BAB I PENDAHULUAN
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari adanya penelitian ini adalah:
a. Sebagai salah satu sumber referensi bagi peneliti lain yang berminat bila ingin membuat pengering pakaian dengan mesin siklus kompresi uap.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang mesin pengering pakaian dengan menggunakan siklus kompresi uap yang dapat ditempatkan di perpustakaan, atau dipublikasikan pada khalayak ramai.
c. Diperoleh suatu teknologi mesin tepat guna berupa pengering pakaian yang aman, praktis, dan ramah lingkungan.
6
BAB II
DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Metode – Metode Pengeringan Pakaian
Di era yang semakin berkembang dan maju ini, membuat orang semakin termotivasi untuk menciptakan sesuatu yang dapat mempermudah pekerjaan manusia.
Salah satunya adalah masalah untuk mengeringkan pakaian. Banyak metode – metode yang sudah digunakan untuk mengeringkan pakaian, namun masih memiliki beberapa kekurangan dan kelebihan masing-masing. Adapun beberapa metode untuk mengeringkan pakaian adalah (a) pengeringan pakaian dengan memanfaatkan panas sinar matahari, (b) pengeringan pakaian dengan menggunakan gas LPG, (c) pengeringan pakaian dengan menggunakan mesin gaya sentrifugal, (d) pengeringan pakaian dengan mempergunakan metode dehumidifikasi.
a. Pengeringan pakaian memanfaatkan panas sinar matahari
Metode atau cara pengeringan ini telah lama digunakan oleh banyak orang sebagai salah satu cara untuk mengeringkan pakaian. Panas yang dihasilkan oleh matahari akan diserap langsung oleh pakaian sehingga dapat menguapkan kandungan air yang terdapat pada pakaian, hal ini mengakibatkan pakaian menjadi kering dan
terbebas dari air. Metode yang memanfaatkan panas dari matahari sebagai sumber utama dalam pengeringan pakaian ini banyak digunakan oleh setiap orang pada umumnya, metode ini dipilih karena mampu mengeringkan pakaian dalam jumlah yang cukup banyak serta tidak perlu mengeluarkan biaya untuk melakukannya.
Adapun kekurangan dari metode ini adalah tidak dapat mengeringkan pakaian ketika cuaca sedang hujan dan pada saat malam hari karena energi matahari tidak dapat digunakan. Jika musim hujan tiba, harus waspada, agar pakaian yang dikeringkan tidak kehujanan, atau pada saat akan hujan, pakaian segera harus diangkat dari tempat penjemuran. Gambar 2.1 menyajikan proses pengeringan pakaian dengan panas sinar matahari.
Gambar 2.1 Pengeringan pakaian dengan Panas Sinar Matahari (sumber:https://www.google.com/search?q=jemur+pakaian+dengan
+panas+matahari)
b. Pengeringan pakaian menggunakan gas LPG
Pengeringan pakaian yang mengandalkan sumber utama dari gas LPG ini diyakini memiliki tingkat pengeringan pakaian yang lebih cepat dari pada metode lain. Prinsip dari metode pengeringan ini yaitu memanfaatkan udara panas yang dihasilkan dari pebakaran gas LPG yang kemudian disirkulasikan menggunakan fan/blower ke dalam ruang pengering yang berisi pakaian basah sehingga kandungan air yang ada pada pakaian akan hilang akibat adanya udara panas yang masuk ke dalam ruang pengering dan akan keluar menuju udara bebas. Keuntungan pengeringan dengan mempergunakan metode ini adalah (1) mampu mengeringkan pakaian dalam jumlah yang banyak, (2) dapat mengeringkan pakaian tanpa adanya bantuan dari energi matahari, (3) pada saat musim hujan tiba, proses pengeringan pakaian tetap dapat dilakukan, (4) serta proses pengeringan pakaian dapat dilakukan saat malam hari. Kekurangan dari metode ini adalah (1) meninggalkan bau gas LPG pada pakaian, (2) menyebabkan pakaian mudah rusak akibat panas yang ditimbulkan.
Gambar 2.2 menyajikan pengeringan pakaian menggunakan gas LPG.
Gambar 2.2 Pengeringan pakaian menggunakan gas LPG c. Pengeringan pakaian menggunakan mesin gaya sentrifugal
Metode pengeringan ini memanfaatkan gaya sentrifugal untuk memisahkan air dari pakaian yang basah. Prinsip kerja metode ini yakni motor listrik akan memutar drum yang berisi pakaian dengan kecepatan tertentu. Akibat adanya gaya sentrifugal yang berasal dari putaran motor listrik tersebut mengakibatkan air yang berasal dari pakaian terhempas dari drum utama dan masuk ke drum terluar, kemudian air yang terkumpul dalam drum terluar akan keluar melalui pipa output. Namun metode ini tidak membuat pakaian menjadi siap untuk disetrika, melainkan pakaian harus tetap dijemur atau diangin-anginkan agar kering dan siap disetrika. Walaupun demikian, metode pengeringan menggunakan mesin gaya sentrifugal ini dapat dipergunakan bila cuaca sedang hujan maupun mendung dan dapat dilakukan saat malam hari. Metode pengeringan menggunakan mesin gaya sentrifugal tersaji pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Pengeringan pakaian menggunakan mesin gaya sentrifugal (sumber: https://www.google.com/search?q=bagian+mesin+cuci&tbm=isch&tbs)
d. Pengeringan pakaian metode dehumidifikasi
Pengeringan pakaian jenis ini menggunakan metode mesin dehumidifier.
Pengering pakaian jenis ini sangat jarang ditemui dipasaran. Mesin pengering pakaian bekerja dengan memanfaatkan proses dehumidifikasi dan pemanasan udara yang disirkulasikan ke ruang pengering. Udara diturunkan kelembabannya dan dipanaskan untuk menaikkan suhu udara keringnya, setelah itu udara disirkulasikan menuju ruang pengering. Ketika masuk ruang pengering, udara kering dan bersuhu tinggi tersebut dapat dengan mudah mengambil air yang terkandung pada pakaian, sehingga udara menjadi lembab. Kemudian udara lembab disirkulasikan kembali untuk diturunkan kelembabannya ke dalam alat penurun kelembaban. Dehumidifikasi udara dapat dilakukan dengan dua metode. Pertama menggunakan metode (a) Refrigeran Dehumidifier, kedua menggunakan (b) Dessicant dehumidifier.
a. Refrigeran Dehumidifier
Dehumidifier ini paling banyak dipilih karena biaya produksi yang murah, mudah dioperasikan dan efektif ketika digunakan dalam domestik maupun komersial. Prinsip kerja Refrigeran Dehumidifier ini berdasarkan sistem kerja siklus kompresi uap.
Udara yang masuk melalui evaporator, sebagian akan terserap uap airnya, kemudian udara disirkulasikan menuju kondensor agar menjadi udara yang kering dengan suhu udara yang tinggi. Evaporator berperan untuk menurunkan suhu udara sehingga terjadi proses kondensasi, dimana uap air akan menetes pada tempat penampung air.
Sedangkan kondensor berperan untuk menaikkan suhu udara agar udara menjadi lebih kering. Pada penelitian ini, metode yang dipergunakan dalam pengeringan pakaian adalah dengan menggunakan metode Refrigeran Dehumidifier. Gambar 2.4 menyajikan refrigeran dehumidifier.
Gambar 2.4 Refrigeran Dehumidifier
(sumber:https://www.google.com/search?q=refrigerant+dehumidifier&source=
lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjSqOWYzObbAhUQZt4KHcQ9Bls)
b. Dessicant Dehumidifier
Prinsip kerja dari metode ini yaitu melewatkan udara lembab ke bagian proses pada disc. Disc dibuat seperti sarang lebah dan berisi bahan pengering (silica gel atau zeloid). Disc umumnya dibagi menjadi dua saluran udara yang dipisahkan oleh sekat.
Pertama bagian proses (75% dari lingkaran) dan kedua bagian reaktivasi (25% dari lingkaran). Disc diputar perlahan-lahan (± 0,5 rpm) menggunakan motor kecil.
Selanjutnya uap air pada udara akan diserap oleh disc bahan pengering. Kemudian udara meninggalkan rotor dengan suhu hangat dan kering. Bersama dengan berputarnya disc pada bagian reaktivasi, disirkulasikan udara panas dari heater.
Pemanasan pada bagian reaktivasi bertujuan untuk meregenerasi disc bahan pengering (bagian proses). Kemudian air yang terserap oleh disc bagian reaktivasi terlepas karena proses pemanasan dan heat exchanger bergantian menyerap uap air tersebut. Uap air yang diserap oleh heat exchanger akan terpisah menjadi udara dan air, udara akan disirkulasikan kembali ke heater sedangkan air akan menetes dan tertampung pada tangki. Gambar 2.5 menyajikan Desiccant Dehumidifier.
Gambar 2.5 Desiccant Dehumidifier
(sumber:https://www.google.com/search?tbm=isch&sa=1&ei=1JAsW8r2N5uGoASH 0Z2IDQ&q=desiccant+dehumidifier&oq=desiccant+dehumidifier&gs_l=img.3)
2.1.2 Parameter Proses Pengeringan (Dehumidifier)
Dalam proses pengeringan (dehumidifier) terdapat beberapa parameter-parameter yang harus diperhatikan dan dimengerti antara lain, (a) kelembaban udara, (b) suhu udara, (c) aliran udara, dan (d) kelembaban spesifik.
a. Kelembaban Udara
Kelembaban udara merupakan banyaknya jumlah kandungan air yang terdapat pada udara. Kelembaban itu sendiri dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak dan kelembaban relatif. Kelembaban relatif merupakan presentase perbandingan jumlah uap air yang terkandung dalam 1 m³ udara dengan jumlah air maksimal yang dapat terkandung dalam 1 m³ udara pada kondisi yang sama. Semakin rendah kelembaban relatif udara besar kemampuan udara dalam menyerap uap air, pada kondisi temperatur yang sama. Gambar 2.6 menyajikan hygrometer.
Gambar 2.6 Hygrometer
Alat yang digunakan untuk mengetahui tingkat kelembaban biasanya menggunakan hygrometer atau dengan menggunakan termometer bola basah dan termometer bola kering. Prinsip kerja dari hygrometer yaitu dengan menggunakan dua buah termometer. Termometer bola kering digunakan untuk mengukur suhu udara kering, sedangkan termometer bola basah digunakan untuk mengukur suhu udara basah. Pada termometer bola basah, bagian luar dari tabung air raksa diberi kain yang dibasahi air agar suhu yang terukur adalah suhu saturasi atau titik jenuh, yaitu suhu yang diperlukan agar uap air dapat berkondensasi. Untuk termometer bola kering, bagian luar dari tabung air raksa pada termometer dibiarkan kering sehingga akan mengukur suhu udara aktual.
b. Suhu Udara
Suhu udara adalah suatu keadaan panas atau dinginnya udara pada suatu tempat.
Suhu udara dinyatakan panas jika suhu udara pada tempat dan waktu tertentu
melebihi suhu lingkungan disekitarnya begitu pula sebaliknya untuk suhu udara dingin. Suhu udara di wilayah tropis khususnya Indonesia sekitar 28°C.
Dalam proses pengeringan, suhu udara memiliki peran yang penting. Semakin besar perbedaan antara suhu udara pengering dan suhu udara pada pakaian maka kemampuan perpindahan kalor semakin besar sehingga proses penguapan juga meningkat. Agar pakaian yang dikeringkan tidak mudah rusak, maka suhu harus tetap dikontrol secara terus menerus pada saat proses pengeringan berlangsung.
c. Aliran Udara
Pada proses pengeringan pakaian, aliran udara memiliki fungsi membawa udara panas untuk menguapkan kandungan air pada pakaian serta mengeluarkan uap hasil penguapan tersebut. Uap air hasil penguapan harus segera dikeluarkan dengan tujuan mencegah terjadinya udara jenuh pada ruangan sehingga tidak mengganggu proses pengeringan pakaian. Semakin besar debit aliran udara panas yang mengalir pada pakaian maka akan semakin besar kemampuannya untuk menguapkan kadar air yang berasal dari pakaian, namun hal ini berbanding terbalik dengan suhu udara yang semakin menurun.
d. Kelembaban Spesifik
Kelembaban spesifik atau ratio kelembaban (w) adalah jumlah kandungan uap air di udara dalam setiap kilogram udara kering, atau perbandingan antara massa uap air dengan massa udara kering. Kelembaban spesifik biasanya dinyatakan dalam gram per kilogram dari udara kering (gr/kg) atau (kg/kg). Dalam sistem dehumidifier
semakin besar selisih kelembaban spesifik udara setelah keluar dari ruang pengering (WD) dengan kelembaban spesifik udara masuk ruang pengering (WC), maka semakin banyak massa air yang diuapkan pada proses tersebut. Massa air yang berhasil diuapkan pada proses tersebut dapat dihitung dengan Persamaan (2.1) :
Δw : (WD– WC) kgair/kgudara (2.1)
Pada Persamaan (2.1) :
Δw : massa air yang berhasil diuapkan (kgair/kgudara)
WD : kelembaban spesifik udara saat keluar dari ruang pengering (kgair/kgudara)
WC : kelembaban spesifik udara masuk ruang pengering (kgair/kgudara) 2.1.3 Siklus Kompresi Uap
Mesin refrigerasi (refrigeration) dengan siklus kompresi uap merupakan jenis mesin refrigerasi yang umum digunakan pada proses dehumidifier, yang berfungsi untuk memindahkan kalor dari tempat yang bersuhu rendah ke tempat yang bersuhu lebih tinggi. Terdapat beberapa jenis refrigeran yang umum digunakan pada siklus kompresi uap. Refrigeran yang umum digunakan antara lain : R-600, R-134a, R-410a dan lain-lain. Pada siklus kompresi uap untuk saat ini pada umumnya menggunakan refrigeran R-134a sebagai fluida kerja karena refrigeran ini lebih ramah lingkungan, dan tidak memberikan efek pemanasan global.
2.1.3.1 Komponen – Komponen Utama Mesin Siklus Kompresi Uap
Dalam siklus kompresi uap, terdapat 4 komponen utama yaitu evaporator, kompresor, pipa kapiler dan kondensor. Rangkaian komponen utama pada siklus
kompresi uap disajikan seperti pada Gambar 2.7. Pada Gambar 2.7, Qin merupakan energi kalor yang diserap oleh evaporator dari udara yang melintasi evaporator persatuan massa refrigeran, Qoutmerupakan energi kalor yang dilepas kondensor ke udara sekitar kondensor persatuan massa refrigeran dan Win merupakan kerja yang dilakukan kompresor persatuan massa refrigeran. Tanda panah pada rangkaian komponen mesin siklus kompresi uap, menunjukkan arah aliran refrigeran yang mengalir pada siklus kompresi uap. Besarnya kalor yang dilepas kondensor (Qout) merupakan jumlah kalor yang diserap evaporator (Qin) dengan kerja yang dilakukan kompresor (Win), atau dapat dinyatakan Qout = Qin + Win. Akibat kalor yang dilepas kondensor lebih besar dari kalor yang diserap evaporator, maka secara fisik ukuran kondensor lebih besar dibandingkan dengan ukuran evaporator, untuk jenis alat penukar kalor evaporator dan kondensor yang sama yaitu jenis pipa bersirip.
Gambar 2.7 Skematik Rangkaian Komponen Utama Siklus Kompresi Uap Dalam siklus kompresi uap, uap refrigeran yang bertekanan rendah akan dikompresi oleh kompresor sehingga menjadi uap refrigeran yang bertekanan tinggi. Ketika telah
menjadi refrigeran bertekanan tinggi, maka refrigeran akan diembunkan ke dalam kondensor. Kemudian pipa kapiler akan menurunkan tekanan tinggi cairan refrigeran menjadi tekanan rendah dengan tujuan agar refrigeran dapat menguap kembali ke dalam evaporator sehingga menjadi uap refrigeran bertekanan rendah.
Berikut penjelasan mengenai komponen – komponen yang bekerja pada siklus kompresi uap :
a. Kompresor
Kompresor pada mesin siklus kompresi uap bekerja untuk menaikkan tekanan refrigeran dari tekanan rendah menjadi tekanan tinggi. Cara kerja komponen ini adalah dengan menghisap sekaligus menekan refrigeran, sehingga mengakibatkan terjadinya sirkulasi refrigeran yang mengalir dari pipa-pipa mesin siklus kompresi uap.
b. Kondensor
Kondensor berfungsi untuk merubah fase refrigeran, dari fase gas menjadi cair.
Proses ini berlangsung pada tekanan dan suhu yang konstan. Perubahan fase refrigeran dapat terjadi karena suhu kerja kondensor lebih tinggi dibandingkan dengan suhu lingkungan disekitar kondensor.
c. Pipa Kapiler
Pipa kapiler dalam mesin siklus kompresi uap memiliki peran untuk menurunkan tekanan refrigeran dan mendapatkan temperatur refrigeran yang sangat rendah.
Cairan refrigeran yang mengalir memasuki pipa kapiler akan mengalami penurunan
tekanan yang disebabkan adanya gesekan dengan pipa. Bentuk pipa kapiler berupa pipa kecil berdiameter sekitar 0,032 inch dengan panjang kurang lebih 2,1 cm.
d. Evaporator
Evaporator befungsi untuk merubah refrigeran dari fase campuran cair dan gas menjadi gas jenuh. Proses ini berlangsung ketika kondisi suhu kerja evaporator rendah, dan kalor masuk dari lingkungan di sekitar evaporator yang bersuhu lebih tinggi. Proses penguapan refrigeran terjadi pada temperatur dan tekanan yang tetap.
e. Filter
Pada mesin siklus kompresi uap terdapat juga bagian yang dinamakan filter.
Filter ini berfungsi untuk menyaring kotoran pada refrigeran sebelum memasuki pipa kapiler sehingga tidak menyumbat aliran refrigeran yang akan melewati pipa kapiler.
2.1.3.2 Diagram P-h dan Diagram T-s
Dalam siklus kompresi uap ini, refrigeran mengalami beberapa proses yaitu : proses kompresi, desuperheating, kondensasi, pendinginan lanjut, throttling, proses penguapan dan proses pemanasan lanjut. Gambar 2.8 menyajikan siklus kompresi uap pada diagram p-h. Sedangkan Gambar 2.9 menyajikan siklus kompresi uap pada diagram T-s.
Gambar 2.8 Siklus Kompresi Uap pada diagram P-h
Gambar 2.9 Siklus Kompresi Uap pada diagram T-s
Di dalam siklus kompresi uap ini, refrigeran mengalami beberapa proses yaitu:
a. Proses 1-2 Proses Kompresi
Proses ini berlangsung pada kompresor yang bertujuan untuk menaikkan tekanan refrigeran, dari refrigeran bertekanan rendah menuju refrigeran bertekanan tinggi.
Karena proses ini berlangsung secara isentropik (berlangsung pada entropi (s) konstan) maka suhu yang keluar dari kompresor juga meningkat menjadi gas panas lanjut. Pada proses ini, diperlukan energi listrik untuk menggerakkan kompresor.
b. Proses 2-2a Proses Penurunan Suhu (Desuperheating)
Proses ini berlangsung sebelum memasuki kondensor. Refrigeran gas panas lanjut yang bertemperatur tinggi diturunkan suhunya menjadi gas jenuh. Penurunan suhu terjadi karena adanya perpindahan kalor dari refrigeran ke lingkungan serta berlangsung pada tekanan yang konstan.
c. Proses 2a-3a Proses Pengembunan (Kondensasi)
Proses ini merupakan proses pembuangan kalor ke udara lingkungan sekitar kondensor pada suhu yang konstan. Selain itu pada proses ini terjadi perubahan fase dari gas jenuh menjadi cair jenuh, hal ini disebabkan karena temperatur refrigeran lebih tinggi daripada temperatur udara di lingkungan sekitar kondensor. Proses ini berlangsung pada tekanan dan suhu yang konstan.
d. Proses 3a-3 Proses Pendinginan Lanjut (Subcooling)
Pada proses ini terjadi proses pelepasan kalor lanjut sehingga suhu refrigeran yang keluar dari kondensor menjadi lebih rendah dan terjadi perubahan fase dari cair jenuh menjadi fase cair lanjut. Hal ini mengakibatkan refrigeran lebih mudah mengalir ke dalam pipa kapiler. Proses ini berlangsung pada tekanan yang tetap (konstan).
e. Proses 3-4 Proses Penurunan Tekanan (Throttling)
Proses ini terjadi selama di dalam pipa kapiler, dimana refrigeran yang mengalir pada pipa kapiler akan berubah dari fase cair lanjut menjadi fase campuran cair dan gas. Akibat dari penurunan tersebut, suhu refrigeran juga mengalami penurunan.
Proses ini berlangsung pada nilai entalpi yang tetap.
f. Proses 4-1a Proses Penguapan (Evaporasi)
Pada proses ini terjadi perubahan fase dari campuran cair dan gas menjadi gas jenuh. Hal ini dipengaruhi karena temperatur refrigeran lebih rendah daripada temperatur udara disekitar evaporator, akibatnya terjadi penyerapan kalor dari udara di lingkungan sekitar evaporator. Proses ini berlangsung pada tekanan dan temperatur yang tetap (konstan).
g. Proses 1a-1 Proses Pemanasan Lanjut (Superheating)
Proses ini terjadi karena adanya penyerapan kalor secara terus menerus pada proses 4-1a, akibatnya refrigeran yang akan masuk ke kompresor berubah fase dari gas jenuh menjadi gas panas lanjut, sehingga mengakibatkan kenaikkan tekanan dan suhu refrigeran.
2.1.3.3 Perhitungan pada Mesin Siklus Kompresi Uap
Perhitungan – perhitungan yang dipakai pada siklus kompresi uap meliputi : (a) energi kalor yang diserap oleh evaporator dari udara yang melintasi evaporator persatuan massa refrigeran (Qin), (b) energi kalor yang dilepas kondensor ke udara di sekitar kondensor persatuan massa refrigeran (Qout), (c) kerja yang dilakukan kompresor persatuan massa refrigeran (Win), (d) coefficient of performance (COPaktual) mesin siklus kompresi uap, (e) coefficient of performance (COPideal) mesin siklus kompresi uap, dan (f) efisiensi dari mesin siklus kompresi uap.
a. Energi kalor yang masuk ke evaporator (Qin)
Energi kalor yang diserap oleh evaporator dari udara yang melintasi evaporator persatuan massa refrigeran (Qin) dapat dihitung dengan Persamaan (2.2)
Qin= h1– h4 (2.2) Pada Persamaan (2.2) :
Qin : Energi kalor yang diserap evaporator dari udara yang melintasi evaporator persatuan massa refrigeran (kJ/kg)
h1 : Entalpi refrigeran saat keluar evaporator / entalpi refrigeran masuk kompresor (kJ/kg)
h4 : Entalpi refrigeran sebelum masuk evaporator / entalpi refrigeran keluar dari pipa kapiler (kJ/kg)
b. Energi kalor yang keluar dari kondensor (Qout)
Energi kalor yang dilepas kondensor ke udara di sekitar kondensor persatuan massa refrigeran (Qout) dapat dihitung dengan Persamaan (2.3)
Qout= h2– h3 (2.3)
Pada Persamaan (2.3) :
Qout : Energi kalor yang dilepas kondensor ke udara di sekitar kondensor persatuan massa refrigeran (kJ/kg)
h2 : Entalpi refrigeran saat masuk kondensor persatuan massa refrigeran (kJ/kg) h3 : Entalpi refrigeran saat masuk pipa kapiler persatuan massa refirgeran (kJ/kg)
c. Kerja Kompresor (Win)
Kerja yang dilakukan oleh kompresor persatuan massa refrigeran (Win) dapat dihitung dengan Persamaan (2.4)
Win= h2– h1 (2.4)
Pada Persamaan (2.4) :
Win : Kerja yang dilakukan oleh kompresor persatuan massa refrigeran (kJ/kg) h2 : Entalpi saat masuk kondensor persatuan massa refrigeran (kJ/kg)
h1 : Entalpi saat keluar evaporator persatuan massa refrigeran (kJ/kg) d. COPaktualmesin siklus kompresi uap
Unjuk kerja aktual mesin siklus kompresi uap (COPaktual) dapat dihitung dengan Persamaan (2.5)
COPaktual= in
in (2.5)
Pada Persamaan (2.5) :
COPaktual : Unjuk kerja aktual mesin siklus kompresi uap
Qin : Energi kalor yang diserap evaporator persatuan massa refrigeran (kJ/kg)
Win : Kerja kompresor persatuan massa refrigeran (kJ/kg) e. COPidealmesin siklus kompresi uap
Unjuk kerja ideal mesin siklus kompresi uap (COPideal) dapat dihitung dengan Persamaan (2.6)
COPideal= e
C e (2.6)
Pada Persamaan (2.6) :
COPideal : Unjuk kerja ideal mesin siklus kompresi uap Tc : Suhu kerja mutlak kondensor (K)
Te : Suhu kerja mutlak evaporator (K)
f. Efisiensi (ƞ) mesin siklus kompresi uap
Efisiensi mesin siklus kompresi uap (ƞ) dapat dihitung dengan Persamaan (2.7)
Efisiensi (ƞ) = aktual
ideal (2.7)
Pada Persamaan (2.7) :
Efisiensi (ƞ) : Efisiensi mesin siklus kompresi uap
COPaktual : Unjuk kerja aktual mesin siklus kompresi uap COPideal : Unjuk kerja ideal mesin siklus kompresi uap 2.1.4 Psychrometric Chart
Psychrometric Chart merupakan grafik yang dipergunakan untuk menentukan hubungan antara properti-properti udara pada suatu keadaan. Untuk mengetahui nilai dari properti tersebut dapat dipergunakan gambar Psychrometric Chart. Nilai properti-properti udara meliputi: suhu udara bola keirng (Tdb), suhu udara bola basah (Twb), suhu titik embun (Tdp), spesifik volume (SpV), kelembaban relatif (RH), entalpi (H), dan kelembaban spesifik (W). Gambar 2.10 adalah contoh dari Psychrometric Chart.
Gambar 2.10Psychrometric Chart (sumber:http://flycarpet.net/en/PsyOnline)
2.1.4.1 Properti – Properti Dalam Psychrometric Chart
Properti-properti dari udara yang terdapat di dalam Psychrometric Chart antara lain (a) temperatur bola kering / dry-bulb temperature (Tdb) (b) temperatur bola basah / wet-bulb temperature (Twb), (c) temperatur titik embun / dew-point temperature (Tdp), (d) volume spesifik (SpV), (e) kelembaban relatif / relative humidity (%RH), (f) entalpi / enthalpy, (g) kelembaban spesifik / spesific humidity (w). Gambar 2.11 menyajikan Skematik Psychrometric Chart. Berikut penjelasan dari properti-properti yang digunakan dalam pembacaan grafik Psychrometric Chart:
a. Temperatur bola kering / dry-bulb temperature (Tdb)
Temperatur bola kering adalah temperatur udara yang diperoleh dari pembacaan pada termometer dengan tabung air raksa dalam keadaan kering atau tanpa dibalut kain basah.
b. Temperatur bola basah / wet-bulb temperatur (Twb)
TWB adalah temperatur udara basah yang diperoleh melalui pengukuran dengan mempergunakan termometer dengan bulb dalam keadaan basah atau dibalut kain basah.
c. Temperatur titik embun / dew-point temperatur (Tdp)
Tdp merupakan awal mula udara menunjukkan proses pengembunan ketika didinginkan. Tdp ditandai sebagai titik sepanjang saturasi. Pada saat udara ruang mengalami saturasi (jenuh) maka besarnya Tdp sama dengan TWB demikian pula dengan TDB.
d. Volume spesifik (SPV)
Volume spesifik (SPV) merupakan volume udara campuran dengan satuan meter kubik per kilogram udara kering.
e. Kelembaban relatif / relative humidity (% RH)
Kelembaban relatif merupakan selisih antara massa uap air yang terkandung pada udara dengan jumlah maksimal (saturasi) dari uap air yang ada pada suatu ruang atau
Kelembaban relatif merupakan selisih antara massa uap air yang terkandung pada udara dengan jumlah maksimal (saturasi) dari uap air yang ada pada suatu ruang atau