• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

a. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian lain yang ingin melakukan penelitian etnomatematika.

b. Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan guru dalam menyusun kegiatan pembelajaran berbasis budaya, dalah satunya membuat soal matematika berbasis masalah kontekstual.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi inovasi kegiatan dan materi pembelajaran bagi guru matematika.

b. Hasil dari penelitian ini dapat mengenalkan permainan tradisional gobak sodor kepada masyarakat.

c. Hasil dari penelitian ini dapat membantu masyarakat untuk mengenal matematika didalam permainan tradisional gobak sodor.

9 BAB II

LANDASAN TEORI A. Kajian Teori

1. Permainan Tradisional

a. Definisi Permainan tradisional

Permainan tradisional merupakan hasil penggalian dari budaya sendiri yang didalamnya banyak mengandung nilai-nilai pendidikan karena dalam kegiatan permainannya memberikan rasa senang, gembira, ceria pada anak yang memainkannya (Rudhito dkk, 2019: 196). Sejalan dengan pernyataan tersebut Morzan dan Hamidi (2017: 47-48) menyimpulkan bahwa permainan tradisional merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sukarela dan menimbulkan kesenangan bagi pelakunya, diatur oleh peraturan permainan yang dijalankan berdasarkan tradisi turun-temurun.

Permainan tradisional merupakan hasil budaya yang besar nilainya bagi anak-anak dalam rangka berfantasi, berekreasi, berkreasi, berolah raga yang sekaligus sebagai sarana berlatih untuk hidup bermasyarakat, keterampilan, kesopanan, serta ketangkasan. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan Andriani (2012: 122) mengemukakan bahwa permainan tradisional merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan dibaliknya.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa permainan tradisional merupakan penggalian budaya turun temurun yang mengandung banyak nilai pendidikan dan bermacam-macam fungsi seperti menimbulkan kesenangan bagi pelakunya serta mengandung pesan dibaliknya untuk hidup bermasyarakat. Kegiatannya dilakukan secara sukarela dengan peraturan permainan dari tradisi budaya turun-temurun.

b. Jenis Permainan Tradisional

Kurniati (2016: 3) menjelaskan ada dua jenis permainan tradisional, yaitu permainan untuk bermain dan permainan untuk bertanding. Jenis permainan tradisional dapat dibedakan menjadi dua, yaitu permainan untuk bermain dan permainan untuk bertanding. Direktorat nilai budaya dalam Kurniati (2016: 3) menjelaskan bahwa permainan rakyat tradisional untuk bertanding terdiri dari 3 kelompok, yaitu:

(1) Permainan yang bersifat strategis (game of strategy)

(2) Permainan yang lebh mengutamakan kemampuan fisik (game of physical skill)

(3) Permainan yang bersifat untung-untungan (game of change) c. Manfaat Permainan Tradisional

Permainan tradisional biasanya dimainkan pada saat anak mecapai usia sekolah. Pada saat anak mencapai usia sekolah, mereka akan bermain secara sosial seperti ketika anak terbentuk dalam suatu kelompok dan melakukan kegiatan bekerja sama dengan itu akan timbul kegiatan bermain secara sosial. Menurut Hurlock (1998: 325) dengan bertambahnya jumlah hubungan sosial, kualitas permainan anak menjadi lebih sosial. Suasana tersebut dapat terlihat dalam kegiatan permainan tradisional. Salah satu ciri yang terlihat dalam permainan tradisional dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan berinteraksi langsung dan saling bertatap muka dengan teman bermainnya. Saat memainkan permainan tradisional anak-anak diajak untuk berkumpul dan mengenal teman sepermainannya.

Dengan adanya kegiatan interaksi antar pemain tersebut dapat menjadikan permainan tradisional menjadi hal yang mengasyikan ditambah dengan berbagai macam manfaat yang terdapat didalamnya. Manfaat permainan tradisional menurut Subagiyo (dalam Mulyani, 2016: 49-52), yakni:

11

(1) Anak Menjadi Lebih Kreatif

Dalam lingkungan bermain yang aman dan menyenangkan bermain memicu anak untuk menyampaikan ide atau pemikirannya yang telah dipikirkan dalam imajinasinya.

(2) Bisa Digunakan Sebagai Terapi Terhadap Anak

Bermain dapat membuat anak gembira dan dalam proses bermain anak akan disibukan dengan kegiatan bermain, sehingga dapat membuat anak melupakan kecemasan dan masalah yang mereka hadapi.

(3) Mengembangkan Kecerdasan Intelektual Anak

Kegiatan bermain secara tidak langsung dapat membuat anak berinteraksi dengan teman bermainnya, hal ini dapat melatih kecerdasan intelektual anak dalam berkomunikasi dan menyampaikan pendapatnya untuk memecahkan permasalahan dalam permainan tersebut. Dengan ini bermain memberi kontribusi pada kecerdasan intelektual atau kecerdasan berfikir dengan pengalaman bermain yang memperkaya cara berpikir.

(4) Mengembangkan Kecerdasan Antar Personal Anak

Kegiatan bermain membantu mengasah kecerdasan personal anak, yakni diantaranya anak dapat berlatih melakukan percakapan dengan baik, berlatih menaati aturan yang ada dalam permainan, mendengarkan lawan bermain dengan baik.

(5) Mengembangkan Kecerdasan Logika Anak

Bermain dapat membuat anak melakukan kegiatan menghitung, hal tersebut dapat membantu mengasah kecerdasan logika anak.

(6) Mengembangkan Kecerdasaan Kinestetik Anak

Bermain dapat membuat anak melakukan kontrol gerakan baik menggerakan tangan, kaki, tubuh, atau ekspresi sesuai strategi dan informasi yang didapat.

(7) Mengembangkan Kecerdasan Natural Anak

Kegiatan bermain yang mengharuskan anak bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dapat mengasah kecerdasan naturalis anak.

(8) Mengembangkan Kecerdasan Spasial Anak

Ketika bermain anak dapat melakukan kegiatan menggambar, kemudian merangkai kata-kata yang tepat untuk digunakan dalam bermain hal tersebut melatih anak untuk mengembangkan kecerdasan spasial yang dimiliki.

(9) Mengembangkan Kecerdasan Musikal Anak

Dalam kegiatan bermain terdapat beberapa permainan yang melibatkan musik dalam proses permainan, hal ini juga dapat membantu mengembangkan kecerdasan musikal anak.

(10) Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak

Dalam permainan pasti akan ada yang kalah dan menang, dari sini setiap anak dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan dari dirinya, sehingga dapat memperbaiki kelemahan dari dirinya dan juga dapat mengembangkan kelebihan dari dirinya.

13

2. Gobak sodor

a. Pengertian Gobak Sodor

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gobak artinya permainan tradisional yang menggunakan lapangan berbentuk segi empat berpetak-petak. Kata sodor berarti menyodorkan ke depan atau mengulurkan tangan. Oleh karena itu, gobak sodor adalah suatu permainan tradisional yang menggunakan lapangan berbentuk segi empat dan permainannya dilakukan dengan menyodorkan ke depan atau mengulurkan tangan.

b. Peralatan atau perlengkapan Permainan Gobak sodor

Peralatan atau perlengkapan yang dibutuhkan pada permainan gobak sodor, yakni arena bermain berupa halaman yang agak luas dan rata. Arena bermain gobak sodor berupa garis-garis di tanah yang melintang sejajar dan sama panjang. Arena bermain disesuaikan dengan jumlah pemain. (Departemen Pendidikan dan Budaya, 1992-1993: 85).

Berikut ilustrasi arena bermain gobak sodor

Gambar 2. 1 Arena Permainan Tradisional Gobak Sodor Sumber:

https://ilhampermadhi23.blogspot.com/2019/09/permainan-gobak-sodor-boi-boian.html

Keterangan gambar:

Ilustrasi gambar arena permainan gobak sodor dibuat untuk jumlah pemain berjumlah 10 orang dengan dibagi menjadi dua tim, yakni tim penjaga beranggotakan 5 orang dan tim pemain beranggotakan 5 orang.

Garis vertikal AB : Garis pangkalan tim pemain Segitiga F, G, H, I, J : Anggota tim pemain

Garis vertikal EF, GH, IJ, KL, MN : Garis berdiri tim penjaga

Garis CD : Garis sodor

c. Aturan Bermain Gobak sodor

Dalam buku Transformasi Nilai Melalui Permainan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta karya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1992), menyatakan aturan dan cara bermain gobak sodor yakni:

a. Seluruh anggota bermain berjumlah genap minimal berkisar antara 6 orang.

b. Para pemain dibagi menjadi dua tim, tim pemain dan tim penjaga.

c. Namun pada umumnya ukuran arena bermain berukuran panjang 5 meter dan lebar 4 meter, namun ukuran arena bermain masih dapat disesuaikan dengan kondisi anggota bermain.

d. Tim penjaga terbagi dengan menjaga garis vertikal dan menjaga garis horizontal.

e. Tim pemain memulai permainan dari garis pangkal kelompok pemain atau dari garis vertikal paling depan.

f. Tim penjaga yang berjaga di garis horizontal berusaha untuk menghadang tim pemain agar tidak melewati batas garis sampai di garis akhir.

g. Tim penjaga yang menjaga garis vertikal masing-masing berjumlah satu orang, dapat bergerak bebas di atas garis vertikal

15

kekiri maupun kekanan. Kelompok penjaga harus dapat menangkap dan menghalangi kelompok pemain supaya tidak dapat menembus ke garis vertikal selanjutnya.

h. Tim pemain berusaha agar tubuhnya tidak tersentuh oleh tim penjaga.

i. Tim pemain dapat dikatakan menang jika salah satu anggota dapat kembali ke garis pangkal dengan selamat atau tidak tersentuh tim penjaga.

j. Tim pemain dikatakan kalah dan dapat terjadi pergantian posisi, jika ada salah satu yang tersentuh oleh tim penjaga.

3. Etnomatematika

Istilah etnomatemaika (ethnomatematics) diperkenalkan oleh D’Ambrasio yakni mendeskripsikan praktik-praktik matematika yang dilakukan oleh kelompok-kelompok berbudaya tertentu. Istilah ethnomatematics juga dianggap sebagai studi ide-ide matematika yang terdapat pada budaya (Rosa dan Orey, 2011). D’Ambrasio (1985) menjelaskan bahwa etnomatematika adalah matematika yang dipraktikkan kelompok-kelompok berbudaya tertentu seperti masyarakat pribumi, kelompok-kelompok pekerja, anak-anak golongan usia tertentu, pekerja-pekerja profesional dan lain sebagainnya. D’Ambrasio juga memandang konsep yang lebih luas mengenai kata etno, untuk semua kelompok berbudaya bersama jargon, kode, simbol, mitos, dan bahkan penalaran (reasoning) dan penarikan kesimpulan (infering). Sejalan dengan hal tersebut terdapat praktik-praktik seperti menghitung atau memecahkan (ciphering) dan membilang (counting), pengukuran (measuring), pengelompokan (classifying), pengaturan atau penyusunan (ordering), penarikan kesimpulan, pemodelan (modelling), dan sebagainnya yang mana praktik-praktik tersebut merupakan etnomatematika.

D'Ambrasio (1990) dalam Rossa dan Orey, (2011) mendefinisikan etnomatematika, yakni awalan ethno merupakan istilah yang sangat

luas yang mana istilah ethno mengacu pada konteks sosial-budaya termasuk bahasa, jargon, kebiasaan, mitos, dan simbol. Kata dasar mathema bermakna menjelaskan, mengetahui, memahami, dan melakukan aktivitas seperti mengodekan, mengukur, mengklasifikasikan, menarik kesimpulan, dan memodelkan. Akhiran tics dari kata techne yang memiliki kesamaan dengan kata teknik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa etnomatematika merupakan teknik untuk menjelaskan, mengetahui, memahami, dan melakukan kegiatan matematika seperti mengkodelan, mengukur, mengklasifikasikan, menarik kesimpulan, dan memodelkan hal-hal yang terdapat didalam sosial budaya.

Etnomatematika merupakan jembatan antara matematika dengan budaya, yang berarti bahwa etnomatematika mengakui adanya cara-cara berbeda dalam melakukan matematika dalam aktivitas masyarakat (Wahyuni, A., dkk., 2013: 16). Hal ini sesuai dengan pendapat Shierley dalam Marsigit (2016:13) etnomatematika dapat digunakan sebagai pusat proses pembelajaran dan metode pengajaran. Melalui pembelajaran matematika berbasis etnomatematika dapat menjadi salah satu alternatif pendekatan pembelajaran dan mengajarkan siswa bahwa matematika dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam kebudayaan seperti permainan tradisional.

4. Aktivitas Fundamental Matematis

Matematika memiliki kaitan dengan budaya, sehingga matematika tidak hanya ditemukan dalam ilmu pengetahuan akan tetapi juga dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam kebudayaan.

Bishop (1997) mengemukakan terdapat enam aktivitatas-aktivitas matematika, yakni counting (menghitung/membilang), measuring (mengukukur), locating (menempatkan), designing (mendesain), playing (bermain), dan explaining (menjelaskan). Berikut ini diuraikan enam aktivitas tersebut:

17

a. Counting (Menghitung/Membilang)

Dalam buku Andy Rudhito (2020: 48) Bishop mendata konsep-konsep yang berkaitan dengan aktivitas counting, yakni quantifier: each, some, many, none (kuantifikasi); adjectival number names (nama-nama bilangan); finger and body counting (perhitungan menggunakan jari dan badan); tallying numbers (bilangan-bilangan sistem turus), place value (nilai tempat), zero (nol), base 10 (basis 10), operation on numbers (operasi bilangan), combinatorics (kombinatorika), accuracy (keakuratan), approximation (penaksiran), error (galat), fractions (pecahan), decimals (desimal), positives and negatives (positif dan negatif), infinitely large and infinitely small (tak hingga besar dan tak hingga kecil), llimit (limit), number patterns (pola-pola bilangan), powers (pangkat), number relationship (relasi-relasi bilangan), arrow diagrams (diagram panah), algebric representation (representasi aljabar), events probabilities (peluang kejadian), dan frequency representations (representasi frekuensi). Kegiatan counting merupakan kegiatan yang berkaitan dengan menghitung, mencacah, dan bilangan. Kegiatan counting pada awalnya adalah kegiatan yang dilakukan masyarakat untuk membuat suatu catatan yang didasarkan pada harta dan benda yang dimilikinya.

b. Locating (Menempatkan)

Bishop mendata konsep-konsep yang berkaitan dengan locating yakni prepositions (pengaturan tempat); route descriptions (deskripsi rute); environmental locations (lokasi-lokasi lingkungan); N.S.E.W. compass bearings (navigasi kompas:

utara, selatan, timur, barat); up/down (naik atau turun); left/right (kiri atau kanan); forwards/backwards (depan atau belakang);

journeys (perjalanan): distance (perjalanan: jarak); straight and curved lines (garis lurus dan garis lengkung); angle as turning

rotations (sudut sebagai penentu rotasi); systems of location: polar coordinates (sistem penempatan: koordinat polar); 2D/3D coordinates (koordinat 2 dimensi atau 3 dimensi); mapping (pemetaan); latitude/longitude (garis lintang atau garis bujur); loci (kurva atau gambar lain yang dibentuk oleh semua titik yang memenuhi persamaan tertentu dari hubungan antara koordinat, atau dengan titik, garis, atau permukaan yang bergerak sesuai dengan kondisi yang ditentukan secara matematis); linkages (pertalian, sambungan, hubungan); circle (lingkaran); ellipse (elips); vector (vektor); dan spiral (spiral).

Aktivitas locating awalnya untuk membantu masyarakat dalam menentukan lokasi berburu yang cocok, menentukan arah dengan menggunakan kompas pada saat melakukan perjalanan, serta dengan menentukan lokasi yang didasarkan pada objek benda langit. Bishop menjelaskan lebih lanjut bahwa aktivitas locating mengacu pada memposisikan diri dan benda-benda lain dalam lingkungan spasial.

c. Measuring (Mengukur)

Measuring berkaitan dengan comparing (membandingkan), ordering (mengurutkan), dan quantifying qualities (mengukur kualitas) yang bernilai dan penting. Bishop menjelaskan lebih lanjut bahwa aktivitas measuring menaruh perhatian besar terhadap pembandingan hal-hal berdasarkan kualitas bersama, dan berkembang melalui pembandingan berpasangan hingga banyak pembandingan, melalui satuan-satuan yang sesuai untuk menstandarisasi satuan-satuan standar dan sistem satuan. Di dalam measuring terdapat ide tentang kualitas sebagai kuantitas "kontinu"

(sebagai lawan diskrit dalam counting). Masalah yang berkaitan dengan measuring menjelaskan masalah "seberapa banyak", bukan masalah "berapa banyak" yang memicu aktivitas counting.

19

Bishop menjelaskan konsep-konsep yang berkaitan dengan aktivitas measuring; sebagai berikut comparative quantifiers:

faster, thinner (pembandingan kuantifikasi: lebih cepat, lebih tipis); ordering (mengurutkan, menyusun); qualities (kualitas);

development of units: heavy-heaviest-weight (pengembangan satuan-satuan: berat-terberat-bobot); accuracy of units (keakuratan satuan); estimation (estimasi); length (panjang); area (luas);

volume (volume); time (waktu); temperature (temperatur); weight (bobot); conventional units (satuan konvensional); standard units (satuan standar); system of units: metric (sistem satuan: metrik);

money (uang), dan compound units (satuan gabungan).

d. Designing (Mendesain)

Bishop mendata konsep-konsep yang berkaitan dengan aktivitas designing; sebagai berikut design (desain); abstraction (abstraksi) shape (bentuk); form (bentuk); aesthetics (estetika);

objects compared by properties of form (objek-objek yang dibandingkan oleh sifat-sifat); large, small (besar, kecil); similarity (kesebangunan); congruence (kekongruenan); properties of shapes (sifat-sifat bentuk); common geometric shapes, figures and solids (bentuk-bentuk, ilmu ukur, dan solid geometri); nets (jaring-jaring); surfaces (permukaan); tesselations (hal-hal yang berkaitan dengan mosaik); symmetry (kesimetrian); proportion (proporsi);

ratio (rasio); scale-model (skala-model); enlargements (pembesaran); dan rigidity of shapes (kekakuan bentuk). Aktivitas ini pada awalnya untuk melihat bentuk dari keanekaragaman bentuk suatu objek yang berupa gedung atau untuk melihat pola-pola yang berkembang dalam berbagai tempat yang ada.

e. Playing (Bermain)

Bishop mendata konsep-konsep yang berkaitan dengan aktivitas playing; sebagai berikut games (permainan); fun (kesenangan); puzzles (teka-teki); paradoxes (paradoks); modelling

(pemodelan); imagined reality (realita yang terbayangkan); rule-bound activity (aktivitas dengan aturan tertentu); hypothetical reasoning (penalaran hipotesis); procedures (prosedur); plans (rencana-rencana); strategies (strategi-strategi); cooperative games (permainan kooperatif); competitive games (permainan kompetitif);

solitaire games (permainan kartu); dan chance, prediction (kesempatan, prediksi).

Awalnya aktivitas ini untuk melihat suatu keanekaragaman yang terdapat pada permainan anak-anak yang berupa aspekaspek matematis seperti bentuk bangun datar, sehingga melalui proses pengamatan tersebut maka anak-anak diajak untuk berpikir lebih kritis mengenai objek-objek yang membangun permainan tersebut.

f. Explaining (Menjelaskan)

Bishop mendata konsep-konsep yang berkaitan dengan aktivitas explaining; yaitu similarities (kesamaan); classifications (klasifikasi); conventions (konvensi); hierarchical classifying of objects (pengklasifikasian objek secara hierarkis); story explanations (penjelasan cerita); logical connectives (kata hubung yang berkaitan dengan logika); linguistic explanations: logical arguments, proofs (penjelasan linguistik: argumenargumen logika, pembuktian); symbolic explanations: equation, inequality, algorithm, function (penjelasan simbolik: persamaan, pertidaksamaan, algoritma, fungsi); figural explanations: graphs diagrams charts matrices (penjelasan bentuk: grafik, diagram, bagan, matriks); mathematical modelling (pemodelan matematika);

dan criteria: internal validity, external

Awalnya aktivitas ini untuk membantu masyarakat dalam menganalisis pola grafik, diagram, maupun hal lainnya yang memberikan suatu arahan untuk menuntun masyarakat dalam mengolah suatu representasi yang diwujudkan oleh keadaan yang ada.

21

5. Soal Berbasis Permasalahan Kontekstual

Pembelajaran matematika dapat berbasis kontekstual. Zulkardi dan Ilma (2006) Soal kontekstual matematika merupakan soal-soal matematika yang menggunakan berbagai konteks, sehingga menghadirkan situasi yang pernah dialami secara real bagi anak.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Hudojo (2005: 69) menyatakan bahwa masalah dalam matematika yang disajikan seharusnya adalah masalah yang kontekstual dimana pertanyaan yang diberikan sesuai dengan pengalaman siswa.

Menurut De Lange (1987) ada empat macam masalah kontekstual, yaitu:

a. Personal siswa-situasi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa baik di rumah dengan keluarga, dengan teman sepermainan, teman sekelas dan kesenangannya.

b. Sekolah atau akademik, yakni situasi yang berkaitan dengan kehidupan akdemik di sekolah, di ruang kelas, dan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan proses pembelajaran.

c. Mayarakat atau publik situasi yang terkait dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar dimana siswa tersebut tinggal.

d. Saintifik atau matematik situasi yang berkaitan dengan fenomena dan substansi secara saintifik atau berkaitan dengan manusia itu sendiri.

6. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar

Menurut As’ari dkk (2017: 4) menyatakan bahwa Kompetensi Inti (KI) merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulus (SKL) yang harus dimiliki seseorang siswa pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi landasan pengembangan Kompetensi Dasar. Kompetensi Inti mencakup 4 dimensi yakni sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan ketrampilan (Permendikbud No. 21 Thn 2016).

Berdasarkan Permendikbud No. 21 Tahun 2016 menyebutkan bahwa Kompetensi Dasar merupakan spesifikasi dari Kompetensi Inti untuk menentukan kompetensi pada tiap mata pelajaran. Selanjutnya, kompetensi dan ruang lingkup materi digunakan untuk menentukan Kompetensi Dasar pada pengembangan kurikulum tingkat satuan dan jenjang pendidikan.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 37 Tahun 2018 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, dinyatakan bahwa ditetapkannya peraturan ini dengan pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan dasar peserta didik dalam mengembangkan kemampuannya di era digital. Untuk mengetahui kompetensi inti dan kompetensi dasar Matematika pada Sekolah Menengah Pertama dapat dilihat pada tabel yang terdapat pada lampiran.

B. Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan mengenai kajian etnomatematika tentang permainan tradisional adalah sebagai berikut:

1. Pratiwi, Jhenny. W dan Pujiastuti, Heni (2020) mengkaji eksplorasi etnomatematika pada permainan tradisional kelereng. Permainan tradisional kelereng memiliki banyak manfaat dalam pembelajaran matematika atau bisa disebut pembelajaran berbasisi etnomatematika.

Unsur etnomatematika yang terdapat dalam permainan kelereng diantaranya dari kelerengnya sendiri berbentuk seperti bola sehingga dapat dijadikan untuk media pembelajaran dari materi geometri, dan tempat untuk mengumpulkan kelereng berbentuk lingkaran dan dikumpulkan membentuk segitiga sehingga dapat melatih anak untuk menggambar geometri lingkaran dan segitiga. Selain itu untuk menghitung jarak antara kelereng dengan lingkaran menggunakan

23

jengkal tangan sehingga kegiatan tersebut dapat melatih anak untuk menghitung jarak.

2. Gunawan, Ivan. F (2019) mengkaji kajian etnomatematika terhadap permainan tradisional di kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ditemukan aspek-aspek kebudayaan yang terdapat pada permainan tradisional yang berkembang pada masyarakat di Pangkalpinang, mengetahui aktivitas fundamental matematis yang terdapat pada permainan tradisional masyarakat di Pangkalpinang, dan mengetahui aspek-aspek matematis yang terdapat pada permainan tradisional di Pangkalpinang. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan, yaitu wawancara. Instrumen bantu dalam penelitian berupa pedoman wawancara. Data dianalisis dalam tiga tahap, yaitu reduksi data, penyajian data, pengambilan keputusan dan verifikasi hasil. Hasil dari penelitian ini antara lain pada permainan tak tek, maka aktivitas fundamental matematisnya, yaitu explaining, playing, serta counting.

Aspek matematis yang terkandung pada permainan tak tek, yaitu topik kelipatan yang digunakan untuk menghitung poin dalam menentukan pemenang dari pertandingan, selain itu ada kaitannya dengan topik sudut ketika mencungkil kayu anak dengan kayu induk. Pada permainan antu bekitok maka aktivitas fundamental matematisnya, yaitu explaining, playing, designing, dan counting. Aspek matematisnya, yaitu terkait dengan bentuk permainannya yang berupa konsep lingkaran, serta konsep penjumlahan untuk menentukan poin.

Pada permainan lubang batok, maka terdapat aktivitas explaining, playing, serta counting. Aspek matematisnya, yaitu area permainannya yang berbentuk persegi panjang, serta konsep kesejajaran.

3. Rohmatin, Titik (2020) mengkaji kajian etnomatematika permainan tradisional congklak penelitian ini memaparkan unsur etnomatematika permainan tradisional congklak yang kemudian menerapkannya sebagai teknik belajar matematika. congklak merupakan permainan

tradisional yang telah tersebar di masyarakat, yang memiliki banyak manfaat dalam matematika. penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi, dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan dan wawancara serta studi literatur yang berkaitan dengan permainan congklak. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan mendeskripsikan bagaimana proses permainan dan manfaat dalam permainan congklak serta unsur etnomatematika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa etnomatematika dalam permainan congklak dapat melatih kemampuan berpikir (kognitif), kemampuan berhitung, mengasah keterampilan sosial, dan dapat melatih anak dalam bersikap jujur dan sportif.

C. Kerangka Berpikir

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang dianggap abstrak dan sulit oleh sebagian siswa. Matematika sering dianggap hanya terdapat pada ilmu pengetahuan saja, padahal matematika juga terdapat pada kehidupan sehari-hari. Penerapan matematika sangat dekat dengan lingkungan sekitar khususnya terdapat pada budaya. Matematika memiliki banyak manfaat pada kehidupan sehari-hari.

Budaya sekitar yang terdapat pada suatu daerah memiliki nilai-nilai filosofis dan karakter yang dijunjung tinggi oleh daerah tersebut. Budaya merupakan suatu tindakan yang menjadi kebiasaan dan terdapat di lingkungan sekitar, oleh karena itu budaya adalah suatu hal yang cukup dekat dengan siswa.

Salah satu kebudayaan yang terdapat dilingkungan sekitar adalah permainan tradisional. Permainan tradisional merupakan kebudayaan yang terdapat pada setiap daerah di Iindonesia. Permainan tradisional di setiap daerah memiliki kesamaan hanya saja pada setiap daerah memiliki nama yang berbeda-beda. Permaian tradisional cukup asyik dimainkan, karena dalam proses bermain setiap pemain dapat berinteraksi dengan para

25

pemain, selain itu para pemain juga dapat menentukan strategi yang dapat digunakan dalam permainan supaya dapat memenangkan permainan.

Permainan tradisional gobak sodor merupakan salah satu permainan tradisional yang terdapat di pulau Jawa. Permainan gobak sodor dapat dimainkan diberbagai kalangan usia, namun pada umumnya yang sering memainkan adalah anak sekolah. Dalam menjalankan permainan tradisional gobak sodor ini setiap pemain harus memiliki strategi untuk dapat memenangkan permainan ini. Permainan ini juga mengandung nilai-nilai filosofis, yakni diantaranya kerja sama kelompok akan membantu mewujudkan tujuan dari kelompok tersebut.

Pada permainan tradisional gobak sodor terdapat aktivitas-aktivitas

Pada permainan tradisional gobak sodor terdapat aktivitas-aktivitas

Dokumen terkait