• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Analisis Data

Bab III. Metode Penelitian

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam sebuah penelitian adalah bagian yang sangat penting, karena dengan analisa inilah data yang ada akan tampak manfaatnya terutama dalam memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan akhir penelitian. Analisis akan memisahkan antara data terkait (relevan) dan data yang kurang terkait atau sama sekali tidak ada kaitannya.

Proses analisis dilakukan setelah melalui proses klasifikasi data dan reduksi data yang kemudian data yang sudah disaring akan dianalisa dan terakhir dilakukan sebuah penyusunan laporan penelitian (Subagyo, 2004:

104-105).

Peneliti menggunakan ilmu Semiotika untuk menelaah tanda pada objek-objek yang sudah di peroleh berdasarkan teori Roland Barthes (1968) untuk mengetahui pemaknaan tanda dari aspek denotatif dan konotatif.

Hal ini dilakukan sebagai tahapan analisis data. Berikut langkah-langkah dalam analisis data, yakni :

1. Mengidentifikasi data yang diperoleh dari penelitian

2. Menterjemahkan bahasa Batak Toba ke dalam bahasa Indonesia.

3. Mensortir tanda, simbol dan lambang sesuai target analisis.

4. Menganalisis data berdasarkan kajian semiotik

5. Menyimpulkan data.

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Struktur Pelaksanaan Mangompoi Jabu Etnik Batak Toba

Dalam tradisi memasuki rumah baru dalam masyarakat etnik Batak Toba memiliki tingkatannya masing-masing, yakni : manuruk bagas, mengapi-api i, dan memasuki rumah atau lebih dikenal mangompoi jabu.

Dalam manuruk bagas, dimana situasi dan keadaan rumah belum seutuhnya selesai buat ditempati oleh pihak keluarga bersangkutan tapi harus ditempati dengan alasan tertentu. Dalam acara ini hanya keluarga dekat yang melaksanakannya seperti kakak, adik dan anak dalam keluarga tersebut. Pihak hula-hula (paman pihak keluarga) bisa diberitahukan jika ada niat untuk melakukan penyelesaian rumah darurat tersebut.

Tingkatan kedua dalam memasuki rumah ialah mengapi-api i dimana keadaan rumah secara keseluruhan selesai akan tetapi masih ada penyelesaian di sisi lain bangunan tersebut. Dalam hal ini, hanya keluarga bersangkutan dan tukang atau istilahnya pande dan jika memungkinkan orang yang dituakan (natua-tua ni huta) di wilayah areal rumah baru tersebut berdiri dapat juga diundang.

Tingkatan ketiga yang penulis fokuskan ialah mangompoi jabu, dimana kondisi rumah sudah seluruhnya selesai mulai awal hingga akhir pembangunan.

Dalam pelaksanaan tradisi mangompoi jabu hampir semua masyarakat etnik Toba melaksanakannya.yang bertujuan menunjukkan bahwasanya keluarga tersebut mampu dan berkecukupan serta meminta restu agar kedepannya keluarga tersebut murah rejeki dari pihak hula-hula dan masyarakat setempat.

Jika suatu keluarga ingin melaksanakan mangompi jabu, maka akan terlebih dahulu pihak Hasuhuton Paranak memberitahukan informasi bahwasanya akan dilaksanakan mangompoi jabu kepada pihak Hasuhuton Parboru melalui Dongan Tubu/Hahaanggi, dan masyarakat setempat yang dianggap penting, setelah diberitahukan maka persiapan tradisi tersebut akan segera dilaksanakan.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan ditemukan 2 stuktur pelaksanaan dalam mangompoi jabu. Adapun struktur pelaksanaan mangompoi jabu adalah sebagai berikut :

4.1.1 Mangompoi Jabu

Pada tahap ini merupakan awal kegiatan yang dilakukan sebelum hari puncak, dimana dilakukan setelah magrib tepatnya jam 18.00. Dalam

kegiatan ini hanya keluarga sipemilik rumah dengan mertua yang melaksanakan. Pada tahap ini keluarga membawa pagabe, tutu, aek sitio-tio, harbue pir, dan miak-miak.

Adapun tahapan yang terjadi pada mangompoi jabu antara lain :

1. Pagabe

Pagabe berarti alat menenun / tongkat buat menenun kain ulos.

Dalam hal ini, pagabe dibawa oleh istri sipemilik rumah yang diletakkan di pintu masuk (halang ulu) rumah tersebut, dan diletakkan selama tujuh hari.

2. Panutuan

Pengertian tutu disini adalah gilingan, yang dimana tutu dibawa oleh yang punya rumah baru dan diletakkan sama seperti pagabe yakni di halang ulu.

3. Aek sitio-tio

Yang berarti air bening, biasanya langsung diambil dari mata air.

Dimana yang membawa air tersebut mertua. Dan diberikan kepada pasangan suami istri yang punya rumah baru tersebut guna diminum.

4. Harbue pir

Yang berarti padi dari hasil panen sipemilik rumah yang sudah dijemur dan belum digiling menjadi beras. Harbue pir tersebut dibawa oleh

saudara pihak laki-laki sipemilik rumah tersebut dan diletakkan di tengah rumah tersebut.

5. Miak-miak

Yang berarti telur ayam kampung. Si mertua pemilik rumah membawa telur tersebut dan dipecahkan ditengah rumah bersangkutan.

4.1.2 Paborhat Tukang/ menjamu tukang

Dalam acara ini, dilaksanakan puncaknya pelaksanaan mangompoi jabu tersebut, yang dihadiri seluruh masyarakat setempat dan tidak lupa pihak hula-hula, dongan tubu dan boru serta keluarga yang empunya hajatan. Dalam hal ini, keluarga sipemilik rumah memberikan makanan atau istilahnya pasahat sipanganon kepada tukang, serta disini juga keluarga menyampaikan rasa terima kasih serta upah kepada mereka dalam menyelesaikan rumah mereka tersebut. Dalam pelaksanaan Paborhat Tukang, pihak hula-hula memberikan ulos bintang maratur, dekke, beras sipirni tondi dan aek sitio-tio. Dan pihak hasuhuton memberikan tudu-tudu sipanganon kepada hula-hula keluarga yang bersangkutan.

4.2 Fungsi dan Makna Simbol Pada Mangompoi Jabu Etnik Batak Toba

Berdasarkan hasil penelitian, ada 8 simbol yang ditemukan dalam mangompoi jabu. Adapun simbol yang yang terdapat dalam mangompoi jabu adalah sebagai berikut :

1. Pagabe/ alat menenun/ tongkat 2. Panutuan / gilingan

3. Aek sitiotio / air bening, biasanya diambil langsung dari sumber air.

4. Harbue pir 5. Namarmiak

6. Jambar/ tudu-tudu sipanganon (babi, kerbau, lembu) 7. Ulos (bintang maratur, mangiring)

8. Dengke (ikan mas)

Berikut ini rincian simbol yang ditemukan dalam acara mangompoi jabu beserta fungsi dan maknanya.

1. Pagabe/ alat menenun/ tongkat

Gambar Fungsi Makna

Dimana terbuat dari pakko yang digunakan untuk menjepit benang tenun sekaligus pemegang benang. Dimana fungsi diletakkan pagabe adalah supaya yang memiliki serta menempati rumah tersebut sehat atau gabe.

Disini diistilahkan dengan gabe naniula, sinur napinahan.

2. Panutuan / gilingan

Gambar Fungsi Makna

Panutuan terbuat dari kayu besar berfungsi sebagai menggiling bumbu masakan. Bentuknya lebih besar

Disini dimaknakan sebagai pernyataan bahwa penghuni rumah

dibandingkan papene. Sedangkan tutu adalah giling yang terbuat dari batu berfungsi sebagai media menggiling bumbu masakanan di masyarakat pada umumnya.

tersebut sudah benar menempati rumahnya.

3. Aek sitiotio

Gambar Fungsi Makna

Disini aek ialah air bening yang diminumkan kepada seluruh pemilik rumah baru. Memiliki tanda suaru cairan jernih (tio) yang menghilangkan rasa haus sehingga tetap bersemangat melanjutkan hidup kedepannya dalam rumah tangga mereka.

Dimana disimbolkan sebagai transparansi, kejujuran dan ketulusan. Selain itu, bermakna kehidupan diyakini air berisi didalam gelas merupakan berkat yang melimpah dari Sang Pencipta agar

kedepannya pihak keluarga yang memiliki rumah baru memperoleh masa depan yang cerah dan pencariannya menjadi muudah.

4. Harbue pir

Gambar Fungsi Makna

Pemberian harbue pir kepada seluruh anggota keluarga yang memiliki rumah baru tersebut. Biasanya ditaburkan diatas kepala sipemiliki acara, berfungsi sebagai simbolik perkuat keimanan, dan sehat-sehat keluarga tersebut. Selain itu beras juga ditaburkan ke atas sehingga jatuh berserakan diatas seluruh kepala yang diundang dimana berfungsi sebagai simbol

Bermakna agar keluarga sipemilik acara sehat selalu dan tegar menghadapi kehidupan di rumah barunya.

kekuatan dan tegar menghadapi kehidupan.

5. Namarmiak-miak

Gambar Fungsi Makna

Gb. Namarmiak-miak

Berarti telur ayam kampung yang bagus yang sudah dimasak.

Berfungsi sebagai lambang agar kehidupan yang akan dicapai bagus dan rejeki keluarga sipemilik rumah baik kelak.

Sebagai simbol kehidupan bagi sipemilik rumah supaya rejeki melimpah dan bagus kehidupannya kelak.

6. Jambar

Gambar Fungsi Makna

Gb. Tudu-tudu Sipanganon

Tudu-tudu sipanganon memiliki fungsi nilai sosial yang sangat tinggi yaitu simbol penghormatan tertinggi kepada hula-hula, disamping untuk menghormati pihak Hula-hula, Tudu-tudu sipanganon berfungsi untuk menjaga hubungan ikatan keluarga dengan Hasuhuton parboru/hula-hula.

Dalam etnik Batak Toba sudah menjadi keharusan hasuhuton paranak memberikan tudu-tudu sipanganon kepada hasuhuton parboru/Hula-hula, karena melalui penyampain tudu-tudu sipanganon tersebutlah mereka bisa menyampaikan dan meminta permohonan doa atau berkat kepada hula-hulanya. Tudu-tudu sipanganon juga bermakna sebagai simbol penghormatan atau untuk merhargai hula-hula, karena dalam etnik Batak Toba

tudu-Tudu-tudu sipanganon yakni bagian tertentu hewan sembelihan yang diletakkan dalam suatu pinggan panganan sebagai simbol penghormatan HasuhutonParanak kepada undangannya khususnya Hula-hula. Pada simbol Tudu-tudu sipanganon terdapat beberapa bagaian potongan daging yang akan dibagi-bagikan sebagai jambar untuk beberapa pihak yang berhak menerimanya dan yang menerima jambar tersebut sudah ditentukan. Jenis hewan yang disembelih untuk Tudu-tudu Sipanganon ada 3 jenis yaitu Namarmiak-miak (jenis hewan babi), Sigagat duhut (kambing dan lembu), dan Gajah batak/sitingko tanduk (kerbau). Jenis hewan yang dijadikan sebagai Tudu-tudu Sipanganon pada dasarnya disesuaikan dengan keadaan ekonomi keluarga yang

tudu sipanganon merupakan simbol penghormatan yang tertinggi yang bisa diberikan kepada hula-hula, baik orang kaya atau orang miskin yang diberikan kepada hula-hulanya sebagai tanda penghormatan adalah tudu-tudu sipanganon.

melaksanakan upacara adat tersebut. Untuk jenis hewan Namarmiak-miak biasanya sering pergunakan bagi golongan masyarakat yang berkecukupan dalam hal ekonomi, sedangkan jenis hewan Sigagat duhut dan Gajah batak/sitingko tanduk sering dipergunakan oleh golongan masyarakat menengah dan golongan masyarakat atas.

Secara simbolik tudu-tudu sipanganon secara khusus terlebih dahulu disajikan dihadapan rombongan hasuhuton parboru, karena dalam acara ini, Hula-hula yang memiliki peran yang sangat penting adalah hasuhuton parboru.

Pada etnik Batak Toba tudu-sipanganon tidak hanya dipergunakan pada acara mangompoi jabu saja, akan tetapi pada setiap upacara adat batak yang membutuhkan Tudu-tudu sipanganon, misalnya upacara Tardidi, Kelahiran, Pernikahan, danlain sebagainya. Adapun pembagian dari Tudu-tudu Sipanganon yang akan dibagikan sebagai jambar adalah sebagai berikut:

a. Ihur-ihur diterima oleh suhut

Dalam suatu upacara adat jika jenis hewan sembelihan yang dijadikan sebagai tudu-tudu sipanganon adalah jenis hewan namarmiak-miak/babi, maka bagian tubuh Ihur/ekor akan diberikan kepada tulang. Tulang adalah keluarga laki-laki orangtua/ibu dari pelaksana upacara adat tersebut. Makna pemberian Ihur/ekor kepada Tulang adalah sebagai simbol

bahwasanya peran tulang pada saat upacara adat tersebut adalah sebagai pelengkap, atau tulang hanya mengikuti hasuhuton parboru. Dalam upacara Sulang-sulang Pamompu, hasuhuton parboru lah yang memiliki peran yang sang penting, namun tidak lepas juga dari peran tulang sebagai Hula-hula pada upacara adat tersebut.

b. Ulu (kepala) diterima oleh pihak tulang/ suhut

c. Somba-somba (tulang rusuk, yang bertemu pangkal dalam satu tulang punggung), diterima oleh hula-hula.

Somba atau tulang rusuk dari hewan yang disembelih yang dijadikan sebagai bagian dari tudu-tudu sipanganon. Pada umumnya somba diberikan kepada bona ni arai, hula-hula naposo, dan juga kepada tulang rorobot. Hula-hula Naposo ialah rombongan Hula-hula atau keluarga mertua anak dari pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu tersebut. Sedangkan tulang rorobot ialah tulang si istri pelaksana upacara adat tersebut. Somba atau rusuk dalam etnik Batak Toba menandakan bahwa rusuk merupakan termasuk bagian dalam tubuh hewan sembelihan tersebut. Jika di ibaratkan dengan struktur suatu keluarga, somba/rusuk artinya penerima Somba tersebut (bona ni ari, hula-hula naposo, tulang rorobot) merupakan golongan rombongan

Hula-hula yang jaraknya sudah dianggap jauh secara struktur keluarga kepada pihak pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu tersebut.

d. Osang-osang (bagian rahang bawah), diterima oleh boru, akan tetapi biasanya diterima oleh hula-hula.

Osang/dagu merupakan salah satu bagian dari tudu-tudu sipanganon. Makna yang terkandung pada osang/dagu yang diberikan pada hasuhuton parboru sebagai simbol penghormatan kepada hasuhuton parboru, dan pada etnik Batak Toba juga beranggapan bahwa pada saat manortor/menari hasuhuton paranak selalu maniuk/membelai dagu semua rombongan Hula-hula sebagai tanda menghormati mereka.

e. Na marngingi (bagian mulut) diterima oleh pariban.

 Na marngingi parsiamun

Namarngingi parsiamun adalah bagian wajah sebelah kanan hewan sembelihan tersebut.Namarngingi parsiamun diberikan kepada Bona tulang, bona tulang ialah kelompok hula dari hasuhuton paranak. bona tulang merupakan

Hula-parsiamun mengandung makna tertentu. Pemberian Jambar tersebut menandakan hubungan kedekatan antara bona tulang dengan tulang, tulang adalah rombongan Hula-huladari hasuhuton paranak atau keluarga saudara laki-laki dari orang tua (ibu) pelaksana upacara adat tersebut. Hubungan kedekatan antara bona tulang dengan tulang berkaitan juga dengan jambar yang diberikan, dimana bona tulang akan diberikan namarngingi parsiamun sedangkan untuk tulang akan diberikan Osang. Jika dilihat dari postur tubuh hewan sembelihan tersebut namarngingi dengan Osang/dagu sangat berdekatan, dimana namarngingi diatas Osang, hal tersebut manandakan bahwasanya bona tulang secara struktur keluarga lebih tinggi dari tulang.

 Na marngingi parhambirang

Namarngingi parhambirang atau wajah sebelah kiri dari hewan sembelihan juga akan dijadikan sebagai tudu-tudu sipanganon. Namarngingi parhambirang akan diberikan kepada pihak boru. Dalam etnik Batak Toba boru adalah keluarga saudara perempuan pelaksana upacara adat tersebut. Pemberian namarngingi parhambirang sangat mengandung makna yang sangat identik dengan budaya etnik Batak Toba. Dalam upacara adat tersebut boru memiliki tugas yang sangat penting, karena secara tidak langsung borulah yang membantu pihak hasuhuton paranak untuk menjalankan upacara Sulang-sulang Pahompu tersebut. Jadi dalam upacara adat tersebut diberikanlah namarngingi parhambirang kepada boru sebagai simbol penghargaan

atas segala kerja keras mereka untuk membantu pelaksanaan upacara Sulang-sulang Pahompu tersebut. Pemberian namarngingiparhambirang kepada boru juga didasari atas posisi tempat duduk boru ketika upacara adat tersebut. Dimana dalam etnik Batak Toba posisi tempat duduk boru ketika dalam upacara adat Boru selalu duduk disebelah kiri dari hasuhuton paranak.

f. Ojahan (kaki) diterima oleh raja/ natua-tua di huta.

g. Panamboli dan pamultak (bagian tulang punggung dan bagian perut) diterima oleh dongan sahuta/ teman sekampung dan anggi/ hahadoli.

7. Ulos

Gambar Fungsi Makna

Memiliki nilai keagamaan karena sebelum dibuat/ ditenun terlebih dahulu berdoa kepada Tuhan, oleh karenanya ulos memiliki fungsi nilai keimanan bagi pembuat, pemberi dan juga penerimanya.

Ulos juga berfungsi penyatuan antar manusia dengan Tuhan, yaitu dalam hal penyampaian doa dan harapan, karena disetiap pemberian ulos selalu dilapisi dengan doa dan yang menerima ulos tersebut kiranya memperoleh pengharapan dari Tuhan.

Makna ulos adalah melambangkan kekerabatan. Dalam dilihat dari segala acara pada masyarakat Batak baik suka dan duka selalu digunakan dan diberikan oleh pihak keluarga maupun kerabat dalam acara tersebut.

Makna awal secara spesifik daripada ulos dijadikan medium (perantara) dalam pemberian berkat (pasu-pasu) baik dari mertua kepada menantu/anak perempuan, kakek/nenek kepada cucu, paman (tulang) kepada keponakan (bere) maupun dari raja kepada rakyatnya. Didalam pelaksanaan penyampaiannya pihak yang dihormati tersebut memberikan ulos dibarengi dengan penyampaian kata-kata berupa berkat (umpasa) dan pesan (tona) untuk menghangatkan jiwa si penerima ulos tersebut. Bagi nenek moyang kita Batak selain ulos sebagai medium perantara penyampaian berkat juga dari kata ulos ada isitilah yang disebut dengan ulos na so ra buruk (kain yang tidak akan pernah lapuk/rapuh) yang bermakna tanah ataupun sawah dan ladang. Pada keadaan tertentu hula-hula dapat juga memberi sebidang tanah atau ulos yang tidak dapat lapuk itu kepada borunya. Selain itu juga dikenal istilah ulos na tinonun sadari (ulos yang ditenun dalam sehari) yaitu uang yang fungsinya dianggap sama dengan ulos.

Ulos yang panjangnya bisa mencapai kurang lebih 2 meter dengan lebar 70 cm (biasanya disambung agar dapat dipergunakan untuk melilit tubuh) ditenun dengan tangan. Waktu menenunnya bisa berminggu-minggu atau berbulan-bulan tergantung tingkat kerumitan motif. Biasanya para perempuan menenun ulos itu di bawah kolong rumah

8. Dekke

Gambar Fungsi Makna

Gambar :Dengke Simudur-udur

Fungsi Dengke Saur adalah restu atau pasu-pasu dari Hula-hula, supaya yang menerima Dengke Saur tersebut diberkati oleh Tuhan yang Maha Esa, yaitu dengan pemberian secara simbolik dari Hula-hula kepada hasuhuton paranak. Disamping itu Dengke Saur berfungsi untuk Mangelek boru, karena etnik Batak Toba memiliki filosofi Somba marhula-hula, Elek marboru dan Manat mardongan tubu. Dalam etnik Batak Toba peran boru memang sebagai parhobas/pelayan, bukan berarti boru itu diperlakukan semena-mena akan

Makna pemberian dengke saur tersebut adalah sebagai bentuk rasa kepedulian dan rasa kasih sayang, bahwasanya hasuhuton parboru merestui keluarga yang melaksanakan acara. Dengan pemberian Dengke Saur tersebut Hasuhuton Parboru menyampaiakan harapan-harapan yang baik untuk keluarga tersebut, dan juga tidak lepas untuk mendoakan keluarga tersebut supaya menjadi keluarga yang lebih baik

tetapi boru harus diperhatikan, dibujuk dengan baik atau elek marboru. Maka dari itu dalam etnik Batak Toba selalu ditekankan supaya elek marboru, sebagai simbol elek marboru diberikanlah Dengke Saur. Pada etnik Batak Toba selain dengke saur ada 3 macam penamaan yang digunakan untuk Dengke Saur tersebut.

Pemberian nama tersebut disesuaikan dengan simbol kehidupan ikan mas, dan masyarakat Batak Toba menerapkan simbol kehidupan ikan mas tersebut kedalam kehidupan sehari-hari masyarakat Batak Toba. Yakni dengke simudur-udur, dengke tio dan dengke sahat. Dalam acara

kedepannya.

ini digunakan dengke simudur-udur.

Dengke Saur merupakan ikan mas yang disajikan dalam Pinggan panganan yang diberikan pihak Hasuhuton Parboru kepada pihak Hasuhuton Paranak, ikan tersebut dimasak dengan utuh tanpa memotong bagian tubuh ikan tersebut. Ketika pemberian Dengke Saur posisi ikan mas tersebut diletakkan dalam Pinggan panganan yang sudah berisi nasi putih, ikan mas tersebut diletakkan diatas nasi putih tersebut.

Dengke Simudur-udur bermakna yang terkadung pada penamaan dengke simudur-udur ialah karena kebiasaan ikan khususnya ikan mas selalu berjalan dengan beramai-ramai. Kemanapun ikan tersebut berjalan akan selalu beramai-ramai. Hal tersebutlah yang diterapkan masyarakat Batak Toba kedalam setiap kehidupan keluarga, seperti apapun kondisi keluarga tersebut akan dipertahan semua anggota keluarga secara bersama-sama.

Dalam etnik Batak Toba kebersamaan atau kekompakan di dalam keluarga merupakan harapan seluruh keluarga, jika suatu keluarga memiliki kebersamaan aatau kekompakan yang tinggi maka keluarga tersebut akan lebih terpandang ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari data penelitian yang penulis teliti dan uraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

 Proses pelaksanaan acara mangompoi jabu dimulai dari (A) tahapan

mangompoi jabu, dimana pelaksana disini hanya sipemilik rumah yang melaksanakan sesudah magrib sebelum hari puncak keesokan hari.

Dimulai dari (1) pagabe, (2) tutu, (3) aek sitio-tio, (4) harbue pir, dan (5) miak-miak. Selanjutnya (B) tahapan paborhat tukang, dimana ini merupakan acara puncak sipemilik acara mengundang tukang rumah tersebut dan seluruh masyarakat dan pihak keluarga terdekat. Dimana dalam pelaksanaan ini ada beberapa proses yakni (6) pemberian jambar/

tudu-tudu sipanganon (babi, kerbau, lembu), (7) Ulos (bintang maratur), (8) Dengke (ikan mas).

 Fungsi dan Makna simbolik tradisi mangompoi jabu yang digunakan oleh masyarakat Batak Toba antara lain :

5.2 Saran

Dalam penelitian mengenai tradisi mangompoi jabu pada etnik Batak Toba kajian semiotika sosial, ini penulis menyadari bahwa penelitian ini

merupakan suatu tahap awal yang tentunya masih banyak terdapat kekurangan dan perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk penyempurnaan.

Penulis juga menyarankan hal-hal yang paling utama adalah sebagai berikut:

i. Penelitian terhadap budaya dan sastra daerah perlu ditingkatkan sebab sastra daerah merupakan sumber dari kebudayaan Indonesia yang tiada habis-habisnya.

ii. Kepada generasi muda diharapkan supaya tetap melestarikan kebudayaan karena kebudayaan merupakan jati diri setiap daerah.

iii. Pentingnya pelestarian budaya dan sastra daerah dengan cara melakukan setiap upacara adat dari setiap suku yang memiliki budaya sendiri sehingga tercermin kehidupan yangmempunyai kebudayaan yang tinggi.

iv. Pentingnya belajar budaya dan sastra itu secara langsung kelapangan atau terjun langsung kemasyarakat, karena dengan melihat langsung budaya sastra daerah, kita bisa dengan mudah mengerti budaya dan sastra daerah itu sendiri.

v. Dan kiranya skripsi ilmiah ini berguna bagi pembaca dan penulis itu sendiri.

DAFTAR ISI

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta : Pt. Rineka Cipta.

Basrowi dan Suwandi.2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Endraswara, Suwardi.2009. “Metodologi Penelitian Folkor”. Yogyakarta:

Media Presindo.

Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.

Koentjaraningrat. 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Moleong,Lexy.J.2005.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT Remaja Rosdakarya Offset

Nazir, Mohammad. 2009. “Metode Penelitian”. Medan, Ghalia Indonesia.

Narbuko, Cholid dan H. Abu Achmadi. Metode Penelitian. 2002. Jakarta.

Bumi Aksara.

Siahaan, Nalom. 1982. Adat Dalihan na tolu Prinsip dan Pelaksanaannya.

Jakarta: Dian Utama.

Sinaga, Richard. 2000. Kamus Batak Toba. Jakarta: Dian Utama.

Sihombing, T.M. 1984. Jambar Hata: Dongan Tu Ulaon Adat. Medan:

Wellek, Rene dan Austin Warren.2013.Teori Kesustraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Darmadi, Hamid. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial.

Bandung: Alfabeta.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Fiske, John. 1990. Cultural and Communication Studies : Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Yogyakarta : Jalasutra

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka

Dokumen terkait