• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan dapat menjadie sumber referensi bagi peneliti lain yang mengkaji novel Aku Lupa Bahwa Aku Perermpuan karya Ihsan Abdul Quddus.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini berguna untuk penelitian selanjutnya yang membahas mengenai nilai sosial dalam keluarga dan masyarakat.

b. Memberikan gambaran perjuangan kesetaraan gender yang dilakukan oleh seorang perempuan.

c. Penelitian ini dapat memperkaya wawasan sastra dan menambah khasanah penelitian sastra Indonesia.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Penelitian Relevan

Penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

a. R. Indah (2014) dengan penelitian berjudul Eksistensi Perempuan dalam Novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul

Quddus, tinjauan kritik sastra feminis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan cara menafsirkan analisis teks yang terdapat dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan. Penelitian ini ingin menemukan tokoh-tokoh mana saja

yang setuju adanya feminisme dan tokoh mana yang tidak setuju adanya feminisme. Suad adalah perempuan yang selalu menjadi subjek di antara orang-orang di sekitarnya dan berhasil memperjuangkan ambisinya. Penelitian ini sama-sama menggunakan novel aku lupa bahwa aku perempuan, perbedaannya penelitian yang dilakukan oleh R.

Indah berfokus pada eksistensi perempuan sedangkan penelitian ini mengkaji nilai sosial yang terdapat pada novel.

b. Wiwik Sri Mulatsih (2015) dengan penelitian berjudul Emosi Tokoh Novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus, Penelitian ini dilator belakangi oleh fenomena yang terjadi di

5

masyarakat, kehidupan perempuan yang berkarir, dengan ambisi dan cita-cita yang tinggi. Dengan keinginan dan harapan yang tinggi, namun tidak semua keinginan dan harapannya tercapai, sehingga memunculkan emosi. Emosi positif yang dialami tokoh utama adalah gembira, cinta, dan bangga/percaya diri. Emosi positif ditunjukkan tokoh Suad menjadi anggota DPR, ketua organisasi pergerakan perempuan Mesir, kehadiran Suad sangat dibutuhkan suaminya, kemampuan mengambil keputusan serta mampu menyelesaikan tugas sebagai dosen dan anggota DPR.

Emosi negatif yang dialami tokoh utama adalah marah, sedih, dan rasa bersalah. Emosi negatif ditunjukkan ketika Suad cemas tatkala anaknya berpacaran, gagal membina rumah tangga, dan merasa kesepian ditinggal anak dan suaminya, serta merasa gagal mendidik anaknya.

Emosi yang diungkapkan melalui tokoh utama membuat novel ini memiliki kekuatan tersendiri untuk menyampaikan sisi lain kehidupan perempuan. Penelitian ini sama-sama menggunakan novel aku lupa bahwa aku perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Wiwik Sri Mulatsih berfokus pada emosi tokoh, sedangkan penelitian ini meneliti tentang nilai sosial pada novel.

c. Widayati Ulfa (2015) dengan penelitian berjudul Analisis Citra Tokoh Utama Dalam Novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus, ini berusaha mengungkap masalah citra perempuan yang berupa semua wujud gambaran mental dan tingkah laku yang diekspresikan oleh tokoh utama perempuan yang tidak lagi sesuai

dengan budaya dan norma yang berlaku pada lingkungannya. Wujud citra perempuan yang tidak lagi sesuai dengan penelitian ini adalah citra diri perempuan dalam aspek fisik, psikis, dan sosial budaya dalam kehidupan perempuan yang melatarbelakangi terbentuknya wujud citra perempuan. Pengkajian masalah ini akan memberikan kesadaran para perempuan dalam pengawasan citranya, perempuan sebagai individu harus memerankan perannya dengan baik sebagai individu, istri, dan perannya di sosial masyarakat. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori gender dan citra perempuan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif. Sumber datanya adalah novel yang berjudul Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan Karya Ihsan Abdul Quddus. Wujud data penelitian berupa kalimat-kalimat dan kutipan-kutipan dalam novel yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik tekstual (pustaka) dan penganalisisnya menggunakan teknik deskriptif (mendeskripsikan kalimat / kutipan yang berkaitan dengan citra perempuan). Berdasarkan hasil peneitian, dapat dilihat bahwa analisis citra dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni 1) Citra diri dalam aspek fisis, yakni perempuan dewasa yang memiliki keinginan untuk maju dan berkembang. Citra diri dalam aspek psikis, yakni perempuan yang cerdas, ambisius, obsesi, tegas, memiliki pemikiran yang modern, egois, konsisten dalam pendidikan dan karier, pandai berkalkulasi, ragu, khawatir, dan membutuhkan rasa cinta. 2) Citra sosial, yakni

perempuan yang ambisius, obsesi, egois, tidak melaksanakan tugas kerumahtanggaan dengan baik, pandai berkalkulasi, dan seorang netralis dalam menjalin hubungan dengan rekan-rekannya dalam politik dunia yang ia tekuni. Penelitian ini sama-sama menggunakan novel aku lupa bahwa aku perempuan. Widyawati Ulfa menganalisis citra tokoh utama sedangkan penelitian ini menganalisis nilai sosial yang terdapat pada novel.

Berdasarkan hasil penelitian relevan di atas, dapat kita lihat persamaan dan perbedaanya yaitu sama-sama menganalisis novel yang sama tetapi dengan penelitian yang berbeda. Penelitian yang saya lakukan yaitu nilai sosial yang terdapat dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus.

2. Sastra

a. Pengertian Sastra

Sastra adalah ungkapan ekspresi manusia berupa karya tulisan atau lisan berdasarkan pemikiran, pendapat, pengalaman, hingga keperasaan dalam bentuk yang imajinatif, cerminan kenyataan atau data asli yang dibalut dalam kemasan estetis melalui media bahasa.

Mengapa bentuknya dapat berupa imajinasi atau justru data real secara bersamaan? Karena terdapat jenis Sastra non-imajinatif atau non-fiksi. Kategori ini mengambil data real berupa berita atau sejarah, lalu mengemasnya dalam tulisan estetis agar lebih menggugah pembacanya.

Sementara itu, meskipun suatu karya tulisan adalah fiksi, ia tetap dapat mencerminkan kenyataan. Seperti pendapat Saryono (2009:

18) bahwa sastra mempunyai kemampuan untuk merekam pengalaman yang empiris-natural maupun pengalaman yang non empiris- supernatural.

Menurut beberapa ahli tentang pengertian sastra yaitu:

1) Esten ( 1998: 9) berpendapat bahwa sastra adalah pengungkapan dari fakta artistic dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia dan masyarakat umumnya, melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek positif terhadap kehidupan manusia.

2) Eagleton (2010: 4) sastra merupakan karya tulisan indah (belle letters) yang mencatatkan sesuatu dalam bentuk bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjangpendekan dan diputar balikkan, dijadikan ganjil atau cara penggubahan estetis lainnya melalui alat bahasa.

3) Semi (1988: 8) suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya (atau subjeknya) adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medium.

4) Sudjiman (1990: 68) sastra merupakan karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapanya.

5) Menurut Badrun (1983: 16), Kesusastraan adalah kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan symbol-simbol lain sebagai alat untuk menciptakan sesuatu yang bersifat imajinatif.

a. Jenis-jenis Sastra a) Puisi

Menurut Rimang (2012:31), puisi merupakan sebuah olahan pikiran seseorang, kehadiran puisi dalam menyampaikan pesan kepada orang lain untuk di beri makna sangat manjur. Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang di padatkan, dipersingkat, dan di beri irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif).

Menurut Badrun (1983:56) puisi terdiri dari 4 macam yaitu :

1) Puisi lama yaitu mantra, bidal, pantun, taliban, gurindam, karmina, teka-teki, syair, masnawi, rubai, nazam, dan gazal.

2) Puisi baru meliputi sonata, distichon, terzina, quatrain, quint, sextet, septima, stanza, atau octaaf.

3) Puisi bebas, dan 4) Puisi kontemporer.

b) Prosa

Bentuk dari prosa sendiri memiliki dua macam, yaitu roman dan novel. Roman adalah cerita yang mengisahkan seorang tokoh secara keseluruhan dari lahir sampai akhir hayatnya, sedangkan novel hanya mengisahkan sebagian kehidupan tokoh yang mengubah nasibnya.

Prosa dapat dikategorikan berdasarkan dua jenis, yaitu menurut bentuknya. Berdasarkan bentuknya, prosa dibedakan menjadi dua yaitu Prosa Lama dan Prosa Baru. Berikut jenis-jenis prosa berdasarkan bentuknya:

1) Prosa Lama

Prosa lama merupakan karya prosa lama yang berkembang dan hidup dalam masyarakat Indonesia terdahulu, yaitu masyarakat tradisional. Di Nusantara, prosa lama ini awalnya muncul sebagai salah satu sastra lisan. Prosa lama also sering diistilahkan dengan folklore atau cerita rakyat, yaitu cerita di kehidupan rakyat yang telah diwariskan dari generasi – generasi sebelumnya Beroperasi lisan. Jenis – jenis prosa lama yaitu:

a) Dongeng, yaitu cerita dari hasil khayalan atau petunjuk pengarang yang belum pernah terjadi sebelumnya.

b) Hikayat, yaitu cerita, baik sejarah ataupun cerita roman fiktif yang bertujuan untuk pelipur lara, membangkitkan semangat juang, atau pun sekedar meramaikan pesta.

c) Kisah, yaitu karya sastra lama berisi cerita mengenai perjalanan atau pelayaran dari suatu tempat ke tempat lainnya.

d) Sejarah/Tambo, yaitu kisah yang berkitan dengan peristiwa dan tokoh sejarah.

2) Prosa Baru

Prosa merupakan karya prosa yang berkembang setelah mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan asing. Beberapa jenis prosa baru, yaitu:

a. Cerita pendek / Cerpen

Cerita pendek yang biasa disingkat cerpen, dapat diartikan sebagai cerita yang berbentuk prosa pendek. Ukuran pendek yang bersifat relatif. Para sastrawan berpendapat bahwa parameter pendek dalam cerpen yaitu ketika karangan tersebut selesai dibaca dalam satu kali duduk, tidak lebih dari satu jam.

Ada juga sastrawan yang berpendapat bahwa ukuran pendek ini didasarkan pada keterbatasan – tidak pengembangnya.

Seperti garis besar, setting, alur, dll. Cerpen mempunyai efek tunggal dan tidak kompleks. Cerpen menceritakan sedikit pengalaman yang paling menarik dalam kehidupan tokoh / pelaku utama.

b. Novelet

Novelet merupakan jenis prosa modern yang kuantitas kuantitas ceritanya lebih panjang dari cerpen, namun lebih pendek dari novel. Jadi, panjangnya di antara novel dan cerpen. Jumlah halaman novelet sekitar 60 sd 100 halaman.

Unsur-unsur novel yang lebih luas dari cerpen seperti tokoh, alur, latar, dan unsur- unsur yang lain.

c. Novel

Kata “novel” merupakan kata sarapan dari bahasa Italia,

“novella”, yang artinya barang baru berukuran kecil. Pada mulanya, ditinjau dari segi panjang cerita, novella sama dengan cerita pendek dan novelet. Setelah Italia, novel kemudian berkembang di amerika dan inggris. Novel pada wilayah ini mulanya berkembang dari cerita berbentuk naratif non-fiksi, seperti biografi, surat, dan sejarah. Tetapi berkembangnya masyarakat dan waktu, novel tidak mengikuti hanya berupa data –data nonfiksi, pengarang dapat mengubah cerita dalam novel sesuai dengan keinginan dan kreaktifitas yang dikehendakinya.

d. Roman

Roman merupakan jenis prosa yang lebih dahulu ada sebelum novel. Romawi berasal dari jenis sastra romansa dan epik abad pertengahan. Jenis sastra ini berkisah tentang hal-hal yang bersifat romantis, penuh angan-angan, biasanya cerita roman memiliki tema percintaan dan kepahlawanan. Istilah roman dalam sastra Bahasa Indonesia mengacu pada cerita-cerita yang ditulis dalam bentuk bahasa roman (bahasa rakyat pada abad pertengahan) yang masuk pada sastra Indonesia melalui kesusastraan Belanda.

Tokoh kehidupan Roman atau pelakunya lebih lengkap dan detail. Biasanya diuraikan mulai dari awal hingga akhir (dari kecil hingga meninggal) dengan segala suka duka kehidupannya.

e. Riwayat

Riwayat lebih umum dikenal dengan biografi, yaitu karya prosa yang merupakan kisah nyata dari seluruh kisah / pengalaman hidup seseorang tokoh dari kecil hingga meninggalnya.

f. Kritik

Suatu pernyataan atau opini yang objektif untuk memberikan layanan tentang baik buruknya sebuah hasil karya.

g. Resensi

Karya prosa yang menguraikan sebuah pesanan tentang suatu karya dari banyak segi, sehingga sebuah karya tersebut patut atau tidaknya untuk dinikmati.

c) Drama

Drama adalah jenis sastra dalam bentuk puisi atau prosa yang bertujuan menggambarkan kehidupan lewat kelakuan dan dialog (cakapan) para tokoh. Lazimnya di rancang untuk pementasan panggung. Dalam buku Sumardjo drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya. Drama sebagai karya sastra

sebenarnya hanya bersifat sementara, sebab naskah drama ditulis sebagai dasar untuk dipentaskan. Dengan demikian, tujuan drama buanlah untuk di baca seperti orang membaca novel atau puisi. Drama yang sebenarnya adalah kalau naskah tadi telah di pentaskan. Tetapi bagaimanapun naskah, naskah tertulis drama selalu dimasukkan sebagai karya sastra.

d) Novel

Novel merupakan salah satu genre sastra di samping cerita pendek, puisi dan drama. Novel adalah cerita atau rekaan (fiction), disebut juga teks naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discourse). Fiksi berarti cerita rekaan (khayalan), yang merupakan cerita naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah (Abrams, 1981: 61), atau tidak terjadi sungguh-sungguh dalam dunia nyata. Pristiwa, tokoh, dan tempat yang ada dalam fiksi adalah peristiwa, tokoh, dan tempat yang imajinatif.

Melalui novel, pengarang menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan setelah menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia.

Istilah novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Nurgiyantoro, 2002:9). Menurut Ismiati (2013:71) menyatakan bahwa novel adalah suatu cerita prosa fiktif yang ditulis dan

memiliki panjang tertentu yang melukiskan tokoh, gerak, serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau.

Wicaksono(2014:82) mengemukakan bahwa fungsi novel antara lain sebagai berikut.

Pertama, fungsi rekreatif, yaitu novel dapat memberikan hiburan yang menyenangkan bagi membaca.

Kedua, fungsi didaktif, yaitu novel mampu mengarahkan atau mendidik pembaca karena di dalamnya terdapat nilai-nilai kebenaran dan kebenaran.

Ketiga fungsi estetis, artinya novel memiliki nilai keindahan kepada pembaca.

Keempat, fungsi moralitas, artinya novel mampu memberikan pengetahuan kepada pembaca sehingga mengetahui moral yang baik atau buruk.

Kelima, fungsi religius, artinya di dalam novel mengandung ajaran agama yang dapat diteladani para pembaca sastra. Fungsi novel yang telahdiuraikan di atas adalah salah salah satu bentuk umum saja.Abrams(dalam Nurgiyantoro, 2009:11) menyatakan bahwa novel mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur cerita yang membangun novel itu.

Menurut Wicaksono (2014:85) ciri-ciri novel, antara lain menceritakan sebagian kehidupan yang luar biasa, adanya konflik hingga terjadinya perubahan nasib, terdapat beberapa alur atau jalan cerita, terdapat beberapa kejadian yang mempengaruhi cerita, pelukisan tokoh, dan penokohan secara mendalam. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa novel memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut.

a. Perwatakan tokoh digambarkan secara mendetail dan memiliki alur yang sangat rumit serta latar yang lebih luas dan waktu yang lebih panjang dan lama sehingga unsur-unsur cerita dalam novel lebih kompleks. Pada hakikatnya tema itu merupakan suatu ide pokok.

b. Menurut Nurgiyantoro (2002:68) tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis menyangkut persamaan maupun perbedaan.

Sebuah tema disaring dari motof-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Ketiga hal atau unsur-unsur intrinsik yang lain, nantinya akan mendukung hadirnya sebuah tema di dalam cerita. Tema menjadi dasar pengembangan sebuah cerita, maka dari itu tema menjiwai seluruh cerita sehingga dapat dikatakan bahwa tema mempunyai generalisasi yang umum, luas, dan abstrak. Karya sastra yang mengandung tema sesungguhnya menafsirkan suatu penafsiran atau pemikiran tentang kehidupan. Dari sebuah karya sastra ada kalanya dapat diangkat suatu

ajaran moral, atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang itulah yang disebut amanat (Sudjiman, 1988:57).

c. Amanat adalah jalan keluar dari sebuah permasalahan di dalam cerita. Sejalan dengan itu, Wicaksono (2014:254) menyatakan bahwa amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca melalui tulisan-tulisannya, agar pembaca bisa menarik kesimpulan dari sesuatu yang telah dibacanya.

d. Latar di dalam sebuah karya sastra merupakan tempat peristiwa sebuah cerita itu berlangsung. Latar dapat diartikan sebagai waktu dan tempat berlangsungnya suatu peristiwa karena latar itu sekaligus merupakan lingkungan yang dapat berfungsi sebagai metonomia atau metafora untuk mengekspresikan para tokoh. Menurut Wicaksono (2014:209) latar adalah bagian cerita atau landasan tumpu yang menunjukkan waktu dan tempat terjadinya peristiwa serta lingkungan sosial untuk menghidupkan peritiwa di dalam sebuah cerita fiksi.

e. Tokoh adalah pelaku dalam sebuah cerita. Tokoh yang dijadikan pelaku dalam karya sastra hendaknya tokoh yang hidup. Maksudnya, tokoh hidup adalah tokoh yang berpribadi, berwatak dan memiliki sifat tertentu. Tokoh dalam cerita fiksi terdiri dari beberapa macam, yaitu Tokoh utama dan tokoh tambahan, tokoh protagonis dan tokoh antagonis, tokoh sederhana dan tokoh bulat, tokoh statis dan berkembang, dan tokoh tipikal dan tokoh netral.

f. Penokohan di dalam karya sastra adalah cara seorang pengarang untuk menampilkan para pelaku melalui sifat, sikap dan tingkah lakunya.

Menurut cara pengungkapannya, penokohan dapat dicapai dengan beberapa cara, yaitu teknik ekspositori (langsung), teknik dramatis (tidak langsung) dan teknik campuran (Nurgiyantoro, 2002:194).Dalam teknik ekspositori, pengarang mengisahkan secara langsung sifat-sifat, tabiat, latar belakang, pikiran dan perasaan tokoh. Berbeda dengan teknik ekspositori, teknik dramati diungkapkan melalui berbagai cara, antara lain melalui pengungkapan lingkungan hidup tokoh, dialog yang satu dengan yang lain, perbuatan tokoh dan lain-lain. Ketiga adalah teknik campuran, teknik campuran adalah pelukisan tokoh yang menggunakan kedua teknik sebelumnya. Misalnya penokohan dalam novel Laskar Pelangi, lebih dominan menggunakan teknik dramatis, yaitu pengarang mengisahkan perilaku, sifat, watak, dan sikapnya melalui perkataan dan perbuatanya di dalam cerita.

g. Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam pengisahan cerita karta sastra. Menurut Wicaksono (2014:234) sudut pandang disebut juga point of view, diartikan sebagai teknik yang digunakan pengarang untuk berperan di dalam cerita. Sudut pandang adalah cara seseorang memandang peristiwa yang ada dalam suatu cerita.Sudut pandang dalam sebuah cerita terdiri atas beberapa bagian. Pertama, sudut pandang orang pertama. Biasanya sudut pandang ini menggunakan kata ganti “aku” dalam ceritanya. Sudut pandang orang ketiga. Biasanya sudut pandang ini

menggunakan kata ganti ”dia” dalam ceritanya. Ketiga, sudut pandang orang ketida dan yang terakhir adalah sudut pandang campuran (Wicaksono, 2014:233-253).

h. Alur atau plot sebuah cerita adalah struktur naratif sebuah novel Menurut Nurgiyantoro (2002:113) menyatakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun kejadian tersebut hanya dihubungkan secara sebab akibat. Ada beberapa jenis alur, yaitu alur maju dan alur mundur (Rokhmansyah 2014:37). Alur maju adalah alur yang terdapat sebuah cerita yang peristiwanya susul menyusul secara temporal, biasanya alur ini merangkak dari pendahuluan sampai penyelesaian. Alur mundur adalah alur yang adalah alur yang dimulai dari tahap akhir kemudian baru menceritakan awal mula kejadian cerita. Alur biasanya memiliki tiga bagian penting, yaitu peristiwa, konflik, dan klimaks.

e) Sosiologi Sastra

Semua fakta sastra menyiratkan adanya penulis, buku, dan pembaca atau secara umum dapat dikatakan pencipta, karya dan publik.

Setiap fakta sastra merupakan bagian suatu sirkuit (Escarpit, 2005: 3).

Sosiologi merupakan ilmu yang mengkaji segala aspek kehidupan sosial manusia (Kasnadi&Sutejo, 2010: 56).

Sosiologi sastra merupakan suatu pendekatan yang memperhitungkan nilai penting berhubungan antara sastra dan masyarakat.

Sastra dan masyarakat dikatakan mempunyai suatu hubungan, hal tersebut berdasarkan pada: (1). Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk

dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan orang banyak, (2). Pengarang merupakan anggota suatu masyarakat yang terikat oleh status sosial tertentu, (3). Bahasa yang digunakan dalam karya sastra adalah bahasa yang ada dalam suatu masyarakat, jadi bahasa itu merupakan ciptaan sosial, (4). Karya sastra mengungkapkan hal-hal yang dipikirkan oleh pengarang dan pikiran-pikiran itu pantulan hubungan seseorang sebagai pengarang dengan orang lain atau masyarakat (dalam Yudiono KS, 2000:

3).

Pendekatan sosiologi sastra ada tiga komponen pokok menurut pendapat Waren dan Wellek (1990):

a. Sosiologi pengarang, yang mempermasalahkan status sosial, ideology sosial, jenis kelamin pengarang, umur, profesi, agama atau keyakinan pengarang, dll yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra.

b. Sosiologi karya sastra, yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri, yaitu karya sastra dan tujuan karya sastra dan hal-hal yang tersirat dalam karya sastra dan yang berkaitan dengan masalah sosial.

c. Sosiologi pembaca, mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra terhadap masyarakatnya. (dalam Kasnadi & Sutejo, 2010:

59).

Sosiologi sastra merupakan suatu pendekatan yang bergerak dan melihat faktor sosial yang menghasilkan karya sastra pada suatu masa tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa faktor sosial sebagai mayornya dan sastra sebagai minornya. Pengertian lain mengatakan bahwa sosiologi

sastra bergerak dari faktor-faktor sosial yang terdapat di dalam karya sastra dan selanjutnya dipakai untuk memahami fenomena sosial yang ada di luar teks sastra. Dari kedua pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sosiologi sastra merupakan suatu disiplin yang memandang teks sastra sebagai pencerminan dari realitas sosial (Sangidu,2004: 27-28).

4. Nilai Sosial

Nilai sosial merupakan kadar relasi positif antara suatu hal

Nilai sosial merupakan kadar relasi positif antara suatu hal

Dokumen terkait