• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMK MUHAMMADIYAH 2 BONTOALA KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERANAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMK MUHAMMADIYAH 2 BONTOALA KOTA MAKASSAR"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam ( S.Pd.I ) pada Prodi Pendidikan Agama Islam

Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

ERNI 105 19163112

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1438 H / 2016 M

(2)
(3)
(4)
(5)

iii

sendiri, Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, plagiat, dibuat atau dibantu secara langsung oleh orang lain baik keseluruhan ataupun sebagian, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal secara hukum.

Makassar , 17 syawal 1437 H 04 September 2016 M

Peneliti

ERNINIM: 10519163112

(6)

pernah menyia-nyiakan waktu dan lebih menghargai hidup.

2. Segala sesuatu berawal dari mimpi. Jika memang mau maka kita akan berusaha untuk mengwujudkan mimpi itu. Hidup itu penuh perjuangan dan pengorbanan jadi jangan pernah menyerah akan sesuatu sebelum mencoba.

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini dan perwujudan cinta sebagai darma buktiku kepada kedua orang tua ku tercinta ibunda ( NURIAH ) dan Ayahanda ( Abdullah ) yang senantiasa mencintaiku, menyayangiku dan berdoa demi kesuksesanku dalam menggapai cita-citaku.

Kepada saudara-saudaraku, keluargaku dan sahabat-sahabat yang dengan kasih sayangnya selalu tercurah untukku yang selalu tersenyum dan member semangat dalam menjalani hidup ini.

(7)

Menumbuhkan Kecerdasan Emosional Siswa SMK MUHAMMADIYAH 2 BONTOALA (dibimbing oleh Amirah Mawardi dan Abd. Rahman Bakhtiar,).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam SMK Muhammadiyah 2 bontoala, untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional siswa di SMK Muhammadiyah 2 bontoala, untuk mengetahui peranan Pendidikan Agama Islam dalam menumbuhkan kecerdasan emosional siswa SMK Muhammadiyah 2 bontoala.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), dan dianalisa secara deskriptif kualitatif yang dilakukan SMK Muhammadiyah 2 Bontoala sebagai lokasi penelitian.Variabel dalam penelitian ini adalah peranan Pendidikan Agama Islam variabel bebas (Independent Variable), dan Kecerdasan Emosional sebagai variabel terikatnya (dependent variable). Sedangkan dalam menganalisis data, peneliti menggunakan metode observasi,metode wawancara, danmetode dokumentasi.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa Proses Pendidikan Agama Islam di SMK Muhammadiyah 2 Bontoala berjalan dengan lancar dan penuh semangat, hal itu terjadi karena hubungan timbal balik antara guru dan murid. Tingkat kecerdasan emosional siswa SMK Muhammadiyah 2 Bontoala berkategorikan sedang, karena hal itu ditandai dengan tingkah laku siswa yang sebelumnya banyak melakukan perkelahian, bolos sekolah, dan lain-lain. Namun sekarang hal itu jarang terlihat, mereka sudah mulai mematuhi peraturan yang ada, karena guru Pendidikan Agama Islam telah berusaha dan berupaya serta menanamkan akhlak yang baik terhadap siswa sesuai dengan ajaran Islam. Dan adapula sebagian siswa melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Hal itu ditandai dengan adanya perilaku-perilaku tidak terpuji yang tertanam pada dirinya karena pengaruh lingkungan. Sedangkan peranan Pendidikan Agama Islam dalam menumbuhkan kecerdasan emosional siswa SMK muhammadiyah 2 Bontoala sangat penting dalam pembelajaran, karena dengan adanya pembelajaran mengenai kecerdasan emosional yang dididikoleh guru Pendidikan Agama Islam siswa dapat menjadi generasi muda yang berakhlak mulia serta mendidik siswa agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah SWT.

xi

(8)

iv PRAKATA

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Rabbul ’alamin atas segala limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, serta shalawat dan salam atas junjungan kita Nabiyullah Muhammad saw.

Sejak awal penyusun skripsi ini, sungguh amat banyak kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi, baik dalam proses pengumpulan data maupun dalam penulisannya. Namun berkat bantuan dan pertolongan Allah Subhana Wata’ala dan usaha maksimal penulis serta dorongan moril maupun materil dari berbagai pihak sehingga kesulitan dan hambatan tersebut dapat teratasi dengan izin-Nya. Dalam hal ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada yang terhormat:

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Abdullah dan Ibunda Nuriah yang telah membimbing dan memberikan dukungan baik moril maupun materil sejak kecil sampai sekarang sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah senantiasa mengasihi dan melindungi mereka sebagaimana mereka mengasihi penulis sejak masih dalam kandungan hingga sekarang ini.

2. Dr. Abd. Rahman Rahim, MM. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah menyediakan fasilitas kampus yang memadai

(9)

v

3. Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd. I Dekan Fakultas Agama Islam berserta seluruh staf yang telah mengembangkan Fakultas dan memberikan bantuan dalam pengembangan kemampuan dan keterampilan kepemimpinan kepada penulis.

4. Amirah Mawardi, S. Ag, M.Si Ketua Prodi dan ibu Dr. Hj.Maryam sekretaris Prodi Pendidikan Agama Islam yang senantiasa membantu penulis dalam persoalan Akademik.

5. Amirah Mawardi, S. Ag., M.Si dan Abd. Rahman Bakhtiar, S.Ag., MA selaku pembimbing yang senantiasa sabar dalam mendampingi dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu para dosen yang telah melakukan tranformasi ilmu dan nilai kepada penulis yang penuh manfaat dan berkah, semoga amal jariahnya selalu mengalir.

7. Sahabat terbaik saya Nurwahidah, Sri Emilyanti dan Suradin yang selalu setia menemani saya dan senantiasa memberikan nasehat kepada saya agar selalu semangat dalam mengerjakan skripsi. Semoga ALLAH Swt. Senantiasa memberikan hidayah dan kesehatan.

8. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman kelas D yang senantiasa berbagi ilmu dan pengalamannya selama ini.

(10)

vi

yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya semoga senantiasa memperoleh balasan disisi-Nya dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca umumnya dan lebih lagi bagi pribadi penulis, aamiin ya Rabbal

’alamin.

Makassar, syawal 1437 H 20 Agustus 2016 M

Peneliti

ERNI

NIM: 10519163112

(11)

vii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

BERITA ACARA MUNAQASYAH...iii

PENGESAHAN SKRIPSI...iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...vi

ABSTRAK...vii

PRAKATA...viii

DAFTAR ISI...xi

DAFTAR LABEL ...x

ABSTRAK...xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Agama Islam...6

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 6

(12)

viii

1. Pengertian Kecerdasan Emosional ...14

2. Konsep Kecerdasan Emosional Menurut Pendidikan Islam...20

3. Strategi Pendidikan Islam dalam Menumbuhkan Kecerdasan Emosional ...24

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi KecerdasanEmosional ...31

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 40

B. Lokasi dan Objek Penelitian ...40

C. Variabel Penelitian... 40

D. Definisi Operasional Variabel ... 41

E. Sumber Data ... 42

F. Instrument Penelitian ... 43

G. Teknik Pengumpulan Data ...44

H. Teknik Analisis Data... 46

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK Muhammadiyah 2 Bontoala 1. Riwayat Singkat SMK Muhammadiyah 2 Bontoala ... 48

2. Keadaan Guru... 50

3. Keadaan Siswa ... 55

(13)

ix

C. Tingkat Kecerdasan Emosional Siswa SMK Muhammadiyah

2 Bontoala ... 61 D. Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Menumbuhkan Kecerdasan

Emosional Siswa SMK Muhammadiyah 2 Bontoala... 63 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 66 B. Saran...68 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(14)

x

Tabel 2 : Keadaan guru di SMK Muhammadiyah 2 Bontoala ... 52

Tabel 3 : Nama Staf Tata Usaha... 55 Tabel 4 : Keadaan Siswa SMK Muhammadiyah 2 Bontoala... 55 Tabel 5 : Keadaan Fasilitas Sekolah SMK Muhammadiyah 2

Bontoala... 56

(15)

1 A. Latar BelakangMasalah/

Kemerosotan moral sangat mengkhawatirkan akhir-akhir ini.

Keadilan, kejujuran, kebenaran, tolong menolong dan kasih sayang telah lenyap oleh adanya penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan sehingga mengakibatkan banyak terjadi adu domba dan fitnah, mengambil hak-hak orang lain dengan sesuka hati dan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya.

Dunia pendidikan telah menjadi bahan kritikan oleh masyarakat disebabkan karena sejumlah pelajar dan lulusan pendidikan telah menunjukkan sikap yang tidak terpuji. Banyak pelajar dan mahasiswa yang terlibat tawuran, tindak kriminal, pencurian, penodongan, penyimpangan seksual, terlibat narkoba dan tindak kriminal lainnya.

Peristiwa tawuran antar pelajar kerap terjadi di kota-kota besar. Aksi demonstrasi yang memprotes kebijakan tidak cuma terjadi di kampus- kampus, di lingkungan pelajar SMU bahkan pelajar di SMP, yang kadang kala diakhiri dengan tindak kekerasan. Perbuatan tidak terpuji tersebut telah meresahkan masyarakat dan merepotkan pihak aparat keamanan.

Hal tersebut diperparah lagi dengan terjadinya peningkatan jumlah pengangguran yang pada umumnya adalah tamatan pendidikan.

Kemerosotan moral justru lebih mengkhawatirkan lagi, karena bukan hanya menimpa kalangan orang-orang dewasa dalam berbagai

(16)

jabatan, kedudukan dan profesi, melainkan juga telah menimpa para pelajar tunas muda bangsa yang diharapkan dapat melanjutkan perjuangan membela kebenaran, keadilan dan perdamaian masa depan.

Pendidikan agama yang semestinya diandalkan dan diharapkan mampu memberi solusi bagi permasalahan hidup saat ini, ternyata lebih dipahami sebagai ajaran ”fiqih” tidak dipahami dan dimaknai secara mendalam. Ia hanya pendekatan ritual, simbol-simbol serta pemisahan antara kehidupan dunia dan akhirat. Kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengungkap serta mengenali perasaan kita sendiri, juga perasaan orang lain. Kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi diri sendiri dengan baik dan dalam hubungannya dengan orang lain.

Pendidikan seharusnya memiliki tujuan akhir untuk mendidik peserta didik berprilaku religius dan sekaligus membiasakan berpikir bagi anak-anak untuk sampai pada discovery dan inovasi. Sayangnya pendidikan agama selama ini sangat jauh dari memberikan ruang kepada murid untuk melakukan discovery, penemuan yang membuatnya puas.

Rendahnya pengembangan imajinasi dan kreasi serta berpikir rasional menyebabkan pendidikan Islam terkesan sangat indoktrinatif belum menyentuh pemahaman dan penghayatan. Pendidikan Islam diusahakan untuk menekankan pembentukan kepribadian, amaliah ajaran atau nilai- nilai agama, karena mengajarkan nila-nilai agama tidak seperti mengajar matematika atau ilmu eksakta lain. Kepekaan sosial, mencintai sesama,

(17)

membantu yang berkekurangan, empati dan simpati kepada orang lain adalah beberapa nilai yang mesti ditanamkan kepada anak.

Mengantisipasi abad 21, UNESCO telah merumuskan visi dasar pendidikan yaitu learning to think, to know,to do, to be, to live together.

Ada juga yang menambahkan learning to learn. Keempat visi dasar ini dapat diuraikan dengan penjelasan nilai-nilai agama yang bertujuan untuk memudahkan memahami nilai-nilai universal dengan pendekatan agama dan mengingatkan kita bahwa agama Islam telah mengajarkan kepada kita tentang nilai-nilai tersebut. Dengan kata lain membandingkan visi UNESCO dengan ajaran Islam dapat pula berartiPertama : Sosialisasi, sekaligus memberi landasan bagi umat Islam bahwa apa yang diamanatkan UNESCO tidak bertentangan dengan ajaran Islam bahkan dapat dipahami sejalan. Kedua, memberi penekanan pada nilai-nilai universal yang terkandung dalam ajaran Islam yang selama ini kurang mendapat perhatian untuk diungkapkan, terlebih lagi kepada anak didik atau kepada orang lain (muslim). Ketigamemberi keseimbangan kepada saudara kita yang memahami Islam dengan cara ekstrim dan eksklusif.

Memang Allah telah menurunkan Al-qur’an untuk manusia dengan sejumlah maksud dan tujuan. Semuanya itu adalah untuk membahagiakan ketika hidup di alam akhirat. Secara umum, mendasar dan menentukan, maksud penurunan Al-qur’an adalah untuk mencerdaskan manusia sehingga bisa hidup dalam hidayah-Nya.

(18)

Hal inilah yang memotivasi penulis agar pendidikan Islam mampu melaksanakan perannya dalam upaya menumbuhkan kecerdasan emosional selain intelektual dan tidak terlupakan lagi yaitu kecerdasan spiritual karena SQ adalah landasan memfungsikan (IQ) dan (EQ) secara efektif, IQ tidak mengukur kreativitas, kapasitas emosi, nuansa spiritual dan hubungan sosial, sedangkan kecerdasanqalbiyah (kecerdasan emosional) apabila telah mendominasi jiwa manusia maka akan menimbulkan kepribadian yang tenang.

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis dapat merumuskan beberapa masalah pokok yang akan bahas dalam proposal ini, adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam SMK Muhammadiyah 2 Bontoala?

2. Bagaimana tingkat kecerdasan emosional siswa SMK Muhammadiyah 2 Bontoala?

3. Bagaimana peranan Pendidikan Agama Islam dalam menumbuhkan kecerdasan emosional siswa SMK Muhammadiyah 2 Bontoala?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam SMK Muhammadiyah 2 Bontoala.

(19)

2. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional siswa SMK Muhammadiyah 2 Bontoala .

3. Untuk mengetahui peranan Pendidikan Agama Islam dalam menumbuhkan kecerdasan emosional siswa SMK Muhammadiyah 2 Bontoala.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari proposal ini diharapkan menjadi : 1. Praktis

Agar pengungkapan konsep kecerdasan emosional dapat memberikan sebuah nuansa dalam kajian dan wawasan Pendidikan Agama Islam di mana kedua konsep ini merupakan konsep yang tidak bertentangan khususnya terkait dengan ajaran Islam.

2. Teoritis

Diharapkan dapat memberikan satu alternatif bagi Pendidikan Agama Islam dalam menumbuhkan kecerdasan emosional

(20)

6 A. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Seperti kita ketahui bahwa pendidikan merupakan suatu usaha untuk menambah kecakapan, keterampilan serta sikap melalui belajar dan pengalaman yang diperlukan untuk memungkinkan manusia mempertahankan dan mencapai tujuan hidupnya.

Pendidikan Agama Islam mempunyai derajat yang mulia karena tidak hanya bersifat mengajar, dalam arti menyampaikan ilmu pengetahuan tentang Agama Islam kepada anak didik melainkan melakukan pembinaan mental spritual yang sesuai dengan ajaran Agama Islam. Selanjutnya akan diuraikan beberapa pengertian Pendidikan Agama Islam, seperti yang diungkapkan oleh Usman Said bahwa "Pendidikan Agama Islam adalah usaha untuk membentuk atau membimbing/menuntun rohani, jasmani seseorang menurut ajaran Islam".

Sedangkan Mappanganro (1996:13), mengatakan bahwa :

Pendidikan Agama Islam di sekolah merupakan usaha bimbingan, pembinaan terhadap peserta didik, dalam menyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam, sehingga menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah Swt.

6

(21)

Menurut H. Abdurrahman (1993:39) mengemukakan bahwa:

Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik/murid agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Agama Islam serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan.

Ketiga pengertian di atas, menggambarkan bahwa Pendidikan Agama Islam mencakup usaha yang dilaksanakan untuk membentuk atau membimbing jasmani dan rohani anak didik yang berdasarkan pada ajaran Islam, serta memberikan gambaran kepada kita, bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah ingin membentuk manusia yang beriman dan betaqwa kepada Allah Swt, sebagai tujuan hidup manusia itu sendiri serta merupakan aktualisasi dari hubungan manusia dengan Tuhan pencipta, hubungan manusia dengan sesama manusia serta hubungan alam raya ini.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam SMA/SMK

a. Pendidikan Agama Islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi

Jadi, oleh karena itu dalam proses pembelajaran di sekolah, maka tujuan dari Pendidikan Agama adalah untuk membina,

(22)

membimbing, dan mengarahkan serta berupaya untuk mengubah tingkah laku dan kepribadian siswa dengan mendidik dan mengajarkannya, agar siswa mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Secara garis besar tujuan Pendidikan Agama Islam dapat dibagi kepada tujuan umum dan tujuan khusus.

1) Tujuan Umum

Tujuan umum atau tujuan akhir adalah cermin kehidupan manusia dalam menjalankan kehidupan akhir hidupnya.

Menurut Zakiah Daradjat (2002:30) mengemukakan bahwa:

Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain yang meliputi seluruh aspek kemanusiaan, sikap, tingkah laku, penampilan, dan pandangan.

Sesuai dengan pengertian di atas dapat dilihat bahwa tujuan dalam Pendidikan Agama Islam pada anak didik harus berisi hal-hal yang dapat menumbuhkan dan memperkuat iman serta mendorong kepada kesenangan anak untuk mengamalkan ajaran Agama Islam, untuk itu diperlukan usaha materil yang akan memperkaya siswa dengan sejumlah pengetahuan, membuat mereka dapat menghayati dan mengembangkan ilmu itu, juga membuat ilmu yang mereka pelajari dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

2) Tujuan Khusus

(23)

Tujuan khusus dari Pendidikan Agama Islam yang bersasaran kepada faktor-faktor khusus, yang menjadi salah satu aspek penting dari tujuan umum yaitu: “memberikan dan mengamalkan kemampuan atau skill khusus pada anak didik, sehingga mampu bekerja dalam bidang pekerjaan tertentu yang berkaitan erat dengan tujuan umum.

Abdurrahman (1993:39), dalam bukunya Pengelolaan Pengajaran, mengemukakan tujuan Pendidikan Agama Islam sebagai berikut :

1. Agar anak didik/murid memahami ajaran Islam lebih mendalam dan bersifat menyeluruh, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman hidup dan amalan perbuatannya, baik dalam hubungan dirinya dengan Allah Swt, hubungan dirinya dengan masyarakat maupun hubungan dirinya dengan alam sekitarnya.

2. Membentuk pribadi yang berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Agama Islam.

Bertolak dari hal di atas dapat dipahami bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam bagi seorang anak didik adalah untuk memberi pedoman atau petunjuk tentang apa yang harus ia perbuat dan bagaimana cara berbuat, baik kepada sang Khalik, sesama manusia maupun kepada lingkungannya. Sehingga terjalin hubungan harmonis menuju terbentuknya pribadi yang berakhlak mulia.

b. Tujuan Pendidikan Agama Islam di SMA/SMK

Adapun tujuan pendidikan agama Islam di SMA/SMK adalah sebagai berikut:

(24)

1. Siswa diharapkan mampu membaca al-Qur’an, menulis dan

memahami ayat Alquran serta mampu

mengimplementasikannya didalam kehidupan sehari-hari.

2. Siswa diharapkan mampu memahami sumber hukum dan ketentuan hukum Islam tentang ibadah, muamalah, mawaris, munakahat, jenazah dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Siswa diharapkan mampu memahami, mengambil manfaat dan hikmah perkembangan Islam di Indonesia dan dunia serta mampumenerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan Pendidikan Agama Islam di SMA/SMK adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah Swt. Serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Tujuan Pendidikan Agama Islam adalah sejalan dengan tujuan umum pendidikan nasional. Oleh karena itu, tujuan yang diharapkan dapat tercapai pada Pendidikan Agama Islam menurut ajaran Islam, semuanya tercakup dalam tujuan umum pendidikan nasional.

(25)

Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan,

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab,”

Karena tujuan umum Pendidikan Nasional sejalan dengan tujuan Pendidikan Agama Islam, maka dari jabaran UUD 1945 yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 di atas dapat dipahami bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah untuk menciptakan manusia yang utuh, baik jasmani maupun rohani sehingga dapat hidup sesuai dengan tuntutan hidupnya.

Tujuan ini adalah merupakan tujuan umum Pendidikan Agama Islam.

3. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Agama Islam SMA/SMK Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.

(26)

a. Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam SMA/SMK meliputi:

1. Pengajaran keimanan

Aqidah Islam berawal dari keyakinan kepada Dzat Mutlak yang Maha Esa yaitu Allah beserta sifat dan wujud-Nya yang sering disebut dengan tauhid. Tauhid menjadi rukun iman dan prima causa seluruh keyakinan Islam. Keimanan merupakan akar suatu pokok agama, pengajaran keimanan berarti proses belajar mengajar tentang berbagai aspek kepercayaan.

2. Pengajaran akhlak

Kata akhlak berawal dari bahasa Arab yang berarti bentuk kejadian dalam hal ini bentuk batin atau psikis manusia. Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia sebagai sistem yang mengatur hubungan manusia dengan Allah.

Manusia dan lainnya yang dilandasi oleh aqidah yang kokoh.

Dalam pelaksanaannya pengajaran ini berarti proses kegiatan belajar mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajar berakhlak baik.

3. Pengajaran ibadah

Ibadah menurut bahasa artinya, taat, tunduk, turut, ikut dan doa. Dalam pengertian yang khusus ibadah adalah segala bentuk pengabdian yang sudah digariskan oleh syariat Islam baik bentuknya, caranya, waktunya serta syarat dan rukunnya seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lain.

(27)

Pengajaran ibadah ini tidak hanya memberikan pengetahuan tentang ibadah tetapi juga menciptakan suasana yang menyenangkan, sehingga situasi proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik.

4. Pengajaran Alquran

Alquran adalah sumber ajaran Agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama. Alquran adalah kitab suci yang memuat firman-firman (wahyu) Allah.

5. Pengajaran muamalah

Muamalah merupakan sikap hidup dan kepribadian hidup manusia dalam menjalankan sistem kehidupannya yang dilandasi dengan keimanan yang kokoh.

Tujuan hidup manusia adalah untuk memecahkan peradaban. Setiap proses kehidupan seharusnya mengandung berbagai kebutuhan masyarakat, sehingga out put pendidikan sanggup memetakan sekaligus masalah yang sedang dihadapi masyarakat.

6. Pengajaran syari’ah

Bidang studi syari’ah merupakan pengajaran dan bimbingan untuk mengetahui syariah Islam yang di dalamnya mengandung perintah agama yang harus diamalkan dan larangan agama yang harus ditinggalkan.

Pelaksanaan pengajaran syari’ah ini ditujukan agar norma- norma hukum, nilai-nilai dan sikap-sikap yang menjadi dasar

(28)

pandangan hidup seseorang muslim, siswa dapat mematuhi dan melaksanakannya sebagai pribadi, anggota keluarga dan masyarakat lingkungan.

7. Pengajaran tarikh atau sejarah Islam

Tarikh merupakan suatu bidang studi yang memberikan pengetahuan tentang sejarah dan kebudayaan Islam meliputi masa sebelum kelahiran Islam, masa nabi dan sesudahnya baik pada daulah Islamiah maupun pada negara-negara lainnya di dunia, khususnya perkembangan agama Islam di tanah air.

Pelaksanaan pengajaran tarikh ini diharapkan mampu membantu peningkatan iman siswa dalam rangka pembentukan pribadi muslim disamping memupuk rasa kecintaan dan kekaguman terhadap Islam dan kebudayaannya, memberikan bekal kepada siswa dalam melanjutkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi atau untuk menjalani kehidupan pribadi mereka bila putus sekolah, mendukung perkembangan Islam masa kini dan mendatang. Di samping meluaskan cakrawala pandangan terhadap makna Islam bagi kepentingan umat Islam.

B. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian kecerdasan emosional

Kecerdasan emosional merupakan unsur yang sangat penting khususnya dalam dunia pendidikan. Sebelum memaparkan lebih jauh, penulis terlebih dahulu memaparkan pengertian kecerdasan dan

(29)

emosi. Dengan mengetahui hal tersebut maka akan memudahkan kita untuk memperoleh gambaran dan memahami hakikat kecerdasan.

Pembahasan berikut akan mencoba menelaah kecerdasan emosional berdasarkan teori yang dikemukakan oleh para ahli.

a. Kecerdasan

Kecerdasan berasal dari kata “cerdas” mengandung arti sempurna pertumbuhan tubuhnya seperti sehat dan kuat fisiknya. Di dalam bahasa Inggris dikenal istilah intelligency yang mengandung arti mengerti kemampuan dasar, kapabilitas dan kapasitas sifat umum yang dimiliki seseorang berkembang melalui rangsangan dari lingkungan hidupnya.

Spearman dan Jones dalam bukunya Hamzah B. Uno, (Gorontalo:Nuruljannah, 2002:36), mengemukakan bahwa:

Ada suatu konsep lama tentang kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal pikiran manusia dengan gagasan abstrak yang universal untuk dijadikan sumber tunggal pengetahuan sejati.

Kekuatan demikian dalam bahasa Yunani disebut nous, sedangkan penggunaan kekuatan termaksud disebut noesis.

Kedua istilah tersebut kemudian dalam bahasa Latin dikenal sebagai intellectus dan intelligentia. Selanjutnya dalam bahasa Inggris masing-masing diterjemahkan sebagai intellect dan intelligence. Transisi bahasa tersebut, ternyata membawa perubahan makna yang mencolok. Intelligence, yang dalam bahasa Indonesia kita sebut inteligensi (kecerdasan), semula berarti penggunaan kekuatan intelektual secara nyata, tetapi kemudian diartikan sebagai kekuatan lain.

Diantara ciri-ciri prilaku yang secara tidak langsung telah disepakati sebagai tanda telah dimilikinya inteligensi yang tinggi, antara lain adalah (1) adanya kemampuan untuk memahami dan

(30)

menyelesaikan problem mental dengan cepat, (2) kemampuan mengingat, (3) kreativitas yang tinggi dan (4) imajinasi yang berkembang.Sebaliknya, prilaku yang lamban, tidak cepat mengerti, kurang mampu menyelesaikan problem mental yang sederhana, dan semacamnya, dianggap sebagai indikasi tidak dimilikinya inteligensi yang baik.

b. Emosi

Emosi berasal dari bahasa Inggris “Emotion” yang berarti keibaan hati, suara yang mengandung emosi, pembelaan yang mengharukan, pembelaan yang penuh perasaan. Berkaitan dengan hakikat emosi, Beck mengungkapkan pendapat James dan Lange yang menjelaskan bahwa Emotion is the perception of bodily changes wich occur in response to an event. Emosi adalah persepsi perubahan jasmaniah yang terjadi dalam memberi tanggapan (respons) terhadap suatu peristiwa. Definisi ini bermaksud menjelaskan bahwa pengalaman emosi merupakan persepsi dari reaksi terhadap situasi.

Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang ditanamkan secara berangsur-angsur oleh evolusi. Pengertian emosi tersebut masih membingungkan, baik menurut para ahli psikologi maupun ahli filsafat.

Akan tetapi makna paling harfiah dari emosi didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, dan nafsu; setiap

(31)

keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Oleh karena itu, emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis, psikologis dan serangkaian kecendrungan untuk bertindak.

c. Kecerdasan Emosional

Berdasarkan kedua pengertian di atas, kecerdasan emosional menggambarkan sebagai potensi psikologis yang bersifat positif dan perlu dikembangkan. Daniel Goleman misalnya mengatakan bahwa kecerdasan emosional mengandung beberapa pengertian. Pertama, kecerdasan emosi tidak hanya berarti bersifat ramah, pada saat-saat tertentu yang diperlakukan mungkin bukan sikap ramah, melainkan sikap tegas yang barangkali memang tidak menyenangkan, tetapi mengungkapkan kebenaran yang selama ini dihindari. Kedua, kecerdasan emosi bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa memanjakan perasaan, melainkan mengelola perasaan sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif yang memungkinkan orang bekerjasama dengan lancar menuju sasaran bersama. Kecerdasan emosional lebih lanjut dapat diartikan kepiawaian, kepandaian dan ketepatan seseorang dalam mengelola diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain di sekeliling mereka dengan menggunakan seluruh potensi psikologis yang dimilikinya seperti inisiatif, empati, adaptasi, komunikasi, kerjasama dan

(32)

kemampuan persuasi yang secara keseluruhan telah tertanam kepada diri seseorang.

Saphiro dalam bukunya Hamzah B. Uno (2002:68), menemuakan bahwa:

Kecerdasan emosi pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh dua orang ahli yaitu Peter Salovey dan John Mayer untuk menerangkan jenis-jenis kualitas emosi yang dianggap penting untuk mencapai keberhasilan. Jenis kualitas emosi yang dimaksudkan antara lain : a) Empati, b) Mengungkapkan dan memahami perasaan, c) Mengendalikan amarah, d) Kemampuan kemandirian, e). Kemampuan menyesuaikan diri, f) Diskusi, g) Kemampuan memecahkan masalah antarpribadi, h) Ketekunan, i) Kesetiakawanan, j) Keramahan, k) Sikap hormat.

Kemudian, Goleman menjelaskan pendapat Salovey (1995:57- 59) yang menempatkan kecerdasan pribadi Gardner sebagai dasar dalam mendefinisikan kecerdasan emosional yang dicetuskannya. Dalam hal ini Salovey memperluas kemampuan kecerdasan emosional menjadi lima wilayah utama, yaitu mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan.

Dalam Islam, kecerdasan emosional dikenal dengan

“Kecerdasan Qalbiyah” (Kognitif Qalbiyah). Dengan pendidikan hati dapat melepaskan hati dari sifat-sifat tercela, keyakinan-keyakinan syirik dan batil, berbagai penyakit psikis dan kondisi-kondisi ruhani yang rendah dan bodoh. Demikian juga jika hati manusia dididik dengan baik dan teratur, manusia akan dapat mencapai derajat Ihsan dalam beribadah kepada Allah. Olehnya itu syarat untuk mencerdaskan hati adalah iman. Hati adalah pusat pendidikan akhlak.

Akhlak merupakan fenomena kepribadian manusia terpenting dan

(33)

merupakan suatu kondisi dalam jiwa, menetap padanya dan dapat melahirkan berbagai perbuatan secara mudah serta tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Untuk menggambarkan adanya kecerdasan emosional pada diri manusia, alquran lebih menginformasikan adanya unsur nafs, qalb, ruh dan aql. Kata nafs dalam alquran mempunyai aneka makna, terkadang diartikan totalitas manusia, dan terkadang diartikan sebagai apa saja yang terdapat dalam diri manusia yang menghasilkan tingkah laku. Sedangkan qalb dalam alquran digambarkan sebagai wadah bagi pengajaran, kasih sayang, takut dan keimanan. Dengan demikian qalbu menampung hal-hal yang didasari pemiliknya. Wadah kalbu ini dapat diperbesar, diperkecil atau dipersempit. Ia dapat diperlebar dengan amal-amal kebajikan serta oleh jiwa. Selanjutnya qalbu sebagai alat dilukiskan pula dengan kata Fu’ad.

Dengan demikian kecerdasan emosional yang dimaksud dalam skripsi ini yaitu, kemampuan seseorang untuk mendengarkan hati nuraninya atau bisikan yang meng-Ilahi dalam diri seseorang, mengambil keputusan atau melakukan pilihan-pilihan dalam setiap tindakan yang akan dilakukannya, agar tindakan yang dilakukannya tersebut sejalan dengan keinginan hatinya, yang pada akhirnya melahirkan akhlak yang mulia. Jadi berbicara masalah kecerdasan emosional maka terlebih dahulu kita harus berbicara kecerdasan

(34)

spiritual, olehnya itu sebelum membina EQ maka yang perlu dibina terlebih dahulu adalah spiritual, karena kecerdasan spiritual sebagai tonggak utama berhasilnya kecerdasan-kecerdasan yang lain.

2. Konsep Kecerdasan Emosional Menurut Pendidikan Islam Konsep Kecerdasan Emosional sebagaimana digambarkan pada uraian sebelumnya, terkait dengan sikap-sikap terpuji dari kalbu dan akal yakni sikap bersahabat, kasih sayang, empati, takut berbuat salah, keimanan, dorongan moral, bekerjasama, beradaptasi, berkomunikasi dan penuh perhatian serta kepedulian terhadap sesama mahluk ciptaan Tuhan.

Adapun ciri yang menandai kecerdasan emosional dalam pendidikan Islam terdapat pada pendidikan akhlak. Para pakar pendidikan Islam dengan berbagai ungkapan, pada umumnya sepakat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membina pribadi muslim yang sempurna dan beribadah kepada Allah swt. termasuk salah satunya adalah akhlak mulia. Al-Akhlākal-karīmah dalam Islam adalah hal yang berhubungan dengan kecakapan emosi dan spiritual seperti konsistensi (Istiqāmah), rendah hati (tawādu), berusaha keras (Tawākkal), ketulusan (Ikhlās), Totalitas (Kāffah), Keseimbangan (tawāzun), integritas dan penyempurnaan (Ihsān). Kecerdasan emosional dalam Islam disebut kognitif Qalbiyah karena hati merupakan pusat pendidikan akhlak, sebagaimana uraian sebelumnya. Olehnya itu hati harus dididik, diperbaiki, diluruskan,

(35)

diberi perhitungan dan diberi teguran. Pendidikan dan pelurusan hati bertujuan memunculkan kecerdasan yang dimilikinya atau untuk mengobati penyakit-penyakit psikis yang diderita. Dengan dididik dan diluruskan, hati akan dapat menggapai kondisi-kondisi ruhani yang positif dan sifat-sifat kesempurnaan.

Para pakar pendidikan telah mengemukakan bahwa PendidikanIslam di samping berupaya membina kecerdasan intelektual, keterampilan dan raganya, juga membina jiwa dan hati nuraninya. Berarti secara umum Pendidikan Islam membina IQ, EQ, Pendidikan Islam juga membina aspek spiritual (SQ) karena kecerdasan spiritual adalah landasan memfungsikan kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) secara efektif, IQ tidak mengukur kreativitas, kapasitas emosi, nuansa spiritual dan hubungan sosial, sedangkan kecerdasan qalbiyah (Kognitif Qalbiyah) apabila telah mendominasi jiwa manusia maka akan menimbulkan kepribadian yang tenang. Secara jasmaniah berkedudukan di jantung, daya yang dominan adalah emosi (rasa) atau afektif, mengikuti natur roh (Ilāhiyah), potensinya bersifat zauqīyah dan hadsiah yang sifatnya spiritual, intinya religiusitas, spritualitas dan transendensi yang akhirnya melahirkan kecerdasan emosional.

Tanda-tanda Kecerdasan Spiritual berkembang dengan baik adalah sebagai berikut; kemampuan bersikap fleksibilitas, tingkat kesadaran diri yang tinggi, kemampuan memanfaatkan penderitaan,

(36)

kemampuan melawan rasa sakit, kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai, keengganan menyebabkan kerugian yang tidak perlu, kemampuan melihat keterkaitan segala hal, selalu bertanya mengapa?

atau bagaimana? Untuk mencari jawaban yang mendasar dan kemandirian dalam berpikir.

Pada prinsipnya kita harus sadar bahwa; “setiap manusia memiliki segudang kecerdasan, tetapi jika tidak dibarengi dengan kecerdasan spiritual, jiwa manusia tidak akan merasakan kebahagiaan. Sebagaimana Toto Tasmara mengemukakan bahwa betapapun banyak kecerdasan yang dimiliki seseorang tetapi tidak dibarengi dengan kecerdasan spiritual maka dengan sendirinya kecerdasan yang lain tersebut tidak akan berguna sama sekali.

Ary Ginanjar (2005:47), mengemukakan bahwa :

Kecerdasan emosional dan spiritual semestinya tidak boleh dipisahkan karena kecerdasan emosional yang tidak dibarengi kecerdasan spiritual akan menyebabkan manusia menjadi sesat dan spekulatif.

Oleh karenanya mengabaikan potensi kecerdasan spiritual pada anak akan membawa masalah di kemudian hari. Kecerdasan spiritual yang dimaksud di sini, bukan berarti anak tersebut mampu melakukan ritual keagamaan dengan baik, tetapi anak percaya akan adanya kekuatan nonfisik yang lebih dari kekuatan diri manusia. Sebuah kesadaran yang menghubungkan manusia dengan Tuhan lewat hati nurani. Kecerdasan spiritual jangan hanya mampu melaksanakan

(37)

ritus-ritus keagamaan tetapi yang lebih penting adalah pemahaman terhadap nilai-nilai ritualisme tersebut. Sebagai contoh kesalah pahaman tentang kecerdasan spiritual hanya berhenti pada ritus adalah fenomena krisis kemanusiaan yang melanda bangsa Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim. Bangsa yang kelihatan sangat agamis, justru terkenal tindak kriminalnya, lebih menyedihkan lagi di tengah semaraknya aktivitas formal keagamaan, sering dipertontonkan prilaku-prilaku brutal seperti pembakaran tempat ibadah, perusakan rumah orang yang tak seagama, saling menjelek-jelekkan satu agama dengan lainnya yang sering berakhir dengan konflik dan peperangan.

Semua itu bisa terjadi karena mereka salah dalam memaknai keberagamaan. Ibadah mereka yang tampak khusyuk tidak menimbulkan spiritual apapun. Olehnya itu, sudah seharusnya Pendidikan Islam mampu menumbuhkan kecerdasan spiritual yang benar, sebuah bentuk kecerdasan yang mampu memancarkan sikap- sikap humanis pada peserta didik.

Pendidikan Islam dalam pertumbuhan spiritual dan moral, harus mampu menolong individu menguatkan iman, akidah, dan pengetahuan terhadap Tuhannya dengan hukum-hukum, ajaran-ajaran dan moral agamanya. Pendidikan spiritual atau sering disebut al- Tarbiyah al-Rūhīyah, yang memiliki dimensi kemanusiaan harus ditekankan dalam pendidikan Islam. Mengingat peran penting spiritual

(38)

ini bagi kehidupan, pendirian suatu pendidikan Islam pun harus didasarkan pada falsafi bahwa pendidikan adalah proses menuju kesempurnaan.

3. Strategi Pendidikan Islam dalam Menumbuhkan Kecerdasan Emosional

Muhaimin (2000:58) mengemukakan bahwa:

Strategi adalah langkah-langkah yang disusun secara terencana dan sistematis dengan menggunakan metode dan teknik tertentu. Strategi mengandung pengertian rangkaian prilaku pendidikan yang tersusun secara terencana dan sistematis untuk mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai moral Islami agar dapat membentuk kepribadian anak secara utuh.

Strategi pendidikan pada hakekatnya adalah pengetahuan atau seni mendayagunakan semua faktor/kekuatan untuk mengamankan sasaran kependidikan yang hendak dicapai melalui perencanaan dan pengarahan dalam operasionalisasi sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan yang ada, termasuk pula perhitungan tentang hambatan- hambatannya baik berupa fisik maupun yang bersifat non-fisik (seperti mental spiritual dan moral baik dari subyek, obyek maupun lingkungan sekitar).

Adapun strategi pendidikan Islam dalam upaya menumbuhkan kecerdasan emosional menjadi tanggung jawab :

1. Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak.

Oleh karena kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian

(39)

anak sangatlah dominan. Dalam hal ini orangtua mempunyai peranan yang sangat penting dalam menumbuhkembangkan fitrah keberagamaan anak.

Hurlock (1950:21), menemukan bahwa:

Keluarga merupakan “Training Centre” bagi penanaman nilai- nilai pengembangan fitrah atau jiwa beragama anak seyogyanya bersamaan dengan perkembangan kepribadiannya yaitu sejak lahir bahkan lebih dari itu sejak dalam kandungan.

Upaya menanamkan keimanan dan mengembangkan fitrah anak dalam lingkungan keluarga sebagai berikut :

a. Tahap asuhan (usia 0-2 tahun), yang lazim disebut fase neonatus, dimulai kelahiran sampai kira-kira dua tahun. Pada tahap ini, individu belum memiliki kesadaran dan daya intelektual, ia hanya mampu menerima ransangan yang bersifat biologis dan psikologis melalui air susu ibunya. Pada fase ini belum dapat diterapkan interaksi edukasi secara langsung, karena itu proses edukasi dapat dilakukan dengan cara :

1) Mengazankan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri ketika baru lahir. Azan dan iqamah ibarat password untuk membuka sistem syaraf rohani agar anak teringat dengan apa yang dulu di alam arwah diberi perjanjian oleh Allah swt; Hal tersebut relevan dengan sabda Rasulullah saw.

ٌدَﻟ َو ُﮫَﻟ َدِﻟ ُو ْنَﻣ : َمﱠﻠَﺳ َو ِﮫْﯾَﻠَﻋ ُﷲ ﻰﱠﻠَﺻ ِﷲ ُل ْوُﺳَر َلﺎَﻗ : َلﺎَﻗ ٍنْﯾَﺳُﺣ ْنَﻋ َمﺎَﻗَأ َو ﻰَﻧْﻣُﯾْﻟا ِﮫِﻧُذُأ ﻲِﻓ َنﱠذَﺄَﻓ ِنﺎَﯾْﺑﱢﺻﻟا ﱡمُأ ُهﱠرُﺿَﺗ ْمَﻟ ىَرْﺳُﯾْﻟا ِﮫِﻧُذُأ ﻲِﻓ

)

ُها َوَر

ﻰﻠﻌﯾ وﺑأ

(

(40)

Artinya: Dari Husain beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang dilahirkan untuknya seorang anak, kemudian dia mengadzani di telinga kanan dan iqomat di telinga kiri, maka tidak akan memudhorotkannya Ummus Shibyaan (Jin yang mengikutinya atau hembusan angin)(H.R Abu Ya’la).

2) Akikah, dua kambing untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan. Pemotongan ini, selain menunjukkan rasa syukur kepada Allah, juga sebagai lambang atau symbol pengorbanan dan kepedulian sang orang tua terhadap kelahiran bayinya, agar anaknya nanti menjadi anak saleh dan menuruti keinginan baik orang tuanya;

َو ِنَﻋ َكَﺳْﻧُﯾ ْنَا ْمُﻛْﻧِﻣ ﱠبَﺣَا ْنَﻣ ِنَﺎﺗَ َﺄﻓَﺎﻛُﻣ ِنَﺎَﺗَﺎﺷ ِمَﻼُﻐْﻟا ِنَﻋ ْلَﻌْﻔَﯾْﻠَﻓ ِهِدَﻟ

ٌةَﺎﺷ ِﺔَﯾ ِر َﺎﺟْﻟا ِنَﻋ َو دواد وﺑﺄُھا َوَر )

، ﻲﺋﺎﺳﻧﻟا (

Artinya: Barang siapa diantara kamu ingin beribadah tentang anaknya hendaklah dilakukan aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama umurnya dan untuk anak perempuan seekor kambing. (HR. Abu Daud Dan Nasai).

3) Memberi nama yang baik, yaitu nama yang secara psikologis mengingatkan atau berkorelasi dengan perilaku yang baik, misalnya nama al-Asmā’ al-Husnā, nama-nama Nabi, nama- nama sahabat, nama-nama orang saleh, dan sebagainya;

4) Membiasakan hidup yang bersih, suci dan sehat;

5) Memberi ASI sampai usia dua tahun. ASI selain memiliki komposisi gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi, juga

(41)

menambah keakraban, kehangatan, dan kasih sayang sang ibu dengan bayinya atau sebaliknya. Sebagaimana firman Allah swt. dalam QS. Al-Baqarah (2): 233.

Terjemahnya : 233. Para ibu hendaklah menyusukan anak- anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.

6) Memberi makanan dan minuman yang halal dan bergizi (thayyib), QS. Al-Baqarah(2):168

Terjemahnya :168). Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

b. Tahap pendidikan jasmani dan pelatihan pancaindra (usia 3-12 tahun), yang lazim disebut fase kanak-kanak (al-thifl/shabi), yaitu mulai masa neonatus sampai pada masa polusi (mimpi basah).

Pada tahap ini, anak mulai memiliki potensi-potensi biologis, paedagogis, dan psikologis. Karena itu, pada tahap ini mulai diperlukan adanya pembinaan, pelatihan, bimbingan, pengajaran, dan pendidikan yang disesuaikan dengan bakat, minat dan kemampuannya. Proses pembinaan dan pelatihan lebih efektif lagi bagi anak telah menginjak usia sekolah dasar. Hal tersebut karena pada fase ini, anak mulai aktif dan memfungsikan potensi-potensi

(42)

indranya walaupun masih pada taraf pemula. Proses edukasi dapat diterapkan dengan penuh kasih sayang. Perintah dan larangan disajikan dalam bentuk cerita-cerita yang menarik dan memberikan kesimpulan untuknya, serta melatih anak untuk melakukan aktivitas positif yang dapat membiasakan dirinya dengan baik bila kelak menginjak fase berikutnya.

Tugas pendidikan pada fase ini adalah menumbuhkan potensi- potensi indra dan psikologis, seperti pendengaran, penglihatan, dan hati nurani. Tugas orang tua adalah bagaimana mampu merangsang pertumbuhan berbagai potensi tersebut, agar anaknya mampu berkembang secara maksimal. Firman Allah swt. : “Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Dan Ia memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati sanubari agar kamu mau bersyukur.”

c. Tahap pembentukan watak dan pendidikan agama (usia 12-20 tahun).

Fase ini lazimnya disebut fase tamyiz, yaitu fase di mana anak mulai mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah. Atau, fase baligh (disebut juga mukallaf) di mana ia telah sampai berkewajiban memikul beban taklif dari Allah swt.

Usia ini anak telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi beban tanggung jawab (taklif), terutama tanggung jawab agama dan sosial.

(43)

d. Tahap kematangan (usia 20-30 tahun).

Pada tahap ini, anak telah beranjak menjadi dewasa, yaitu dewasa dalam arti sebenarnya, mencakup kedewasaan biologis, sosial, psikologis dan kedewasaan religius. Proses edukasi dapat dilakukan dengan memberi pertimbangan dalam menentukan teman hidupnya yang memiliki ciri mukafaah dalam aspek agama, ekonomi, sosial dan sebagainya.

e. Tahap kebijaksanaan (usia 30 meninggal).

Menjelang meninggal, fase ini lazimnya disebut fase azm al-

‘umr (lanjut usia) atau syuyūkh (tua). Proses edukasi bisa dilakukan dengan mengingatkan agar mereka berkenan sedekah atau zakat bila ia lupa serta mengingatkan agar harta dan anak yang dimiliki selalu didarmabaktikan kepada agama, negara, dan masyarakat sebelum menjelang hayatnya.

Demikianlah tahap-tahap perkembangan manusia dalam upaya menanamkan rasa kesadaran beragama dan rasa keberimanan sebagaimana dalam firman Allah swt. QS. Al-Mu’min (40): 67

Terjemahnya :

67.Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah Kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, Kemudian

(44)

dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, Kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), Kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).

2. Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program yang sistematis dalam melaksanakan bimbingan pengajaran dan latihan kepada anak (siswa) agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya. Metode yang digunakan oleh Ary dalam membangun ESQ yaitu nilai-nilai keimanan dan aplikasinya adalah nilai-nilai keislaman sebenarnya sejalan dengan fondasi utama pendidikan Islam yaitu iman, karena dengan menguatkan keimanan pada diri anak maka perilaku anak tersebut akan berlangsung berdasarkan pikiran yang telah dibenarkan dan diyakini oleh kalbunya.

3. Lingkungan Masyarakat

Situasi atau kondisi interaksi sosial dan sosial kultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan kesadaran beragama individu. Dalam masyarakat anak berinteraksi dengan teman sebayanya.

Hurlock (1950:436), mengemukakan bahwa:

Aturan-aturan (kelompok bermain) memberikan pengaruh pada pandangan moral dan tingkah laku kelompoknya, kualitas perkembangan kesadaran anak sangat bergantung pada kualitas prilaku orang dewasa atau warga masyarakat.

(45)

Kualitas pribadi orang dewasa yang kondusif bagi perkembangan kesadaran beragama anak adalah :

a. Taat melaksanakan kewajiban agama.

b. Menghindari diri dari sikap dan prilaku yang dilarang oleh agama.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional Pertumbuhan dan perkembangan manusia sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri, meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri. Sedangkan faktor eksternal adalah hal-hal yang datang atau ada di luar diri yang meliputi orangtua, sekolah dan masyarakat (lingkungan dan pengalaman berinteraksi dengan lingkungannya).

Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dijelaskan pengaruh otak, pola asuh orang tua (keluarga), sekolah dan masyarakat dalam perkembangan kecerdasan emosional :

a. Otak

Fungsi pertama yang ditunjukkan oleh beragam penemuan tentang kecerdasan emosional, termasuk penemuan faktor-faktor biologis yang mempengaruhi terjadinya penyakit jiwa, adalah penemuan psikoneuromunologi dan pentingnya “keyakinan” dalam menciptakan kondisi biologis tubuh yang baik. Ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa keyakinan dapat menjadi salah satu terapi

(46)

penting dalam menciptakan kondisi tubuh yang seimbang. Metode penyembuhannya adalah adanya keyakinan untuk sembuh. Keyakinan berhubungan secara timbal balik dengan metabolisme tubuh. Dengan kata lain, optimisme dan positif thinking memberi pengaruh menguntungkan dalam kondisi biologis manusia. Sistem limbic dan amygdala yang terletak di daerah tengah otak merupakan komponen yang berperan penting.

Perbedaan yang signifikan pada otak emosional laki-laki dan perempuan juga turut berpengaruh dalam pola tingkah laku.

Kebanyakan kriminalitas adalah kaum laki-laki. Kebanyakan perangkai bunga adalah kaum perempuan. Ini bukan sebuah ungkapan tanpa dasar. Sebagaimana yang ditulis sebagai Taufiq Pasiak, bahwa Richard Haier seorang guru besar dari Universitas California di Irvine, berhasil membuktikan bahwa kenyataan itu mempunyai dasar ilmiah. Dengan alat bantu positronEmission Tomography (PET), Haier menemukan kenyataan bahwa ketika menganggur, aktivitas otak laki-laki lebih banyak terjadi pada daerah limbic temporal. Daerah ini adalah pengatur emosi yang berhubungan dengan aksi motorik, seperti prilaku laki-laki yang suka memukul jika sedang marah. Laki-laki yang beringas, apalagi ketika sedang marah dengan emosi tak terkontrol akan disalurkan melalui pukulan tangan, tendangan kaki dan makian. Ini tidak mengherankan karena daerah limbic temporal adalah sisa dari otak reptile, ketika mengalami proses

(47)

evolusi. Istilah buaya darat lebih kerap dipakai untuk menunjuk para lelaki yang hidungnya “belang-belang”.

Sebaliknya pada kaum perempuan ketika istirahat, aktivitas otak lebih banyak terjadi pada cyngulata gyrus. Dalam evolusi, daerah ini merupakan turunan otak mamalia yang bertanggungjawab dalam mengontrol ekspresi emosi. Ketika marah, seorang perempuan cenderung membelalakkan matanya atau diam, daripada memukul atau menendang. Dalam kasus penyakit jiwa, perempuan lebih sering menderita syndrome depresif. Ia depresif karena memendam perasaannya. Perempuan juga lebih mampu merasakan emosi seseorang. Laki-laki dapat memainkan emosi perempuan, misalnya dengan rayuan, padahalnya ia hanya berpura-pura. Begitu juga ketika membaca ekspresi wajah, perempuan lebih tanggap dan cepat mengangkap kegalauan kegembiraan orang lain. Ekspresi verbal maupun sekedar bahasa tubuh dapat ditangkap dengan cepat oleh perempuan. Hal ini disebabkan karena sistem limbic perempuan bekerja delapan kali lebih keras dari sistem limbic laki-laki.

b. Orang tua (keluarga)

Adapun dari aspek orang tua terdiri dari tiga hal yaitu;

1) Pembinaan orang tua

Dalam upaya melindungi keselamatan anak, orang tua perlu melakukan pembinaan-pembinaan. Pembinaan tersebut antara lain:

(48)

a. Membina Pribadi Anak

Orang tua membina agar anak menjadi orang yang baik, mempunyai pribadi yang kuat dan sikap mental yang sehat dan akhlak yang terpuji.

b. Membentuk kebiasaan

Masalah-masalah yang sudah menjadi ketetapan dalamsyariat Islam bahwa sang anak diciptakan dengan fitrahtauhid yang murni, agama yang lurus, dan iman kepada Allah.

c. Membentuk kerohanian menjadi pribadi muslim.

Menurut pandangan Islam rohani adalah pusat eksistensi dan menjadi titik pusatnya, karena dengan rohani itu seluruh alam saling berhubungan dan memelihara kehidupan manusia untuk menuntut kepada keberanian. Pendeknya merupakan penghubung antara manusia dengan Alah SWT.

2) Gaya dan Sikap Orang Tua

Santrock seorang psikolog pendidikan di Universitas Texas mengemukakan ada empat gaya pengasuhan orang tua yang bisa berdampak positif dan negatif terhadap anak. Artinya, gaya pengasuhan tertentu dapat membawa kesulitan belajar pada anak.

Keempat gaya pengasuhan tersebut adalah:

a. Gaya Otoriter b. Gaya berwibawa c. Gaya acuh tak acuh d. Gaya pemanja

(49)

Orang tua dengan gaya otoriterakan mendesak anak-anaknya untuk mengikuti petunjuk-petunjuk dan menghormati mereka. Untuk itu, mereka tidak segan-segan menghukum anak secara fisik. Orang tua memberi batasan-batasan pada anak secara keras dan mengontrol mereka dengan ketat. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga seperti ini mengalami banyak masalah psikologis yang dapat menghambat mereka untuk belajar. Di rumah, mereka cenderung cemas dan merasa tidak aman. Di sekolah, mereka juga tidak bisa bersosialisasi dengan baik dan dengan demikian mengalami banyak kesulitan dalam bergaul dengan teman- temannya. Mereka memiliki keterampilan berkomunikasi yang sangat rendah sehingga menimbulkan banyak hambatan psikologis.

Orang tua dengan gaya berwibawaakan mendorong anak- anaknya untuk hidup mandiri. Ketika dibutuhkan mereka memberi pengarahan dan dukungan. Bila anak-anaknya membuat kesalahan, orang tua mungkin menaruh tangan di pundak anaknya dan dengan menghibur berkata,” Kamu tahu, kamu seharusnya tidak melakukan hal itu. Mari kita bicarakan bagaimana kamu bisa mengatasi situasi ini lain kali.” Dengan demikian, anak-anak sudah diajarkan bagaimana mengatasi masalah mereka sendiri. Anak-anak mengembangkan kemampuan bersosialisasi, percaya diri, dan mampu bekerjasama dengan orang lain. Kesulitan-kesulitan yang mereka alami tidak menjadi beban psikologis yang menghambat mereka untuk belajar.

(50)

Orang tua dengan gaya acuh tak acuh akan cenderung bersikap permisif, membolehkan anaknya melakukan apa saja. Biasanya, orang tua tidak terlalu terlibat dalam kehidupan anaknya. Anak-anak di sini mengalami kekurangan kasih sayang dan kurang mendapat

“perhatian” yang sangat mereka butuhkan. Anak-anak seperti ini tidak mampu bersosialisasi dan memiliki kontrol diri yang sangat rendah. Tidak adanya kontrol diri ini mengakibatkan banyak masalah psikologis yang mereka hadapi dan mengganggu konsentrasi belajar mereka baik di rumah maupun di sekolah. Selain itu, anak-anak ini biasanya tidak memiliki motivasi untuk belajar apalagi berprestasi.

Orang tua dengan gaya pemanja, hampir seperti orang tua dengan gaya acuh tak acuh, akan terlibat dalam urusan anak- anaknya dengan memberikan semua yang diminta oleh anaknya.

Orang tua juga sering membiarkan anak-anaknya melakukan apa yang mereka inginkan dan mendapatkan dengan cara mereka apa yang mereka maui. Hasilnya, anak-anak dalam keluarga ini biasanya tidak belajar untuk mengontrol diri atas tingkah lakunya dan menemui banyak kesulitan psikologis karena ketidak mandirian mereka atau karena ketergantungan mereka pada orang lain.

3) Kelas Sosial dan Status Ekonomi

Pikunas mengemukakan pendapat Becker, Deutsch tentang kaitan antara kelas sosial dengan tehnik orangtua dalam mengatur anak yaitu :

(51)

a. Kelas Bawah : Cenderung lebih keras dan lebih sering menggunakan hukuman fisik, dibanding dengan kelas menengah.

Anak-anak dari kelas bawah cenderung lebih agresif, independent dan lebih awal dalam pengalaman seksual.

b. Kelas Menengah : Cenderung lebih memberikan pengawasan, para ibunya merasa bertanggung jawab terhadap tingkah laku anak-anaknya, dan menerapkan control yang lebih halus. Mereka mempunyai ambisi untuk meraih status yang lebih tinggi, dan menekan anak untuk mengejar statusnya melalui pendidikan.

c. Kelas Atas: Cenderung lebih memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan-kegiatan tertentu, lebih memiliki latar belakang pendidikan yang reputasinya tinggi, dan biasanya senang mengembangkan apresiasi estetikanya. Anak-anaknya cenderung memiliki rasa percaya diri dan cenderung bersikap manipulasi aspek realitas.

c. Sekolah

Sekolah merupakan tempat kedua bagi anak setelah keluarga untuk mengembangkan emosi. Ada dua hal yang sangat berpengaruh bagi kecerdasan emosi anak di sekolah, yaitu guru dan kurikulum.

Pesan guru di sekolah tidak jauh berbeda dengan peran orangtua di rumah sehingga dituntut tanggung jawab yang besar dalam mendidik emosi anak. Guru yang demokratis akan memahami perasaan, menerima pendapat, dan memberi kebebasan kepada peserta didik

(52)

untuk mengekspresikan kemampuannya memberi sumbangan yang sangat besar bagi perkembangan kecerdasan emosi anak.

d. Masyarakat

Selama empat dasawarsa terakhir, mulai orang tua, guru, tokoh agamawan hingga presiden, telah berusaha mengatasi kritis perkembangan moral anak-anak. Tetapi kenyataannya semakin lama keadaan justru semakin memburuk.

William Damon, seorang pakar terkemuka di Brown University menyatakan bahwa anak-anak harus mendapatkan keterampilan emosional dan sosial sebagai berikut :

1) Mereka harus mengikuti dan memahami perbedaan antara perilaku yang baik dan buruk serta mengembangkan kebiasaan dalam hal perbuatan yang konsisten dengan sesuatu yang dianggap baik.

2) Mereka harus mengembangkan kepedulian, dan rasa tanggungjawab atas kesejahteraan dan hak-hak orang lain, yang diungkap melalui sikap peduli, dermawan, ramah dan pemaaf.

3) Mereka harus merasakan reaksi emosi negatif seperti malu, bersalah, marah, takut, dan rendah bila melanggar aturan moral.

Penelitian terhadap berbagai budaya telah membuktikan bahwa perkembangan moral dapat mudah dipengaruhi oleh cara-cara dan nilai-nilai dalam membesarkan anak.

(53)

Dari hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa nilai-nilai moral yang dianut dalam masyarakat tertentu sangat mempengaruhi perkembangan emosional.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa lingkungan keluarga merupakan pondasi awal pembentukan emosional seorang anak, bagaimana sikap atau gaya mendidik dan kondisi keluarga maka hal itu pula yang akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Di samping itu, sekolah juga sangat berperan karena sekolah merupakan perpanjangan tangan keluarga dalam usaha mengembangkan apa yang telah ditanamkan oleh keluarga, terakhir adalah lingkungan masyarakat karena bagaimana pun baiknya pembinaan orangtua tetapi karena lingkungan yang tidak baik, bisa saja menghasilkan anak yang tidak sesuai dengan harapan. Olehnya itu keberadaan ketiga lingkungan tersebut merupakan satu kesatuan yang saling terkait satu sama lain.

(54)

40 A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitianField Research dengan pendekatan kualitatif dan dianalisis secara deskriptif yaitu berusaha memberi gambaran mengenai Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Menumbuhkan Kecerdasan Emosional Siswa SMK Muhammadiyah 2 bontoalaKota Makassar.

Pengertian kualitatif menurut Sugiyono (2012:9)

Adapun kajiannya menggunakan analisis kualitatif, metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sehingga lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

B. Lokasi dan Objek Penelitian.

Lokasi penelitian SMK Muhammadiyah 2 Bontoala Kota Makassar objek penelitian adalah Guru dan Siswa SMK Muhammadiyah 2 Bontoala Kota Makassar.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah peranan Pendidikan Agama Islam dalam Menumbuhkan kecerdasan emosional

(55)

siswa SMK Muhammadiyah 2 Bontoala. Dan data variabel tersebut berdasarkan kenyataan di lapangan, tanpa membuat dokumen khusus, maka dilihat dari sifatnya penelitian ini terdiri dari deskriptif yang bersifat kompratif.

Adapun variabel dalam penelitian ini adalah:

1) Peranan Pendidikan Agama Islam (variabel bebas) 2) Kecerdasan emosional (variabel terikat).

D. Defenisi Operasional Variabel

Untuk menghindari terjadinya penafsiran yang keliru dalam memahami maksud yang terkandung dalam judul ini, penulis akan lebih dahulu menjelaskan variabel penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Menurut H. Abdurrahman (1993:39) mengemukakan bahwa:

Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik/murid agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan.

2. Kecerdasan Emosional.

Kecerdasan emosional yaitu, kemampuan seseorang untuk mendengarkan hati nuraninya atau bisikan yang meng-Ilahi dalam diri seseorang, mengambil keputusan atau melakukan pilihan- pilihan dalam setiap tindakan yang akan dilakukannya, agar

(56)

tindakan yang dilakukannya tersebut sejalan dengan keinginan hatinya, yang pada akhirnya melahirkan akhlak yang mulia.

E. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sumber data primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. (Sugiyono, 2005: 62) Dalam penelitian kualitatif posisi narasumber sangat penting, bukan sekedar memberi respon, melainkan juga sebagai pemilik informasi, sebagai sumber informasi (key informan). Data diartikan sebagai fakta atau informasi yang diperoleh dari yang didengar, diamati, dirasa dan dipikirkan peneliti dari aktivitas dan tempat yang diteliti. Sumber data primer di SMK Muhammadiyah 2 Bontoala adalah guru Pendidikan Agama Islam dan peserta didik. Dukungan kedua subyek primer ini berkait langsung dengan permasalahan yang menjadi faktor dalam penelitian ini.

2. Sumber data sekunder

Sugiyono (2005:62) mengemukakan bahwa:

Sumber sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen. Data dari sumber sekunder atau informan pelengkap ini berupa cerita dari lingkungan sekolah maupun luar sekolah seperti masyarakat ataupun orang tua, penuturan atau

(57)

catatan mengenai model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran.

F. Instrument Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi penelitian dalam mengumpulkan data. Kualitas instrumen akan menentukan kualitas data yang terkumpul. Instrumen penelitian yang penulis gunakan antara lain :

1. Pedoman Observasi

Observasi atau pengamatan dilakukan untuk memberikan gambaran global dari dekat lokasi suatu penelitian.

Dalam observasi disini, yang menjadi sasarannya adalah Peranan Pendidikan Agama Islam dalam menumbuhkan kecerdasan emosional siswa SMK Muhammadiyah 2 Bontoala.

2. Pedoman wawancara, sebagai pegangan bagi penulis agar dalam kegiatan wawancara dengan berbagai pihak yang berkompeten sebagai sumber informasi seperti kepala sekolah dan guru.

3. Pedoman Dokumentasi

Untuk memperoleh informasi dalam penelitian, ada tiga macam sumber yang harus diperhatikan, yaitu: tulisan (paper), tempat (place), dan kertas atau orang (People). Penelitian yang bersumber dari inilah yang berarti menggunakan metode

(58)

dokumentasi menyelidiki dokumentasi-dokumentasi tertulis atau arsip-arsip yang ada sangkut pautnya dengan materi pembahasan.

Metode dokumentasi dalam penelitian ini dilaksanakan dengan metode pedoman dokumentasi, yang berisi garis-garis besar yang akan dikumpulkan datanya yang bersumber dari arsip atau pedoman sekolah yang dianggap penting. Jenis-jenis data dokumentasi ini seperti: jumlah guru, siswa, dan keadaan sarana pengajaran di sekolah.

G. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Liberary Research (riset kepustakaan)

Yaitu suatu metode yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data melalui perpustakaan terutama data-data yang berkaitan dengan masalah yang sifatnya teoritis. Dalam hal ini penulis lakukan dengan jalan membaca buku, majalah atau tulisan ilmiah yang memiliki releven dengan masalah yang dibahas.

Winarno Surakhmat (1981:17) mengemukakan bahwa :

Metode Research adalah pengumpulan bahan-bahan yang harus dengan cara-cara seperti membaca arsip-arsip, dokumen- dokumen, majalah ilmiah, majalah terbaru dan lain sebagainya.

(59)

Teknik ini penulis pergunakan dalam pengumpulan data pustaka yaitu dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang ada kaitannya dengan pembahasan ini.

Hal ini dilakukan dengan dua cara yaitu :

a) Kutipan langsung, yakni menulis suatu pendapat dari buku tanpa ada perubahan sedikit pun baik redaksinya maupun maknanya.

b) Kutipan tidak langsung, yakni penulis mengutip pendapat seorang ahli kemudian merumuskan melalui bahasa dan kalimat penulis sendiri sehingga terdapat perbedaan-perbedaan dari kontek aslinya, tetapi tidak mengurangi makna, maksud dan tujuannya.

2. Filed Research (riset lapangan),

Yaitu suatu metode yang ditempuh oleh penulis dalam mengumpulkan data dari informasi yang dibutuhkan dengan jalan langsung mengadakan penelitian di lapangan untuk mendapatkan data dari sumber yang asli sesuai dengan obyek yang telah ditetapkan.

Dalam hal ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut.

1. Observasi yaitu suatu teknik pengumpulan data di lapangan dengan jalan mengadakan pengamatan dan penatatan secara sisimatis terhadap gejala atau masalah yang diteliti.

Gambar

Tabel 2 : Keadaan guru di SMK Muhammadiyah 2 Bontoala .................. 52

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal tersebut, maka didapatkan luas penggunaan lahan pemukiman adalah sebesar 87,376 % sehingga daerah di kawasan sungai Air hitam merupakan daerah kedap air yang

Menurut Pendit (2007), bahwa perpustakaan perguruan tinggi juga merupakan salah satu perpustakaan yang paling cepat beradaptasi dan mengikuti perkembangan teknologi

Contohnya mengapa HaKI perlu dilindungi, jawaban yang paling mendalam dan mendasar adalah perlindungan HaKI adalah merupakan perlindungan terhadap Ide intelektual

penyertaan. Namun, Manajer Investasi juga memiliki opsi untuk membatasi permintaan penjualan kembali hingga 10% dari Nilai Aset Bersih penyertaan pada setiap hari

Secara yuridis Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai

Masing-masing kelompok harus menyelesaikan soal kasus pada laman Post Test yaitu, mengidentifikasi sebuah jaringan komputer (misal: Warnet, Café hotspot, Wifi

Hasil penelitian yang dilakukan Rinasti 2011 menunjukkan korelasi antara tingkat religiusitas dengan subjective well being sebesar 0,274 dengan taraf signifikansi sebesar

Banyaknya galian yang cukup dalam di pemukiman yang cukup ramai, tidak diberi rambu lalu-lintas, pengaman ataupun Papan Peringatan / Garis Batas sehingga membahayakan pengguna