BAB I PENDAHULUAN
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Deliserdang serta pihak lainnya yang terkait, seperti tenaga kesehatan khususnya tenaga bidan di dalam hal perilaku masyarakat terhadap pemanfaatan program Jaminan Persalinan (Jampersal) dalam melakukan persalinan di Puskesmas.
2. Sebagai bahan masukan dalam pengembangan wawasan dan menambah ilmu pengetahuan, khususnya tentang perilaku masyarakat terhadap pemanfaatan program Jaminan Persalinan (Jampersal) dalam melakukan persalinan di Puskesmas.
3. Bagi peneliti, dapat menjadi wahana pembanding antara teori yang didapat di bangku kuliah dengan penerapannya di lapangan, khususnya tentang perilaku masyarakat terhadap pemanfaatan program Jaminan Persalinan (Jampersal) dalam melakukan persalinan di Puskesmas.
4. Sebagai referensi bagi peneliti-peneliti lain dalam mengkaji masalah penelitian lembaga pendidikan dimasa mendatang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
2.1.1. Definisi Perilaku
Menurut Kwick dalam Azwar (2007), perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Skiner dalam Azwar (2007), seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
b. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
2.1.2. Model Perilaku Kesehatan
Terdapat berbagai macam model utilisasi kesehatan yang digunakan untuk menggambarkan perilaku pemanfaatan pelayanan, model-model tersebut adalah :
1. Model Andersen
Menurut Andersen dalam Ilyas (2003), model ini merupakan suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut sebagai model perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adalah:
a. Presdisposisi
Karakter ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu memiliki kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda dilihat dari ciri demografi, struktur sosial dan kepercayaan.
b. Kemampuan
Karakteristik kemampuan merupakan suatu keadaan dan kondisi yang membuat seseorang mampu untuk melakukan sebuah tindakan untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Berdasarkan sumbernya karakteristik kemampuan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sumber daya keluarga dan sumber daya masyarakat
c. Kebutuhan
Andersen menggunakan istilah kesakitan untuk mewakili kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap suatu penyakit merupakan bagian dari faktor kebutuhan, penilaian kebutuhan didapatkan dari 2 sumber yaitu penilaian ndividu dan penilaian klinik.
2. Model Zshock
Menurut Zshock dalam Ilyas (2003), menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menggunakan pelayanan kesehatan, yaitu:
a. Status kesehatan, pendapatan dan pendidikan
b. Faktor konsumen dan pemberi pelayanan kesehatan (PPK) c. Kemampuan dan penerimaan pelayanan kesehatan
d. Resiko sakit dan lingkungan 3. Model Andersen dan Anderson
Menurut Andersen dan Anderson dalam Ilyas (2003), menggolongkan model utilisasi kesehatan kedalam tujuh kategori berdasarkan tipe dari variabel yang digunakan sebagai faktor yang menentukan utilisasi pelayanan kesehatan. Ketujuh faktor-faktor tersebut adalah :
a. Model Demografi
Pada model ini variabel yang digunakan berdasarkan umur, jenis kelamin, status perkawinan dan besarnya keluarga. Variabel tersebut digunakan sebagai indikator yang mempengaruhi utilisasi pelayanan kesehatan.
b. Model Struktur Sosial
Pada model ini variabel yang digunakan adalah pendidikan, pekerjaan dan etnis.
Variabel-variabel tersebut mencerminkan status sosial dari individu atau keluarga di dalam masyarakat dan dapat pula menggambarkan gaya hidup individu dan keluarga
c. Model Sosial Psikologis
Pada model ini variabel yang digunakan adalah, pengetahuan, sikap, dan keyakinan individu di dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Variabel tersebut mempengaruhi individu untuk mengambil keputusan dan bertindak di dalam menggunakan pelayanan kesehatan.
d. Model Sumber Daya Keluarga
Pada model ini variabel yang digunakan adalah pendapatan keluarga dan cakupan mengenai pelayanan kesehatan. Variabel tersebut dapat mengukur kesanggupan dari setiap individu atau keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
e. Model Sumber Daya Masyarakat
Pada model ini variabel yang digunakan adalah pelayanan kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat
f. Model Organisasi
Pada model ini variabel yang digunakan adalah pencerminan perbedaan bentuk-bentuk pelayanan kesehatan. Pada umumnya variabel yang biasa digunakan adalah:
1) Gaya praktik pengobatan sendiri (sendiri, rekanan, kelompok)
2) Sifat alamiah dari pelayanan tersebut (pembayaran secara langsung atau tidak) 3) Lokasi dari pelayanan kesehatan (pribadi, rumah sakit atau klinik)
4) Petugas kesehatan yang pertama kali dihubungi oleh pasien (dokter, perawat atau yang lainnya).
4. Model Becker
Menurut Becker dalam Azwar (2007), pada model ini digunakan model kepercayaan yang menjadi sebuah bentuk dari model sosiopsikologis yang menganggap bahwa perilaku kesehatan merupakan fungsi pengetahuan maupun sikap infdividu. Selain itu model kepercayaan kesehatan ini juga merupakan salah satu pengembangan dari teori lapangan dari Lewin dalam Azwar (2007), dimana dalam konsep teori lapangan dijelaskan bahwa setiap individu dalam kehidupannya akan berada pada daerah antara daerah positif dan daerah negatif
Dalam model Becker ada 4 variabel kunci yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bertindak untuk mencegah atau mengobati suatu penyakit, yaitu : a. Kerentanan yang dirasa
Tindakan individu dalam mencari pengobatan atau melakukan upaya pencegahan terhadap suatu penyakit
b. Keseriusan yang dirasakan
Tindakan individu dalam mencari pengobatan dan pencegahan penyakit yang didorong oelh keseriusan penyakit itu sendiri
c. Manfaat dan rintangan yang dirasakan
Tindakan yang dilakukan akibat kerentanan dari suatu penyakit tergantung dari manfaat yang dirasakan
d. Isyarat atau tanda-tanda
Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan kegawatan dan keuntungan diperlukan isyarat berupa faktor-faktor dari luar yang berupa pesan-pesan media massa, nasihat dari teman atau anggota keluarga yang pernah mengalaminya
5. Model Green
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2012), menjelaskan bahwa tindakan seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu:
a. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor ini mencakup mengenai pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat social ekonomi.
b. Faktor Pemungkin (enabling factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat
c. Faktor Penguat
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap para petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.
Ada beberapa model perilaku kesehatan yang dapat menggambarkan bagaimana sebuah perilaku terbentuk, diantaranya yaitu teori Health Belief Model (HBM) dari Becker & Rosenstock. Teori ini berpendapat bahwa persepsi kita terhadap sesuatu lebih menentukan keputusan yang kita ambil dibandingkan dengan kejadian yang sebenarnya. Teori HBM oleh Rosenstock dalam Damayanti (2004), menyatakan ada 4 (empat) elemen yang mendasari persepsi seseorang, yaitu:
a. Perceived susceptibility: penilaian individu mengenai kerentanan mereka terhadap suatu penyakit
b. Perceived seriousness: penilaian individu mengenai seberapa serius kondisi dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut
c. Perceived barriers: penilaian individu mengenai besar hambatan yang ditemui untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti hambatan finansial, fisik, dan psikososial
d. Perceived benefits: penilaian individu mengenai keuntungan yang didapat dengan mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan.
Selanjutnya, teori ini kemudian dikembangkan dan ditambahkan dengan faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap perilaku kesehatan, yaitu (Smet, 1994; Damayanti, 2004):
a. Variabel demografi; seperti usia, jenis kelamin, ras, pekerjaan, dan sebagainya.
b. Variabel sosio-psikologis; seperti kepribadian, sosial-ekonomi, dan sebagainya.
c. Variabel struktural; seperti pengetahuan, pengalaman, dan sebagainya.
d. Cues to action; pengaruh dari luar dalam mempromosikan perilaku kesehatan yang disarankan, seperti pemberian informasi melalui media massa, artikel surat kabar dan majalah, saran dari ahli, dan sebagainya.
Persepsi Individu Faktor perubahan Tindakan
Sumber: Glanz et, al, 2002.
Umur, jenis kelamin, etnis, kepribadian,
sosial ekonomi, pengetahuan
Menerima tindakan
Merasa terancam
penyakit tertentu Perubahan perilaku
Petunjuk aksi:
Pendidikan
Gejala
Media Informasi Merasa rentan
terhadap penyakit tertentu
2.2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan: 1) Tahu (know), tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima; 2) Memahami (comprehension), memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengintrepretasikannya materi tersebut secara benar; 3) Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya; 4) Analisis (analysis), analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain; 5) Sintesis (synthesis), sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru; dan 6) Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2012).
2.3. Sikap
2.3.1. Pengertian Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Notoatmodjo (2012), sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :
1. Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek);
2. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap;
3. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap ketiga;
4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Menurut Saifuddin (1998), sikap dapat dikatakan sebagai respon. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu gejala yang menghendaki timbulnya suatu reaksi individu. Bentuk respon tersebut disebut sebagai respon evaluatif. Respon evaluatif didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang akan memberikan kesimpulan nilai dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, yang kemudian membentuk sebagai potensi reaksi terhadap suatu objek sikap. Dengan respon evaluatif, akan lebih mendekatkan kepada suatu operasionalisasi sikap, dalam kaitannya dengan penyusunan alat ungkapnya yang nantinya akan dapat
mengklasifikasikan respon evaluatif seseorang pada suatu posisi setuju atau tidak setuju. Hal itu juga didukung oleh Ajzen (1994) bahwa sikap tumbuh karena adanya suatu kecenderungan untuk merespon suka atau tidak suka terhadap suatu obyek, orang lembaga, atau peristiwa tertentu. Mueller (1996) mempertegas pernyataan diatas bahwa sikap ditunjukkan oleh luasnya rasa suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Berkowitz, “sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorabel) ataupun perasaan tidak mendukung (tak-favorabel) terhadap objek,” (Saifuddin, 1998). Dengan kata lain, sikap dapat bersifat positif dan negatif.
Menurut Sarlito (1998), sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak terhadap hal-hal tertentu. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.
2.3.2 Komponen Sikap
Menurut Sarlito (1998), sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective) dan komponen konatif (conative).
a. Komponen kognitif
Komponen kognitif berupa apa yang dipercayai oleh subjek pemilik sikap.
Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui.
Berdasarkan apa yang telah kita lihat itu kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan itu
terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dan apa yang tidak diharapkannya dari objek tertentu. Pengalaman pribadi, apa yang diceritakan orang lain, dan kebutuhan emosional kita sendiri merupakan determinan utama dalam terbentuknya kepercayaan.
b. Komponen afektif
Komponen afektif merupakan komponen perasaan yang menyangkut aspek emosional. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Reaksi emosional ditentukan oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar bagi objek termaksud.
c. Komponen konatif
Komponen konatif merupakan aspek kecendrungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh subjek. Kepercayaan dan perasaan memengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang akan berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Kecendrungan berperilaku secara konsisten selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini akan membentuk sikap individual.
Kecendrungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung saja, akan tetapi meliputi bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan seseorang.
2.3.3 Pengukuran Sikap
Metode pengukuran sikap yang dianggap dapat diandalkan dan dapat memberikan penafsiran terhadap sikap manusia adalah pengukuran melalui skala
sikap (attitude scale). Suatu skala sikap tidak lain daripada kumpulan pernyataan-pernyataan sikap. Pertanyaan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang diukur. Suatu pernyataan sikap dapat berisi halhal positif mengenai objek sikap, yaitu berisi pernyataan yang mendukung atau yang memihak pada objek sikap. Pernyataan ini disebut pernyataan yang favorabel.
Sebaliknya suatu pernyataan sikap dapat pula berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap. Hal negatif dalam pernyataan sikap ini sifatnya tidak memihak atau tidak mendukung terhadap objek sikap dan karenanya disebut dengan pernyataan yang unfavorable (Notoatmodjo, 2012).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk melihat dan mengukur sikap seseorang, yaitu (Notoatmodjo, 2012):
a. Metode Wawancara langsung
Metode wawancara langsung untuk mengetahui bagaimana perasaan seseorang terhadap objek psikologis yang dipilihnya, maka prosedur yang termudah adalah dengan menanyakan secara langsung pada orang tersebut.
b. Observasi Langsung
Pendekatan obervasi langsung adalah dengan mengobservasi secara langsung tingkah laku individu terhadap objek psikologisnya. Pendekatan ini terbatas penggunaannya, karena tergantung individu yang diobservasi. Dengan kata lain, bertambahnya faktor yang diobservasi, maka makin sukar dan makin kurang objektif terhadap tingkah laku yang dilakukan.
c. Pernyataan Skala
Skala yang digunakan dalam mengukur sikap ini dapat membuktikan pencapaian suatu ketetapan derajat efek yang diasosiasikan dengan objek psikologis.
Oleh karena itu, skala ini dikombinasikan dan/atau dikonstruksikan, yang akhirnya menghasilkan sejumlah butir yang distandarsiasikan dalam tes psikologis. Butir-butir yang membentuk skala sikap ini disebut “statement” yang dapat didefinisikan sebagai pernyataan yang menyangkut objek psikologi. Skala sikap bertujuan untuk menentukan perasaan sesorang. Salah satu cara untuk mengukur sikap adalah dengan menggunakan metode skala Likert.
2.4. Praktik atau Tindakan
Praktik mempunyai beberapa tingkatan: 1) Persepsi (perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama; 2) Respons terpimpin (guided response), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua; 3) Mekanisme (mecanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga; dan 4) Adopsi (adoption), adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang mudah berkembang dengan baik.
2.5. Jaminan Persalinan 2.5.1. Pengertian
Jaminan persalinan merupakan jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB paska persalinan dan pelayanan bayi baru lahir (Permen Kes RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011).
2.5.2. Tujuan 1. Tujuan Umum
Meningkatnya akses terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan oleh dokter atau bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB melalui jaminan pembiayaan untuk pelayanan persalinan (Permen Kes RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011).
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan.
b. Meningkatnya cakupan pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan.
c. Meningkatnya cakupan pelayanan KB pasca persalinan oleh tenaga kesehatan.
d. Meningkatnya cakupan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan.
e. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel (Permen Kes RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011).
2.5.3. Sasaran
Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah (Permen Kes RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011):
a. Ibu hamil b. Ibu bersalin
c. Ibu nifas ( sampai 42 hari pasca melahirkan) d. Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari) 2.5.4. Ruang Lingkup Jaminan Persalinan
Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan rujukan. Ruang lingkup pelayanan jaminan persalinan terdiri dari (Permen Kes RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011):
1. Pelayanan persalinan tingkat pertama
Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, pelayanan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir) tingkat pertama.
Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergesi Dasar) serta jaringannya termasuk Polindes dan Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.
Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi (Permen Kes RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011):
a. Pemeriksaan kehamilan b. Pertolongan persalinan normal
c. Pelayanan nifas, termasuk KB pasca persalinan d. Pelayanan bayi baru lahir
e. Penanganan komplikasi pada kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir.
2. Pelayanan persalinan tingkat lanjutan
Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik, terdiri dari pelayanan kebidanan dan neonatus kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi dengan risiko tinggi dan komplikasi, di rumah sakit pemerintah dan swasta yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan dilaksanakan berdasarkan rujukan, kecuali pada kondisi kedaruratan Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi (Permen Kes RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011):
a. Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi (RISTI) dan penyulit
b. Pertolongan persalinan dengan RISTI dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama.
c. Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir di Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang setara.
2.6. Landasan Teori
Green (1980), menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempunyai potensi dalam mempengaruhi perilaku kesehatan adalah faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor Penguat. Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut.
2.7 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Keterangan :
Gambaran pemanfaatan program Jampersal dalam melakukan persalinan dapat dilihat melalui karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan), pengetahuan tentang Jampersal, dan sikap ibu terhadap program Jampersal.
1. Karakteristik : a. Umur
b. Pendidikan c. Pekerjaan d. Penghasilan 2. Pengetahuan 3. Sikap
Pemanfaatan Program Jampersal Dalam Melakukan Persalinan
METODE PENELITIAN
3.3 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional (sekat silang) untuk mengetahui gambaran perilaku masyarakat terhadap pemanfaatan program Jaminan Persalinan (Jampersal) dalam melakukan persalinan di Puskesmas Namorambe Kabupaten Deliserdang.
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Namorambe Kabupaten Deliserdang.
3.2.2. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2013 yang meliputi persiapan, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data beserta perbaikannya.
3.5.Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin selama tahun 2012 dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Namorambe Kabupaten Deliserdang yaitu berjumlah 812 orang.
3.3.3 Sampel
Tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan cara Simple Random Sampling, yang mana setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Jumlah populasi ibu bersalin selama tahun 2012 dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Namorambe Kabupaten Deliserdang yaitu berjumlah 812 orang. Jumlah sampel yang akan diteliti dihitung dengan menggunakan rumus Lemeshow (1997), sebagai berikut:
Jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 86 orang.
3.6.Pengumpulan Data 1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini terdiri dari umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, sikap, dan tindakan diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner.
2. Data Sekunder
Data sekunder meliputi gambaran demografi dan letak geografis yang diperoleh dari Kecamatan Namorambe Kabupaten Deliserdang.
3.5. Definisi Operasional
a. Umur adalah lamanya hidup responden yang dihitung dari sejak dilahirkan sampai ulang tahun terakhir.
b. Pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh dan ditamatkan oleh responden.
c. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan responden untuk mendapatkan uang.
d. Penghasilan adalah jumlah seluruh pengasilan responden yang meliputi penghasilan pokok dan penghasilan tambahan selama satu bulan dalam satuan rupiah.
e. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang program jaminan persalinan (Jampersal).
f. Sikap adalah tanggapan responden terhadap sesuatu yang diketahuinya tentang program jaminan persalinan (Jampersal).
g. Tindakan adalah segala perbuatan yang telah dilakukan responden dalam hal penggunaan program Jaminan Persalinan (Jampersal) dalam melakukan persalinan.
3.6 Aspek Pengukuran 1. Umur
Variabel umur dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
< rata-rata
≥ rata-rata 2. Pendidikan
Variabel pendidikan dibedakan atas 2 kategori, yaitu:
a. Rendah, bila pendidikan terakhir adalah: tidak sekolah atau SD b. Menengah, bila pendidikan terakhir adalah: SMP atau SMA c. Tinggi, bila pendidikan terakhir adalah: DIII atau Peguruan Tinggi
a. Rendah, bila pendidikan terakhir adalah: tidak sekolah atau SD b. Menengah, bila pendidikan terakhir adalah: SMP atau SMA c. Tinggi, bila pendidikan terakhir adalah: DIII atau Peguruan Tinggi