• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kualitas dan kuantitas biodiesel yang dihasilkan jika menggunakan katalis homogen (KOH) dan katalis heterogen (H-zeolit).

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biodiesel

Biodiesel adalah senyawa ester asam lemak yang dihasilkan dari reaksi alkoholisis (transesterifikasi dan esterifikasi) asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau hewani dengan alkohol rantai pendek dan digunakan sebagai bahan bakar diesel. Biodiesel merupakan bahan bakar diesel alternatif yang dapat diperbaharui dan berkelanjutan. Manfaat bahan bakar ini dibandingkan dengan bahan bakar fosil diantaranya yaitu toksisitas lebih rendah dan hampir nol emisi belerang (Marcheti dkk., 2008). Selain itu penggunaan biodiesel juga dapat mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon total, partikel, dan sulfur dioksida serta asap pada keluaran proses dan pada pembakaran biodiesel tidak menambah tingkat level CO2 pada atmosfer (Shu dkk., 2006). Pada gambar di bawah ini dapat dilihat bentuk fisik dari biodiesel.

Gambar 1.Biodiesel

6 Biodiesel mempunyai rantai karbon antara 12 sampai 20 serta mengandung oksigen. Adanya oksigen pada biodiesel membedakannya dengan minyak diesel (solar) yang komponen utamanya hanya terdiri dari hidrokarbon.

Jadi komposisi biodiesel dan petroleum diesel sangat berbeda. Biodiesel terdiri dari metil ester asam lemak nabati, sedangkan minyak diesel adalah hidrokarbon.

Namun, biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang serupa dengan minyak diesel (solar) sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan minyak diesel. Pencampuran 20% biodiesel ke dalam minyak diesel menghasilkan produk bahan bakar tanpa mengubah sifat fisik secara nyata.

Produk ini di Amerika dikenal sebagai Diesel B-20 yang banyak digunakan untuk bahan bakar bus. Energi yang dihasilkan oleh biodiesel relatif tidak berbeda dengan minyak diesel. Walaupun kandungan kalori biodiesel sama dengan minyak diesel, tetapi karena biodiesel mengandung oksigen, maka flash point nya lebih tinggi sehingga tidak mudah terbakar. Biodiesel mengandung 10-11%

oksigen, yang mendorong pembakaran pada mesin lebih baik dibanding hidrokarbon dari bahan bakar diesel (Widyastuti, 2007). Biodiesel juga tidak menghasilkan uap yang membahayakan pada suhu kamar, maka biodiesel lebih aman daripada minyak diesel dalam penyimpanan dan penggunaannya.

Ada beberapa alasan kenapa biodiesel sangatlah penting dikembangkan sebagai energi alternatif diantaranya sebagai berikut:

1. Menyediakan pasar bagi kelebihan produksi minyak tumbuhan dan lemak hewan.

2. Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

7 3. Biodiesel dapat diperbarui dan siklus karbonnya yang tertutup tidak menyebabkan pemanasan global (Dunn, 2005). Analisa siklus kehidupan memperlihatkan bahwa emisi CO2 secara keseluruhan berkurang sebesar 78%

dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan bahan bakar petroleum 4. Emisi gas dari biodiesel lebih rendah dibandingkan bahan bakar minyak untuk

diesel

5. Bila ditambahkan ke bahan bakar diesel biasa dengan jumlah sekitar 1-2%, biodiesel ini dapat mengubah bahan bakar dengan kemampuan pelumas yang rendah, seperti modern ultra low sulfur diesel fuel , menjadi bahan bakar yang dapat diterima umum (Gerpen, 2005).

Biodiesel memiliki efek pelumasan yang sangat tinggi, sehingga membuat mesin diesel lebih awet. Biodiesel juga memiliki angka setana relatif tinggi, mengurangi ketukan pada mesin sehingga mesin bekerja lebih mulus. Biodiesel juga memiliki flash point yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar, tidak menimbulkan bau yang berbahaya sehingga lebih mudah dan aman untuk ditangani. Keunggulan biodiesel lainnya seperti dapat diperbaharui, biodegradable (dapat terurai oleh mikroorganisme), tidak mengandung sulfur dan benzene yang mempunyai sifat karsinogen (Knothe dkk., 2005). Biodiesel sangat ramah lingkungan karena gas buang hasil pembakarannya yang dilepaskan ke atmosfer akan diserap kembali oleh tumbuhan untuk keperluan proses fotosintesis (Havendri, 2008).

Hasil pengujian emisi gas buang mesin diesel berbahan bakar biodiesel menunjukkan adanya partikel, hidrokarbon dan karbon monoksida yang lebih rendah pada saluran buang (Kristanto dan Winaya, 2002). Dari hasil penelitian

8 didapatkan emisi gas buang dari campuran 70% volume solar dan 30% volume metil ester sawit (MES-30) dan dari campuran 70% volume solar dan 30%

volume metil ester jarak (MEJ-30), menghasilkan emisi smoke, hidrokarbon, dan CO lebih rendah dibandingkandengan solar (Sugiarto, 2005).

2.2. Bahan Baku Pembuatan Biodiesel

Secara umum bahan baku pembuatan biodiesel terdiri dari lemak/minyak (nabati dan hewani) yang mengandung asam lemak berantai panjang, alkohol (biasanya metanol atau etanol), dan katalis untuk mempercepat terjadinya reaksi (Tjukup dkk., 2011).

2.2.1. Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol yang berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara lemak dan minyak secara umum dapat dilihat dari sifat fisiknya. Pada temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebagian besar gliserida pada hewan berupa lemak, sedangkan gliserida pada pada tumbuhan cenderung berupa minyak, karena itu biasa terdengar ungkapan lemak hewani (lemak sapi, babi dan lain-lain) dan minyak nabati (minyak jagung, kelapa, sawit dan lain-lain) (Fessenden dan Fessenden, 1986). Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya. Lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut. Hasil hidrolisis

9 lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.

Komposisi senyawa yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida-trigliserida asam lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati, mencapai sekitar 95%), asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biasa disingkat dengan FFA), mono dan digliserida, serta beberapa komponen-komponen lain seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur. Senyawa-senyawa yang umum digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah (Mittelbach dkk., 2004):

a. Trigliserida, yaitu komponen utama berbagai macam lemak dan minyak-lemak.

b. Asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan (refining) lemak dan minyak-lemak.

Trigliserida adalah triester dari gliserol dengan asam lemak, yaitu asam karboksilat beratom karbon 6 s/d 30. Trigliserida banyak terkandung dalam minyak dan lemak, sedangkan asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida, digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini disebabkan oleh pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis.

Oksidasi juga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati.

Dalam bahan pangan, kandungan asam lemak bebas lebih dari 0,2% akan mengakibatkan flavor yang tidak diinginkan dan dapat meracuni tubuh (Chevtia, 2008). Di bawah ini dapat dilihat stuktur umum dari monogliserida, digliserida

10 dan trigliserida. R pada senyawa di bawah ini menunjukkan kandungan atom karbon berantai panjang.

Gambar 2. Struktur molekul monogliserida, digliserida, dan trigliserida

Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati maupun lemak hewan, namun yang paling umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah minyak nabati. Penggunaan secara langsung minyak nabati sebagai bahan bakar menimbulkan suatu masalah karena tingginya viskositas minyak tumbuhan yang dapat menyebabkan kerusakan pada mesin. Untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan mereaksikannya dengan alkohol rantai pendek seperti metanol ataupun etanol. Minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel diantaranya minyak kelapa, kelapa sawit, jarak/ jarak pagar, kapuk atau randu dan masih banyak tanaman lainnya. Di bawah ini tabel jenis tanaman sebagai bahan baku biodiesel.

11 Tabel 1. Jenis Tanaman sebagai Bahan Baku Biodiesel

No Nama Lokal Nama Latin Sumber Minyak Isi % Berat Kering yang biasa disebut dengan minyak jelantah. Walaupun warnanya sudah sangat pekat karena sering digunakan, namun minyak goreng bekas tersebut masih bisa dimanfaatkan.

Penggunaan minyak goreng berulang kali sangat membahayakan kesehatan. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya kotoran yang terkandung dalam minyak goreng akibat penggorengan bahan makanan sebelumnya dan semakin banyaknya senyawa–senyawa asam karboksilat bebas di dalam minyak serta warna minyak goreng yang semakin tidak jernih jika dipakai berulang kali.

12 Selama proses penggorengan, terjadi pemanasan dan minyak berubah menjadi berwarna gelap karena terjadinya reaksi kimia yang dapat menghasilkan senyawa kimia yang umumnya bersifat karsinogenik. Salah satu senyawa yang dihasilkan adalah asam lemak bebas (Ketaren, 2005). Apabila dikonsumsi kembali dapat menimbulkan penyakit bagi manusia, diantaranya kanker dan penyempitan pembuluh darah. Ini disebabkan asam lemak tak jenuh bersifat reaktif dan mudah mengikat oksigen dalam darah (Winarno, 1999). Menurut Ulum (2011) senyawa kimia yang terdapat dalam minyak goreng bekas adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Komposisi Asam Lemak Minyak Jelantah

No Nama Senyawa Rumus Molekul Konsentrasi (%)

1 Asam oktanoat C8H16O2 0,02

Alkohol merupakan senyawa karbon yang tersusun atas unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Contoh dari senyawa alkohol adalah metanol (metil alkohol, CH3OH), etanol (etil alkohol, C2H5OH), propanol (propil alkohol, C3H7OH) dan lain-lain (Fessenden dan Fessenden, 1986). Alkohol yang biasa digunakan sebagai reaktan dalam pembuatan biodiesel adalah metanol dan etanol.

13 Metanol dan etanol memiliki sifat yang sama yaitu berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar, dan mudah tercampur dengan air.

Metanol merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam pembuatan biodiesel. Hal itu disebabkan karena metanol merupakan senyawa alkohol berantai karbon terpendek dan terpolar. Sehingga dapat bereaksi lebih cepat dengan asam lemak, dapat melarutkan semua jenis katalis, baik basa maupun asam (Yuliani dkk., 2008). Selain itu secara ekonomis metanol lebih murah dibandingkan dengan senyawa alkohol lain. Sedangkan kerugiannya adalah metanol merupakan zat beracun, dapat diserap melalui kulit, dan 100% bercampur dengan air, sehingga tumpahannya akan menimbulkan masalah (Tambun, 2009).

Keunggulan dari metanol ini berbeda sekali dengan etanol yang sifatnya kurang reaktif dibandingkan dengan metanol, tetapi etanol juga memiliki keunggulan dari segi keamanannya, lebih aman, tidak beracun dan dapat dibuat dari hasil petanian. Produksi etil ester yang menggunakan etanol sebagai alkohol jarang diteliti bila dibandingkan dengan metil ester yang menggunakan metanol sebagai alkohol. Tetapi etil ester memiliki kelebihan karena memungkinkan untuk memproduksi bahan bakar berbasis pertanian dan tambahan karbon dalam molekul etanol akan meningkatkan kandungan kalor dan angka setana. Pemisahan gliserol dengan menggunakan etanol lebih sulit dibandingkan dengan menggunakan metanol dan jika tidak berhati-hati akan berakhir dengan emulsi (Buasri dkk., 2009; Tambun, 2009).

14 2.2.3. Katalis

Katalis pertama kali ditemukan oleh J.J. Berzelius pada tahun 1836 sebagai komponen yang dapat meningkatkan laju reaksi kimia. Katalis berfungsi menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi berjalan lebih cepat, tanpa terlibat di dalam reaksi secara permanen (Fogler, 1999). Katalis berfungsi mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi, namun tidak mempengaruhi letak kesetimbangan. Katalis yang biasa digunakan adalah asam, basa dan penukar ion (Groggins, 1958).

Secara umum reaksi kimia yang terjadi dengan menggunakan katalis adalah:

dimana senyawa A bereaksi dengan katalis (C) dan membentuk senyawa intermediet (AC*) kemudian bereaksi kembali dengan senyawa B sehingga membentuk senyawa AB.

Sifat-sifat dari reaksi katalitis (Agra, 1992) yaitu sebagai berikut:

a) Pada reaksi katalitis, katalis akan menurunkan energi aktivasi.

b) Katalis yang sedikit akan mempercepat reaksi dari zat reaktan dalam jumlah banyak.

c) Katalis tidak mengubah letak kesetimbangan untuk reaksi reversibel.

A + C AC*

AC* + B AB + C

A + B + C AB + C

15 Berdasarkan tingkat kepentinganya, komponen inti katalis dapat dibedakan menjadi tiga bagian diantaranya (Hoon, 2005):

1) Selektifitas adalah kemampuan katalis untuk memberikan produk reaksi yang diinginkan (dalam jumlah tinggi) dari sejumlah produk yang mungkin dihasilkan.

2) Aktifitas adalah kemampuan katalis untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang diinginkan.

3) Stabilitas adalah kemampuan sebuah katalis untuk menjaga aktifitas, produktifitas dan selektifitas dalam jangka waktu tertentu.

Secara umum katalis dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu katalis homogen dan katalis heterogen.

A. Katalis homogen

Katalis homogen merupakan katalis yang mempunyai fasa sama dengan reaktan dan produk. Katalis homogen biasanya banyak digunakan dalam produksi biodiesel, seperti basa (NaOH, KOH), asam (HCl, H2SO4) (Ju, 2003). Penggunaan katalis homogen ini mempunyai kelemahan yaitu: bersifat korosif, berbahaya karena dapat merusak kulit, mata, paru-paru bila tertelan, mencemari lingkungan, dan tidak dapat digunakan kembali. Kelemahan lain yang dapat dilihat dari katalis homogen terjadi pada pemisahan produk karena pada umumnya terjadi reaksi samping yaitu reaksi safonifikasi dan juga munculnya emulsi yang mengakibatkan produk menjadi sulit dipisahkan sehingga membutuhkan peralatan tambahan dan waktu.

16 B. Katalis heterogen

Katalis heterogen merupakan katalis yang fasanya tidak sama dengan reaktan dan produk. Katalis heterogen secara umum berbentuk padat dan banyak digunakan pada reaktan berwujud cair atau gas (Fogler, 1999). Contoh-contoh dari katalis heterogen adalah zeolit, CaO, MgO, dan resin penukar ion (Widyastuti, 2007). Mekanisme katalis heterogen melalui lima langkah, yaitu:

1) Transport reaktan ke katalis

2) Interaksi reaktan-raktan dengan katalis (adsorpsi)

3) Reaksi dari spesi-spesi yang teradsorpsi menghasilkan produk.

4) Deadsorpsi produk dari katalis 5) Transport produk menjauhi katalis

Keuntungan dari katalis heterogen adalah ramah lingkungan, tidak bersifat korosif, mudah dipisahkan dari produk dengan cara filtrasi, serta dapat digunakan berulangkali dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, katalis heterogen meningkatkan kemurnian hasil karena reaksi samping dapat dieliminasi.

Pemilihan katalis atau pengembangan katalis perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan efektivitas dalam pemakaian. Dalam pengembangannya, katalis cair dapat digantikan dengan katalis padat seperti seperti zeolit, clay, dan lain-lain.

Keuntungannya adalah dapat di-recovery, recycle, dan digantikan kembali (Widyawati, 2007).

17 2.3. Proses Pembuatan Biodiesel

Pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu proses esterifikasi asam lemak bebas dan transesterifikasi dari minyak nabati (Tambun, 2006).

2.3.1. Esterifikasi

Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.

Esterifikasi ini mereaksikan asam lemak bebas dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat misalnya, asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industri (Soerawidjaja dkk., 2006). Reaksi pembentukan ester umumnya berasal dari reaksi antara asam, terutama asam organik dan turunannya dengan alkohol. Reaksi ini terjadi secara adisi ataupun penggeseran gugus yang telah ada sebelumnya. Semakin panjang rantai yang mengalami reaksi esterifikasi, maka konversi yang didapat semakin kecil (Miskah dkk., 2008). Di bawah ini dapat dilihat mekanisme reaksi esterifikasi dengan menggunakan katalis asam:

Gambar 3. Mekanisme esterifikasi asam lemak (Morrison dan Boyd, 1975).

18 2.3.2. Transesterifikasi

Transesterifikasi adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol berantai pendek, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Transesterifikasi merupakan perubahan bentuk dari satu jenis ester menjadi bentuk ester yang lain. Suatu ester merupakan suatu rantai hidrokarbon yang terikat dengan molekul yang lain (Miskah dkk., 2008). Reaksi transesterifikasi mengubah trigliserida (96-98%

minyak), dengan sisa gliserol sebagai produk sampingnya. Hasilnya, molekul-molekul trigliserida yang panjang dan bercabang diubah menjadi ester-ester yang lebih kecil yang memiliki ukuran dan sifat yang serupa dengan minyak solar.

Proses transesterifikasi direaksikan alkohol dengan minyak untuk melepas 3 rantai ester dari trigliserida. Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester adalah :

Gambar 4. Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan alkohol

Transesterifikasi juga menggunakan katalis asam ataupun basa dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis, trigliserida dapat dikonversi menjadi alkil ester namun reaksi pembentukan alkil ester tersebut berjalan dengan lambat (Mittlebatch, 2004). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi

19 adalah katalis basa karena konversi biodiesel yang dihasilkan lebih besar dan suhu lebih rendah (Freedman dkk., 1986).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pembentukan biodiesel adalah sebagai berikut:

a. Pengadukan

Agar reaksi berlangsung baik diperlukan pencampuran sebaik-baiknya dengan cara pengadukan. Pencampuran yang baik dapat menurunkan tahanan perpindahan massa. Dengan berkurangnya tahanan perpindahan massa, molekul-molekul reaktan yang dapat mencapai fase reaksi menjadi banyak, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi.

b. Suhu

Semakin tinggi suhu reaksi, semakin besar energi kinetik yang dimiliki oleh zat-zat pereaksi sehingga semakin banyak molekul yang memiliki energi melebihi energi aktivasi. Hal ini mengakibatkan semakin banyak tumbukan antar molekul yang menghasilkan reaksi, sehingga kecepatan reaksi akan meningkat pula.

Arrhenius menyatakan bahwa hubungan antara konstanta kecepatan reaksi dengan suhu mengikuti persamaan eksponensial :

k = A exp (-Ea/RT)

dengan: k = konstanta kecepatan reaksi, (gmol/L)1-n / jam A = faktor tumbukan, L/gmol/jam

Ea = energi aktivasi, kal/gmol R = konstanta gas, 1,987 kal/gmol/ K T = suhu, K

n = orde reaksi

20 c. Katalis

Reaksi esterifikasi dan transesterifikasi tergolong berjalan lambat, sehingga penambahan katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan energi aktivasinya. Zat pereaksi menjadi lebih reaktif bila dibandingkan dengan reaksi tanpa katalis. Pada reaksi esterifikasi atau transesterifikasi, pemilihan katalis berhubungan dengan suhu reaksinya. Katalis basa tidak memerlukan suhu yang tinggi, sementara katalis asam umumnya digunakan untuk suhu sekitar 100OC (Kirk dan Othmer, 1980). Katalis padat dipilih bila dikehendaki pemisahan yang relatif murah.

d. Perbandingan pereaksi

Penggunaan salah satu reaktan berlebihan pada reaksi bolak-balik akan menggeser kesetimbangan reaksi ke kanan dan dapat meningkatkan tumbukan antara reaktan, sehingga produk yang dihasilkan lebih banyak. Proses alkoholisis umumnya dilakukan dengan alkohol berlebih, biasanya 1,2 sampai 1,75 kali kebutuhan stokiometri (Swern, 1982).

e. Waktu reaksi

Makin lama waktu reaksi, maka kesempatan zat-zat untuk bereaksi semakin banyak sehingga konversi reaksi semakin besar. Jika keseimbangan reaksi telah tercapai, bertambahnya waktu reaksi tidak akan memperbesar hasil.

2.4. Karakterisasi Biodiesel

Indonesia melalui Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sudah mengeluarkan standar dan mutu biodiesel seperti yang tercantum dalam Tabel berikut ini:

21 Tabel 3. Standar dan Mutu Biodiesel

No. Parameter Satuan Nilai Metode uji

6 Korosi lempeng tembaga (3

jam pada 50 °C) maks. no 3 ASTM D 130

Secara umum, karakteristik bahan bakar minyak khususnya minyak solar yang perlu diketahui adalah sebagai berikut (Miskah dkk., 2008)

1) Titik nyala

Titik nyala adalah suatu angka yang menyatakan suhu terendah dari bahan bakar minyak dimana akan timbul penyalaan api sesaat, apabila pada permukaan minyak tersebut didekatkan pada nyala api. Titik nyala diperlukan sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan mengenai keamanan dari penimbunan minyak dan pengangkutan terhadap bahaya kebakaran.

22 2) Viskositas

Viskositas adalah suatu angka yang menyatakan besarnya hambatan dari suatu bahan bakar cair untuk mengalir atau ukuran besarnya tahanan geser dari bahan cair. Makin tinggi viskositas minyak, akan makin kental dan sulit mengalir, begitu juga sebaliknya. Viskositas bahan bakar minyak sangat penting artinya, terutama bagi mesin diesel maupun ketel uap, karena viskositas minyak sangat berkaitan dengan konsumsi bahan bakar ke dalam ruang bakar dan juga sangat berpengaruh terhadap kesempurnaan proses pengkabutan bahan bakar melalui injektor.

3) Titik tuang dan titik kabut

Bahan bakar diesel harus dapat mengalir dengan bebas pada suhu atmosfer terendah dimana bahan bakar ini digunakan. Suhu terendah dimana bahan bakar diesel masih dapat mengalir disebut titik tuang (pour point). Pada suhu sekitar 100F di atas titik tuang, bahan bakar diesel dapat berkabut. Suhu ini dikenal dengan titik kabut.

4) Berat jenis (specific gravity)

Berat jenis adalah suatu angka yang menyatakan perbandingan berat bahan bakar minyak pada temperatur tertentu terhadap air pada volume yang sama.

Bahan bakar minyak umumnya mempunyai specific gravity 0,74-0,96, dengan kata lain bahan bakar minyak lebih ringan dari pada air.

5) Angka setana

Angka setana adalah angka pengujian mesin dari suatu bahan bakar mesin diesel, yang menggambarkan sifat kelambatan pembakaran. Angka setana

23 yang tinggi menandakan kelambatan pembakaran, dan berarti makin sedikit jumlah bahan bakar diesel yang terdapat di dalam ruang bakar saat pembakaran. Angka setana dapat diperoleh dengan jalan membandingkan kesamaan sifat pembakaran suatu bahan bakar motor diesel pada motor uji dengan sifat pembakaran campuran setana (n-heksadekana) yang mempunyai angka setana = 100, dengan α-metilnaftalen, yang mempunyai angka setana = 0 (Suwarsono et al., 2008). Alat yang digunakan untuk menguji angka setana adalah CFR (cooperative fuel research engine) (Hardjono, 2007).

2.5. Zeolit

Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensinya.

Ion-ion logam tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversible (Bekkum dkk., 1991). Molekul-molekul air yang terdapat dalam zeolit merupakan molekul yang mudah terlepas (Arifin dan Komarudin, 1995).

Kerangka dasar struktur zeolit (Gambar. 6) terdiri dari unit-unit tetrahedral AlO4 dan SiO4 yang saling berhubungan melalui atom O dan di dalam struktur tersebut Si4+ dapat diganti dengan Al3+ sehingga rumus empiris zeolit menjadi :

M2/nO.Al2O3.xSiO2.yH2O Dimana : M = kation alkali atau alkali tanah

n = valensi logam alkali

X = bilangan tertentu (2 s/d 10) Y = bilangan tertentu (2 s/d 7)

24 Gambar 5.Tetrahedral alumina dan silika (TO4) pada struktur zeolit

Jadi zeolit terdiri dari 3 komponen yaitu: kation yang dipertukarkan, kerangka aluminosilikat dan fase air. Ikatan ion Al –Si–O membentuk struktur kristal sedangkan logam alkali merupakan sumber kation yang mudah dipertukarkan (Bekkum, dkk., 1991; Sutarti dan Rahmawati, 1994). Struktur zeolit bermuatan ion Al3+ lebih kecil dari pada Si4+, sehingga ion Al3+ cenderung bersifat negatif dan mengikat kation alkali atau alkali tanah untuk dinetralkan muatannya. Kation alkali atau alkali tanah dalam zeolit inilah yang selanjutnya dimanfaatkan dalam proses ion exchange (Sutarti dan Rahmawati, 1994).

Zeolit alam yang telah diaktivasi dengan asam mineral (H2SO4), akan lebih tinggi daya pemucatnya karena asam mineral tersebut bereaksi dengan komponen berupa garam Ca dan Mg yang menutupi pori-pori adsorben. Di samping itu asam mineral melarutkan Al2O3 sehingga dapat menaikkan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari (2–3) : 1 menjadi (5–6) : 1. Zeolit dengan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 tinggi bersifat hidrofilik dan akan

Zeolit alam yang telah diaktivasi dengan asam mineral (H2SO4), akan lebih tinggi daya pemucatnya karena asam mineral tersebut bereaksi dengan komponen berupa garam Ca dan Mg yang menutupi pori-pori adsorben. Di samping itu asam mineral melarutkan Al2O3 sehingga dapat menaikkan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari (2–3) : 1 menjadi (5–6) : 1. Zeolit dengan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 tinggi bersifat hidrofilik dan akan

Dokumen terkait