• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara langsung atau tidak langsung bagi berbagai pihak, yaitu:

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu yang didapatkan saat kuliah ke dalam praktek dunia kerja, khususnya yang ada hubungannya dengan masalah penelitian tersebut.

2. Bagi Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan referensi bacaan, khususnya di bidang sumber daya manusia yang membutuhkan kemajuan dan pengembangan ilmiah di masa yang akan datang.

3. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi PT. Batin Eka Perkasa Cabang Jatinegara dalam pengelolaan sumber daya

manusia untuk memecahkan permasalahan yang ada dan dapat meningkatkan kinerja karyawan di masa yang akan datang.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan dasar untuk melakukan penelitian berikutnya terkait variabel yang sama.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Motivasi Kerja

a. Pengertian Motivasi, Motif, dan Motivasi Kerja

Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti bergerak, kata ini mempunyai kekuatan yang menggerakkan orang untuk berupaya. Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan aktifitas tertentu maka motivasi sering diartikan sebagai faktor pendorong perilaku seseorang (Sutrisno, 2011:109).

Menurut Standford dalam Mangkunegara (2011:93) mengatakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu.

Menurut Rivai (2010:837) motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu.

Menurut Siagian (2014:323) menyatakan bahwa motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengarahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga, dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya menunaikan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

Dari beberapa pengertian motivasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan cara bagaimana dorongan, keinginan, rangsangan yang membuat seseorang melakukan pekerjaan yang diinginkannya dengan rela tanpa merasa terpaksa sehingga pekerjaan yang dilakukan dapat berjalan dengan baik, menghasilkan sesuatu yang memuaskan atau mencapai tujuan dalam organisasi tersebut. Sedangkan motif yaitu hal atau keinginan yang melatarbelakangi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.

Menurut Hasibuan (2013:115) motif adalah suatu pendorong dari dalam untuk beraktivitas atau bergerak dan secara langsung atau mengarah kepada sasaran akhir, selanjutnya Hasibuan mengatakan motivasi seseorang tergantung pada kekuatan motifnya, dimana motif kadang-kadang dinyatakan orang sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan yang muncul dalam diri seseorang dan dapat mengarah ke arah tujuan-tujuan yang dapat muncul secara kondisi sadar atau dalam kondisi dibawah sadar.

Jadi berdasarkan perbedaan keduanya tersebut dapat disimpulkan motif ialah dorongan untuk melakukan sesuatu sedangkan motivasi adalah kegiatan yang mengarahkan dorongan tersebut.

Selanjutnya untuk mengetahui pengertian dari motivasi kerja terlebih dahulu yaitu mengetahui arti kerja. Menurut Hasibuan (2013:94) Kerja adalah sejumlah aktivitas fisik dan mental untuk mengerjakan suatu pekerjaan.

Menurut George and Jones dalam Melly (2015:138) motivasi kerja adalah suatu kekuatan psikologis di dalam diri seseorang yang menentukan arah perilaku seseorang di dalam organisasi, tingkat usaha, dan kegigihan di dalam menghadapi rintangan. Sedangkan menurut Hasibuan (2013:141) Motivasi kerja adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil kerja yang optimal.

b. Teori – teori Motivasi

Menurut Ardana (2012:194) menyatakan bahwa terdapat tujuh teori motivasi, yaitu:

1) Teori Jenjang Kebutuhan (Teori Maslow)

Teori ini menyatakan bahwa kebutuhan manusia dapat dikategorikan dalam lima jenjang dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi, berikut kategori jenjang kebutuhan pada teori Maslow, yaitu:

a) Kebutuhan Fisiologis, yaitu kebutuhan yang paling mendasar berkaitan langsung dengan keberadaan atau kelangsungan hidup manusia.

b) Kebutuhan Rasa Aman, bentuk dari kebutuhan rasa aman yang paling mudah disimak adalah keinginan manusia untuk terbebas dari bahaya yang mengancam kehidupannya.

c) Kebutuhan Sosial, manusia adalah makhluk social sehingga suka bahkan butuh berhubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari yang lain.

d) Kebutuhan Penghargaan, melalui berbagai macam upaya, orang ingin dirinya dianggap penting.

e) Kebutuhan Aktualisasi Diri, aktualisasi diri merupakan kebutuhan manusia yang paling tinggi dalam hierarki, tetapi juga paling kurang dipahami orang.

2) Teori Erg

Teori ini diungkapkan oleh Clayton Aldefer yang memformulasikan teori jenjang kebutuhan Maslow dengan melakukan modifikasi dan pengurangan dari lima tingkatan menjadi tiga tingkatan atau jenjang kebutuhan yang beliau beri nama kebutuhan eksistensi (existence), hubungan (relatedness) dan pertumbuhan (growth), dari ketiga nama tersebut terbentuklah huruf ERG atau biasa disebut dengan teori ERG.

3) Teori Kebutuhan Mc Cleand Teori ini biasa disebut dengan teori prestasi, teori ini menyatakan bahwa kebutuhan seseorang itu terbentuk melalui proses belajar dan diperoleh dalam interaksi dengan lingkungannya.

4) Teori Dua Faktor

Teori ini diungkapkan oleh Hezberg, dalam teori ini kebutuhan terbagi menjadi dua faktor yaitu:

a) Faktor Higienis, faktor-faktor yang dapat menyebabkan atau mencegah ketidakpuasan.

b) Faktor Motivasi, faktor-faktor yang betul-betul membawa pada pengembangan sikap posiif dan merupakan pendorong pribadi.

5) Job Enrichment

Merupakan upaya kongkret untuk menjadikan sesuatu pekerjaan itu lebih “Challenging and Rewarding” sehingga demikian juga lebih “motivating”.

6) Teori Harapan

Teori ini menyatakan bahwa upaya kerja yang dilakukan orang dalam lingkungan kerjanya.

7) Model Porter dan Lawler

Teori ini merupakan pengembangan dari teoari harapan, dalam teori ini menghasilkan teori motivasi yang komprehensif dengan mengkombinasikan berbagai aspek, yaitu:

a) Tingkat daya tarik atau valensi dari ganjaran yang akan diperoleh

b) Persepsi terhadap kemungkinan sesuatu usaha mencapai tingkat performance tertentu menuju ganjaran

c) Upaya yang dilakukan

d) Performance atau unjuk kerja yang dicapai

e) Kemampuan yang meliputi pengetahuan, keterampilan kapasitas intelektual, serta sifat yang meliputi keuletan, ketabahan dan kemantapan

f) Cara seseorang memandang pekerjaannya, perlu sesuai dengan yang digariskan organisasi

g) Ganjaran instrinsik mencakup perasaan riang dan bangga h) Ganjaran ekstrinsik diberikan oleh pihak lain dalam

lingkungan kerja baik dalam bentuk uang ataupun peghargaan i) Kepuasan diperoleh dari kedua macam ganjaran

j) Persepsi terhadap keadailan atas ganjaran yang diterima.

c. Dimensi/Indikator Motivasi Kerja

George dan Jones dalam Melly (2015:138) menyatakan bahwa indikator motivasi kerja adalah sebagai berikut:

1) Arah perilaku (direction of behavior)

Arah perilaku mengacu pada perilaku yang dipilih seseorang dalam bekerja untuk ditunjukkan dari banyak potensi perilaku yang mereka tunjukkan. Diukur melalui adanya keinginan untuk menyelesaikan pekerjaan dan ketaatan pada peraturan.

2) Tingkat usaha (level of effort)

Tingkat usaha menunjukkan seberapa keras usaha seseorang untuk bekerja sesuai dengan perilaku yang telah dipilih. Diukur melalui keseriusan dalam bekerja dan keinginan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.

3) Tingkat kegigihan (level of persistence)

Tingkat kegigihan menunjukkan seberapa keras karyawan akan terus berusaha untuk menjalankan perilaku yang telah dipilih.

Diukur melalui keinginan untuk mengembangkan keahlian dan memajukan perusahaan serta kegigihan bekerja meski lingkungan kurang mendukung.

Penelitian ini memilih teori yang dikemukakan oleh George dan Jones menggunakan tiga indikator tersebut untuk mengukur motivasi kerja karyawan.

d. Tujuan Motivasi

Menurut Hasibuan (2013:146) tujuan-tujuan motivasi yaitu:

1) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 2) Meningkatkan produktifitas kerja karyawan

3) Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan 4) Meningkatkan kedisiplinan karyawan

5) Mengefektifkan pengadaan karyawan

6) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

7) Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan 8) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan

9) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya

10) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku 2. Perceived Organizational Support

a. Pengertian Perceived Organizational Support

Perceived organizational support didefinisikan sebagai persepsi anggota mengenai sejauh mana organisasi memberi dukungan pada

karyawan dan sejauh mana kesiapan organisasi dalam memberikan bantuan pada saat dibutuhkan (Ningrum, 2013).

Perceived organizational support memenuhi kebutuhan sosioemosional, memberikan jaminan bahwa bantuan akan tersedia saat dibutuhkan, dan menunjukkan kesiapan organisasi untuk timbal balik atas kinerja yang dilakukan. Dukungan organisasi dapat dilihat sebagai perasaan bangga terhadap karyawan, memberi gaji karyawan secara adil, dan memenuhi kebutuhan mereka.

Menurut Rhoades, Eisenberger, dan Armeli (2001:42-51) menyatakan bahwa dukungan organisasi adalah keyakinan seseorang bahwa organisasi tempat dia bekerja menghargai kontribusinya dan peduli akan kesejahteraannya.

Rhoades dan Eisenberger (2002:698-714) menjelaskan perceived organizational support merupakan dukungan organisasi yang dinilai dengan keyakinan yang menyeluruh mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi, memperhatikan kesejahteraan, mendengar keluhan, memperhatikan kehidupan dan mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai serta dapat dipercaya untuk memperlakukan karyawan dengan adil.

Perceived organizational support adalah keyakinan global yang dibentuk oleh pegawai mengenai penilaian mereka terhadap organisasi yang dibentuk berdasarkan pengalaman mereka terhadap kebijakan dan prosedur organisasi, interaksi dengan agen organisasi dan penilaian

mengenai kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan (Rhoades dan Eisenberger, 2002: 698-714).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi harus memberikan dukungan terhadap karyawannya sebagai sumber daya manusia utama organisasi, agar karyawan memiliki persepsi yang baik tentang organisasi tempatnya bekerja. Persepsi karyawan tersebut akan memunculkan keterkaitan antara karyawan dan perusahaan karena karyawan merasa dihargai, didukung, dan dianggap sebagai bagian dari perusahaan.

b. Dimensi Perceived Organizational Support

Perceived organizational support dipengaruhi oleh pengalaman yang dimiliki oleh individu serta pengamatan mengenai keseharian organisasi dalam memperlakukan seseorang. Dalam hal ini sikap organisasi terhadap ide-ide yang disampaikan oleh karyawan, respon terhadap karyawan yang mengalami masalah serta perhatian organisasi terhadap kesejahteraan dan kesehatan pegawai merupakan tiga aspek yang menjadi perhatian utama dari pegawai (Eisenberger, dalam Yojana, 2011).

1) Sikap organisasi terhadap ide-ide pegawai

Perceived organizational support dipengaruhi oleh sikap organisasi terhadap ide yang disampaikan oleh pegawai. Bila organisasi melihat ide dari pegawai sebagai sumbangan yang konstruktif yang mungkin saja dapat diwujudkan melalui

perencanaan yang matang, maka individu yang bekerja di organisasi tersebut akan memiliki penilaian yang positif akan dukungan organisasi terhadap diri mereka. Sebaliknya, penilaian akan menjadi negatif bila organisasi selalu menolak ide dari pegawai dan segala sesuatu merupakan keputusan dari pimpinan puncak.

2) Respon terhadap pegawai yang mengalami masalah

Perceived organizational support juga dipengaruhi oleh respon organisasi terhadap pegawai yang mengalami masalah. Bila organisasi cenderung untuk berdiam diri dan tidak memperlihatkan usaha untuk membantu individu yang terlibat masalah maka pegawai akan melihat bahwa tidak ada dukungan yang diberikan oleh organisasi terhadap pegawai tersebut.

3) Respon terhadap kesejahteraan dan kesehatan pegawai.

Perhatian organisasi akan kesejahteraan pegawai juga mempengaruhi tingkat perceived organizational support pegawai.

Pegawai yang melihat bahwa organisasi berusaha keras untuk meningkatkan kesejahteraan individu yang bekerja di dalamnya, akan melihat upaya ini sebagai suatu hal yang positif. Pegawai melihat bahwa organisasi memberikan dukungan agar setiap orang dapat bekerja secara optimal demi tercapainya tujuan bersama.

Rhoades dan Eisenberger (2002:698–714), mengajukan statemen berdasarkan hasil penelitian meta-analisis bahwa dimensi perceived organizational support meliputi:

a) Fair organizational procedures, yang meliputi kebijakan organisasi dan keadilan/persamaan dalam perlakuan

b) Supervisor support atau dukungan pimpinan

c) Favorable rewards dan job conditions yang meliputi:

Recognition, pay, dan promotions, job security, otonomi pekerjaan dan prosedur kerja, job- related stressors, work overload, training.

Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa dimensi perceived organizational support yang sesuai pada penelitian ini sebagai berikut: dukungan keadilan dalam kebijakan, dukungan supervisor/pimpinan, dan dukungan kesejahteraan.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perceived Organizational Support

Rhoades dan Eisenberger (2002:698-714) perceived organizational support dapat dipengaruhi oleh berbagai aspek dari perlakuan organisasi terhadap karyawan, yang pada akhirnya mempengaruhi interpretasi karyawan mengenai motif-motif organisasional yang menjadi dasar perlakuan itu. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya dukungan yang karyawan inginkan dari organisasi bervariasi bergantung dari situasinya.

Rhoades dan Eisenberger (2002:698-714), menyatakan dukungan organisasi terhadap karyawan dapat meliputi : organisasi dapat diandalkan, organisasi dapat dipercaya, organisasi memperlihatkan minat anggota, dan organisasi memperhatikan kesejahteraan anggota. Kondisi kerja yang menyenangkan seperti adanya kesempatan promosi, system reward, pemberian fasilitas, dan kesempatan mendapatkan pelatihan juga akan memberikan kontribusi terhadap perceived organizational support.

Menurut Rhoades dan Eisenberger (2002: 698-714), terdapat tiga bentuk umum perlakuan dari organisasi yang dianggap baik dan akan dapat meningkatkan perceived organizational support yaitu:

1) Fairness (kedilan)

Faktor keadilan di sini adalah keadilan prosedural yang menyangkut masalah keadilan mengenai cara yang seharusnya digunakan untuk mendistribusikan sumber daya yang ada dalam organisasi. Terjadinya keadilan yang berulang-ulang dalam membuat keputusan mengenai distribusi sumber daya akan memiliki pengaruh yang kuat terhadap perceived organizational support yang ditunjukkan dengan adanya perhatian pada kesejahteraan karyawan.

2) Supervisor Support (dukungan atasan)

Tindakan atasan sebagai wakil organisasi bertanggung jawab untuk mengatur dan menentukan kinerja bawahan, maka para

karyawan memandang tindakan-tindakan atasan yang bersifat menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi karyawan sebagai perwujudan dari perceived organizational support.

3) Organizational Rewards and Job Conditions (penghargaan dan kondisi kerja)

Bentuk dari penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan ini adalah sebagai berikut:

a) Gaji, pengakuan, dan promosi

Sesuai dengan teori dukungan organisasi, kesempatan untuk mendapatkan hadiah (gaji, pengakuan, dan promosi) akan meningkatkan kontribusi karyawan dan akan meningkatkan perceived organizational support.

b) Keamanan dalam bekerja

Adanya jaminan bahwa organisasi ingin mempertahankan keanggotaan di masa depan memberikan indikasi yang kuat terhadap perceived organizational support.

c) Kemandirian

Dengan kemandirian, berarti adanya kontrol akan bagaimana karyawan melakukan pekerjaan mereka. Dengan organisasi menunjukkan kepercayaan terhadap kemandirian karyawan untuk memutuskan dengan bijak bagaimana mereka akan melaksanakan pekerjaan, akan meningkatkan perceived organizational support.

d) Peran stressor

Stres mengacu pada ketidakmampuan individu mengatasi tuntutan dari lingkungan. Stres berkorelasi negatif dengan perceived organizational support karena karyawan tahu bahwa faktor-faktor penyebab stres berasal dari lingkungan yang dikontrol oleh organisasi. Stres terkait dengan tiga aspek peran karyawan dalam organisasi yang berkorelasi negatif dengan perceived organizational support, yaitu: tuntutan yang melebihi kemampuan karyawan bekerja dalam waktu tertentu (work-overload), kurangnya informasi yang jelas tentang tanggung jawab pekerjaan (role-ambiguity), dan adanya tanggung jawab yang saling bertentangan (role-conflict).

e) Pelatihan

Pelatihan dalam bekerja dilihat sebagai investasi pada karyawan yang nantinya akan meningkatkan perceived organizational support.

3. Komitmen Organisasi

a. Pengertian Komitmen organisasi

Komitmen organisasi merupakan usaha mengidentifikasikan dan melibatkan diri dalam organisasi dan tidak ada keinginan meninggalkannya (Robbins, 2013).

Menurut Sopiah (2008:155) menyatakan bahwa komitmen organisasi mencakup kebanggaan anggota, kesetiaan anggota dan kemauan anggota pada organisasi.

Menurut Luthans (2012:249) menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekpresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.

Sedangkan menurut Robbins & Coulter (2012:377) mengatakan komitmen organisasi adalah tingkat di mana karyawan diidentifikasikan dengan sebuah organisasi tertentu, melihat tujuannya dan berharap untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi.

Sementara keterlibatan kerja adalah pengidentifikasian dengan pekerjaan karyawan, komitmen organisasi adalah pengidentifikasian organisasi yang mempekerjakan karyawan.

Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat diketahui bahwa komitmen organisasi memiliki pengertian sebagai suatu tingkat loyalitas yang dimiliki karyawan dalam mencapai kesuksesan dan kesejahteraan perusahaan. Jadi komitmen organisasi ini menggambarkan hubungan diantara individu dengan organisasi, jika individu yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi, maka ia akan mempunyai kepercayaan dan loyalitas pada organisasi tempatnya bekerja.

b. Dimensi Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi dikemukakan oleh Allen dan Meyer dalam Mangifera&Isa (2017) dengan tiga komponen organisasi yaitu:

1) Komitmen Afektif (affective commitment)

Komitmen afektif mengarah pada the employee's emotional attachment to, identification with, and involvement in the organization. Ini berarti, komitmen afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan, identifikasi karyawan, dan keterlibatan karyawan pada organisasi. Dengan demikian, karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin (want to) melakukan hal tersebut. Pada dimensi ini indikator berupa keterikatan yang kuat dengan perusahaan, terlibat langsung dalam setiap kegiatan perusahaan dan tetap berada dalam perusahaan karena keinginannya sendiri.

2) Komitmen Kontinuans (continuance commitment)

Komitmen kontinuans berkaitan dengan an awareness of the costs associated with leaving the organization. Hal ini menunjukkan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja atau justru meninggalkan organisasi. Karyawan yang terutama bekerja berdasarkan komitmen kontinuans ini bertahan dalam organisasi

karena mereka butuh (need to) melakukan hal tersebut karena tidak adanya pilihan lain. Pada dimensi ini indikator berupa mempertimbangkan untung rugi untuk dapat bekerja di perusahaan dan bertahan karena tidak adanya pilihan.

3) Komitmen Normatif (normative commitment).

Komitmen normatif merefleksikan a feeling of obligation to continue employment. Dengan kata lain, komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti, karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka wajib (ought to) bertahan dalam organisasi. Pada dimensi ini indikator berupa diharuskannya untuk tetap berada dalam perusahaan dan merasa perlu untuk bertahan di dalam perusahaan.

Komitmen organisasi bisa tumbuh disebabkan karena individu memiliki ikatan emosional terhadap perusahaan yang meliputi dukungan moral dan menerima nilai yang ada di dalam perusahaan serta tekad dari dalam diri untuk mengabdi pada perusahaan.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Komitmen Organisasi

Menurut Dyne dan Graham (Priansa: 2014) mengidentifikasi ada tiga faktor yang mempengaruhi komitmen organisasional karyawan, yaitu:

1) Personal

a) Ciri kepribadian tertentu

Ciri-ciri kepribadian tertentu seperti teliti, ekstrovert, berpandangan positif (optimis), cenderung lebih komit.

Demikian juga individu yang lebih berorientasi kepada tim dan menempatkan tujuan kelompok di atas tujuan sendiri serta individu yang altruistic (senang membantu) akan cenderung lebih komit.

b) Usia dan masa kerja

Usia dan masa kerja berhubungan positif dengan komitmen organisasi.

c) Tingkat pendidikan

Makin tinggi semakin banyak harapan yang mungkin tidak dapat diakomodir, sehingga komitmennya lebih tinggi.

d) Jenis kelamin

Wanita pada umumnya menghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai karirnya, sehingga komitmennya lebih tinggi.

e) Status perkawinan

Pegawai yang sudah menikah lebih terikat dengan organisasinya.

f) Keterlibatan kerja

Tingkat keterlibatan kerja individu berhubungan positif dengan komitmen organisasi.

2) Situasional

a) Nilai (value) tempat kerja

Nilai-nilai yang dapat dibagikan adalah suatu komponen kritis dari hubungan saling keterikatan.

b) Keadilan organisasi

Keadilan yang berkaitan dengan kewajaran alokasi sumber daya, keadilan dalam proses pengambilan keputusan, serta keadilan dalam persepsi kewajaran atas pemeliharaan hubungan antar pribadi.

c) Karakteristik pekerjaan

Meliputi pekerjaan yang penuh makna, otonomi dan umpan balik dapat merupakan motivasi kerja yang internal.

d) Dukungan organisasi

Dukungan organisasi mempunyai hubungan yang positif dengan komitmen organisasi.

3) Posisional a) Masa kerja

Masa kerja yang lama akan semakin membuat pegawai komit, hal ini disebabkan oleh karena semakin banyak pemberi peluang pegawai untuk menerima tugas menantang, otonomi semakin besar, serta peluang promosi lebih tinggi.

b) Tingkat pekerjaan

Status yang tinggi cenderung meningkatkan motivasi maupun kemampuan aktif terlibat.

4. Kinerja

a. Pengertian Kinerja

Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2012:67)

Menurut Mathis dan Jackson (2009:113) kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan, secara legal tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Selanjutnya menurut Wilson (2012:231) kinerja adalah hasil pekerjaan yang dicapai karyawan berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan. Persyaratan biasa disebut dengan standar kerja, yaitu tingkat yang diharapkan suatu pekerjaan tertentu untuk dapat diselesaikan dan diperbandingan atas tujuan atau target yang ingin dicapai.

Sedangkan menurut Wirawan (2012:5) Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan dari aktivitas atau pekerjaan dalam menyelesaikan atau membuat sesuatu yang hanya memerlukan tenaga dan keterampilan pada profesi atau jabatan dalam waktu tertentu.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan merupakan output atau hasil kerja yang dihasilkan baik segi kualitas maupun kuantitas pekerjaannya dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi.

b. Penilaian Kinerja

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan perusahaan adalah dengan cara melihat hasil penilaian kinerja karyawan. Menurut Rivai dan Sagala (2010:549) yang mengungkapkan bahwa penilaian kinerja adalah menilai kinerja karyawannya atau mengevaluasi hasil pekerjaan karyawannya terhadap kecakapan, kemampuan karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaaan atau tugas yang dievaluasi dengan menggunakan tolak ukur tertentu secara objektif dan dilakukan secara berkala.

Selanjutnya menurut Wirawan (2012:105) penilaian kinerja merupakan pengumpulan data kinerja para karyawan sepanjang masa evaluasi kinerja melalui observasi tentang apa yang dilakukan para karyawan kemudian membandingkannya dengan standar kinerja

Selanjutnya menurut Wirawan (2012:105) penilaian kinerja merupakan pengumpulan data kinerja para karyawan sepanjang masa evaluasi kinerja melalui observasi tentang apa yang dilakukan para karyawan kemudian membandingkannya dengan standar kinerja

Dokumen terkait