• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:

1. Hasil penelitian ini di harapkan memberikan gambaran yang jelas tentang perilaku politik pemilih pemula dalam pelaksanaan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014 di Desa Kanaungan Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep.

2. Penelitian ini juga diharapkan memberikan gambaran yang jelas tentang faktor-faktor ynag mempengaruhi perilaku politik dalam pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014 di Desa Kanaungan Kecamatan Labakkang Kabupaten Pangkep.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Perilaku Politik 1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah suatu perbuatan atau aktivitas atau sembarang respon baik itu reaksi, tanggapan, jawaban, atau itu balasan yang dilakukan oleh suatu organisme. Secara khusus pengertian perilaku adalah bagian dari satu kesatuan pola reaksi (Chaplin dalam Kartono.1999:53)

Perilaku menurut (Walgito,2005:168) adalah suatu aktivitas yang mengalami perubahan dalam diri individu. Perubahan itu didapat dalam segi kognitif, efektif dan dalam segi psikomotorik.

Menurut beberapa ahli bahwa perilaku dapat di kelompokkan menjadi 3 jenis (Kuswandi, 1994) :

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yakni dengan mengetahui situasi atau ransangan dari luar.

2. Perilaku dalam bentuk sikap. Yakni tanggapan batin terhadap keadaan atau ransangan dari luar diri subjek. Walaupun sangat sukar diketahui tetapi sikap merupakan hal yang penting dalam menentukan corak perilaku selanjutnya.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yakni perilaku yang berbentuk perbuatan terhadap situasi atau ransangan dari luar.

7

8

2. Pengertian Politik

Politik pada umumnya lebih menunjukkan gambaran sebagai sebuah konflik.

politik sebagaimana yang dipergunakan dalam perdagangan bahwa politik merupakan sebuah proses pembuatan kebijakan-kebijakan politik pemerintah.

Namun sebagaimana pada umumnya politik adalah konflik atau paling tidak politik itu senantiasa berkaitan erat dengan konflik. Hal ini disebabkan karena dari beberapa bentuk perjuangan diantara manusia yang mencoba untuk memenuhi kebutuhannya, kehendaknya dan keinginannya yang dalam hal ini sangat bervariasi dan berbeda-beda dan ini merupakan suatu keharusan untuk memenuhinya dan semua ini berhadapan dengan apa yang terjadi diseberang sana juga dapat terjadi suasana yang “opposing interests”. Kita hidup dalam suasana kemasyarakatan , hidup bersama merupakan suatu kehidupan yang paling mendasar dalam hidup bersama dan bukan dalam hidup kesendirian. Kehidupan bersama ini sering disebut sebagai masyarakat (society) didalam masyarakat tersebut terdapat bermacam-macam struktur, tradisi-tradisi, atribut-atribut, atau merefleksikan kedalam kehidupan kita dengan orang lain. Pada saat itu pula kita masuk kedalam dan sebagainya yang dimiliki oleh masing-masing orang dengan yang lain saling berhadapan dan jika ini kita rangkum ke dalam satu istilah yang disebut sebagai konsep politik yang dalam hal ini terungkap.

Politik yang bersifat serbahadir dan multi makna itu, memiliki juga multi defenisi (banyak definisi). Hal itu terlihat dari pengertian dan rumusan tentang politik yang berbeda-beda dari para pakar. Aristoteteles misalnya menyebut bahwa politik merupakan hakikat keberadaan manusia dalam kehidupan

7

bermasyarakat. Sedangkan Miriam Budiardjo (2008: 13) menyatakan bahwa politik (politics) adalah usaha untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Selain itu, Plato dan Aristoteles juga menyatakan bahwa politics (politik) merupakan suatu upaya untuk mencapai polity (masyatakat politik) yang terbaik (ed dam onia atau the good life).

Anwar Arifin (2013: 10) menyimpulkan dari berbagai definisi oleh beberapa ilmuwan, bahwa politik merupakan aktivitas-aktivitas manusia dalam bermasyarakat, terutama tentang perjuangan mengangkat atau memilih penguasa yang berfungsi menetapkan kebijakan pemerintah, memang poltik meliputi bermacam-macam aktivitas dalam suatu negara yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dan pelaksana tujuan itu sehingga politik meliputi negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, dan pemerintah sebagai cakupan politik.

Meskipun demikian politik tidak hanya menyangkut tentang perjuangan untuk mengangkat atau memilih penguasa untuk menetapkan kebijakan, tetapi politik juga berkaitan dengan distribusi kekuasaan, implementasi kebijakan, dan pengalokasian nilai-nilai ototittif. Dengan demikian politik juga berkaitan dengan kerjasama dalam kelompok manusia yang berbentuk asosiasi. Polis (negara) adalah salah satu bentuk asosiasi, yang didalamnya terjalin komunikasi, atau hubungan diantara individu yang hidup bersama. Dalam menciptakan komunikasi, hubungan, atau interaksi yang harmonis dalam mempertahankan dan mengembangkan hidup dalam asosiasi terutama negara, selalu ada aturan, wewenang, dan kekuasaan.

Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bahwa politik menyangkut manusia dalam bentuk kelompok (asosiasi) yang memerlukan kerjasama yang terjalin melalui komunikasi atau interaksi antara individu atau kelompok dengan negara yang kegiatannya melalui jalur wewenang, pengaruh, kekuasaan, dan kekuatan. Selain itu Weinstein (1971: 41) memahami bahwa politik mencakup juga pembagian nilai-nilai dan kekuasaan oleh yang berwewenang atau pemegang kekuasaan. Pengaruh dan tindakan itu diarahkan untuk mempertahankan dan memperluas tindakan lainnya.

3. Pengertian Perilaku Politik

Intreraksi antara pemerintah dan masyarakat di antara lembaga-lembaga pemerintah dan di antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik, pada dasarnya merupakan perilaku politik. Di tengah masyarakat, individu berperilaku dan berinteraksi. Sebagian dari perilaku dan interaksi dapat di cermati akan berupa perilaku politik. Sebagian lainnya berupa perilaku ekonomi, keluarga, agama, dan budaya. Termasuk kedalam kategori kegiatan ekonomi, yakni kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, menjual dan membeli barang dan jasa, mengkonsumsi barang dan jasa, menukar, menanam dan menspekulasikan modal.

Namun, hendaklah diketahui pula tidak semua individu ataupun kelompok masyarakat mengerjakan kegiatan politik ( Ramlan Subakti,2010:20)

Ada pihak yang memerintah, ada pula yang menaati pemerintah yang satu mempengaruhi yang lain menentang, dan hasilnya berkompromi; yang satu menjanjikan, yang lain kecewa karena janji tidak dipenuhi; berunding dan

tawar-menawar ; yang satu memaksakan putusan berhadapan dengan pihak lain yang mewakili kepentingan rakyat yang berusaha membebaskan; yang satu menutupi kenyataan yang sebenarnya (yang merugikan masyarakat atau yang akan mempermalukan), pihak lain berupaya memaparkan kenyataan yang sesungguhnya, dan mengajukan tuntutan, memperjuangkan kepentingan, mencemaskan apa yang akan terjadi. Semua ini merupakan perilaku politik.

Kegiatan politik yang selalu dilakukan oleh pemerintah (lembaga dan perananya) dan partai politik karena fungsi mereka dalam bidang politik. Oleh karena itu, perilaku politik di bagi dua, yakni perilaku politik lembaga-lemabaga dan para pejabat pemerintah dan perilaku poltik warga negara biasa (baik individu maupun kelompok). Yang pertama bertanggung jawab membuat, melaksanakan, dan menegakkan keputusan politik, sedangkan yang kedua tidak berwenang seperti yang pertama dalam menjalankan fungsinya karena pa yang dilakukan oleh pihak pertama menyangkut kehidupan pihak kedua. Kegiatan politik pihak kedua ini disebut partisipasi politik.

Suatu keluarga sebagai kelompok juga melaksanakan berbagi kegiatan dalam berbagai bidang, dan karena itu pula mengerjakan kegiatan-kegiatan, seperti ekonomi, pendidikan, agama, rekreasi, dan politik, misalnya demikian.

Perilaku keluarga yang berusaha mendapatkan penghasilan untuk biaya hidup, merupakan perilaku ekonomi. Perilaku mereka dalam berolahraga ataupun nonton film adalah perilaku rekreasi; upaya mengajari anak tentang cara hidup yang baik dan mendorong upaya anak belajar di sekolah merupakan perilaku pendidikan;

kegiatan warga masyarakat beribadah berupa sembahyang dan berdoa maupun

berpuasa, bersedekah dan membantu orang lain untuk berdiri sendiri merupakan perilaku agama.

Para anggota keluarga yang sudah berhak memilih ikut serta dalam proses pemilihan umum, umpamanya aktif dalam kampanye, memberikan iuran, atau dana bagi partai politik , lalu ikut memilih. Selain itu, mereka yang menulis surat yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah pada wakil rakyat atau pada pejabat pemerintah, sesungguhnya tengah melakukan kegiatan politik dari berbagai perilaku ini, yang akan menjadi perhatian ilmuwan politik ialah perilaku yang beraspek politik.

Suatu tindakan konkret dapat saja mengandung unsur perilaku politik dan sekaligus ekonomi. Misalnya, keputusan pemerintah untuk mengalokasikan barang dan jasa dalam bentuk pemberian subsidi pertanian, kredit, pengurangan pajak, dan penyuluhan. Demikian pula dengan usaha suatu perusahaan besar untuk mempengaruhi kebijakan perpajakan yang akan diputuskan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam hal ini, yang diperhatikan bukan perihal kredit dan perpajakan, melainkan tindakan pemerintah dan kelompok yang di untungkan (dalam kasus pertama) dan tindakan perusahaan besar yang mempengaruhi pemerintah dan DPR (dalam kasus kedua).

Proses politik akan melahirkan bentuk-bentuk partisipasi politik yang dilakukan oleh individu dan kelompok yang kemudian akan disosialisasikan melalui transmisi kebudayaan, baik melalui pendidikan keluarga, kelompok-kelompok pergaulan, di lingkungan pekerjaan, interaksi melalui model media komunikasi massa, maupun interaksi politik secara langsung. Sehingga kemudian

dapat memilahkan kategori budaya politik tersebut atas tiga pemilahan, yaitu budaya politik partisipan, budaya politik subyek dan budaya politik parokialik.

Perilaku politik adalah perilaku yang berkaitan dengan proses politik. Yaitu interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan dan penegakan keputusan politik. Perilaku politik dibagi dua menjadi perilaku politik lembaga-lembaga dan para pejabat pemerintah yang bertanggung jawab membuat, melaksanakan dan menegakkan keputusan politik dan perilaku politik warga negara biasa yang tidak berwenang tetapi dapat memengaruhi pihak pembuat keputusan politik (partisipasi politik).

4. Partisipasi politik

Menurut kamus besar bahasa indonesia (2011;1024) “partisipasi” adalah hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan, peran serta , observasi kegiatan dalam riset yg berupa pengamatan yang aktif dan turut serta dalam kehidupan lapangan atau objek yang diamati. Menurut kamus besar bahasa indonesia “Politik” adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara secara umum partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, seperti memilih pimpinan negara atau upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Menurut Fauls, Keith (2010: 180) mengemukakan bahwa partisipasi politik sebagai “Keterlibatan secara aktif (the active engagement) dari individu atau kelompok ke dalam proses pemerintahan. Keterlibatan ini mencakup keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan maupun berlaku oposisi terhadap

pemerintahan”. Menurut Rush dan Althoff (2010: 180-181) partisipasi politik sebagai “Keterlibatan dalam aktivitas politik pada suatu sistem politik.”

berdasarkan pendapat dari beberapa definisi partisipasi politik yang disebut diatas, tampaknya pengertian yang di buat Rush dan Althoff lebih luas cakupannya sehingga definisi tersebut memuat semua pengertian dari politik :

a) Kekuasaan (Power) adalah konsep yang berkaitan dengan perilaku yang di artikan sebagai kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh yang dimiliki untuk mempengaruhi perilaku pihak lain, sehingga pihak lain berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi.

b) Kewenangan (Authority) adalah dasar untuk melakukan suatu tindakan, perbuatan dan melakukan kegiatan atau aktivitas perusahaan.

c) Kehidupan publik (Public Life) adalah kehidupan politik yang lazim dimaknai sebagai kehidupan yang menyangkut segi-segi kekuasaan,

d) Pemerintahan (Goverment) adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menetapkan hukum serta undang-undang dasar diwilayah tertentu.

e) Negara (State) adalah suatu wilayah yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial, maupun budaya yang diatur oleh pemerintahan yang berada diwilayah tertentu.

f) Konflik dan resolusi konflik (Conflict dan Conflict resolution) Konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satupun masyarakat yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Sedangkan Resolusi Konflik adalah sebuah proses untuk mencapai solusi sebuah konflik.

g) Kebijakan (Policy) adalah rangkaian dan akses yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.

h) Pengambilan keputusan (Decision making) yaitu dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan diantara beberapa alternatif yang tersedia.

Partisipasi politik di Indonesia membawa tuntutan yang besar kepada perubahan sistem dan kehidupan masyarakat di Indonesia. Partisipasi politik sebagai hal yang penting dalam perkembangan kehidupan bangsa dan negara.

Pertumbuhan partisipasi politik memerlukan tata nilai yang operasional (dimanifestasikan dalam bentuk perilaku nyata) yang menerima dan menghargai persamaan, keterbukaan dan perbedaan pendapat sehingga terjadi kesinambungan antara masyarakat dan pemerintah. Adapun Bentuk-bentuk Partisipasi Politik bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi politik di suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan politik tersebut.

5. Pendekatan Perilaku Politik

Surbakti (2010:186) mengelompokan perilaku pemilih menjadi lima pendekatan yaitu :

a. Pendekatan Struktural

Pendekatan ini menekankan bahwa kegiatan memilih terjadi dalam konteks yang lebih luas seperti struktur sosial, sistem partai, peraturan pemilu dan sebagainya.

b. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan ini cenderung menempatkan kegiatan memilih dalam kaitan dengan konteks sosial. Konkretnya, pilihan seseorang dalam pemilu dilatarbelakangi oleh demografi dan sosial ekonomi seperti jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan, kelas, pendapatan dan agama.

c. Pendekatan Ekologis

Pendekatan ini hanya relevan apabila dalam suatu daerah pemilihan terdapat karakteristik pemilih berdasarkan unit teritorial seperti desa, kelurahan, kecamatam, kabupaten. Pendekatan ekologis ini penting sekali digunakan karena karakteristik data tingkat provinsi pasti berbeda dengan karakteristik tingkat kabupaten.

d. Pendekatan psikologis

Pendekatan ini melihat faktor psikologis yang melatarbelakangi pilihan seseorang. Konsep yang ditawarkan adalah identifikasi partai. Konsep ini mengacu pada proses pemilihan melalui nama seseorang yang merasa dekat dengan salah satu partai. Identifikasi partai diartikan sebagai perasaan yang sangat dekat yang dimiliki oleh seseorang terhadap salah satu partai.

e. Pendekatan Rasional

Pendekatan pilihan rasional diartikan sebagai pendekatan memilih sebagai produksi kalkulasi untung dan rugi. Bagi pemilih pertimbangan untung dan rugi digunakan untuk membuat keputusan tentang partai atau kandidat yang dipilih terutama untuk membuat keputusan apakah ikut memilih atau tidak memilih.

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Politik

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik Menurut (Ramlan Surbakti 2010:169) yaitu :

a. Lingkungan Sosial politik tak langsung, seperti sistem politik, sistem ekonomi, sistem budaya dan media massa.

b. Lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian aktor, seperti keluarga, agama, sekolah, dan kelompok pergaulan.

Dari lingkungan sosial politik langsung seorang aktor mengalami sosialisasi dan internalisasi nilai dan norma masyarakat, termasuk nilai dan norma kehidupan bernegara dan pengalaman-pengalaman hidup pada umumnya lingkungan langsung ini dipengaruhi oleh lingkungan tak langsung.

c. Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. Untuk memahami struktur kepribadan, perlu dicatat bahwa terdapat tiga basis fungsional nilai, yaitu kepentingan, penyesuaian diri, eksternalisai, dan pertahanan diri. Basis yang pertama merupakan sikap yang menjadi fungsi kepentingan. Artinya, penilaian seseorang terhadap suatu objek ditentukan oleh minat dan kebutuhan atas objek tersebut. Basis yang kedua merupakan sikap yang menjadi fungsi penyesuaian diri. Artinya, penilaian terhadap suatu objek

tersebut. Basis yang ketiga merupakan sikap yang menjadi fungsi eksternalisasi diri dan pertahanan diri. Artinya penilaian seseorang terhadap suatu objek dipengaruhi oleh keinginan untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan diri dan eksternalisasi diri.

d. Faktor lingkungan sosial poltik langsung berupa situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan, seperti cuaca, keadaan keluarga, keadaan ruang, kehadiran orang lain, suasana kelompok dan ancama dengan segala bentuknya.

B. Konsep Pemilih Pemula

1. Pengertian dan Syarat Pemilih Pemula

Pemilih pemula adalah pemilih yang baru pertama kali akan melakukan penggunaan hak pilihnya. Pemilih pemula terdiri dari masyarakat yang telah memenuhi syarat untuk memilih. Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki untuk menjadikan seseorang dapat memilih adalah:

1. Umur sudah 17 tahun;

2. Sudah / pernah kawin; dan

3. Purnawirawan / Sudah tidak lagi menjadi anggota TNI / Kepolisian.

Pengertian pemilih pemula UU No. 10 tahun 2008 dalam Bab IV pasal 19 ayat 1 dan 2 serta pasal 20 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemilih pemula adalah warga Indonesia yang pada hari pemilihan atau pemungutan suara adalah Warga Negara Indonesia yang sudah genap berusia 17 tahun dan atau lebih atau sudah/pernah kawin yang mempunyai hak pilih, dan sebelumnya belum

termasuk pemilih karena ketentuan Undang-Undang Pemilu. Adapun warga negara yang berhak memilih adalah sebagai berikut :

1. Warga negara mempunyai hak pilih adalah Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Warga Negara Indonesia didaftar oleh petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) dalam Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden atau Pemilukada sehingga tercantum sebagai pemilih dalam daftar Pemilih tetap (DPT).

2. Warga yang berhak memilih di TPS adalah yang terdaftar dalam DPT 3. Bagi pemilih dari TPS lain harus membawa surat keterangan pindah

memilih seperti surat pindah TPS dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden atau surat keterangan pindah memilih dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Pengenalan proses pemilu sangat penting untuk dilakukan kepada pemilih pemula terutama mereka yang baru berusia 17 tahun. KPU dibantu dengan pihak terkait lainnya harus mampu memberikan kesan awal yang baik tentang pentingnya suara mereka dalam pemilu, bahwa suara mereka dapat menentukan pemerintahan selanjutnya dan meningkatkan kesejahteraan hidup bangsa.

Pemahaman yang baik itu diharapkan dapat menjadi motivasi untuk terus menjadi pemilih yang cerdas.

Pemilih pemula mayoritas memiliki rentang usia 17-21 tahun, kecuali karena telah menikah. Dan mayoritas pemilih pemula adalah pelajar (SMA), mahasiswa dan perkerja muda. Pemilih pemula merupakan pemilih yang sangat

potensial dalam perolehan suara pada Pemilu. Perilaku pemilih pemula memiliki karakteristik yang biasanya masih labil dan apatis, pengetahuan politiknya kurang, cenderung mengikuti kelompok sepermainan dan mereka baru belajar politik khususnya dalam pemilihan umum. Ruang-ruang tempat di mana mereka belajar politik biasanya tidak jauh dari ruang yang dianggap memberikan rasa kenyamanan dalam diri mereka.

Menurut pasal 1 ayat (22) UU No 10 Tahun 2008, pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berumur 17 ( tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin, kemudian pasal 19 ayat (1 dan 2) UU No 10 Tahun 2008 menerangkan bahwa pemilih yang mempunyai hak memilih adalah warga negara Indonesia yang di daftar oleh penyelenggara Pemilu dalam daftar pemilih dan pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin.

Berdasarkan pengertian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa pemilih pemula adalah warga negara yang di datftar oleh penyelenggara pemilu dalam daftar pemilih dan baru mengikuti pemilih (memberikan suara) pertama kali sejak pemilu diselenggrakan dengan rentang usia 17-21 tahun.

Pemilih pemula yang baru mamasuki usia hak pilih juga belum memiliki jangkauan politik yang luas untuk menentukan kemana mereka harus memilih.

Sehingga, terkadang apa yang mereka pilih tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Alasan ini yang menyebabkan pemilih pemula sangat rawan untuk dipengaruhi dan didekati dengan pendekatan materi politik kepentingan partai-partai politik.

Ketidaktahuan dalam soal politik praktis, terlebih dengan pilihan-pilihan dalam

pemilu atau pilkada, membuat pemilih pemula sering tidak berpikir rasional dan lebih memikirkan kepentingan jangka pendek. Pemilih pemula sering hanya dimanfaatkan oleh partai politik dan politisi untuk kepentingan politiknya, misalkan digunakan untuk penggalangan masa dan pembentukan organisasi partai.

Kelompok pemilih ini biasanya mereka yang berstatus pelajar,mahasiswa, serta pekerja muda. Pemilih pemulah dalam ritual demokrasi (pemilu legislatif,pilpres) selama ini sebagai objek dalam kegiatan politik yaitu mereka yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan ke arah pertumbuhan potensi dan kemampuannya ketingkat yang optimal agar dapat berperan dalam bidang politik.

Berdasarkan defenisi di atas dapat di disimpulkan bahwa ciri-ciri pemilih pemula yaitu :

1. Warga negara Indonesia dan apada hari pemungutan suara sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah pernah kawin.

2. Baru mengikuti pemilu (memberikan suara) pertama kali sejak pemilu yang di selenggarakan di indonesia dengan rentang usia 17-21 tahun.

3. Mempunyai hak memilih dalam penyelenggaraan pemilu tahun 2014.

Berdasarkan Undang-undang Pemilihan Presiden 2008 dalam ketentuan umum disebutkan bahwa Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Pemilih pemula yang baru memasuki usia hak pili juga belum memiliki jangkauan politik yang luas untuk menentukan kemana mereka harus memilih. Sehingga, terkadang

apa yang mereka pilih tak sesuai dengan yang diharapkan. Alasan ini yang menyebabkan pemilih pemula sangat rawan untuk dipengaruhi dan di dekati dengan pendekatan materi politik kepentingan partai-partai politik. Ketidaktahuan dalam soal politik praktis, terlebih dengan pilihan-pilihan dalam pemilu, membuat pemilih pemula sering tidak berpikir rasional dan lebih memikirkan kepentingan jangka pendek. Pemilih pemula sering hanya dimanfaatkan oleh partai politik dan politisi untuk kepentingan politiknya.

2. Peran pemilih pemula

Pada umumnya diterima pendapat bahwa pendidikan dalam arti luas bertujuan untuk mensosialisasikan sisa didalam nilai-nilai, norma-norma dan kebiasaan-kebiasaan dasar dari masyarakatnya. Pendidikan sebagai suatu proses dalam berbagai kesempatan, jauh lebih luas dari pada hasil lembaga persekolahan, mencakup interaksi kemasyarakatan di masyarakat itu sendiri.

Pentingnya peranan pemilih pemula karena sebanyak 20 % dari seluruh pemilih adalah pemilih pemula, dengan demikian jumlah pemilih pemula sangatlah besar, sehingga hak warga negara dalam menggunakan hak pilihnya

Pentingnya peranan pemilih pemula karena sebanyak 20 % dari seluruh pemilih adalah pemilih pemula, dengan demikian jumlah pemilih pemula sangatlah besar, sehingga hak warga negara dalam menggunakan hak pilihnya

Dokumen terkait