompok I: 3 orang sukarelawan untuk krim F0 (blanko), Kelompok II: 3 orang sukarelawan untuk krim FI (konsentrasi minyak bekatul 3%), Kelompok III: 3 orang sukarelawan untuk krim FII (konsentrasi minyak bekatul 6%), Kelompok IV: 3 orang sukarelawan untuk krim FIII (konsentrasi minyak bekatul 9%), Kelompok V: 3 orang sukarelawan untuk krim FIV (konsentrasi minyak bekatul 12%). Semua sukarelawan diukur kondisi kulit wajah awal meliputi: kadar air (moisture), kehalusan (evenness), besar pori (pore), banyaknya noda (spot), keriput (wrinkle) dengan menggunakan skin analyzer sesuai dengan parameter pengukuran. Setelah pengukuran kondisi kulit awal, perawatan mulai dilakukan dengan pengolesan krim hingga merata seluas area yang telah diukur, krim dioleskan berdasarkan kelompok yang telah ditetapkan di atas, pengolesan dilakukan sebanyak 2 kali sehari selama 4 minggu.

Perubahan kondisi kulit diukur setiap minggu selama 4 minggu dengan menggunakan skin analyzer.

3.7 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Uji iritasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sifat iritatif sediaan.

Teknik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji pakai (usage test).

Percobaan ini dilakukan pada 15 orang sukarelawan yaitu terdiri dari 3 orang sukarelawan untuk tiap formula yang dengan cara dioleskan sediaan krim di

(39)

bagian belakang telinga sukarelawan kemudian dibiarkan selama 24 jam dan diamati reaksi yang terjadi. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit sukarelawandi bagian belakang telinga yang diberi perlakuan (Wasitaatmadja, 1997).

(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penentuan Mutu Fisik Sediaan 4.1.1 Hasil penentuan homogenitas

Berdasarkan uji yang dilakukan pada sediaan krim dengan konsentrasi 3%, 6%, 9% dan 12% maupun blanko, sediaan krim yang diperoleh berupa krim putih, tidak diperoleh butiran-butiran kasar pada objek gelas, maka sediaan krim dikatakan homogen. Menurut Ditjen POM RI (1979), sediaan dinyatakan homogen jika tidak ada butiran kasar pada kaca, maka sediaan memenuhi syarat.

Hasil percobaan untuk pengujian homogenitas sediaan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data pengamatan terhadap homogenitas sediaan dengan menggunakan objek gelas.

Formula Sediaan Homogenitas

Blanko +

FI +

FII +

FIII +

FIV +

Keterangan: Blanko, krim anti-aging minyak bekatul FI:3%, FII: 6%, FIII: 9%, FIV: 12%

+ : Homogen (tidak terdapat butiran kasar) - : Tidak homogen (terdapat butiran kasar) 4.1.2 Hasil penentuan tipe emulsi pada sediaan krim

Menurut Ditjen POM RI (1985), penentuan tipe emulsi suatu sediaan dapat dilakukan dengan menggunakan metil biru, jika metil biru terlarut atau tersebar merata saat diaduk dengan batang pengaduk maka emulsi tersebut adalah tipe m/a, tetapi bila hanya bintik-bintik biru berarti krim tersebut bertipe a/m.

(41)

Hasil percobaan untuk pengujian tipe emulsi sediaan dengan menggunakan metil biru dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data penentuan tipe emulsi sediaan Formula Sediaan Kelarutan Metil Biru

Blanko +

FI +

FII +

FIII +

FIV +

Keterangan: Blanko, krim anti-aging minyak bekatul FI:3%, FII: 6%, FIII: 9%, FIV: 12%

+ : Larut - :Tidak larut

Berdasarkan hasil uji tipe emulsi yang telah di lakukan, diperoleh bahwa sediaan blanko dan sediaan yang mengandung minyak bekatul dengan konsentrasi 3%, 6%, 9% dan 12% dapat bercampur atau tersebar merata dengan metil biru.

Hal ini menunjukkan bahwa tipe emulsi dari sediaan yang telah diuji adalah tipe emulsi m/a.

4.1.3 Hasil penentuan pH sediaan

Hasil pengukuran pH sediaan pada saat selesai dibuat dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data pengukuran pH sediaan pada saat selesai dibuat

Formula pH

Rata-rata

I II III

Blanko 6,0 5,9 5,8 5,9

FI 6,2 5,9 5,9 6,0

FII 6,1 6,2 6,0 6,1

FIII 6,1 6,3 6,2 6,2

FIV 6,5 6,4 6,3 6,4

(42)

Menurut Balsam dan Sagarin (1972), pH untuk sediaan krim adalah 5-8, sehingga sediaan diatas memenuhi syarat pH untuk krim anti-aging. Hasil pengukuran pH sediaan saat sediaan selesai dibuat adalah 6,0-6,4. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan masih memiliki pH yang aman untuk digunakan pada kulit.

Hasil pengukuran pH setelah penyimpanan sediaan selama 12 minggu dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data pengukuran pH sediaan setelah penyimpanan selama 12 minggu

Formula pH

Rata-rata

I II III

Blanko 6,5 6,7 6,6 6,6

FI 6,6 6,7 6,8 6,7

FII 6,8 6,6 6,7 6,7

FIII 6,6 6,7 6,5 6,6

FIV 6,7 6,6 6,8 6,7

Keterangan: Blanko, krim anti-aging minyak bekatul FI:3%, FII: 6%, FIII: 9%, FIV: 12%.

Hasil pengukuran pH menunjukkan bahwa pH sediaan mengalami sedikit kenaikan saat selesai dibuat hingga sediaan disimpan selama 12 minggu, akan tetapi pH sediaan masih berada pada pH yang aman untuk digunakan pada kulit.

4.1.4 Hasil penentuan stabilitas sediaan

Hasil pengamatan stabilitas sediaan memperlihatkan bahwa seluruh formula yang dibuat yaitu blanko dan formula sediaan yang mengandung minyak bekatul tidak mengalami perubahan pada saat pertama kali dibuat, penyimpanan 1 minggu, 4 minggu, 8 minggu, dan 12 minggu. Pada seluruh sediaan yang dibuat masih sama baik dari bau, warna, dan bentuk sediaan seperti pertama kali dibuat.

(43)

Hasil pengamatan stabilitas sediaan dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini.

Tabel 4.5 Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan pada saat selesai dibuat, penyimpanan selama 1, 4, 8, dan 12 minggu

No Formula

Pengamatan selama penyimpanan Selesai

dibuat

Setelah 1 minggu

Setelah 4 minggu

Setelah 8 minggu

Setelah 12 minggu x y z x Y z x y z x y z x y z 1 Blanko - - - -

2 FI - - - -

3 FII - - - - 4 FIII - - - - 5 FIV - - - - Keterangan: Blanko, krim anti-aging minyak bekatul FI:3%, FII: 6%, FIII: 9%,

FIV: 12%.

x: Perubahan warna y: Perubahan bau z: Pecahnya emulsi +: Terjadi perubahan - : Tidak ada perubahan

Menurut Anief (2004), ketidakstabilan emulsi dapat dilihat dari keadaan creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan dimana lapisan satu mengandung lebih banyak butiran-butiran dibanding lapisan lainnya. Cracking yaitu pecahnya emulsi dan inversi yaitu peristiwa berubahnya tipe emulsi. Inversi yaitu berubahnya tipe emulsi a/m menjadi m/a dan sebaliknya.

4.2 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Berdasarkan hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan, tidak terlihat adanya reaksi seperti kemerahan, gatal-gatal maupun bengkak pada kulit dari setiap sediaan, hal ini menunjukkan bahwa keseluruhan sediaan tersebut aman untuk digunakan. Hasil dari uji iritasi terhadap kulit sukarelawan, dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut, yaitu:

(44)

Tabel 4.6 Data uji iritasi terhadap kulit sukarelawan.

Formula Relawan Kemerahan Gatal-gatal Bengkak

Blanko

1 - - -

2 - - -

3 - - -

FI

1 - - -

2 - - -

3 - - -

FII

1 - - -

2 - - -

3 - - -

FIII

1 - - -

2 - - -

3 - - -

FIV

1 - - -

2 - - -

3 - - -

Keterangan: Blanko, krim anti-aging minyak bekatul FI:3%, FII: 6%, FIII: 9%, FIV: 12%.

+ : Timbul reaksi - : Tidak timbul reaksi

Salah satu cara untuk menghindari terjadinya efek samping pada penggunaan kosmetik adalah dengan melakukan uji pakai. Percobaan ini dilakukan pada 15 orang sukarelawan, yaitu 3 orang sukarelawan untuk tiap formula. Dioleskan di bagian belakang telinga sukarelawan, kemudian dibiarkan 24 jam dan diamati reaksi yang terjadi. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit bagian belakang telinga yang diberi perlakuan (Wasitaatmadja, 1997).

4.3 Hasil Pengujian Aktivitas Anti-aging

Pengujian efektivitas anti-aging menggunakan skin analyzer Aramo, parameter uji meliputi pengukuran kadar air (moisture), kehalusan (evenness),

(45)

pori (pore), banyaknya noda (spot) dan keriput (wrinkle). Pengukuran efektivitas anti-aging dimulai dengan mengukur kondisi awal kulit wajah sukarelawan.Pengujian ini dilakukan dari minggu ke-1 sampai pada minggu ke-4.

Data yang diperoleh pada setiap parameter dianalisis secara statistik dengan metode Kruskal-Wallis lalu dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan antar formula.

4.3.1 Kadar air (moisture)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo dengan menekan tombol power dan dilekatkan pada permukaan kulit yang akan diukur.

Pada Tabel 4.7 dapat di lihat bahwa semua kelompok sukarelawan memiliki kadar air dehidrasi yaitu 25,3-29,3. Perawatan yang di lakukan menunjukkan adanya efek peningkatan kadar air kulit sukarelawan setelah pemakaian krim. Persentase peningkatan kadar air kulit dari FI, FII dan FIII masing-masing 15,1%, 22,2% dan 34,8%. Persentase peningkatan kadar air kulit paling tinggi ditunjukkan oleh kelompok sukarelawan dengan perawatan menggunakan FIV yaitu sebesar 37,9% bila dibandingkan dengan blanko yang hanya naik sebesar 3,3%. Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji non parametrik Kruskal Wallis untuk mengetahui efektivitas formula terhadap kadar air kulit sukarelawan dan diperoleh nilai p < 0,05 pada minggu kedua hingga keempat yang menunjukkan bahwa adanya perbedaan efektivitas antar formula. Untuk mengetahui formula mana yang berbeda maka dilakukan uji Mann-Whitney. Dari hasil uji Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kadar air yang signifikan antara blanko dengan F2, F3, dan F4, F1 dengan F3 dan F4, F2 dengan F3 dan F4 (nilai p < 0,05).

(46)

Menurut Mitsui (1997), nutrisi, aktivitas serta lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kadar air dalam epidermis dan dermis. Kulit harus mampu menjaga kadar air untuk mempertahankan fungsinya sebagai kulit yang sehat. Apabila kadar air menurun secara drastis, kulit akan kekurangan nutrisi dan menyebabkan kulit menjadi kering, kasar, pecah-pecah dan terkelupas.

Data hasil pengukuran kadar air (moisture)pada kulit sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit wajah sukarelawan

Formula Suka- Relawan

% Kadar air (moisture)

Persen pemulihan Awal Pemakaian (minggu)

I II III IV

Blanko

1 29,1 29,3 29,5 29,7 30,1 3,4%

2 27,4 27,5 27,6 27,7 28,2 2,9%

3 27,3 27,4 27,7 27,9 28,3 3,6%

Rata-

rata 27,93 28,06 28,27 28,43 28,87 3,3%

FI

1 28,2 28,5 28,7 29,2 29,4 4,2%

2 25,3 25,4 26,1 29,1 30,1 19%

3 27,3 28,4 29,1 31,1 33,2 22%

Rata-

rata 26,9 27,43 27,97 29,8 30,9 15,1%

FII

1 28,1 28,3 29,2 30,4 34,1 21,3%

2 29,2 29,4 30,3 32,4 35,3 20,9%

3 29,1 30,1 31,5 33,2 36,2 24,4%

Rata-

rata 28,8 29,27 30,33 32 35,2 22,2%

FIII

1 28,5 29,3 31,4 33,2 37,5 31,6%

2 25,6 27,4 30,1 34,4 35,7 39,4%

3 27,9 30,8 34,2 36,5 37,2 33,3%

Rata-

rata 27,33 29,17 31,9 34,7 36,8 34,8%

FIV

1 26,9 30,5 33,2 35,3 36,4 35,3%

2 25,8 28,4 30,5 33,4 35,9 39,1%

3 27,7 29,9 33,4 35,6 38,6 39,3%

Rata-

rata 26,8 29,6 32,37 34,77 39,97 37,9%

Keterangan: Blanko, krim anti-aging minyak bekatul FI:3%, FII: 6%, FIII: 9%, FIV: 12%.

(47)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0 1 2 3 4

Persentase kadar air

Minggu

Kadar Air (Moisture)

F0 FI FII FIII FIV NormalDehidrasi

Grafik pengaruh pemakain krim terhadap kadar air kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Grafik hasil pengukuran kadar air (moisture) selama 4 minggu Keterangan:

Kadar air dehidrasi: 0-29 Normal : 30-44

Hidrasi : 45-100 (Aramo, 2012).

Gambar di atas menunjukkan bahwa pemakaian krim memberikan efek terhadap peningkatan kadar air kulit wajah sukarelawan. Kadar air kulit meningkat setelah penggunaan krim selama empat minggu perawatan.

4.3.2 Kehalusan (evenness)

Pengukuran kehalusan kulit (evennes) dengan menggunakan perangkat skin analyzer yangmenggunakan lensa perbesaran 60 kali dengan warna lampu sensor berwarna biru. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Dari data yang diperoleh setelah perawatan selama empat minggu dianalisis dengan uji non parametrik Kruskal Wallis untuk mengetahui efektivitas formula terhadap kehalusan kulit sukarelawan dan diperoleh nilai p < 0,05 pada minggu awal hingga minggu keempat yang menunjukkan tidak adanya perbedaan yang

(48)

signifikan antar formula. Untuk mengetahui formula mana yang berbeda, maka data selanjutnya diuji menggunakan Mann-Whitney. Dari hasil uji Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kehalusan kulit yang signifikan antara blanko dengan F1, F2, F3 dan F4, F1 dengan F3 dan F4, F2 dengan F3 dan F4 serta F3 dengan F4 (nilai p < 0,05).

Tabel 4.8 Hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit wajah sukarelawan

Formula Suka- relawan

Kehalusan (evenness)

Persen pemulihan

Awal Pemakaian (minggu)

I II III IV

Blanko

1 35 35 35 35 35 0%

2 35 35 35 35 35 0%

3 35 35 35 35 35 0%

Rata-

rata 35 35 35 35 35 0%

FI

1 33 33 31 30 29 12,1%

2 34 34 33 31 30 11,7%

3 33 33 30 29 28 15,1%

Rata-

rata 33,33 33,33 31,33 30 29 12,96%

FII

1 33 33 31 30 28 15,1%

2 31 30 29 28 27 12,9%

3 30 29 28 27 25 16,6%

Rata-

rata 31,33 30,67 29,33 28,33 26,67 14,86%

FIII

1 25 24 24 23 22 12%

2 26 25 24 22 20 23%

3 28 27 25 22 20 28,5%

Rata-

rata 26,33 25,33 24,33 22,33 20,67 21,16%

FIV

1 25 24 23 21 20 20%

2 24 23 21 20 19 20,8%

3 23 22 20 19 17 26%

Rata-

rata 24 23 21,33 20 18,67 22,26%

Keterangan: Blanko, krim anti-aging minyak bekatul FI:3%, FII: 6%, FIII: 9%, FIV: 12%.

Berdasarkan data yang telah diperoleh dapat dilihat bahwa kondisi awal kehalusan kulit sukarelawan berkisar antara 23-35 yaitu pada kondisi normal dan

(49)

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 1 2 3 4

Kehalusan

Minggu

Kehalusan (Evenness)

Blanko FI FII FIII FIV HalusNormal

halus. Setelah penggunaan krim, kelompok blanko tidak menunjukkan peningkatan kehalusan kulit (0%), sedangkan pada FI, FII, FIIIdan FIV menunjukkan peningkatan kehalusan kulit dengan persentase pemulihan masing- masing sebesar 12,96%, 14,86%, 21,16% dan 22,26%. FIV menunjukkan peningkatan kehalusan kulit. Grafik pengaruh pemakaian krim terhadap peningkatan kehalusan kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Grafik hasil pengukuran kehalusan (evenness) selama 4 minggu Keterangan:

Kulit halus : 0-31 Normal : 32-51

Kasar : 52-100 (Aramo, 2012)

Gambar di atas menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi minyak bekatul yang digunakan mempengaruhi peningkatan kehalusan kulit sukarelawan selama empat minggu perawatan. Krim pada FIV lebih efektif dalam menghaluskan kulit sukarelawan dibandingkan dengan blanko yang tidak mengalami peningkatan kehalusan kulit.

Gambar

Gambar 2.1 Struktur kulit (www.kulit.com)  a.  Epidermis
Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer
Tabel 3.1 Komposisi bahan krim anti-aging
Tabel 4.1   Data pengamatan terhadap homogenitas sediaan dengan menggunakan  objek gelas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit buah delima dapat diformulasikan dalam sediaan krim sebagai anti- aging, dan penggunaan krim anti- aging

Menyatakan bersedia menjadi sukarelawan untuk uji kelembaban kulit yang dilakukan selama 1 bulan dan uji iritasi selama 2 hari dalam penelitian Nurul Rahmah dengan judul penelitian

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit buah delima dapat diformulasikan dalam sediaan krim sebagai anti- aging, dan penggunaan krim anti- aging

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit buah delima dapat diformulasikan dalam sediaan krim sebagai anti-aging, dan penggunaan krim anti-aging ekstrak

Menyatakan bersedia menjadi sukarelawan untuk uji kelembaban kulit yang dilakukan selama 1 bulan dan uji iritasi selama 2 hari dalam penelitian Nurul Rahmah dengan judul penelitian

Kesimpulan: Minyak kelapa murni (VCO) dapat diformulasikan dalam sediaan krim anti -aging dan minyak kelapa murni (VCO) 20% lebih baik dalam meningkatkan kadar air,

Hasil analisis statistik setelah 4 minggu pemakaian krim anti- aging menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kadar air yang signifikan (p ≤ 0,05) antara

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa minyak zaitun ekstra murni dapat diformulasikan dalam sediaan krim sebagai anti-aging dan pemulihan kulit terjadi pada