• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kerangka Pemikiran

Bekerja di Ketinggian

Scaffolding

Pelaksanaan Pekerjaan Prosedur / SOP

Perawatan

Pemasangan Pembongkaran

Sesuai dengan Prosedur Kerja Scaffolding

Aman

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

commit to user 30 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu memberikan gambaran secara jelas yang terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya sehingga hanya merupakan penyingkapan suatu fakta dan data yang diperoleh digunakan sebagai bahan penulisan laporan (Sari Husada, 2012).

Dalam laporan ini, penulis memaparkan hasil peninjauan, pengamatan dan penelitian terhadap penggunaan scaffolding dan cara pemasangan, perawatan dan pembongkaran scaffolding di PT. Sari Husada Unit 1 Yogyakarta.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi perusahaan tempat penulis melaksanakan kegiatan magang di PT.

Sari Husada Unit 1 Yogyakarta yang beralamatkan di Jalan Kusumanegara 173 Yogyakarta, telp (0274) 512990.

C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian

Objek penelitian ini adalah penggunaan scaffolding dan cara pemasangan, perawatan dan pembongkaran scaffolding di PT. Sari Husada Unit 1

Yogyakarta. Kegiatan yang dilakukan meliputi Safety talk, Review JSA, mengisi working permit.

D. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian berasal dari : 1. Data Primer

Mengadakan observasi langsung ke lapangan dan dengan melakukan peninjauan, pemeriksaan, dan pengujian terhadap penggunaan scaffolding dan cara pemasangan, perawatan dan pembongkaran scaffolding.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data pemeriksaan sebelumnya, dan digunakan sebagai data pendukung dalam penulisan laporan.

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi Lapangan

Observasi yang dilakukan adalah dengan melakukan pengamatan langsung terhadap penggunaan scaffolding di PT. Sari Husada Unit 1 Yogyakarta.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab dengan pembimbing lapangan serta pekerja yang menggunakan scaffolding.

3. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan cara mempelajari dokumen-dokumen dan catatan-catatan serta literatur-literatur yang ada di perusahaan yang berhubungan dengan masalah penggunaan scaffolding dan juga cara pemasangan, perawatan dan pembongkaran scaffolding.

F. Pelaksanaan

Pelaksanaan magang efektif dilaksanakan selama 1(satu) bulan. Magang dimulai sejak tanggal 5 Maret sampai dengan tanggal 4 April 2012.

Tahap pelaksanaan kegiatan magang di PT. Sari Husada Unit 1 Yogyakarta meliputi :

1. Induksi oleh safety coordinator, sebelum dimulai kegiatan magang.

2. Orientasi lapangan di perusahaan tempat penulis melaksanakan magang.

3. Pengumpulan materi dan informasi tentang perusahaan dari pembimbing perusahaan maupun dari orang-orang yang berkompeten di bidangnya.

4. Wawancara dengan supervisor atau orang yang menangani bidang tertentu.

5. Pengamatan secara langsung yang didampingi oleh pembimbing lapangan (safety inspector).

6. Pengumpulan materi berdasarkan dokumen referensi yang diberikan oleh pembimbing perusahaan

G. Analisis Data

Data yang diperoleh akan dimasukkan dan disusun ke dalam hasil penelitian. Kemudian akan dibahas dengan cara membandingkan hasil dengan beberapa peraturan perundangan yang terkait, antara lain :

1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi.

2. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

3. Occupational Health Safety & Welfare ACT 1984 (the ACT).

4. Occupational Health Safety & Welfare Regulation (Standart Australia).

commit to user 34 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

PT. Sari Husada Unit 1 Yogyakarta menggunakan scaffolding sebagai alat bantu berupa rangka sementara yang dipasang khusus untuk mendukung pekerjaan di atas ketinggian seperti pekerjaan untuk pengelasan, isolasi, pengecatan, menggerinda, dan jenis pekerjaan lainnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di PT. Sari Husada Unit 1 Yogyakarta didapat hasil sebagai berikut :

1. Sistem Pengendalian Risiko Scaffolding

Analisis pencegahan dan pengendalian risiko mengikuti teori hirarki pengendalian (Hirarcy of Control), yaitu :

a. Eliminasi b. Substitusi

c. Rekayasa Teknik (Engineering Revision) d. Isolasi

e. Pengendalian Administratif f. Alat Pelindung Diri (APD)

2. Prosedur Bekerja di Ketinggian a. Sebelum Bekerja di Ketinggian

1) Melakukan identifikasi dan penilaian terhadap potensi risiko dan bahaya (HIRAC) jatuh di tempat kerja termasuk ketinggian di atas 2 meter.

2) Bahaya jatuh meliputi bahaya : a) Bahaya pekerja jatuh b) Bahaya obyek jatuh

c) Bahaya bekerja di atas atau di bawah pekerja lain

d) Bahaya bekerja di area yang memiliki struktur pijakan pada suatu alat dari atau di alat tersebut.

3) Melakukan peninjauan dan penilaian ulang kembali terhadap suatu perubahan dari aktivitas tersebut termasuk pengendalian operasionalnya.

4) Karyawan yang bekerja di ketinggian harus tersedia APD (Alat Pelindung Diri) yang sesuai dan memadai untuk menghindari dari bahaya jatuh dan kejatuhan benda.

5) Menjamin bahwa karyawan dan kontraktor yang bekerja di ketinggian dengan scaffolding sudah memahami standard dan prosedur bekerja di ketinggian menggunakan scaffolding.

6) Setiap area kerja harus memiliki minimal prosedur kerja sebagai berikut :

b) Konstruksi atap dan tepiannya.

c) Alat angkat dan angkut di ketinggian (gondola,hoist,dll) d) Penggunaan tangga

e) Penggunaan scaffolding.

b. Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam kondisi bekerja di ketinggian :

1) Frekuensi akses dan bahaya terkait, (misalnya tanah / kondisi atap, permukaan licin)

2) Pengkabelan dan bahaya listrik 3) Isolasi

4) Rapuh atap

5) Mempertimbangkan kemungkinan kecelakaan terjadi dan konsekuensi dari setiap kecelakaan. Ulangi penilaian risiko ketika ada perubahan personel atau kondisi.

6) Menyediakan pagar pengaman, handrails, palang dan overhead protection lainnya.

7) Menyediakan EWP (Elevating Work Platform) 8) Menyediakan scaffolding

9) Menyediakan sistem penahan jatuh (fall arrest system) dan safety netting (jala pengaman)

c. Saat bekerja di ketinggian

1) Personal yang bekerja di ketinggian di atas 2 meter harus menggunakan APD yang lengkap, sesuai dan sudah dilakukan pengecekan terlebih dahulu sebelum digunakan.

2) Personal yang bekerja di ketinggian harus menyiapkan guardrails (handrail & midrail) (pagar pembatas), catwalk (tempat berpijak), toeboard (penahan benda jatuh dari catwalk) dan hanger (tempat menggantungkan body harness)

3) Diharuskan melakukan inspeksi area terlebih dahulu, sebelum melakukan pekerjaan agar dapat menentukan di mana akan ditempatkan hanger untuk mencantolkan body harness

4) Area terbuka untuk bekerja di ketinggian harus bebas dari segala sesuatu minimal sejauh 1 m2.

3. Standar APD untuk bekerja di ketinggian

a. Standar peralatan pengaman dan APD yang harus digunakan bekerja di ketinggian kurang dari 2 meter :

1) Ladders (tangga yang dapat diperpanjang/ tangga lepas mekanik)

2) Safety Shoes

3) Safety Helmet yang bertali 4) Spectacles

5) Sarung tangan

b. Standar peralatan penggunaan dan APD yang harus digunakan bekerja di atas ketinggian 2 meter :

1) Safety Shoes

2) Safety Helmet yang bertali 3) Spectacles

4) Sarung tangan

5) Body Harness lengkap dengan 2 tali pengaman 6) Scaffolding yang lengkap sesuai standar

7) Safety Vest

8) Rambu-rambu K3

c. Alat pengaman tambahan (jika harus diperlukan) : 1) Tali dinamik

2) Tali statik 3) Karabiner 4) Pulley 5) Ascender 6) Descender 7) Anchor Strap

4. Prosedur Pengamanan Scaffolding

Scaffolding ditujukan untuk meminimalkan risiko atau mencegah potensi-potensi bahaya yang diakibatkan oleh pekerja (pada pekerjaan yang dilakukan di ketinggian) dan juga untuk mencegah kerusakan peralatan atau asset-aset perusahaan lainnya maupun lingkungan.

Penggunaan scaffolding secara aman harus dilakukan agar kecelakaan kerja yang tidak diinginkan tidak terjadi dan menimbulkan kerugian.

a. Platform yang terpasang pada scaffolding atau pada struktur bangunan harus dipasang dengan aman untuk mencegah agar pekerja tidak jatuh. Platform harus dibuat leluasa (cukup luas) dengan perlindungan yang cukup dilengkapi handrail ditambah alat pengaman kaki (Toe Board) dengan lantai yang aman.

b. Menggunakan scaffolding yang sudah diperiksa setelah pemasangan table tanda aman seperti :

1) Kode warna merah (red tag), berarti scaffolding tidak aman untuk digunakan dan tidak boleh digunakan.

2) Kode warna hijau (green tag), berarti scaffolding aman dan dapat digunakan.

3) Kode warna kuning (yellow tag), berarti scaffolding boleh digunakan dengan ijin scaffolding inspector.

c. Mengikat material untuk mencegah jatuh.

d. Membatasi jumlah beban untuk mencegah beban/ muatan jatuh dari platform.

e. Melarang meletakkan material atau membiasakan berserakan pada struktur bangunan.

f. Mengikatkan peralatan ke pinggang/ tubuh untuk mencegah jatuh pada saat yang tidak terduga.

g. Merapatkan celah-celah papan platform untuk mencegah atau menghindari alat-alat material jatuh ke bawah.

h. Menyingkirkan peralatan kerja untuk menghindari benturan di lantai kerja scaffolding.

i. Tempat untuk menahan scaffolding (pondasi tempat base plate) harus kuat (padat) untuk menghindari bahaya amblas. Gunakan papan alas (base plate) dan dongkrak perancah untuk menyangga scaffolding, ikatkan scaffolding yang tinggi pada struktur bangunan untuk keseimbangan.

j. Menyambungkan rangka scaffolding menjadi satu, pastikan klem-klemnya cukup kuat dan ikatlah untuk mencegah scaffolding ambruk.

k. Menyediakan tangga-tangga yang cukup guna sarana yang aman untuk naik turun dari dan ke tempat yang lebih tinggi.

l. Menggunakan kedua tangan pada saat naik/ memanjat (dilarang naik melalui cross brace) dan gunakan tali untuk menaikkan dan menurunkan peralatan atau material.

m. Melengkapi tempat berjalan dan tali pengaman agar para pekerja dapat aman pada saat bergerak pada struktur.

n. Memasang tanda pembatas pada lokasi dimana pekerja bekerja, agar orang lain yang tidak berkepentingan menjauh dari lokasi pekerjaan, serta memelihara pagar pembatas sampai pekerjaan selesai.

o. Scaffolding harus dipasang dengan jarak lebih dari 5 meter dari peralatan listrik atau mesin berputaran tinggi.

p. Bagian utama scaffolding dan fungsinya 1) Main frame

Struktur ini berfungsi sebagai struktur utama dari sebuah scaffolding.

2) Cross brace

Berfungsi sebagai pengikat dan pengaku pada suatu scaffolding agar scaffolding tidak mudah goyang dan tetap berdiri tegak.

3) Brace Lock (pen)

Berfungsi sebagai pengunci antara frame dan cross brace sehingga cross brace dapat terikat dengan baik. Terletak pada bahan frame.

4) Joint pin

Berfungsi sebagai penyambung antara bagian-bagian scaffolding, misalnya sebagai penyambung antar frame.

5) Jack base

Berfungsi sebagai kaki scaffolding yang dapat dinaik turunkan untuk menambah ketinggian scaffolding sesuai dengan ketinggian yang diinginkan.

6) U – head jack

Berfungsi sebagai penghubung antara scaffolding dengan kayu-kayu bekisting. Sama dengan jack base, U-head jack dapat dinaik turunkan sesuai dengan ketinggian yang diinginkan.

7) Catwalk/ Platform/ Deck

Berfungsi sebagai tempat berpijak yang dibentangkan di antara frame-frame scaffolding dengan kayu-kayu bekisting. Catwalk digunakan pada scaffolding yang berfungsi sebagai akses atau akomodasi untuk para pekerja bangunan.

8) Coupler

Berfungsi sebagai penyambung jika ingin menambahkan pipa penguat di luar bagian-bagian utama.

5. Sistem Pengecekan Scaffolding a. Kondisi landasan

1) Plat beton tidak miring, datar dan tidak boleh ada sisa sampah dari pecahan beton.

2) Tanah tidak miring, datar dan tidak boleh ada sampah proyek/

material disekitarnya. b. Kondisi karat

1) Kondisi karat stadium I

a) Warna cat pada pipa frame sangat jelas.

b) Karat hanya terjadi pada sebagian kecil saja.

c) Tidak terjadi pengeroposan atau lubang.

d) Kondisi ini sangat dianjurkan.

2) Kondisi karat stadium II

a) Warna cat masih terlihat namun tidak terlihat jelas karena mengelupas.

b) Karat terjadi pada sebagian besar pipa frame.

c) Tidak terjadi pengeroposan atau lubang.

d) Kondisi ini masih dianjurkan.

3) Kondisi karat stadium III

a) Warna cat sudah tidak terlihat lagi (mengelupas semua) b) Hamper seluruh badan frame tertutup oleh karat.

c) Tidak terjadi pengeroposan atau lubang.

d) Kondisi ini tidak dianjurkan, perlu rekondisi.

4) Kondisi karat stadium IV

a) Terjadi pengeroposan, patah atau lubang b) Kondisi ini tidak boleh dipakai.

c. Macam pemeriksaan item dari scaffolding dilakukan oleh safety professional PT. Sari Husada Unit 1 Yogyakarta. Scaffolding tidak boleh digunakan jika belum mendapatkan persetujuan dari safety professional (safety inspector tidak akan menandatangani working permit).

Gambar 2. Scaffolding dan bagian-bagiannya.

Sumber: Standard of Working at Height, 2009 6. Cara Pemasangan, Perawatan dan Pembongkaran Scaffolding

Proses pemasangan, perawatan dan pembongkaran scaffolding diperhatikan cara-cara atau prosedur pelaksanaan yang harus dijalankan seorang scaffolder.

a. Pemasangan scaffolding

1) Sebelum memulai pendirian scaffolding pertama kali diperhatikan adalah kondisi dasar (ground), pastikan tidak longsor / tenggelam apabila kondisi dasar adalah tanah, apabila dasar konkret beton periksa ketebalannya.

2) Periksa semua kondisi material (pipa, clamp, papan, coupler) sebelum dibawa ke lapangan. Material kontrol juga ikut bertanggung jawab di dalam pemeriksaan kondisi material.

3) Sebelum mulai mendirikan scaffolding, pastikan kondisi sekitarnya aman, tidak ada kabel power di atasnya, tidak terlalu dekat dengan lubang-lubang galian, tidak ada

pekerjaan-pekerjaan pengangkatan di sekitarnya (lifting) di sekitar lokasi pemasangan scaffolding.

4) Petugas keselamatan kerja/ safety bekerja sama dengan supervisor sebelumnya memberikan pengarahan-pengarahan tentang peraturan-peraturan dan cara-cara kerja yang aman juga memeriksa semua peralatan keselamatan kerja setiap scaffolder.

5) Lokasi sekitar pendirian scaffolding harus dibarricade dan tempatkan papan pemberitahuan (notice board).

6) Semua kunci-kunci scaffolding harus diberi tali pengaman.

7) Tidak dibenarkan melempar ke atas semua material scaffolding, di dalam pemasangannya harus menggunakan tambang untuk menurunkan dan menaikkan material.

Cara pemasangan scaffolding tergantung dari tempat dimana akan dibuat scaffolding tersebut. Cara di atas adalah untuk scaffolding yang standar (tiang utama) bertumpu pada tanah, misal independent scaffolding. Untuk scaffolding yang digantung atau di atas bangunan konstruksi, misal hanging scaffolding yang harus dilakukan adalah membuat penahan atau pengikat dahulu dengan struktur konstruksi. Komponen dari scaffolding yang dapat digunakan sebagai pengikat bisa dari handrail, transom, ledger tergantung dari posisi scaffolding dengan bangunan induk.

b. Perawatan scaffolding

Perawatan scaffolding mutlak diperlukan guna menjaga kondisi scaffolding agar tidak mengalami kerusakan dan senantiasa dapat dipakai dalam kondisi aman. Perawatan scaffolding sebelum digunakan :

1) Scaffolding sebelumnya harus diperiksa oleh petugas yang berwenang/ ahli untuk memastikan scaffolding sudah layak pakai atau belum.

2) Scaffolding harus diperiksa ulang seminggu sekali atau sesudah angin kencang/ cuaca buruk. Agar dapat diketahui lebih dini jika mengalami kerusakan.

3) Scaffolding harus diperiksa pemakai setiap harinya untuk memastikan kondisi lantai kerja tetap terikat dan tidak lepas atau hilang.

4) Scaffolding yang sudah layak pakai harus dilengkapi dengan scaffold tag yang berwarna hijau (green tag) yang berarti aman untuk digunakan.

5) Scaffolding yang belum siap pakai harus dilengkapi dengan red tag yang berarti tidak aman untuk digunakan.

6) Scaffolding harus dilengkapi dengan papan pemberitahuan keselamatan.

7) Semua material scaffolding harus diberi tanda (dicat) untuk mempermudah pengawasan dan pencarian apabila hilang.

c. Pembongkaran scaffolding

Melakukan pembongkaran scaffolding tidak boleh asal melepas bagian-bagian scaffolding yang terpasang, karena bila dilakukan pembongkaran tanpa/ tidak sesuai dengan ketentuan maka dapat terjadi kecelakaan. Yang perlu dilakukan :

1) Sebelum memulai pembongkaran scaffolding lokasi sekitar pembongkaran harus diberi barricade dan papan-papan pemberitahuan.

2) Pembongkaran scaffolding harus dilakukan oleh orang yang memasangnya, dan harus dimulai dari atas.

3) Jangan sekali-kali membongkar scaffolding dimulai dari bawah atau tengah dari konstruksi scaffolding.

4) Scaffolding tidak boleh dibongkar salah satu dari konstruksinya, kecuali bila masih tetap menjamin keselamatan pemakainya, atau atas ijin dari pengawas yang berwenang.

5) Dalam menurunkan material scaffolding pada pembongkarannya harus menggunakan tambang satu persatu diturunkan.

6) Tidak dibenarkan melemparkan ke bawah semua material scaffolding pada pembongkarannya.

7) Semua material yang telah dibongkar harus disusun rapi tidak boleh dibiarkan berserakan.

7. Tangga (Ladder)

Pemasangan scaffolding perlu juga diperhatikan masalah penggunaan tangga (ladder). Tangga bukan merupakan tempat bekerja, tetapi merupakan salah satu temporary akses untuk survey, inspeksi atau pekerjaan-pekerjaan ringan lainnya. Pengecekan tangga yang bekerja di atas ketinggian 2 meter wajib memperoleh persetujuan safety professional PT. Sari Husada Unit 1 Yogyakarta.

a. Konstruksi tangga :

1) Jarak antar anak tangga tidak boleh kurang dari 25 cm dan tidak boleh lebih dari 35 cm.

2) Tangga kerja lepas yang portable tidak boleh lebih dari 6 m.

3) Lebar antara kaki ujung atas minimal 40 cm dan lebar di bawah minimal 50 cm dan pengikat harus terkunci dengan baik (maksimal untuk 3 meter, setiap kenaikan tinggi harus ditambah 5 cm).

4) Harus diberi alas agar tidak tergelincir.

5) Untuk safety dan kemudahan penggunaan, peletakkan kemiringan tangga seharusnya dibuat pada perbandingan sudut 4:1.

6) Lebar bagian atas tangga berkaki minimal 20 cm.

b. Jenis tangga portable : 1) Single Ladders

a) Single tangga terdiri dari dua sisi rel dan merata jarak anak tangga.

b) Tidak memiliki bagian yang bergerak, tidak mandiri dan tidak disesuaikan panjangnya.

c) Ukuran didefinisikan oleh panjang keseluruhan samping rel, tidak termasuk ujung kaki dan bagian atas.

d) Lebar anak tangga kurang lebih 12 in dan panjang tangga sampai 3 meter.

e) Tipe satu (tugas berat) 9 meter, tipe dua (tugas medium) 7,3 meter dan tipe tiga (tugas ringan) 5 meter.

2) Extension Ladders

a) Tangga portable non mandiri yang dapat disesuaikan panjangnya.

b) Terdiri 2 atau lebih bagian yang dapat diperpanjang.

c) Tipe 1 jumlah section 2, panjang maksimum tangga 18 m;

;jumlah section 3, panjang maksimum tangga 22 m (tugas berat).

d) Tipe 2 jumlah section 2, panjang maksimum tangga 15 m;

jumlah section 3, panjang maksimum tangga 18 m (tugas medium).

e) Tipe 3 jumlah section 2, panjang maksimum tangga 9,5 m (tugas ringan).

3) Stepladders

a) Portable tangga yang mandiri yang panjangnya tidak bisa disesuaikan.

b) Tangga datar yang berengsel.

c) Panjang tangga ditentukan dengan panjang sisi depan, termasuk bagian atas dan kaki.

d) Kemiringan stepladders dirancang sedemikian rupa sehingga saat dibuka kemiringan tidak lebih dari 75o.

c. Ketentuan penggunaan tangga portable pada scaffolding :

1) Tangga yang terbuat dari metal dengan batas ketinggian 9 meter dan 15 meter, tangga tunggal atau yang dapat diatur kepanjangannya.

2) Tidak dianjurkan penguat tangga dipasang pada lantai kerja.

3) Prinsip utama dalam penggunaan tangga diatur sebagai berikut : a) Tangga lipat dibuat hanya untuk tempat yang betul-betul

terbuka dan posisi tanggaa dikunci.

b) Tangga harus diperiksa sebelum dipakai. Perhatikan kondisi tiang samping, karet anti slip, anak tangga, tali pengikat,dll.

c) Semua tangga harus bersandar di bagian atas untuk menambah kestabilan. Seorang harus memegang tangga

pada waktu teman lain mengikat bagian atasnya sampai selesai. Jadi untuk mendirikan tangga harus dua orang.

d) Ujung tangga paling tidak harus tiga anak tangga dari titik penyangga di atas platform.

e) Menghadaplah ke arah tangga sewaktu naik atau turun, jangan membelakangi.

f) Dilarang keras untuk mempergunakan tangga yang terbuat dari logam di lingkungan suatu instalasi listrik. Gunakan tangga dari kayu.

g) Setiap tangga harus memiliki spesifikasi, jangan menggunakan tangga sembarangan untuk menjamin keselamatan pemakai.

h) Tangga hanya dipasang pada jalur masuk ke lantai scaffolding.

i) Hanya satu orang yang dianjurkan berada pada tangga dalam waktu menaiki atau menuruni.

j) Tangga yang sudah rusak tidak boleh digunakan lagi, dan keluarkan tangga yang rusak dari tempat kerja / lapangan.

B. Pembahasan

1. Dalam penggunaan scaffolding analisa pencegahan dan pengendalian risiko telah mengikuti hirarki pengendalian (Hirarcy of Control), yaitu, melakukan eliminasi terhadap scaffolding yang akan digunakan untuk bekerja di ketinggian. Eliminasi merupakan cara pengendaliaan risiko yang paling baik karena risiko terjadinya kecelakaan dan sakit akibat potensi bahaya ditiadakan. Bila terdapat komponen scaffolding yang rusak telah dilakukan substitusi dengan mengganti scaffolding yang mempunyai potensi risiko tinggi dengan yang mempunyai potensi risiko rendah yang lebih aman sehingga penggunaannya dalam batas yang masih dapat diterima. Pada landasan yang kurang kokoh serta untuk menghindari bahaya angin, telah dilakukan rekayasa teknik dengan diberi penyangga di setiap sudut scaffolding, atau menggunakan tali yang diikatkan pada setiap sisi dan ditarik di setiap arahnya agar dapat berdiri kokoh. Isolasi dilakukan untuk mencegah bahaya dengan cara memisahkan bahaya dari manusia agar tidak terjadi kontak langsung dengan pemberian pagar pengaman. Pengendalian administrasi yang telah dilakukan melalui training keahlian, pengaturan waktu kerja serta penerapan prosedur kerja. Untuk pengendalian risiko yang terakhir perusahaan telah menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti safety belt, safety shoes, safety helmet yang bertali, body harness.

2. Prosedur bekerja di ketinggian berfungsi untuk mengatur pelaksanaan kerja di ketinggian. Bekerja di ketinggian mengikuti prosedur kerja mulai

dari sebelum bekerja dengan melakukan identifikasi dan penilaian terhadap risiko dan bahayanya, peninjauan dan penilaian ulang, penggunaan scaffolding yang sudah sesuai standar sampai dengan saat pelaksanaan pekerjaan di ketinggian. Hal ini telah sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1980 tentang Keselamatan Kerja Konstruksi Bangunan.

3. Standar peralatan pengaman dan APD harus diperhatikan penggunaannya. Untuk bekerja di ketinggian kurang dari 2 meter dan di atas ketinggian 2 meter. Perusahaan memberikan standar untuk bekerja di ketinggian kurang dari 2 meter yaitu penggunaan ladders, safety shoes, safety helmet yang bertali, spectacles, sarung tangan, dan rambu-rambu K3. Sedangkan untuk ketinggian lebih dari 2 meter, standar ditambahkan body harness lengkap dengan 2 tali pengaman. Standar APD untuk Bekerja di Ketinggian telah sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1980. Dan Peraturan menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER-08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri, pasal 1 yang berbunyi

“Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja”, serta pasal 3 yang berbunyi “APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan oleh pengusaha secara cuma-cuma”.

4. Prosedur pengamanan dilakukan agar kecelakaan kerja yang tidak diinginkan tidak terjadi dan menimbulkan kerugian. Dipasang platform

digunakan dilengkapi dengan handrail ditambah alat pengaman kaki (toe board) dengan lantai yang aman. Scaffolding yang sudah layak untuk dipakai diberi green tag sedangkan yang tidak dapat digunakan / tidak layak diberi tag berwarna merah (red tag). Sebelum digunakan telah dilakukan pemeriksaan scaffolding oleh Inspector scaffolding untuk memastikan bahwa scaffolding sudah layak dipakai, sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1980 yang berisi Inspector scaffolding harus memeriksa scaffolding untuk memastikan bahwa scaffolding sudah layak dipakai.

5. Pengecekan scaffolding dilakukan untuk mengetahui kondisi landasan dan kondisi karat dari scaffolding yang digunakan. Landasan untuk scaffolding dipastikan tidak miring, datar, dan tidak boleh ada sisa sampah dari material sekitarnya. Kondisi karatnya dibagi menjadi empat stadium. Untuk kondisi stadium empat, perusahaan tidak

5. Pengecekan scaffolding dilakukan untuk mengetahui kondisi landasan dan kondisi karat dari scaffolding yang digunakan. Landasan untuk scaffolding dipastikan tidak miring, datar, dan tidak boleh ada sisa sampah dari material sekitarnya. Kondisi karatnya dibagi menjadi empat stadium. Untuk kondisi stadium empat, perusahaan tidak

Dokumen terkait