• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

D. Manfaat

1. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi PT. Sari Husada Unit 1 Yogyakarta mengenai sistem implementasi, kebijakan, pengendalian tentang penggunaan scaffolding dan juga cara pemasangan, perawatan dan pembongkaran scaffolding.

2. Bagi Mahasiswa

Dapat menambah wawasan guna mengenal, mengetahui dan memahami tentang jenis scaffolding yang di pakai di PT. Sari Husada Unit 1 Yogyakarta beserta cara pemasangan, perawatan dan pembongkaran scaffolding.

3. Bagi Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja

Dapat menambah referensi kepustakaan dan memberikan pengetahuan wacana terkait materi informasi mengenai scaffolding beserta cara pemasangan,perawatan dan pembongkaran scaffolding dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembekalan pengetahuan yang selama ini belum ada di bangku perkuliahan.

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Bekerja di Ketinggian

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per. /Men/2011 tentang Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bekerja pada Ketinggian, bekerja pada ketinggian adalah bekerja pada suatu tempat yang memiliki potensi pekerja terjatuh karena perbedaan ketinggian yang dapat menyebabkan cidera atau kematian. Tempat tersebut dapat berada di atas atau di bawah suatu level dasar atau pekerja untuk naik mau pun turun mendapatkan

“jalan-masuk-ke” (access to) atau “jalan-keluar-dari” (egress from) suatu tempat ketika bekerja, dengan tidak menggunakan tangga-jalan (staircase) yang ada pada bangunan permanen.

Bekerja pada ketinggian (working at height) mempunyai potensi bahaya yang besar. Ada berbagai macam metode kerja di ketinggian seperti menggunakan perancah (scaffolding) tangga, gondola dan sistem akses tali (Rope Access Systems). Masing–masing metode kerja memiliki kelebihan dan kekurangan serta risiko yang berbeda–beda. Oleh karenanya pengurus atau pun manajemen perlu mempertimbangkan pemakaian metode dengan memperhatikan aspek efektifitas dan risiko

baik yang bersifat financial dan non financial. Aspek risiko akan bahaya keselamatan dan kesehatan kerja harus menjadi perhatian utama semua pihak di tempat kerja. Hal ini selain untuk memberikan jaminan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja, juga sangat terkait dengan keselamatan asset produksi (Prosafe Global Energy, 2012).

2. Perancah (Scaffolding) a. Definisi

Dalam setiap pembangunan terutama pada bidang konstruksi, pastilah dibutuhkan suatu alat guna memperlancar dan bagi keselamatan setiap pekerja agar keselamatan lebih terjamin maka di perusahaan membutuhkan alat yang bisa digunakan bekerja di ketinggian dan mampu menjamin keselamatan para pekerjanya.

Untuk itu digunakan alat yang dinamakan scaffolding (Sari Husada, 2012).

Menurut Permenakertrans No. Per. 01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bangunan, Perancah (scaffolding) ialah bangunan peralatan (platform) yang dibuat untuk sementara dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-bahan serta alat-alat pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan termasuk pekerjaan pemeliharaan dan pembongkaran.

Menurut Tarwaka (2008), analisis pencegahan dan pengendalian bahaya mengikuti daripada hirarki pengendalian (Hirarcy Of Control), yaitu :

1) Eliminasi

Eliminasi adalah suatu upaya yang digunakan untuk menghilangkan metode, bahan, ataupun proses yang berbahaya yang ada secara keseluruhan. Eliminasi adalah cara pengendalian risiko yang paling baik karena risiko terjadinya kecelakaan dan sakit akibat potensi bahaya ditiadakan.

2) Substitusi

Substitusi merupakan upaya untuk mengganti bahan, material atau proses yang mempunyai potensi risiko tinggi dengan bahan, material atau proses yang mempunyai potensi risikonya rendah yang lebih aman.

3) Rekayasa Teknik (Engineering Revision)

Pengendalian atau rekayasa teknik termasuk merubah struktur objek kerja untuk mencegah seseorang terpapar pada potensi bahaya, seperti pemberian pengaman mesin, penutup ban berjalan, pembuatan struktur pondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian peredam suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan tinggi atau membuat / menciptakan desain baru.

4) Isolasi

Isolasi merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah bahaya dengan cara memisahkan bahaya dari manusia agar tidak terjadi kontak langsung, dapat dilakukan dengan pemberian pagar atau ruangan sendiri.

5) Pengendalian Administratif

Pengendalian Administratif dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. Pengendalian adminstratif dapat berhasil atau tidaknya tergantung dari perilaku tenaga kerja itu sendiri dan juga memerlukan pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya pengendalian adminstratif ini.

6) Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan suatu upaya yang dilakukan jika bahaya-bahaya yang ada tidak dapat dikendalikan secara teknis. Alat pelindung diri merupakan alternatif terakhir. Penggunaan alat pelindung diri disesuaikan dengan sumber bahaya yang terdapat pada lingkungan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi keparahan akibat bahaya yang ditimbulkan. Penggunaan alat pelindung diri merupakan alternative terakhir, karena mempunyai kelemahan antara lain : a) Alat Pelindung Diri (APD) tidak menghilangkan risiko

bahaya yang ada, tetapi hanya membatasi antara

terpaparnya tubuh dengan potensi bahaya yang diterima.

Bila penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) gagal, maka secara otomatis bahaya yang ada akan mengenai tubuh tenaga kerja.

b) Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dirasakan tidak nyaman, karena kekurangleluasaan gerak pada waktu kerja dan dirasakan ada beban tambahan karena harus dipakai selama bekerja.

b. Jenis – jenis scaffolding

Menurut Sari Husada (2012) ada banyak jenis scaffolding yang saat ini banyak digunakan pada pekerjaan konstruksi bangunan, antara lain :

1) Modular scaffold

Adalah scaffolding yang seluruh perlengkapannya dibuat melalui pabrikasi termasuk rangka yang menyilang.

2) Frame scaffold

Rangka scaffolding yang dibuat secara pabrikasi termasuk rangka menyilang dan perlengkapannya.

3) Independent scaffold

Scaffolding yang dilengkapi dengan tiang sebanyak dua atau lebih dihubungkan satu dengan yang lain secara melintang dan membujur.

4) Hanging scaffold

Scaffolding Independent yang digantunghkan pada salah satu struktur tetap dan tidak dapat diangkat dan diturunkan.

5) Mobile scaffold

Scaffolding yang berdiri sendiri dan dapat berpindah dan dilengkapi roda pada bagian bawah tiang.

6) Single pole scaffold

Scaffolding terdiri dari tiang satu deret yang disambung dengan ledger, putlog diikat pada ledger dan diperkuat pada salah satu dinding struktur tetap atau bangunan.

7) Tube scaffold

Scaffolding yang mempergunakan pipa sebagai tiang, rangka menyilang, pengikat dan lain-lain, yang disambung dengan klamp.

8) Scaffolding Over

Scaffolding yang dipasang disuatu ketinggian tertentu pada bagian luar suatu bangunan yang sifatnya dibangun ke atas atau ke bawah yang berdiri sendiri dengan bantuan batang penopang.

a) Spur scaffold

Scaffolding yang tidak dipasang dari landasan namun dimulai dari suatu ketinggian yang berada pada bagian luar dari bangunan yang dibantu oleh batang penopang dari bawah.

b) Cantilever scaffold

Scaffolding yang ditopang oleh struktur (cantilever), dengan prinsip kerja seperti tuas.

c) Drop scaffold

Scaffolding yang dibuat karena tidak memungkinkan membangun scaffolding jenis yang lain. Dirancang sebagai jenis scaffolding beban sedang yang dilengkapi 3 lift yang terpasang ke bawah.

c. Komponen – komponen dari scaffolding

Menurut Alkon (1997) dalam struktur pendirian scaffold ada banyak macam bagian-bagian yang tidak dipisahkan dari scaffold, komponen-komponen tersebut antara lain :

1) Tiang vertikal (standart)

Merupakan tiang utama dari konstruksi scaffolding. Tiang vertikal harus berdiri dengan dilandasi/ di atas Base plates atau Jack Base pada dasar yang tidak rata, pipa harus lurus dengan ukuran medium (22mm x 1 ½ x 6m)

2) Ledger (Gelegar memanjang)

Ledger berfungsi sebagai pengikat antara tiang vertikal dan untuk membentuk lift pada perancah dan sebagai tumpuan transom, antara standart dan ledger harus diikat dengan clamp mati (right angle coupler). Jarak standart dengan ledger 1,60 m.

3) Transom (Gelegar melintang)

Transom terpasang di atas ledger gunanya untuk penumpu platform/ pelataran kerja. Jarak standart dari transom adalah 3,4 feet (1m) pada ketebalan papan 38 mm, tidak diperbolehkan memasang transom di bawah ledger, dan harus menggunakan clamp mati (right angle coupler).

4) Bracing (pipa silang)

Adalah pipa silang yang harus disediakan pada setiap konstruksi perancah, yang berfungsi sebagai penguat / membuat kekakuan pada konstruksi perancah. Harus diikat dengan clamp hidup (Swivel Coupler).

5) Guardrail / Handrail (palang pengaman)

Handrail dipasang di atas midrail dan harus diikat dengan clamp mati (Right angle coupler), berfungsi sebagai palang pengaman agar orang tidak jatuh saat berada di atas pelataran.

6) Midrail (palang tengah)

Midrail terpasang pada guardrail post di bawah Handrail dan di atas toe board, fungsinya adalah untuk menjaga agar orang tidak jatuh pada saat berada di bawah handrail.

7) Toe board (papan kaki)

Toe Board ditempatkan di atas platform atau pelataran kerja di bawah midrail, minimum ketinggian toe board adalah 15 cm dari lantai kerja. Fungsinya adalah untuk menjaga agar peralatan atau

material yang berada di atas platform tidak jatuh apabila tidak sengaja tertendang.

8) Timber Sole / Sole plate (papan alas)

Timber sole ditempatkan di bawah dari tiang vertikal, di bawah base plates atau jack base. Fungsinya adalah untuk menahan agar tiang vertikal tidak ambles pada permukaan yang lembek, dan juga berfungsi untuk menyalurkan beban pada tiang vertikal, tersebar merata kelandasan yang lebih luas.

9) Base Plates (plat dasar)

Base plates dipasang di atas timber sole dan di bawah sebagai alas tiang vertikal. Fungsinya adalah untuk menjaga kerusakan pada ujung tiang vertikal dan menjaga agar tiang vertikal tidak bergeser dan dipakukan ke timber sole.

10) Jack Base (plat dasar yang bisa diajas)

Jack Base digunakan untuk landasan tiang vertikal apabila dasar dari perancah / scaffolding tidak rata, karena jack base bisa diajas untuk menaikkan dan menurunkan tiang vertikal.

11) Swivel Coupler (clamp hidup)

Swivel Coupler hanya digunakan untuk mengikat pipa silang atau menyambung pipa, tidak diperbolehkan untuk mengikat pipa horizontal dengan pipa vertikal.

12) Right Angle Coupler (clamp mati)

Right Angel Coupler hanya digunakan untuk mengikat pipa horizontal dengan pipa vertikal, tidak diperbolehkan untuk mengikat pipa silang.

13) Joint Pin (penyambung)

Joint Pin digunakan sebagai penyambung antara ujung pipa.

d. Penggunaan Scaffolding

Scaffolding dibuat dan digunakan sebagai alat untuk menjaga agar orang yang bekerja dan material-material / barang-barang yang berada di atas ketinggian tidak jatuh dan juga untuk mempermudah pekerjaan yang khususnya berada di atas ketinggian. Bisa juga digunakan sebagai penyangga suatu bangunan yang belum selesai (Sari Husada, 2012).

Menurut Alkon (1997) hal-hal terpenting yang harus dilakukan dalam penggunaan scaffolding / perancah, adalah :

1) Distribusi gaya muatan untuk perancah harus merata, untuk mencegah bahaya dan menjaga keseimbangan.

2) Dalam penggunaan perancah, harus dijaga bahwa beban / gaya muatan tidak boleh melebihi kapasitas yang ditentukan (over loaded).

3) Perancah tidak boleh dipakai untuk menyimpan bahan-bahan (material) kecuali bahan-bahan yang akan segera dipakai / dipasang.

4) Karyawan tidak boleh bekerja di dekat bangunan perancah sewaktu angin kecang.

5) Kejutan gaya yang besar tidak boleh dibebankan kepada perancah / scaffolding.

e. Menurut Sari Husada (2012) Rancang Bangun Scaffolding 1) Prinsip-prinsip umum

Rancang bangun scaffolding harus disesuaikan dengan : a) Kekuatan, stabilitas, dan kekokohan rangka penguat.

b) Penanganan pekerjaan secara normal dengan menggunakan scaffolding.

c) Keselamatan kerja personel dalam melaksanakan pekerjaan : (1) Pemasangan, perubahan dan pembongkaran scaffolding.

(2) Penggunaan scaffolding.

(3) Hal yang berkaitan dengan pekerjaan scaffolding.

2) Beban rancang bangun / desain, yaitu :

Australia Standart 1576-1 (1984) mengenalkan 3 (tiga) elemen beban dengan melibatkan perhitungan beban desain, yaitu :

a) Beban Mati ( Dead Loads)

Beban ini adalah berat scaffolding dan perlengkapannya, seperti :

Landasan / dek, pengaman tepi landasan, tali gantungan, pegangan tangan, tangga, jala pengaman, tali berjalan, komponen pengikat / kunci, hoist, kabel-kabel listrik dan lain-lain yang terkait.

b) Beban Tambahan ( Environmental Loads )

Beban yang timbul akibat pengaruh dari luar terhadap scaffolding, yaitu : kekencangan angin, beban hujan, beban salju dan lain-lain.

Dalam prakteknya beban tambahan ini dapat diperhitungkan seorang praktisi yang telah memiliki pengalaman yang luas.

c) Beban Hidup ( Live Loads )

Beban hidup yang dimaksudkan dalam penggunaan scaffolding adalah :

(1) Berat pelaksana / pekerja yang tidak boleh lebih dari 80kg setiap orang.

(2) Berat barang / material dan komponen yang diperlukan.

(3) Berat perkakas dan peralatan yang digunakan oleh pekerja.

(4) Berat beban tumbukan / benturan.

Adapun kategori berat beban hidup yang dapat ditanggung oleh scaffolding sesuai dengan schedule 6 AS 1575-1 (Australia Standart, 1984) adalah sebagai berikut :

(1) Scaffolding penggunaan ringan (Light duty) dengan beban maksimum 225 kg/bay.

(2) Scaffolding penggunaan sedang (medium duty) dengan beban maksimum 450kg/bay.

(3) Scaffolding penggunaan berat (heavy duty) dengan beban maksimum 675kg/bay.

3. Menurut Sari Husada (2012) potensi bahaya yang timbul pada saat bekerja di atas scaffolding yaitu :

a. Bahaya Terjatuh

Bahaya terjatuh bisa terjadi : 1) Saat memanjat scaffolding

2) Bekerja di platform scaffolding yang tidak berpagar.

3) Saat platform scaffolding terjatuh.

Jika pekerja bisa terjatuh dari ketinggian lebih dari 2 meter di scaffolding, lindungi mereka dengan menggunakan :

1) Guardrails dan

2) Sistem Fall Arrest Pribadi (SFAP)

Pekerja yang bekerja di scaffolding menghadapi risiko-risiko sebagai berikut :

a) Terjatuh dari ketinggian karena terpeleset, akses tidak aman, penutup papan yang tidak baik, dan ketiadaan perlindungan fall protection.

b) Terkena barang jatuh seperti peralatan dan perkakas.

c) Tersengat listrik dari power lines di atas kepala.

d) Scaffolding terjatuh karena tidak stabil dan melebihi beban yang diperbolehkan.

e) Berdekatan dengan sumber lain yang membahayakan.

f) Cuaca.

b. Barang Jatuh dari Ketinggian 1) Memakai helm

2) Barricade area si bawah scaffolding untuk menghindari orang lain masuk ke area kerja.

3) Papan atau jarring harus digunakan jika material yang disusun lebih tinggi dari toe-board.

4) Gunakan langit-langit atau jaring di bawah scaffolding yang bisa menahan atau mengamankan jika benda terjatuh dari ketinggian.

5) Pasang Catch Platforms.

c. Instalasi Listrik yang Tergantung

1) Kemingkinan untuk kesetrum harus dipertimbangkan jika bekerja berdekatan dengan instalasi listrik yang tergantung.

2) Periksa instalasi listrik bawah tanah dan tergantung sebelum membangun scaffolding.

3) Periksa semua instalasi bawah tanah.

4) Ketinggian harus 4,0 m atau 1,5 m dimana hanya material yang tidak bisa mengalirkan listrik seperti kayu dapat digunakan.

5) Jika kabel tidak bisa de-energised, harus dibalut dengan pembalut sepanjang scaffolding tambah 5,0 m lebih ke ujung kabel.

6) Harus lebih hati-hati jika cuaca lembab dan kondisi basah.

d. Scaffolding terjatuh

1) Pastikan scaffolding dibangun pada pelat dasar dan base plates, sole boards, dan lain-lain digunakan dengan benar.

2) Pastikan scaffolding diikat pada struktur dan mengait.

3) Mitigate against vehicle impact.

e. Cuaca

Scaffolding harus diperiksa setelah ada perubahan cuaca seperti : 1) Angin yang kencang

2) Hujan (periksa kemungkinan subsidence, erosi atau ponding di bawah pelat dasar.

3) Sheeted scaffolding akan menahan beban yang berat jika dihujani atau waktu angin yang kencang dan karena ini scaffolding harus dirancang oleh insinyur struktural.

4. Prosedur Keselamatan Kerja Scaffolding

Menurut Sari Husada (2012) prosedur-prosedur yang harus dilakukan guna menghindari adanya bahaya kecelakaan pada scaffolding harus dilaksanakan dengan semestinya, dan ditaati bagi setiap orang yang bekerja dengan menggunakan scaffolding, ataupun bagi scaffolder itu sendiri.

Agar proses pendirian dan pemakaian scaffolding aman dan tidak mengalami kecelakaan pada pekerja yang bekerja pada / di atas scaffolding, maka prosedur keselamatan kerja scaffolding harus

5. Pemasangan, Perawatan dan Pembongkaran Scaffolding

Proses pemasangan, perawatan dan pembongkaran scaffolding diperhatikan cara-cara atau prosedur pelaksanaan yang harus dijalankan seorang scaffolder (Sari Husada, 2012).

a. Pemasangan scaffolding

1) Sebelum memulai pendirian scaffolding pertama kali diperhatikan adalah kondisi dasar (ground), pastikan tidak longsor / tenggelam apabila kondisi dasar adalah tanah, apabila dasar konkret beton periksa ketebalannya.

2) Periksa semua kondisi material (pipa, clamp, papan, coupler dll) sebelum dibawa ke lapangan. Material kontrol juga ikut bertanggung jawab di dalam pemeriksaan kondisi material.

3) Sebelum mulai mendirikan scaffolding, pastikan kondisi sekitarnya aman, tidak ada kabel power di atasnya, tidak terlalu dekat dengan lobang-lobang galian, tidak ada pekerjaan-pekerjaan pengangkatan di sekitarnya (lifting) di sekitar lokasi pemasangan scaffolding.

4) Petugas keselamatan kerja/ safety bekerja sama dengan supervisor sebelumnya memberikan pengarahan-pengarahan tentang peraturan-peraturan dan cara-cara kerja yang aman juga memeriksa semua peralatan keselamatan kerja setiap scaffolder.

5) Lokasi sekitar pendirian scaffolding harus dibarricade dan tempatkan papan pemberitahuan (notice board).

6) Semua kunci-kunci scaffolding harus diberi tali pengaman.

7) Tidak dibenarkan melempar ke atas semua material scaffolding, di dalam pemasangannya harus menggunakan tambang untuk menurunkan dan menaikkan material.

Cara pemasangan scaffolding tergantung dari tempat dimana akan dibuat scaffolding tersebut. Cara di atas adalah untuk scaffolding yang standar (tiang utama) bertumpu pada tanah, misal independent scaffolding. Untuk scaffolding yang digantung atau di atas bangunan konstruksi, misal hanging scaffolding yang harus dilakukan adalah membuat penahan atau pengikat dulu dengan struktur konstruksi. Komponen dari scaffolding yang bisa digunakan sebagai pengikat bisa dari handrail, transom, ledger tergantung dari posisi scaffolding dengan bangunan induk.

b. Perawatan scaffolding

Perawatan scaffolding mutlak diperlukan guna menjaga kondisi scaffolding agar tidak mengalami kerusakan dan senantiasa dapat dipakai dalam kondisi aman. Perawatan scaffolding sebelum digunakan :

1) Scaffolding sebelumnya harus diperiksa oleh petugas yang berwenang/ ahli untuk memastikan scaffolding sudah layak pakai atau belum.

2) Scaffolding harus diperiksa ulang seminggu sekali atau sesudah angin kencang/ cuaca buruk. Agar dapat diketahui lebih dini jika mengalami kerusakan.

3) Scaffolding harus diperiksa pemakai setiap harinya untuk memastikan kondisi lantai kerja tetap terikat dan tidak lepas atau hilang.

4) Scaffolding yang sudah layak pakai harus dilengkapi dengan scaffold tag yang berwarna hijau (green tag) yang berarti aman untuk digunakan.

5) Scaffolding yang belum siap pakai harus dilengkapi dengan red tag yang berarti tidak aman untuk digunakan.

6) Scaffolding harus dilengkapi dengan papan pemberitahuan keselamatan.

7) Semua material scaffolding harus diberi tanda (dicat) untuk mempermudah pengawasan dan pencarian apabila hilang.

c. Pembongkaran scaffolding

Melakukan pembongkaran scaffolding tidak boleh asal melepas bagian-bagian scaffolding yang terpasang, karena bila dilakukan pembongkaran tanpa/ tidak sesuai dengan ketentuan maka dapat terjadi kecelakaan. Yang perlu dilakukan :

1) Sebelum memulai pembongkaran scaffolding lokasi sekitar pembongkaran harus diberi barricade dan papan-papan pemberitahuan.

2) Pembongkaran scaffolding harus dilakukan oleh orang yang memasangnya, dan harus dimulai dari atas.

3) Jangan sekali-kali membongkar scaffolding dimulai dari bawah atau tengah dari konstruksi scaffolding.

4) Scaffolding tidak boleh dibongkar salah satu dari konstruksinya, kecuali bila masih tetap menjamin keselamatan pemakainya, atau atas ijin dari pengawas yang berwenang.

5) Dalam menurunkan material scaffolding pada pembongkarannya harus menggunakan tambang satu persatu diturunkan.

6) Tidak dibenarkan melemparkan ke bawah semua material scaffolding pada pembongkarannya.

Semua material yang telah dibongkar harus disusun rapi tidak boleh dibiarkan berserakan.

6. Pelaksanaan Pekerjaan

Bekerja di ketinggian menggunakan scaffolding perlu diperhatikan keselamatan kerjanya. Apabila pekerjaan dilakukan secara aman dan sesuai dengan prosedur kerja dalam penggunaan scaffolding, maka tenaga kerja akan aman, terlindungi keselamatan kerjanya.

7. Syarat-syarat Scaffolder

Menurut Alkon (1997) scaffolder adalah seorang yang telah memiliki sertifikasi scaffolding, dan diijinkan untuk mendirikan scaffolding.

Seorang scaffolder harus memiliki persyaratan fisik yang sehat, mental

melaksanakan pekerjaannya tidak mudah grogi / gugup apabila berada di atas ketinggian dan tidak ceroboh.

a. Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh scaffolder, adalah : 1) Fisik

a) Memiliki kesehatan normal, yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter.

b) Tidak memiliki cacat fisik dan batin.

c) Dapat membedakan warna / penglihatan jelas (tidak buta warna).

d) Tidak penggugup dan ceroboh.

e) Mempunyai pendengaran yang baik.

2) Mental

a) Tidak mempunyai cacat jiwa.

b) Dapat membaca dan menulis.

c) Mempunyai persepsi yang baik.

d) Tidak mudah grogi (gugup) ketika berada di ketinggian.

e) Dapat berkonsentrasi dengan baik.

f) Sudah terbiasa di atas ketinggian.

g) Dapat bekerja sama dengan orang lain.

h) Mempunyai jiwa kepemimpinan yang tegas.

3) Sikap

a) Dapat mengontrol emosi.

b) Sabar dan tenang dalam kondisi apapun.

c) Tidak ceroboh dan mempunyai perhitungan.

d) Disiplin, rajin dan bertanggung jawab.

4) Akhlak

a) Berbudi pekerti, akhlah yang baik b) Panutan bagi rekan yang lain.

Dalam Occupational, Health, Safety & Welfare Regulation, pada : 1) Regulation 1003, Sertifikat kompetensi merupakan pegangan di

dalam melakukan pekerjaan scaffolding.

2) Regulation 1004, personil yang tidak memiliki sertifikat dapat melakukan pekerjaan scaffolding di bawah pengawasan seorang scaffolder bersertifikat, yang bersangkutan tidak boleh mengawasi personil yang tidak bersertifikat lebih dari 4 (empat) orang.

Perlengkapan seorang scaffolder : 1) Tagging scaffolding

2) Kunci scaffolding (rachet wrench) 3) Full body harness

4) Meteran

5) Level meter / water pas untuk menstabilkan scaffolding.

6) Tang

b. Tugas dari seorang scaffolder

Menurut Sari Husada (2012) seorang scaffolder memiliki tugas-tugas di lapangan yang harus dilaksanakan guna menghindari kecelakaan yang timbul dari scaffolding.

Tugas tersebut antara lain :

1) Memeriksa bahan atau material scaffolding dari kerusakan atau cacat yang tidak layak untuk digunakan.

2) Memeriksa kelengkapan peralatan scaffolding, alat-alat pengaman seperti : sabuk pengaman, jaring pengaman, dll 3) Melaksanakan metode dan prosedur kerja yang aman tenaga

kerja yang menggunakan scaffolding yang dibuat oleh ahli scaffolding (scaffolder).

4) Membantu memberikan pengarahan kepaada pekerja untuk menggunakan wajib kerja yang efisien, ruang lingkup dan menerapkan prosedur kerja yang telah ditetapkan khususnya untuk pekerjaan dengan menggunakan scaffolding.

5) Merawat scaffolding dan bagian-bagiannya agar tetap dapat dipakai, operator perancah hanya melaksanakan pemasangan, perawatan dan pembongkaran berdasarkan rancangan atau desain yang dibuat oleh pengawas / ahli di bidang scaffolding.

c. Kewajiban seorang scaffolder

Menurut Sari Husada (2012) hal-hal yang menjadi kewajiban seorang scaffolder didalam menjalankan tugasnya adalah :

1) Dilarang meninggalkan area selama scaffolding digunakan oleh pekerja.

2) Melakukan pemeriksaan dan pengamatan terhadap kondisi / kemampuan dukung serta merawat bagian-bagiab scaffolding seperti : standart, ledger, transom, base plate, plank dan join

2) Melakukan pemeriksaan dan pengamatan terhadap kondisi / kemampuan dukung serta merawat bagian-bagiab scaffolding seperti : standart, ledger, transom, base plate, plank dan join

Dokumen terkait