• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat Penelitian

Bab I. Pendahuluan

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dirumuskan dari penelitian tersebut sebagai berikut:

1. Pembaca dapat memahami tentang ilmu semiotik.

2. Bagi generasi muda khususnya generasi muda Batak, diharapkan dengan melalui penelitian ini dapat menambah wawasan mereka terhadap upacara Mangompoi Jabu.

3. Diharapkan bagi para peneliti, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai rujukan (acuan) untuk penelitian lebih lanjut khususnya tentang Mangompoi Jabu di bidang semiotik.

4. Menambah khazanah buku mengenai upacara Mangompoi Jabu di bidang semiotik di program studi Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya USU.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Kajian pustaka setiap penulisan skripsi sangat diperlukan dalam menyusun karya ilmiah. Nazir (2009: 93) menyatakan bahwa studi kepustakaan atau studi literatur, selain dari mencari sumber data sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai ke mana ilmu yang berhubungan dengan penelitian telah berkembang, sampai ke mana terdapat kesimpulan dan generalisasi yang pernah dibuat sehingga situasi yang diperlukan diperoleh. Untuk mencari tulisan-tulisan pendukung, sebagai kerangka landasan berfikir dalam tulisan ini. Penulis melakukan penelitian lapangan dan kepustakaan serta sebagainya dalam menyelesaikan proposal skripsi ini. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan, guna melengkapi dari apa-apa yang dibutuhkan dalam penulisan dan penyesuaian data dari hasil penelitian lapangan.

Sumber bacaan atau literatur itu dapat berasal dari penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dalam bentuk skripsi. Selain sumber bacaan yang menjadi tulisan pendukung dalam penelitian penulis yaitu berupa buku, majalah, jurnal, dan berita dari situs internet.

Untuk mendukung informasi yang penulis butuhkan dalam menyusun karya ilmiah ini, penulis banyak menggunakan buku-buku mengenai adat istiadat Batak Toba dan buku-buku yang relevan dalam penyusunan karya ilmiah ini sebagai bahan panduan dan perbandingan.

Adapun buku yang menjadi bahan referensi penulis guna menyelesaikan proposal skripsi ini adalah :

1 Thomson Hutasoit dengan judul “Parsinabung”, membahas mengenai Ulaon adat budaya pada masyarakat Batak Toba.

2 Alex Sobur, M.Si dengan judul “Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk analisis wacana, analisis semiotik dan analisis framing”.

3 TM. Sihombing, dengan judul : Jambar Hata: Dongan Tu Ulaon Adat.

2.2 Teori Yang Digunakan 2.2.1 Semiotika

Semiotika adalah studi tentang makna keputusan. Ini termasuk studi tentang tanda-tanda dan proses tanda (semiosis), indikasi, penunjukan, kesamaan, analogi, metafora, simbolisme, makna, dan komunikasi.

Semiotika berkaitan erat dengan bidang linguistik, yang untuk sebagian besar, mempelajari struktur dan makna bahasa yang lebih spesifik.

Lechte (2001:191), menyebut semiotik sebagai teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasnya lagi, semiotik adalah suatu disiplin yang

menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs (tanda-tanda) dan berdasarkan pada sign sistem (code), sistem kode (Segers, 2004:4).

Semiotik menjadi salah satu kajian yang bahkan menjadi tradisi dalam teori komunikasi. Tradisi semiotik terdiri atas sekumpulan teori tentang bagaimana tanda-tanda merepresentasikan benda, ide, keadaan, situasi, perasaan dan kondisi di luar tanda-tanda itu sendiri. (Littlejohn, 2009 : 53).

Semiotika adalah studi tentang tanda-tanda. Konsep tanda ini untuk melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan atau hubungan antara ditandai in absentia (signified) dan tanda (signifier). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau penanda (signified).

Semiotik bertujuan untuk mengetahui makna-makna yang terkandung dalam sebuah tanda atau menafsirkan makna tersebut sehingga diketahui bagaimana komunikator mengkonstruksi pesan. Konsep pemaknaan ini tidak terlepas dari perspektif atau nilai-nilai ideologis tertentu serta konsep kultural yang menjadi ranah pemikiran masyarakat di mana simbol tersebut diciptakan.

Dengan kata lain, penanda adalah “suara berarti” atau “makna grafiti”. Semiotika adalah studi tentang tanda-tanda (sign), fungsi tanda, dan produksi makna. Tanda adalah sesuatu yang berarti sesuatu untuk orang lain. Studi semiotik tanda-tanda, penggunaan tanda dan segala sesuatu yang berkaitan dengan tanda.

Semiotika mengkaji simbol, penggunaan tanda, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan tanda. Kemudian semua jelas dapat menjadi tanda sehingga tidak ada yang dijadikan topik penelitian semiotika. Dengan kata lain, perangkat pengertian semiotika diterapkan pada semua bidang kehidupan asalkan persyaratannya terpenuhi, yaitu ada arti yang diberikan, ada pemaknaan, ada interpretasi.

Setiap manusia mempunyai kecendrungan untuk mencari makna dan arti serta berusaha memahami segala sesuatu yang ada disekelilingnya.

Seluruh hal yang ada disekelilingnya di sebut sebagai tanda, tanda tersebutlah yang kemudian akan diungkapkan melalui metode penelitian menggunakan teori semiotika.

Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita, maksudnya tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri: dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda.

Ferdinand de Saussure dalam Yasraf merumuskan tanda sebagai kesatuan

dari dua bidang yang tidak bisa dipisahkan, tanda memiliki dua entitas yaitu penanda (signifier/ wahana tanda/ yang mengutarakan/ simbol) atau bentuk dan petanda (signified/ konsep/ makna/ yang diutarakan/ thought of reference).

Berkaitan dengan piramida pertandaan ini (tanda-penanda-petanda), Sausurre menekankan dalam teori semiotika perlunya konvensi sosial, diantaranya komunitas bahasa tentang makna satu tanda. Kesimpulan dari rumusan Saussure maksudnya adalah satu kata mempunyai makna tertentu disebabkan adanya kesepakatan sosial di antara komunitas pengguna bahasa tentang makna tersebut. Charles Sanders Pierce dalam lingkungan semiotik melihat sebuah tanda, acuan dan penggunanya sebagai tiga titik dalam segitiga Pierce yang biasanya dipandang sebagai pendiri tradisi semiotika Amerika menjelaskan modelnya secara sederhana yaitu tanda sebagai sesuatu yang dikaitkan kepada seseorang untuk sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas dan seringkali mengulang-ulang pernyataan bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Tanda menunjuk pada seseorang, yakni menciptakan dibenak seseorang tersebut suatu tanda yang setara atau barangkali suatu tanda yang lebih berkembang.

Tanda tersebut disebut interpretant dari tanda-tanda pertama. Perumusan yang terlalu sederhana dari Pierce ini menyalahi kenyataan tentang adanya suatu fungsi tanda: tanda A menunjukkan suatu fakta (dari objek B), kepada

penafsirnya yaitu C. Oleh karena itu, suatu tanda itu tidak pernah berupa suatu entitas yang sendirian, tetapi yang memiliki ketiga aspek tersebut (A, B dan C).

Pierce mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari kepertamaan, objeknya adalah keduaan dan penafsirnya adalah sebagai unsur pengantara yang berperan sebagai ketigaan. Ketigaan yang ada dalam konteks pembentukkan tanda juga membangkitkan semiotika yang tak terbatas, selama suatu penafsir (gagasan) yang membaca tanda sebagai tanda bagi yang lain (yaitu sebagai wakil dari suatu makna atau penanda) bisa ditangkap oleh penafsir lainnya. Penafsir ini adalah unsur yang harus ada untuk mengaitkan tanda dengan objeknya (induksi, deduksi dan penangkapan [hipotesis] membentuk tiga jenis penafsir yang penting). Agar bisa ada sebagai suatu tanda maka tanda tersebut harus ditafsirkan (dan berati harus memiliki penafsir). Bagi Pierce, tanda ”is something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Artinya, sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi di sebut ground oleh Pierce. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object dan interpretand. Atas dasar hubungan ini, Pierce mengadakan klasifikasi tanda.

Tanda yang dikaitkan dengan ground baginya menjadi qualisign, sinsign dan lesign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya

kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Lesign adalah noma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia (Sobur, 2003:41). Pierce juga menandaskan bahwa kita hanya dapat berfikir dengan medium tanda.

Manusia hanya dapat berkomunikasi lewat sarana tanda. Tanda dalam kehidupan manusia bisa berati gerakan ataupun isyarat. Anggukan ataupun gelengan dapat berati sebagai setuju dan tidak setuju, tanda peluit, genderang, suara manusia bahkan bunyi telepon merupakan suatu tanda.

Tanda dapat berupa tulisan, angka dan bisa juga berbentuk rambu lalu lintas contohnya merah berati berhenti (berbahaya jika melewatinya) dan masih banyak ragamnya. Merujuk teori Pierce, tanda-tanda dalam gambar dapat dilihat dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotika. Pierce membagi tanda menjadi tipe-tipe : ikon, indeks dan simbol. Pierce merasa bahwa ini merupakan model yang sangat bermanfaat dan fundamental mengenai sifat tanda. Tanda adalah sesuatu yang yang mewakili sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa pengalaman, pikiran, gagasan atau perasaan. Jika sesuatu misalnya A adalah asap hitam yang mengepul dikejauhan, maka ia dapat mewakili B, yaitu misalnya sebuah kebakaran (pengalaman). Tanda semacam itu dapat

Tanda juga bisa berupa lambang ataupun simbol, Burung Dara sudah diyakini sebagai tanda atau lambang perdamaian; Burung Dara tidak begitu saja bisa diganti dengan burung atau hewan yang lain.

Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan (menunjukkan suatu kemiripan), ini yang kerapkali jelas dalam tandatanda visual, misalnya foto seseorang dapat dikatakan ikon;

sebuah peta adalah ikon; gambar yang ditempel di pintu kamar kecil pria dan wanita adalah ikon.

Pada dasarnya ikon merupakan suatu tanda yang bisa menggambarkan ciri utama sesuatu meskipun sesuatu sesuatu yang lazim disebut sebagai objek acuan tersebut tidak hadir. Ikon adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang dipresentasikannya.

Reprentasi ikon ini ditandai dengan kemiripan. Contohnya, foto calon anggota legislatif dalam kertas suara ataupun gambar yang banyak tersebar di jalan raya saat berlangsungnya pemilu adalah sebuah ikon. Model tanda objek interpretant dari Pierce merupakan sebuah ikon dalam upayanya mereproduksi dalam konkret struktur relasi yang abstrak di antara unsur-unsurnya.

Dapat pula dikatakan sebagai ikon atau tanda yang memiliki ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkan. Misalnya: Foto atau gambar

Soekarno adalah sebagai ikon seorang presiden pertama di Indonesia atau bapak orator indonesia. Peta Indonesia adalah ikon dari wilayah Indonesia yang tergambar dalam peta tersebut. Cap jempol Soekarno adalah ikon dari ibu jari presiden pertama Indonesia.

Indeks adalah tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat dengan apa yang diwakilinya. Atau disebut tanda sebagai suatu bukti. Contohnya:

asap dan api, asap akan menunjukkan adanya api disekitarnya. Jejak telapak kaki di tanah merupakan tanda indeks orang yang melewati tempat itu.

Tanda tangan (signature) adalah indeks dari keberadaan seseorang yang menoreh tanda tangan tersebut.

Simbol merupakan tanda berdasarkan konvensi, peraturan atau perjanjian yang disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah mengerti arti yang telah disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah mengerti arti yang telah disepakati sebelumnya.

Contohnya: Garuda Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah burung yang memiliki perlambang yang kaya makna. Namun bagi orang yang memiliki latar budaya yang berbeda, seperti orang eskimo, Garuda Pancasila akan dianggap sebagai burung yang biasa saja yang disamakan dengan burung-burung sejenis elang lainnnya.

Hubungan antara ikon, indeks dan simbol bersifat konfesional.

Hubungan antara simbol, thought of referenc (pikiran atau referensi) dan referent (acuan) dapat digambarkan melalui bagan semiotik triangle berikut ini :

Pikiran/ referensi

Simbol Acuan

Gambar. Elemen Makna Peirce (Sobur, 2012:115)

Berdasarkan bagan diatas dapat dijelaskan bahwa pikiran merupakan mediasi antara simbol dengan acuan. Atas dasar hasil pemikiran itu pula terbuahkan referensi yaitu hasil penggambaran maupun konseptualisasi acuan simbolik.

Dengan demikian referensi merupakan gambaran hubungan antara tanda kebahasaan berupa kata-kata maupun kalimat dengan dunia acuan yang membuahkan satua pengertian tertentu.

Simbol berbeda dengan tanda, simbol mempunyai arti yang lebih mendalam, simbol merupakan sebuah tanda yang berdasarkan pada

konvensi, peraturan atau perjanjian yang disepakati bersama. Simbol baru dapat dipahami seseorang jika seseorang sudah mengerti arti yang telah disepakati sebelumnya. Burung Dara adalah simbol perdamaian, angka adalah simbol, kita tidak tahu mengapa bentuk 2 mengacu pada sepasang objek; hanya karena konvensi atau peraturan dalam kebudayaanlah yang membuatnya begitu.

2.2.2 Indeksikal Mangompoi Jabu

Indeks merupakan hubungan tanda dan acuanya berdasar kedekatan eksistensial dengan kata lain indeks dikaitkan dengan tanda yang memiliki hubungan sebab akibat dengan apa yang diwakilinya. Misalnya dalam sebuah jalan terdapat penunjuk jalan menadakan keberadaan manusia yang sering melewati jalan tersebut. Contoh lain adalah sikat gigi yang basah menunjukkan indeks dari penggunaan sikat gigi untuk menyikat gigi. Asap merupakan indeks adanya api.

Dalam tradisi ini merupakan kegiatan adat istiadat Batak Toba yang berupa syukuran atau partangiangan (ibadah), namun tetap diadakan pelaksanaan adat istiadat batak yaitu memanggil Hula-hula atau tulang untuk mendoakan tuan rumah beserta keluarganya. Dan dilakukan pemberian ulos dari orangtua boru (pihak istri) sebagai simbol kasih terhadap pasangan dan keluarga yang menempati rumah baru.

Dalam pelaksanaan Mangompoi Jabu pada etnik Batak Toba dalam hal ini, kondisi rumah sudah sepenuhnya selesai, yang awal mula pembangunan rumah dihadiri si ''tulang'' dan memberikan doa untuk kelancaran pembangunan rumah beserta tukang (pande), untuk acara ini perlu di undang si ''tulang'', ''tulang'' rorobot, hula-hula (tulangnya ibu, bukan saudara laki-laki kandung ibu) dan dalam acara ini harus dihidangkan beberapa makanan yang diberikan ke ''tulang'' beserta hula-hula.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian. Metode penelitian menurut Sugiyono (2011:3) pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

Darmadi (2013:153), Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk memperoleh data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

Hal ini menyimpulkan bahwa metode penelitian adalah suatu cara untuk mencapai kebenaran dengan mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan guna mencapai tujuan. Dengan demikian penelitian ini menggunakan metode deskriptif.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Sugiyono (2010:15), menjelaskan bahwa:

Metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti

pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekan makna dari pada generalisasi.

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, kondisi, sistem pemikiran ataupun peristiwa pada masa sekarang.

3.2 Sumber Data

Sugiyono (2009: 137) sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud khusus menyelesaikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari etnik Batak Toba sebagai objek penelitian.

2. Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini dapat ditemukan dengan cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data sekunder adalah literatur, artikel, jurnal serta situs di internet yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.

3.3 Instrumen Penelitian

Sugiyono (2006:102), Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur kejadian (variabel penelitian) alam maupun sosial yang diamati.

Sanjaya (2011:84), Instrumen penelitian adalah alat yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi penelitian.

Dalam penelitian semua alat yang bisa mendukung suatu penelitian bisa disebut instrumen penelitian. Dalam suatu penelitian instrumen sangat memegang peranan yang penting.

Berhasil atau tidak suatu penelitian ditentukan oleh instrumen yang digunakan dalam penelitian. Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah kuisioner berupa pertanyaan.

Sugiyono (2007 :26), menyebutkan peneliti dapat menjadi instrumen penelitian jika memiliki wawasan yg luas tentang yang diteliti dan mampu pula menciptakan rapport kepada setiap orang yang ada pada konteks sosial yang diteliti. Sugiono juga menyatakan peneliti juga dapat memilih cara memperoleh kejelasan data atau objek penenlitian dengan caranya sendiri, seperti membuat daftar tanya. Namun, dalam menafasir jawaban harus berorientasi kepada kejujuran dan keilmuannya. Artinya, dengan membuat daftar tanya bukan mengacu pada penelitian kuantitatif. Melainkan hanya untuk membuat opini dari informasi yang diperoleh melalui taburan

Selain itu, cara lain dapat juga dilakukan dengan menciptakan sesuatu untuk membangun hubungan yang akrab dengan setiap orang yang ada pada konteks sosial. Dalam penelitian ini peneliti di samping menciptakan hubungan yang akrab jugamenyediakan daftar tanya kepada etnik yang dianggab mempunyai pemahamam terhadap objek kajian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian sesuai dengan maksud tujuan teknik ini digunakan untuk mendapat informasi yang diharapkan, lalu pengumpulan data dilakukan melalui teknik sebagai berikut:

3.4.1 Observasi

Kusuma (1987:25) Observasi adalah pengamatan yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis terhadap aktivitas individu atau obyek lain yang diselidiki. Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan panca indera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan

emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Dalam penelitian dikenal dua jenis metode observasi (Kriyantono, 2010:112) ; a) Observasi Partisipan adalah metode observasi dimana periset juga berfungsi sebagai partisipan, ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan kelompok yang diriset, apakah kehadirannya diketahui atau tidak. b) Observasi Nonpartisipan merupakan metode observasi dimana periset hanya bertindak mengobservasi tanpa ikut terjun melakukan aktivitas seperti yang dilakukan kelompok yang diriset, baik kehadirannya diketahui atau tidak.

Peneliti menggunakan teknik observasi baik langsung maupun yang tidak langsung yang didasari beberapa alasan sebagai berikut:

1. Banyak gejala yang dapat diselidiki dengan observasi sehingga hasilnya akurat sulit dibantah.

2. Banyak objek yang hanya bersedia diambil datanya dengan cara observasi.

3. Kejadian yang serempak hanya dapat diamati dan dicatat secara serempak pula dengan memperbanyak observer.

4. Banyak kejadian yang dipandang kecil yang tidak dapat ditangkap oleh alat pengumpul data yang lain.

3.4.2 Kuesioner

Arikunto (2010:194) kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui

3.4.3 Wawancara

Dalam teknik pengumpulan menggunakan wawancara hampir sama dengan kuesioner. Wawancara itu sendiri dibagi menjadi 3 kelompok yaitu wawancara terstruktur, wawancara semi-terstruktur, dan wawancara mendalam (in-depth interview). Sulistyo-Basuki (2006:173) , namun di sini peneliti memilih melakukan wawancara mendalam, ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang kompleks, yang sebagian besar berisi pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi.

Untuk menghindari kehilangan informasi, maka peneliti meminta ijin kepada informan untuk menggunakan alat perekam. Sebelum dilangsungkan wawancara mendalam, peneliti menjelaskan atau memberikan sekilas gambaran dan latar belakang secara ringkas dan jelas mengenai topik penelitian. Peneliti harus memperhatikan cara-cara yang benar dalam melakukan wawancara, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pewawancara hendaknya menghindari kata yang memiliki arti ganda, taksa, atau pun yang bersifat ambiguitas.

2. Pewawancara menghindari pertanyaan panjang yang mengandung banyak pertanyaan khusus. Pertanyaan yang panjang hendaknya dipecah menjadi beberapa pertanyaan baru.

3. Pewawancara hendaknya mengajukan pertanyaan yang konkrit dengan acuan waktu dan tempat yang jelas.

4. Pewawancara seyogyanya mengajukan pertanyaan dalam rangka pengalaman konkrit si responden.

5. Pewawancara sebaiknya menyebutkan semua alternatif yang ada atau sama sekali tidak menyebutkan alternatif.

6. Dalam wawancara mengenai hal yang dapat membuat responden marah, malu atau canggung, gunakan kata atau kalimat yang dapat memperhalus.

3.4.4 Dokumentasi

Sugiyono (2009:240) dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen yang digunakan peneliti disini berupa foto, gambar, serta data-data penelitian. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih kredibel/dapat dipercaya.

Dalam penelitian ini, metode dokumentasi dilakukan dengan cara peneliti mengumpulkan data-data melalui pencatatan.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam sebuah penelitian adalah bagian yang sangat penting, karena dengan analisa inilah data yang ada akan tampak manfaatnya terutama dalam memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan akhir penelitian. Analisis akan memisahkan antara data terkait (relevan) dan data yang kurang terkait atau sama sekali tidak ada kaitannya.

Proses analisis dilakukan setelah melalui proses klasifikasi data dan reduksi data yang kemudian data yang sudah disaring akan dianalisa dan terakhir dilakukan sebuah penyusunan laporan penelitian (Subagyo, 2004:

104-105).

Peneliti menggunakan ilmu Semiotika untuk menelaah tanda pada objek-objek yang sudah di peroleh berdasarkan teori Roland Barthes (1968)

Peneliti menggunakan ilmu Semiotika untuk menelaah tanda pada objek-objek yang sudah di peroleh berdasarkan teori Roland Barthes (1968)

Dokumen terkait