• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

Segala sesuatunya pastilah bermanfaat, begitu juga halnya penelitian ini.

Penulis berharap penelitian ini bisa bermanfaat bagi penulis sendiri dan juga menjadi sumbangan dalam kajian sastra khususnya kesusastraan Batak, dan terkhusus lagi bagi masyarakat Batak Angkola lebih luas lagi khalayak banyak.

Semoga hasil penelitian ini bisa bermanfaat sebagai berikut:

1. Sebagai salah satu informasi mengenai buku Halilian Turi-Turian Ni Halak Sipirok Banggo-Banggo Karya Abdurrahman Ritongga.

2. Sebagai literatur kebudayaan.

3. Sebagai referensi bagi peneliti-peneliti lain khususnya yang memfokuskan penelitian pada kajian psikologi sastra.

4. Melengkapi khazanah pustaka Program Studi Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Studi kepustakaan merupakan langkah penting seorang peneliti menerapkan topik penelitian, yaitu melakukan kajian yang berkaitan dengan topik penelitian (Najir dalam Sinaga, 2016: 8).

Dalam penulisan sebuah karya ilmiah, sangat diperlukan kajian pustaka.

Dalam penulisan skripsi ini pun tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep yang mendukung pemecahan permasalahan dalam suatu penelitian, paparan atau konsep itu bersumber dari pendapat para ahli, empirisme (pengalaman peneliti) dan daya nalar peneliti yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Adapun hasil penelitian lain yang digunakan dalam memahami dan mendukung penulisan skirpsi ini adalah:

1. Sigmund Freud, (Buku: 2016. Edisi Revisi. Cetakan ke-II) dengan judul Psikoanalisis Sigmund Frued. Buku yang diterjemahkan oleh K. Bartens ini memuat tentang tulisan-tulisan dan ceremah-ceramah Sigmund Freud mengenai psikoanalisis. Kontribusinya dalam penelitan ini sangat besar karena membantu penulis dalam memahami apa sebenarnya teori psikoanalisis Sigmund Freud.

2. Suwardi Endraswara, (Buku: 2008) dengan judul Metodologi Psikologi Sastra. Kontribusinya dalam penelitian ini sangat besar karena membantu penulis mengambil langkah-langkah dalam penelitian ini.

3. Albertine Minderop, (Buku: 2011. Edisi Revisi). Dengan Judul Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, Dan Contoh Kasus. Kontribusi buku ini dalam penelitian adalah sebagai refrensi tambahan dalam menganalisis sebuah cerita dengan menggunakan kajian psikologi sastra.

2.2 Teori yang Digunakan

Teori merupakan hal yang sangat perlu dalam menganalisis suatu karya sastra yang diajukan sebagai objek penelitian. Teori adalah landasan dan pondasi untuk melihat unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra. Pengertian teori menurut (Singarimbun dan Effendi, 1989:37) adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.

2.2.1 Teori Keperibadian Psikoanalisis Sigmund Freud

Buku pertama yang di tulis oleh Freud dalam kerja sama dengan Dokter Josef Breuer: Studi-Studi Tentang Histeria (1895) adalah awal mulanya psikoanalisis ia temukan ketika mengobati pasien-pasien neourosisnya. Awalnya Freud berpendapat bahwa kehidupan psikis manusia mengandung dua bagian, yaitu kesadaran (the conscious) dan ketidaksadaran (the unconscious). Tetapi pada bukunya Ego dan Id (1923) Freud merivisi kesadaran dan ketidaksadaran menjadi id, ego, dan superego.

Menurut Sigmud Freud struktur kepribadian manusia terbagi tiga instansi:

1. Id

Id berasal dari bahasa Latin yang berarti “itu” (dia untuk benda) atau Es dalam bahasa Jerman bahasa yang digunakan oleh Freud, merupakan bagian ketidaksadaran. Menurut Freud (2016: 32) Id adalah lapisan psikis paling mendasar. Terdapat naluri-naluri bawaan (seksual dan agresif) dan keinginan-keinginan yang direpresikan. Id, menjadi bahan dasar bagi pembentukan hidup psikis lebih lanjut.

Menurut Rokhana (2009: 19) Ciri-ciri Id adalah:

a. Merupakan aspek biologis kepribadian karena berisi unsur-unsur biologis termasuk di dalamnya insting-insting.

b. Merupakan sistem yang paling asli di dalam diri seseorang karena dibawa sejak lahir dan tidak memperoleh campur tangan dari dunia luar (dunia objektif).

c. Berupa realitas psikis yang sesungguhnya karena hanya merupakan dunia batin/dunia subjektif manusia dan sama sekali tidak berhubungan dengan dunia objektif.

d. Merupakan sumber psikis yang menggerakan Ego dan Superego.

e. Prinsip kerja Id untuk mengurangi ketegangan adalah prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu mengurangi ketegangan dengan menghilangkan ketidakenakan dan mengejar kenikmatan.

Prinsip kenikmatan ini dilakukan melalui dua proses, yaitu:

1) Refleksi dan reaksi otomatis, misalnya bersin, berkedip.

2) Proses primer, misalnya orang lapar membayangkan makanan.

2. Ego

Ego berasal dari bahasa Latin yang berarti “aku” atau dalam bahasa Jermannya Ich. Menurut Freud (2016: 33), Ego terbentuk dengan diferensiasi Id karena kontaknya dengan dunia luar. Ego bersifat sadar dan sebagai contoh aktivitas sadar boleh disebut: presepsi lahiriah, presepsi batin, proses-proses ingatan.

Menurut Rokhana (2009: 20) Ciri-ciri Ego adalah:

a. Merupakan aspek psikologis kepribadian karena timbul dari kebutuhan organism untuk berhubungan baik dengan dunia nyata dan menjadi perantara antara kebutuhan instingtif organism dengan keadaan lingkungakan.

b. Bekerja dengan prinsip kenyataan (reality principle) yaitu menghilangkan ketegangan dengan cara mencari objek yang tepat di dunia nyata untuk mengurangi ketegangan.

c. Proses yang dilalui dalam menemukan objek yang tepat adalah proses skunder, yaitu proses berfikir realitas melalui perumusan rencana pemuasan kebutuhan dan mengujinya (secara teknis disebut reality testing) untuk mengengetahui berhasil tidaknya melalui suatu tindakan.

d. Merupakan aspek eksekutif kepribadian karena merupakan aspek yang mengatur dan mengontrol jalan yang ditempuh serta memilih objek yang tepat untuk memuaskan kebutuhan.

3. Superego

Superego atau Ueberich dalam bahasa Jerman. Menurut Freud (2016: 33) Superego dibentuk melalui jalan internalisasi, artinya larangan-larangan atau perintah-perintah yang berasal dari luar (pengasuh-pengasuh, khususnya orang

tua) diolah sedemikian rupa sehingga akhirnya terpancar di dalam. Dengan kata lain, Superego adalah buah hasil proses internalisasi, sejauh proses larangan-larangan dan perintah-perintah yang tadinya ditemui sebagai “asing” bagi si subjek akhirnya dianggap sebagai sesuatu yang berasal dari subjek sendiri.

Menurut (Rokhana, 2009: 21) Ciri-ciri Superego adalah:

a. Merupakan aspek sosiologis kepribadian karena merupakan wakil nilai-nilai tradisional dan cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya melalu berbagai perintah dan larangan.

“Engkau tidak boleh…” atau “Engkau harus…” menjadi “Aku tidak boleh… atau “Aku harus…”

b. Merupakan aspek moral kepribadian karena fungsi pokoknya adalah menentukan apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau tidak sehingga seseorang dapat bertindak sesuatu dengan moral masyarakat.

Dihubungkan dengan ketiga aspek kepribadian, fungsi pokok Superego adalah:

1) Merintangi impuls-impuls id terutama impuls-impuls terutama seksual dan agresi yang sangat di tentang masyarakat.

2) Mendorong Ego untuk belajar lebih mengejar hal-hal yang moralistis dari pada realistis.

3) Mengejar kesempurnaan.

2.2.2 Pengertian Sastra

Beberapa definisi para ahli tentang pengertian sastra dapat kita lihat sebagai berikut:

Teeuw (1984:23) mengatakan kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta akar kata sas dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberikan petunjuk atau instruksi. Arti kata tra biasanya menunjukkan alat, suasana. Maka dari kata sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi dan pengajaran.

Semi (1988:4) mengatakan “sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang obyeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya”.

Fananie (Sari, 2007:26) mengatakan: “bahwa sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan kemampuan asepek keindahan yang baik didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna”.

Kutipan di atas menyatakan, sastra diartikan sebagai alat untuk mengajar, memberi instruksi dan petunjuk kepada pembaca. (Wellek dan Warren, 1987:3) mengatakan bahwa sastra adalah suatu kajian kreatif, sebuah karya seni

Dari keseluruhan defenisi sastra di atas, adalah berdasarkan persepsi masing-masing pribadi dan sifatnya deskriptif, pendapat itu berbeda satu sama lain. Masing-masing ahli menyampaikan aspek-aspek tertentu, namun yang jelas defenisi tersebut dikemukakan dengan prinsip yang sama yaitu manusia dan lingkungan. Manusia menggunakan seni sebagai pengungkapan segi-segi kehidupan.

Dari beberapa batasan yang diuraikan di atas selalu disebut unsur tentang isi sastra berupa pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, semangat kepercayaan dan lain-lain. Ekspresi atau ungkapan adalah upaya untuk mengeluarkan sesuatu

dalam diri manusia, bentuk diri manusia dapat di ekspresikan pada orang lain. Ciri khas pengungkapan bentuk pada sastra adalah bahasa. Bahasa adalah bahan utama untuk mewujudkan ungkapan pribadi di dalam bentuk yang indah.

2.2.3 Pengertian Psikologi

Secara etimologi psikologi berasal dari bahasa Yunani yakni psyche dan logos. Kata psyche memiliki arti roh, jiwa, atau sukma, sedang logos memiliki arti

“ilmu”. Jadi, secara harfiah psikologi adalah ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa (Umry, 2015: 1).

Dalam perkembangannya psikologi kemudian menjadi ilmu yang memperlajari tingkah laku manusia. Keadaan jiwa seseorang dapat dipelajari bila sudah berupa sebagai perilaku. Perilaku merupakan wujud dari keadaan seseorang melatar belakangi timbulnya hampir seluruh tingkah laku (Dirgagunarsa dalam Rokhana, 2009: 14).

2.2.4 Pengertian Psikologi Sastra

Psikologi sastra adalah interdisiplin antara psikologi dan sastra (Endraswara, 2008:16).

Sastra pada hakikatnya adalah hasil krativitas pengarang yang menggunakan media bahasa yang diabadikan untuk kepentingan estetis. Yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana jiwa pengarang, baik suasana pikir maupun suasana rasa yang ditangkap dari gejala kejiwaan orang lain (Roekhan dalam Endraswara, 1990: 91)

Umry (2015: 29) mengatakan, ada tiga cara dilakukan untuk memahami hubungan sastra dengan psikologis, yaitu:

1. Memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis

2. Memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra 3. Memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca.

Antara psikologi dan sastra dapat saling bersimbiosis dalam perannya terhadap kehidupan, apalagi keduanya memiliki fungsi bagi hidup ini. Sama-sama berurusan dengan persoalan manusia sebagai individu maupun sosial. Keduanya juga memanfaatkan landasan yang sama, yaitu menjadikan pengalaman manusia sebagai bahan utama penelaahan. Itu sebabnya, pendekatan psikologi dianggap penting penggunaannya dalam penelitian dan kritik sastra sama hal seperti sosiologi sastra. Dalam hal ini, psikologi dapat diberlakukan sebagai alat analisis, baik dalam bentuk umum, seperti psikoanalisis yang diperkenalkan Sigmund Freud (Endraswara, 2008:15).

2.2.5 Pengertian Tokoh

Menurut Sudjiman (1988: 16) tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan.

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita (Aminuddin dalam Nurgiyantoro, 1995: 79).

Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2000: 165) adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang di ekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan tokoh adalah individu rekaan pada suatu cerita.

Tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan sudut pandang dan tinjauan, seseorang tokoh dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus (Nurgiyantoro, 2002: 176).

Aminuddin (dalam Nurgiyantoro, 1995: 79-80) menyatakan terdapat dua macam tokoh suatu cerita, yaitu:

a. Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita. Tokoh ini merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.

b. Tokoh pembantu

Tokoh pembantu adalah tokoh yang memiliki peranan tidak penting dalam cerita dan kehadiran tokoh ini hanya sekedar menunjang tokoh utama.

2.2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejiwaan Manusia

Kejiwaan manusia dapat dipengaruhi oleh banyak hal. Menurut (Dougall dalam Rakhmat, 2007:33) menyebutkan pentingnya faktor-faktor personal dalam menentukan insteraksi sosial dan masyarakat. Tetapi, Edward Ross, seorang

sosiolog menegaskan utamanya faktor situasional dan sosial dalam membentuk perilaku individu. Secara umum faktor yang mempengaruhi kejiwaan ada dua (Rakhmat, 2007: 33) yaitu:

1. Faktor Personal

Faktor personal adalah faktor yang berasal dari individu itu sendiri, antara lain:

A. Faktor Biologis

Faktor biologi berpengaruh dalam seluruh kegiatan manusia. Warisan biologi manusia menentukan kejiwaannya. Kejiwaan yang merupakan bawaan manusia, bukan pengaruh lingkungan (Rakhmat, 2007: 34).

B. Faktor Sosiopsikologis

Manusia sebagai makhluk sosial mengalami proses sosial sehingga diperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilaku. Faktor sosiopsikologis digolongkan menjadi tiga, yaitu:

1) Komponen Afektif

Komponen afektif merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis.

Yang termasuk ke dalam komponen afektif adalah sebagai berikut:

a. Motif Sosiogenis

Motif sosiogenesis disebut juga motif sekunder. Peranannya sangat penting dalam pembentukkan prilaku sosial. Motif sosiogenis meliputi:

a) Motif ingin tahu

b) Motif kompetensi c) Motif cinta

d) Motif harga diri dan kebutuhan mencari identitas e) Motif kebutuhan pemenuhan diri

f) Motif akan nilai b. Sikap

Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi dan nilai. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi, sikap bukan rekaman masa lalu, sikap mengandung aspek evaluatif dan sikap timbul dari pengalaman (Rakhmat, 2007: 40).

c. Emosi

Emosi menunjukkan kegoncangan organism yang disertai gejala-gejala kesadaran perilaku, dan proses fisiologi. Emosi mempunyai empat fungsi (Rakhmat, 2007: 40), yaitu:

a) Sebagai pembangkit energi.

b) Sebagai pembawa informasi.

c) Pembawa pesan dalam interpersonal.

d) Pemberi informasi tentang sumber keberhasilan mereka.

2) Faktor Kognitif

Termasuk dalam komponen ini adalah kepercayaan, kepercayaan adalah keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau salah atas dasar bukti, sugesti, otoritas, pengalaman, atau intuisi (Kohler dalam Rakhmat, 2007: 43).

3) Komponen Konatif

Komponen konatif terdiri dari kebiasan dan kemauan. Kebiasaan adalah aspek manusia menetap, berlangsung secara otomatis tidak direncanakan.

Kebiasan merupakan hasil pelaziman yang berlangsung pada waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi berkali-kali. Sedangkan kemauan erat dengan tindakan, bahkan ada yang mendefenisikan sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan (Kohler dalam Rakhmat, 2007: 43).

2. Faktor Situasional

Faktor situasional adalah faktor yang datang dari luar individu. Menurut (Sampson dalam Rakhmat, 1986: 54-58) faktor situasional meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Faktor Ekologis

Keadaan alam akan sangat mempengaruhi gaya hidup dan kejiawaan seseorang. Contoh: Banyak orang yang menghubungkan kemalasan bangsa Indonesia pada mata pencaharian bertani dan matahari yang selalu bersinar setiap hari. Hal ini disebabkan efek temperatur pada tindakan kekerasan, perilaku, dan emosional (Rakhmat: 2007: 44).

b. Faktor Desain dan Arsitektur

Satu rancangan arsitektur dapat mempengaruhi pola komunikasi di antara orang yang hidup dalam naungan satu arstitektural (Rakhmat, 2007: 45). Contoh:

orang yang tinggal dilingkungan pesantren komunikasi di antara santrinya akan

lebih terbuka karena tempat tinggal dan mempunyai aktivitas yang sama disatu tempat yang sama, sehingga hubungan kebatinan terjalin.

c. Faktor Temporal

Waktu memberi pengaruh pada jiwa manusia. Contoh: Tubuh manusia dari tengah malam sampai pukul 04:00, fungsi tubuh manusia berada pada tahap paling rendah. Tetapi pendengaran sangat tajam, pada pukul 10:00 bagi orang introvert. Konsentrasi dan daya ingat mereka mencapai pada puncaknya.

Sedangkan pukul 15:00 orang-orang ekstrovert mencapai puncak dalaam kemampuanan analisis dan kreativitas (Panati dalam Rakhmat, 2007:45).

d. Faktor Suasana Perilaku

Lingkungan merupakan beberapa satuan yang terpisah yang disebut suasana perilaku. Contohnya: Di masjid orang tidak akan berteriak keras, seperti dalam pesta ulang tahun orang tidak akan melakukan upacara ibadah. Dalam suatu kampanye di lapangan terbuka, komunikator akan menyusun dan menyampaikan pesan dengan cara yang berbeda daripada ketika ia berbicara di hadapan kelompok kecil di ruang rapat partainya (Rakhmat, 2007: 43).

e. Faktor Teknologi

Lingkungan teknologis yang meliputi sistem energi, sistem produksi , distribusi, membentuk serangkain perilaku sosial yang sesuai dengan kejiwaannya. Contohnya: Adanya pesawat telepon membuat orang merasa dekat

dengan orang-orang tersayang. Meskipun jarak terpisah dan tidak bisa bertatap muka, hanya dengan mendengar suaranya saha kita bisa merasa dekat.

f. Faktor Sosial

Sistem peranan yang ditetapkan dalam suatu masyarakat, struktur kelompok dan organisasi, karakteristik populasi, adalah faktor-faktor sosial yang menata perilaku manusia. Karakteristik populasi seperti usia, kecerdasan, karakteristik biologis, mempengaruhi pola-pola anggota-anggota populasi tersebut (Rakhmat, 2007: 46). Contoh: Kelompok orang tua melahirkan pola perilaku yang berbeda dengan anak muda.

g. Faktor Psikososial

Presepsi tentang sejauh mana lingkungan memuaskan atau mengecewakan manusia, akan mempengaruhi kejiwaan manusia. Iklim psikososial menunjukkan presepsi seseorang tentang kebebasan individual, ketepatan pengawasan, kemungkinan kemajuan dan tingkat keakraban.

h. Faktor Yang Mendorong dan Memperteguh Perilaku Kejiwaan

Kendala situasi mempengaruhi kelayakan melakukan perilaku tertentu.

Situasi permisif (terbuka) memungkinkan orang melakukan banyak hal tanpa rasa malu. Sebaliknya, situasi restriktif (tertutup) menghambat berperilaku sekehendak hatinya. Contohnya: Orang Islam yang tinggal di lingkungan pesantren cenderung berperilaku dan berpenampilan lebih sopan.

i. Faktor Budaya

Faktor budaya sangat mempengaruhi kejiwaan seseorang. Seseorang dengan latar belakang budaya tertentu akan mempunyai jiwa tertentu pula dengan latar budayanya.

BAB III

METODE PENELITIAN

Menurut Siswantoro (2014: 55-56) metode adalah cara yang dipergunakan seorang peneliti di dalam usaha memecahkan masalah yang diteliti. Lalu penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah, untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan.

Jadi metode penelitian adalah ilmu mengenai suatu cara yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah secara ilmiah.

3.1 Metode Dasar

Metode dasar yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (novel, drama, cerita pendek, puisi) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagai mana adanya (Nawawi dalam Siswantoro, 2014: 56).

Ciri dari metode ini biasanya, difokuskan pada masalah faktual yang ada pada waktu penelitian. Data yang dikumpulkan, disusun, dianalisis dan interpretasi sangat bergantung pada teknik penelitian yang digunakan, karena itu teknik-teknik pengumpulan dan analisis data harus disajikan secara jelas dan detail. Mula-mula data dikumpulkan lalu disusun, dideskripsikan, dengan maksud menemukan usnur-unsurnya, kemudian dianalisis.

3.2 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah tokoh pada cerita Halilian Turi-turian Ni Halak Sipirok Banggo-banggo Karya Abddurrahman Ritongga.

3.3 Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian ini adalah teks yang ada dalam cerita Halilian Turi-turian Ni Halak Sipirok Banggo-banggo Karya Abddurrahman Ritongga.

Cetakan III. Terbit pada tahun 2010, terbitan Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan. Dengan identifikasi fisik buku: x + 305 halaman. Ukuran, dengan panjang 21 cm, lebar 16 cm dan ketebalan 1,7 cm.

Menggunakan Bahasa Angkola.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik penelitian yang digunakan dalam membahas dan memecahkan masalah penelitian ini adalah dengan menggunakan studi kepustakaan (library research).

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Menerjemahkan buku Halilian Turi-turian Ni Halak Sipirok Banggo-banggo Karya Abddurrahman Ritongga dari Bahasa Angkola ke dalam Bahasa Indonesia.

2. Membaca berulang-ulang buku Halilian Turi-turian Ni Halak Sipirok Banggo-banggo Karya Abddurrahman Ritongga yang sudah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia.

3. Mengumpulkan data atau buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian.

4. Mengelompokkan dan menganalisis kalimat-kalimat yang menunjukan aspek psikologi tokoh dalam cerita.

5. Membuat kesimpulan dari hasil penelitian.

6. Setelah itu penelitian tersebut disusun dalam bentuk skripsi.

3.5 Metode Analisis Data

Metode Analisis data dalam penelitian ini mengunakan metode analisis deskriptif. Metode ini bertujuan untuk mengkaji aspek psikologis tokoh dalam cerita Halilian Turi-turian Ni Halak Sipirok Banggo-banggo Karya Abddurrahman Ritongga dengan pendekatan psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud yaitu teori kepribadian .

Selain mengungkapkan teori kepribadian yang ada dalam psikologi.

Pendekatan psikologi juga digunakan untuk mengungkap faktor-faktor yang melatarbelakangi aspek psikologis yang terjadi pada tokoh yang dikembangkan oleh Jalaludin Rakhmat.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Aspek Psikologis Tokoh Dalam Cerita Halilian Turi-Turian Ni Halak Sipirok Banggo-Banggo Karya Abdurrahman Ritonga

Dalam menganalisis aspek psikologis tokoh dalam cerita ini berdasarkan teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud, yang terdiri dari id, ego, superego.

Antara id, ego, superego dalam diri manusia tidak dapat dipisahkan. Jadi menganalisis penelitian ini suatu data bisa terdapat satu atau dua, bahkan ketiganya.

a. Tokoh Utama 1. Tigor

Tigor / Si Tigor adalah salah satu tokoh utama dalam cerita ini, dimana dalam kehidupannya di dunia nyata pada cerita tersebut sebagai pemuda miskin yang putus sekolah. Ibunya sudah meninggal saat ia masih kecil, lalu ayahnya pun menikah lagi, setelah menikah ayahnya pun menyusul ibu yang melahirkannya dan ibu tiri Tigor pun menikah lagi. Di dalam kehidupannya bermasyarakat Tigor selalu dikucilkan. Bahkan ia di juluki Bittot Van De longas atau Sibodoh bin Tolol. Tigor adalah pemuda yang sangat pendiam dikehidupannya di dunia nyata.

Apabila ada yang hilang di kampung tersebut selalulah Tigor yang dituduh. Hal inilah yang membuat Tigor enggan tinggal di kampungnya, yaitu Sipirok. Apakah memang Tigor sebodoh dan setolol itu? Mungkin semuanya bisa di analisis dari kalimat-kalimat yang ada pada cerita. Pada suatu hari ketika Tigor mencari kayu bakar ke hutan ia pun tersesat di alam gaib dan bertemu dengan seorang gadis.

Lalu bagaimana Tigor selama tinggal di alam gaib tersebut? Hingga berujung pada kematian Tigor.

“Jago jolo so masuk au tu bagasan”, ning roha si Tigor. “Atco huligi jolo bagi ise do halak nampuna bagas on. Boti pe ma songgon na manguas hulala, bettak na bisa do mangido aek sandorguk tu nappuna bagason” (Ritonga, 2010: 4).

“Jago jolo so masuk au tu bagasan”, ning roha si Tigor. “Atco huligi jolo bagi ise do halak nampuna bagas on. Boti pe ma songgon na manguas hulala, bettak na bisa do mangido aek sandorguk tu nappuna bagason” (Ritonga, 2010: 4).

Dokumen terkait