• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari proposal ini diharapkan menjadi : 1. Praktis

Agar pengungkapan konsep kecerdasan emosional dapat memberikan sebuah nuansa dalam kajian dan wawasan Pendidikan Agama Islam di mana kedua konsep ini merupakan konsep yang tidak bertentangan khususnya terkait dengan ajaran Islam.

2. Teoritis

Diharapkan dapat memberikan satu alternatif bagi Pendidikan Agama Islam dalam menumbuhkan kecerdasan emosional

6 A. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Seperti kita ketahui bahwa pendidikan merupakan suatu usaha untuk menambah kecakapan, keterampilan serta sikap melalui belajar dan pengalaman yang diperlukan untuk memungkinkan manusia mempertahankan dan mencapai tujuan hidupnya.

Pendidikan Agama Islam mempunyai derajat yang mulia karena tidak hanya bersifat mengajar, dalam arti menyampaikan ilmu pengetahuan tentang Agama Islam kepada anak didik melainkan melakukan pembinaan mental spritual yang sesuai dengan ajaran Agama Islam. Selanjutnya akan diuraikan beberapa pengertian Pendidikan Agama Islam, seperti yang diungkapkan oleh Usman Said bahwa "Pendidikan Agama Islam adalah usaha untuk membentuk atau membimbing/menuntun rohani, jasmani seseorang menurut ajaran Islam".

Sedangkan Mappanganro (1996:13), mengatakan bahwa :

Pendidikan Agama Islam di sekolah merupakan usaha bimbingan, pembinaan terhadap peserta didik, dalam menyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam, sehingga menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah Swt.

6

Menurut H. Abdurrahman (1993:39) mengemukakan bahwa:

Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik/murid agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Agama Islam serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan.

Ketiga pengertian di atas, menggambarkan bahwa Pendidikan Agama Islam mencakup usaha yang dilaksanakan untuk membentuk atau membimbing jasmani dan rohani anak didik yang berdasarkan pada ajaran Islam, serta memberikan gambaran kepada kita, bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah ingin membentuk manusia yang beriman dan betaqwa kepada Allah Swt, sebagai tujuan hidup manusia itu sendiri serta merupakan aktualisasi dari hubungan manusia dengan Tuhan pencipta, hubungan manusia dengan sesama manusia serta hubungan alam raya ini.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam SMA/SMK

a. Pendidikan Agama Islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi

Jadi, oleh karena itu dalam proses pembelajaran di sekolah, maka tujuan dari Pendidikan Agama adalah untuk membina,

membimbing, dan mengarahkan serta berupaya untuk mengubah tingkah laku dan kepribadian siswa dengan mendidik dan mengajarkannya, agar siswa mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Secara garis besar tujuan Pendidikan Agama Islam dapat dibagi kepada tujuan umum dan tujuan khusus.

1) Tujuan Umum

Tujuan umum atau tujuan akhir adalah cermin kehidupan manusia dalam menjalankan kehidupan akhir hidupnya.

Menurut Zakiah Daradjat (2002:30) mengemukakan bahwa:

Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain yang meliputi seluruh aspek kemanusiaan, sikap, tingkah laku, penampilan, dan pandangan.

Sesuai dengan pengertian di atas dapat dilihat bahwa tujuan dalam Pendidikan Agama Islam pada anak didik harus berisi hal-hal yang dapat menumbuhkan dan memperkuat iman serta mendorong kepada kesenangan anak untuk mengamalkan ajaran Agama Islam, untuk itu diperlukan usaha materil yang akan memperkaya siswa dengan sejumlah pengetahuan, membuat mereka dapat menghayati dan mengembangkan ilmu itu, juga membuat ilmu yang mereka pelajari dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

2) Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari Pendidikan Agama Islam yang bersasaran kepada faktor-faktor khusus, yang menjadi salah satu aspek penting dari tujuan umum yaitu: “memberikan dan mengamalkan kemampuan atau skill khusus pada anak didik, sehingga mampu bekerja dalam bidang pekerjaan tertentu yang berkaitan erat dengan tujuan umum.

Abdurrahman (1993:39), dalam bukunya Pengelolaan Pengajaran, mengemukakan tujuan Pendidikan Agama Islam sebagai berikut :

1. Agar anak didik/murid memahami ajaran Islam lebih mendalam dan bersifat menyeluruh, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman hidup dan amalan perbuatannya, baik dalam hubungan dirinya dengan Allah Swt, hubungan dirinya dengan masyarakat maupun hubungan dirinya dengan alam sekitarnya.

2. Membentuk pribadi yang berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Agama Islam.

Bertolak dari hal di atas dapat dipahami bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam bagi seorang anak didik adalah untuk memberi pedoman atau petunjuk tentang apa yang harus ia perbuat dan bagaimana cara berbuat, baik kepada sang Khalik, sesama manusia maupun kepada lingkungannya. Sehingga terjalin hubungan harmonis menuju terbentuknya pribadi yang berakhlak mulia.

b. Tujuan Pendidikan Agama Islam di SMA/SMK

Adapun tujuan pendidikan agama Islam di SMA/SMK adalah sebagai berikut:

1. Siswa diharapkan mampu membaca al-Qur’an, menulis dan

memahami ayat Alquran serta mampu

mengimplementasikannya didalam kehidupan sehari-hari.

2. Siswa diharapkan mampu memahami sumber hukum dan ketentuan hukum Islam tentang ibadah, muamalah, mawaris, munakahat, jenazah dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Siswa diharapkan mampu memahami, mengambil manfaat dan hikmah perkembangan Islam di Indonesia dan dunia serta mampumenerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan Pendidikan Agama Islam di SMA/SMK adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah Swt. Serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Tujuan Pendidikan Agama Islam adalah sejalan dengan tujuan umum pendidikan nasional. Oleh karena itu, tujuan yang diharapkan dapat tercapai pada Pendidikan Agama Islam menurut ajaran Islam, semuanya tercakup dalam tujuan umum pendidikan nasional.

Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan,

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab,”

Karena tujuan umum Pendidikan Nasional sejalan dengan tujuan Pendidikan Agama Islam, maka dari jabaran UUD 1945 yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 di atas dapat dipahami bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah untuk menciptakan manusia yang utuh, baik jasmani maupun rohani sehingga dapat hidup sesuai dengan tuntutan hidupnya.

Tujuan ini adalah merupakan tujuan umum Pendidikan Agama Islam.

3. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Agama Islam SMA/SMK Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.

a. Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam SMA/SMK meliputi:

1. Pengajaran keimanan

Aqidah Islam berawal dari keyakinan kepada Dzat Mutlak yang Maha Esa yaitu Allah beserta sifat dan wujud-Nya yang sering disebut dengan tauhid. Tauhid menjadi rukun iman dan prima causa seluruh keyakinan Islam. Keimanan merupakan akar suatu pokok agama, pengajaran keimanan berarti proses belajar mengajar tentang berbagai aspek kepercayaan.

2. Pengajaran akhlak

Kata akhlak berawal dari bahasa Arab yang berarti bentuk kejadian dalam hal ini bentuk batin atau psikis manusia. Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia sebagai sistem yang mengatur hubungan manusia dengan Allah.

Manusia dan lainnya yang dilandasi oleh aqidah yang kokoh.

Dalam pelaksanaannya pengajaran ini berarti proses kegiatan belajar mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajar berakhlak baik.

3. Pengajaran ibadah

Ibadah menurut bahasa artinya, taat, tunduk, turut, ikut dan doa. Dalam pengertian yang khusus ibadah adalah segala bentuk pengabdian yang sudah digariskan oleh syariat Islam baik bentuknya, caranya, waktunya serta syarat dan rukunnya seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lain.

Pengajaran ibadah ini tidak hanya memberikan pengetahuan tentang ibadah tetapi juga menciptakan suasana yang menyenangkan, sehingga situasi proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik.

4. Pengajaran Alquran

Alquran adalah sumber ajaran Agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama. Alquran adalah kitab suci yang memuat firman-firman (wahyu) Allah.

5. Pengajaran muamalah

Muamalah merupakan sikap hidup dan kepribadian hidup manusia dalam menjalankan sistem kehidupannya yang dilandasi dengan keimanan yang kokoh.

Tujuan hidup manusia adalah untuk memecahkan peradaban. Setiap proses kehidupan seharusnya mengandung berbagai kebutuhan masyarakat, sehingga out put pendidikan sanggup memetakan sekaligus masalah yang sedang dihadapi masyarakat.

6. Pengajaran syari’ah

Bidang studi syari’ah merupakan pengajaran dan bimbingan untuk mengetahui syariah Islam yang di dalamnya mengandung perintah agama yang harus diamalkan dan larangan agama yang harus ditinggalkan.

Pelaksanaan pengajaran syari’ah ini ditujukan agar norma-norma hukum, nilai-nilai dan sikap-sikap yang menjadi dasar

pandangan hidup seseorang muslim, siswa dapat mematuhi dan melaksanakannya sebagai pribadi, anggota keluarga dan masyarakat lingkungan.

7. Pengajaran tarikh atau sejarah Islam

Tarikh merupakan suatu bidang studi yang memberikan pengetahuan tentang sejarah dan kebudayaan Islam meliputi masa sebelum kelahiran Islam, masa nabi dan sesudahnya baik pada daulah Islamiah maupun pada negara-negara lainnya di dunia, khususnya perkembangan agama Islam di tanah air.

Pelaksanaan pengajaran tarikh ini diharapkan mampu membantu peningkatan iman siswa dalam rangka pembentukan pribadi muslim disamping memupuk rasa kecintaan dan kekaguman terhadap Islam dan kebudayaannya, memberikan bekal kepada siswa dalam melanjutkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi atau untuk menjalani kehidupan pribadi mereka bila putus sekolah, mendukung perkembangan Islam masa kini dan mendatang. Di samping meluaskan cakrawala pandangan terhadap makna Islam bagi kepentingan umat Islam.

B. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian kecerdasan emosional

Kecerdasan emosional merupakan unsur yang sangat penting khususnya dalam dunia pendidikan. Sebelum memaparkan lebih jauh, penulis terlebih dahulu memaparkan pengertian kecerdasan dan

emosi. Dengan mengetahui hal tersebut maka akan memudahkan kita untuk memperoleh gambaran dan memahami hakikat kecerdasan.

Pembahasan berikut akan mencoba menelaah kecerdasan emosional berdasarkan teori yang dikemukakan oleh para ahli.

a. Kecerdasan

Kecerdasan berasal dari kata “cerdas” mengandung arti sempurna pertumbuhan tubuhnya seperti sehat dan kuat fisiknya. Di dalam bahasa Inggris dikenal istilah intelligency yang mengandung arti mengerti kemampuan dasar, kapabilitas dan kapasitas sifat umum yang dimiliki seseorang berkembang melalui rangsangan dari lingkungan hidupnya.

Spearman dan Jones dalam bukunya Hamzah B. Uno, (Gorontalo:Nuruljannah, 2002:36), mengemukakan bahwa:

Ada suatu konsep lama tentang kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal pikiran manusia dengan gagasan abstrak yang universal untuk dijadikan sumber tunggal pengetahuan sejati.

Kekuatan demikian dalam bahasa Yunani disebut nous, sedangkan penggunaan kekuatan termaksud disebut noesis.

Kedua istilah tersebut kemudian dalam bahasa Latin dikenal sebagai intellectus dan intelligentia. Selanjutnya dalam bahasa Inggris masing-masing diterjemahkan sebagai intellect dan intelligence. Transisi bahasa tersebut, ternyata membawa perubahan makna yang mencolok. Intelligence, yang dalam bahasa Indonesia kita sebut inteligensi (kecerdasan), semula berarti penggunaan kekuatan intelektual secara nyata, tetapi kemudian diartikan sebagai kekuatan lain.

Diantara ciri-ciri prilaku yang secara tidak langsung telah disepakati sebagai tanda telah dimilikinya inteligensi yang tinggi, antara lain adalah (1) adanya kemampuan untuk memahami dan

menyelesaikan problem mental dengan cepat, (2) kemampuan mengingat, (3) kreativitas yang tinggi dan (4) imajinasi yang berkembang.Sebaliknya, prilaku yang lamban, tidak cepat mengerti, kurang mampu menyelesaikan problem mental yang sederhana, dan semacamnya, dianggap sebagai indikasi tidak dimilikinya inteligensi yang baik.

b. Emosi

Emosi berasal dari bahasa Inggris “Emotion” yang berarti keibaan hati, suara yang mengandung emosi, pembelaan yang mengharukan, pembelaan yang penuh perasaan. Berkaitan dengan hakikat emosi, Beck mengungkapkan pendapat James dan Lange yang menjelaskan bahwa Emotion is the perception of bodily changes wich occur in response to an event. Emosi adalah persepsi perubahan jasmaniah yang terjadi dalam memberi tanggapan (respons) terhadap suatu peristiwa. Definisi ini bermaksud menjelaskan bahwa pengalaman emosi merupakan persepsi dari reaksi terhadap situasi.

Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Pengertian emosi tersebut masih membingungkan, baik menurut para ahli psikologi maupun ahli filsafat.

Akan tetapi makna paling harfiah dari emosi didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, dan nafsu; setiap

keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Oleh karena itu, emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis, psikologis dan serangkaian kecendrungan untuk bertindak.

c. Kecerdasan Emosional

Berdasarkan kedua pengertian di atas, kecerdasan emosional menggambarkan sebagai potensi psikologis yang bersifat positif dan perlu dikembangkan. Daniel Goleman misalnya mengatakan bahwa kecerdasan emosional mengandung beberapa pengertian. Pertama, kecerdasan emosi tidak hanya berarti bersifat ramah, pada saat-saat tertentu yang diperlakukan mungkin bukan sikap ramah, melainkan sikap tegas yang barangkali memang tidak menyenangkan, tetapi mengungkapkan kebenaran yang selama ini dihindari. Kedua, kecerdasan emosi bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa memanjakan perasaan, melainkan mengelola perasaan sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif yang memungkinkan orang bekerjasama dengan lancar menuju sasaran bersama. Kecerdasan emosional lebih lanjut dapat diartikan kepiawaian, kepandaian dan ketepatan seseorang dalam mengelola diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain di sekeliling mereka dengan menggunakan seluruh potensi psikologis yang dimilikinya seperti inisiatif, empati, adaptasi, komunikasi, kerjasama dan

kemampuan persuasi yang secara keseluruhan telah tertanam kepada diri seseorang.

Saphiro dalam bukunya Hamzah B. Uno (2002:68), menemuakan bahwa:

Kecerdasan emosi pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh dua orang ahli yaitu Peter Salovey dan John Mayer untuk menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang dianggap penting untuk mencapai keberhasilan. Jenis kualitas emosi yang dimaksudkan antara lain : a) Empati, b) Mengungkapkan dan memahami perasaan, c) Mengendalikan amarah, d) Kemampuan kemandirian, e). Kemampuan menyesuaikan diri, f) Diskusi, g) Kemampuan memecahkan masalah antarpribadi, h) Ketekunan, i) Kesetiakawanan, j) Keramahan, k) Sikap hormat.

Kemudian, Goleman menjelaskan pendapat Salovey (1995:57-59) yang menempatkan kecerdasan pribadi Gardner sebagai dasar dalam mendefinisikan kecerdasan emosional yang dicetuskannya. Dalam hal ini Salovey memperluas kemampuan kecerdasan emosional menjadi lima wilayah utama, yaitu mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan.

Dalam Islam, kecerdasan emosional dikenal dengan

“Kecerdasan Qalbiyah” (Kognitif Qalbiyah). Dengan pendidikan hati dapat melepaskan hati dari sifat-sifat tercela, keyakinan-keyakinan syirik dan batil, berbagai penyakit psikis dan kondisi-kondisi ruhani yang rendah dan bodoh. Demikian juga jika hati manusia dididik dengan baik dan teratur, manusia akan dapat mencapai derajat Ihsan dalam beribadah kepada Allah. Olehnya itu syarat untuk mencerdaskan hati adalah iman. Hati adalah pusat pendidikan akhlak.

Akhlak merupakan fenomena kepribadian manusia terpenting dan

merupakan suatu kondisi dalam jiwa, menetap padanya dan dapat melahirkan berbagai perbuatan secara mudah serta tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Untuk menggambarkan adanya kecerdasan emosional pada diri manusia, alquran lebih menginformasikan adanya unsur nafs, qalb, ruh dan aql. Kata nafs dalam alquran mempunyai aneka makna, terkadang diartikan totalitas manusia, dan terkadang diartikan sebagai apa saja yang terdapat dalam diri manusia yang menghasilkan tingkah laku. Sedangkan qalb dalam alquran digambarkan sebagai wadah bagi pengajaran, kasih sayang, takut dan keimanan. Dengan demikian qalbu menampung hal-hal yang didasari pemiliknya. Wadah kalbu ini dapat diperbesar, diperkecil atau dipersempit. Ia dapat diperlebar dengan amal-amal kebajikan serta oleh jiwa. Selanjutnya qalbu sebagai alat dilukiskan pula dengan kata Fu’ad.

Dengan demikian kecerdasan emosional yang dimaksud dalam skripsi ini yaitu, kemampuan seseorang untuk mendengarkan hati nuraninya atau bisikan yang meng-Ilahi dalam diri seseorang, mengambil keputusan atau melakukan pilihan-pilihan dalam setiap tindakan yang akan dilakukannya, agar tindakan yang dilakukannya tersebut sejalan dengan keinginan hatinya, yang pada akhirnya melahirkan akhlak yang mulia. Jadi berbicara masalah kecerdasan emosional maka terlebih dahulu kita harus berbicara kecerdasan

spiritual, olehnya itu sebelum membina EQ maka yang perlu dibina terlebih dahulu adalah spiritual, karena kecerdasan spiritual sebagai tonggak utama berhasilnya kecerdasan-kecerdasan yang lain.

2. Konsep Kecerdasan Emosional Menurut Pendidikan Islam Konsep Kecerdasan Emosional sebagaimana digambarkan pada uraian sebelumnya, terkait dengan sikap-sikap terpuji dari kalbu dan akal yakni sikap bersahabat, kasih sayang, empati, takut berbuat salah, keimanan, dorongan moral, bekerjasama, beradaptasi, berkomunikasi dan penuh perhatian serta kepedulian terhadap sesama mahluk ciptaan Tuhan.

Adapun ciri yang menandai kecerdasan emosional dalam pendidikan Islam terdapat pada pendidikan akhlak. Para pakar pendidikan Islam dengan berbagai ungkapan, pada umumnya sepakat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membina pribadi muslim yang sempurna dan beribadah kepada Allah swt. termasuk salah satunya adalah akhlak mulia. Al-Akhlākal-karīmah dalam Islam adalah hal yang berhubungan dengan kecakapan emosi dan spiritual seperti konsistensi (Istiqāmah), rendah hati (tawādu), berusaha keras (Tawākkal), ketulusan (Ikhlās), Totalitas (Kāffah), Keseimbangan (tawāzun), integritas dan penyempurnaan (Ihsān). Kecerdasan emosional dalam Islam disebut kognitif Qalbiyah karena hati merupakan pusat pendidikan akhlak, sebagaimana uraian sebelumnya. Olehnya itu hati harus dididik, diperbaiki, diluruskan,

diberi perhitungan dan diberi teguran. Pendidikan dan pelurusan hati bertujuan memunculkan kecerdasan yang dimilikinya atau untuk mengobati penyakit-penyakit psikis yang diderita. Dengan dididik dan diluruskan, hati akan dapat menggapai kondisi-kondisi ruhani yang positif dan sifat-sifat kesempurnaan.

Para pakar pendidikan telah mengemukakan bahwa PendidikanIslam di samping berupaya membina kecerdasan intelektual, keterampilan dan raganya, juga membina jiwa dan hati nuraninya. Berarti secara umum Pendidikan Islam membina IQ, EQ, Pendidikan Islam juga membina aspek spiritual (SQ) karena kecerdasan spiritual adalah landasan memfungsikan kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) secara efektif, IQ tidak mengukur kreativitas, kapasitas emosi, nuansa spiritual dan hubungan sosial, sedangkan kecerdasan qalbiyah (Kognitif Qalbiyah) apabila telah mendominasi jiwa manusia maka akan menimbulkan kepribadian yang tenang. Secara jasmaniah berkedudukan di jantung, daya yang dominan adalah emosi (rasa) atau afektif, mengikuti natur roh (Ilāhiyah), potensinya bersifat zauqīyah dan hadsiah yang sifatnya spiritual, intinya religiusitas, spritualitas dan transendensi yang akhirnya melahirkan kecerdasan emosional.

Tanda-tanda Kecerdasan Spiritual berkembang dengan baik adalah sebagai berikut; kemampuan bersikap fleksibilitas, tingkat kesadaran diri yang tinggi, kemampuan memanfaatkan penderitaan,

kemampuan melawan rasa sakit, kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai, keengganan menyebabkan kerugian yang tidak perlu, kemampuan melihat keterkaitan segala hal, selalu bertanya mengapa?

atau bagaimana? Untuk mencari jawaban yang mendasar dan kemandirian dalam berpikir.

Pada prinsipnya kita harus sadar bahwa; “setiap manusia memiliki segudang kecerdasan, tetapi jika tidak dibarengi dengan kecerdasan spiritual, jiwa manusia tidak akan merasakan kebahagiaan. Sebagaimana Toto Tasmara mengemukakan bahwa betapapun banyak kecerdasan yang dimiliki seseorang tetapi tidak dibarengi dengan kecerdasan spiritual maka dengan sendirinya kecerdasan yang lain tersebut tidak akan berguna sama sekali.

Ary Ginanjar (2005:47), mengemukakan bahwa :

Kecerdasan emosional dan spiritual semestinya tidak boleh dipisahkan karena kecerdasan emosional yang tidak dibarengi kecerdasan spiritual akan menyebabkan manusia menjadi sesat dan spekulatif.

Oleh karenanya mengabaikan potensi kecerdasan spiritual pada anak akan membawa masalah di kemudian hari. Kecerdasan spiritual yang dimaksud di sini, bukan berarti anak tersebut mampu melakukan ritual keagamaan dengan baik, tetapi anak percaya akan adanya kekuatan nonfisik yang lebih dari kekuatan diri manusia. Sebuah kesadaran yang menghubungkan manusia dengan Tuhan lewat hati nurani. Kecerdasan spiritual jangan hanya mampu melaksanakan

ritus-ritus keagamaan tetapi yang lebih penting adalah pemahaman terhadap nilai-nilai ritualisme tersebut. Sebagai contoh kesalah pahaman tentang kecerdasan spiritual hanya berhenti pada ritus adalah fenomena krisis kemanusiaan yang melanda bangsa Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim. Bangsa yang kelihatan sangat agamis, justru terkenal tindak kriminalnya, lebih menyedihkan lagi di tengah semaraknya aktivitas formal keagamaan, sering dipertontonkan prilaku-prilaku brutal seperti pembakaran tempat ibadah, perusakan rumah orang yang tak seagama, saling menjelek-jelekkan satu agama dengan lainnya yang sering berakhir dengan konflik dan peperangan.

Semua itu bisa terjadi karena mereka salah dalam memaknai keberagamaan. Ibadah mereka yang tampak khusyuk tidak menimbulkan spiritual apapun. Olehnya itu, sudah seharusnya Pendidikan Islam mampu menumbuhkan kecerdasan spiritual yang benar, sebuah bentuk kecerdasan yang mampu memancarkan sikap-sikap humanis pada peserta didik.

Pendidikan Islam dalam pertumbuhan spiritual dan moral, harus mampu menolong individu menguatkan iman, akidah, dan

Pendidikan Islam dalam pertumbuhan spiritual dan moral, harus mampu menolong individu menguatkan iman, akidah, dan

Dokumen terkait