• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4. Manfaat Penelitian

a. Menambah pengalaman dan kemampuan peneliti dalam penelitian sederhana

b. Memperluas wawasan mengenai penyakit appendicitis

c. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang di dapat selama menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bagi Institusi

a) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Sebagai tambahan kepustakaan untuk mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Dapat memberikan informasi bagi peneliti lainnya dan juga dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi peneliti lainnya - Untuk mewujudkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai

universitas yang dapat ikut berkontribusi dalam program pemerintah untuk mengurangi angka kejadian appendicitis b) RSU Kota Tangerang Selatan

- Sebagai bahan evaluasi untuk menindaklanjuti kasus appendicitis yang terjadi di wilayah Tangerang Selatan

- Dapat memberikan informasi dan gambaran RSUD Kota Tangerang Selatan mengenai angka kejadian appendicitis Bagi Masyarakat

a. Memperluas wawasan mengenai penyakit appendicitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori

2.1.1.Anatomi Apendiks

Apendiks (secara tradisional, apendiks vermiformis; L. Vermis, seperti cacing) adalah divertikulum apendiks vermiformis (panjang 6-10 cm) yang berisi massa jaringan limfoid. Apendiks berasal dari aspek posteromedial caecum di sebelah inferior taut ileocaecal.2

Gambar 2.1 Lokasi Apendiks pada Usus Besar Sumber : Tortora, 2014

Apendiks memiliki mesentrium triangular pendek, mesoapendiks, yang berasal dari sisi posterior mesentrium ileum terminalis. Mesoapendiks menempel pada caecum dan bagian proksimal apendiks. Posisi apendiks bervariasi, tetapi biasanya retrocaecal. Apendiks retrocaecal memanjang ke superior ke arah flexura colica dextra dan biasanya bebas. Kadang-kadang apendiks terletak di bawah lapisan peritoneal caecum, tempatnya sering menyatu dengan caecum atau dinding abdomen posterior. Apendiks dapat berprojeksi ke arah inferior atau melewati tepi pelvis. Posisi anatomis apendiks menentukan gejala serta tempat spasme muskular dan nyeri tekan

5

bila apendiks meradang. Dasar apendiks terletak di sebelah dalam suatu titik yang merupakan sepertiga jalan sepanjang linea obliquus yang menggabungkan SIAS kanan dengan umbilicus (titik McBurney pada linea spinoumbilikalis).2

Gambar 2.2 Variasi Regio Anatomi Apendiks Sumber : Harrison, 2015

Persarafan sekum dan apendiks vermiformis berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis, yaitu dari plexus mesenterica superior. Serabut saraf simpatis berasal dari medula spinalis torakal bagian kaudal dan serabut saraf parasimpatis berasal dari nervus vagus. Serabut saraf aferen dari apendiks vermiformis mengiringi saraf simpatis ke segmen medula spinalis thorakal 10.2 Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis bermula di sekitar umbilikus. Apendiks diperdarahi oleh a. Apendikularis yang merupakan arteri kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.12

Retrocaecal

Postileal

Promonteric Pelvical Subcaecal

2.1.2. Fisiologi Apendiks

Apendiks menghasilkan mukus 1-2 ml per hari. Mukosa dalam apendiks diduga berperan dalam patogenesis appendicitis. Imunoglobulin sekretoar (IgA) yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh.12

2.1.3. Histologi Apendiks

Gambaran mikroskopik apendiks vermiformis secara struktural mirip dengan kolon, terdapat empat lapisan yaitu, mukosa, submukosa, tunika muskularis dan tunika serosa. Tetapi ada beberapa modifikasi yang khas untuk apendiks.13

Terdapat beberapa persamaan antara mukosa apendiks dengan usus besar yaitu terdapat epitel pelapis dengan banyak sel goblet, lamina propria dibawahnya yang mengandung kelenjar intestinal (kriptus lieberkuhn) dan mukosa muskularis. Kelenjar intestinal pada apendiks memiliki kurang berkembang, lebih pendek dan sering terlihat berjauhan letaknya. Jaringan limfoid difus didalam lamina propria sangat banyak dan sering terlihat sampai ke submukosa berdekatan.13

Pada apendiks terdapat banyak limfonoduli dengan pusat germinal, dan sangat khas untuk apendiks. Noduli ini berawal di lamina propria namun karena ukurannya besar, noduli ini meluas dari epitel permukaan sampai ke submukosa. Pada tunika muskularis terdapat pertemuan gabungan dari taenia coli.13

Submukosa memiliki banyak pembuluh darah. Lapisan selanjutnya yaitu muskularis eksterna, memiliki 2 lapisan yaitu lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar yang mana diantara 2 lapisan tersebut terdapat ganglia

parasimpatis pleksus meientericus auerbach. Lapisan yang terluar yaitu serosa yang mengandung substansi lemak.13

Gambar 2.3 Histologi Apendiks Sumber : diFiore, 2003

Apendiks merupakan organ yang terletak di bagian awal usus besar dan yang merupakan evaginasi dari sekum. Apendiks ditandai dengan lumen yang relatif kecil dan irregular, kelenjar tubuler yang lebih pendek dan kurang padat, dan tidak memiliki taeniae coli. Apendiks tidak memiliki fungsi pencernaan, tetapi merupakan komponen penting sebagai MALT (Mucosa-Associated Lymphoid Tissue), dengan sejumlah besar folikel limfoid pada dindingnya.14

2.2. Appendicitis 2.2.1. Definisi

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dengan mula gejala akut yang ditandai adanya nyeri pada kuadran abdomen kanan bagian bawah, nyeri lepas alih, spasme otot diatasnya, dan hiperestesia kulit, yang apabila sudah kronik maka akan ditandai adanya penebalan fibrotik dinding organ apendiks vermiformis tersebut.1

2.2.2. Epidemiologi

Appendicitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang paling sering terjadi di dunia dengan prevalensi appendicitis secara global berjumlah 52 kasus per 100.000 penduduk.3 Pada tahun 2015 di Amerika Serikat angka kejadian pasien yang masuk ke dalam departemen kegawatdaruratan karena nyeri pada abdomen mencapai 38,8 juta, dan penyakit penyebab yang paling sering adalah appendicitis yang menyebabkan dilakukannya tindakan apendektomi mencapai 250.000 kasus.15 Tercatat bahwa angka kejadian appendicitis di negara-negara barat mengalami stabilisasi, angka kejadiannya mencapai 100 per 100.000 penduduk pada Amerika utara dengan jumlah kasus yang mencapai 378.614 pada tahun 2015 dan 151 per 100.000 penduduk pada Eropa Barat4 dan juga sekitar 300.000 orang menjalani apendektomi setiap tahunnya di Amerika Serikat dengan perkiraan insiden appendicitis seusia hidup berkisar dari 7-14% berdasarkan jenis kelamin, harapan hidup dan ketepatan diagnosis yang telah dikonfirmasi.5 Memasuki abad ke 21 angka kejadian appendicitis pada newly industrialized countries di Asia mengalami peningkatan, dengan prevalensi paling tinggi terjadi di korea selatan berjumlah 206 kasus per 100.000 penduduk.4

Di indonesia, kasus appendicitis akut menempati urutan yang paling tinggi dibandingkan dengan kasus kegawatdaruratan yang lainnya.

Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan, kemungkinan karena tidak diduga.

Insiden tertinggi pada kelompok usia 20-30 tahun setelah itu terjadi penurunan.16,12 Data epidemiologi appendicitis akut jarang terjadi pada balita, tetapi meningkat pada pubertas dan mencapai puncaknya pada saat remaja serta awal usia 20-an, kemudian akan menurun pada menjelang dewasa. Kejadian appendicitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber,sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rasionya menjadi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun pada pria.

Appendicitis menyerang 10 juta penduduk indonesia setiap tahunnya, dan saat ini morbiditas angka appendicitis di Indonesia mencapai 95 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan angka tertinggi diantara negara-negara di Association of South East Asia Nation (ASEAN).6 Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2008, telah dilakukan survey pada 12 provinsi di Indonesia yang menunjukkan jumlah appendicitis yang dirawat di rumah sakit berjumlah 3.251 kasus yang menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan jumlah sebelumnya yaitu berjumlah 1.236 kasus.7 Tercatat berjumlah 144 kasus appendicitis akut ditemukan di RS RUMKITAL dr Mintoharjo Jakarta Pusat dalam kurun waktu satu tahun pada tahun 2014.8

Hasil laporan dari RS Gatot Soebroto, Jakarta tahun 2006 sebabkan oleh pola makan pasien yang rendah akan serat setiap harinya. Menurut data yang diperoleh dari rekam medis di ruang bedah (Bougenvile) rumah sakit Dr. Soegiri Lamongan pada tahun 2013 dari bulan Januari sampai Desember sebanyak 126 orang (100%). Pada tahun 2014, bulan Januari sampai September terdapat 104 orang (100%) yang menderita appendicitis yang meliputi pasien appendicitis akut (86 %). Appendicitis infiltrate (3 %), appendicitis kronis (7%), appendicitis perforasi (4%) yang di rawat inap dirung bedah RSUD Dr. Soegiri Lamongan. Berdasarkan observasi pada tanggal 20 Oktober 2014 di ruang bedah (Bougenvile), dari 5 pasien(100%) post op apendik pada 4 pasien (80%) mengalami nyeri sedang dan nyeri ringan minimal 1 pasien (20%), Hal itu menunjukkan bahwa pasien post apendicitis yang mengalami gangguan rasa nyaman nyeri itu cukup tinggi terutama di ruang Bougenvile RSUD Dr. Soegiri Lamongan.17 Angka kejadian appendicitis di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado periode oktober 2012 – september 2015, menunjukkan bahwa terdapat 650 pasien.

Jumlah pasien terbanyak ialah appendicitis akut yaitu 412 pasien (63%) sedangkan appendicitis kronik sebanyak 38 pasien (6%). Dari 650 pasien, yang mengalami komplikasi sebanyak 200 pasien yang terdiri dari 193 pasien (30%) dengan komplikasi appendicitis perforasi dan 7 pasien (1%) dengan periapendikuler infiltrate. Di RS Tk. III R.W. Mongisidi Telling

Manado angka kejadian apendiksitis tahun 2016 yaitu 42 pasien. Dalam penelitian yang dilakukan Dani & Calista (2013) yang berjudul karakteristik penderita appendicitis akut di Rumah Sakit Imanuel Bandung menyatakan bahwa keluhan utama yang tersering dari 152 kasus appendicitis adalah nyeri perut di bagian kanan bawah sebanyak 96,05 %.18

2.2.3. Etiologi

Terjadinya appendicitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks yang biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid12 yang merupakan salah satu respon imun dari infeksi, faktor resiko infeksi diantaranya adalah buruknya personal hygiene terutama anak yang ditunjukan dari hasil penelitian di bahwa 51,5% pasien appendicitis anak memiliki personal hygiene yang rendah.19 Selanjutnya dapat terjadi karena penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, tumor primer pada dinding apendiks dan striktur. Penelitian terakhir menemukan bahwa ulserasi mukosa akibat parasit seperti E Hystolitica, merupakan langkah awal terjadinya appendicitis pada lebih dari separuh kasus, bahkan lebih sering dari sumbatan lumen. Beberapa penelitian juga menunjukkan peran kebiasaan makan.12

Menurut penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa kebiasaan makan makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan appendicitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang akan mengakibatkan timbulnya sumbatan fungsional pada apendiks sehingga pertumbuhan bakteri flora kolon biasa akan meningkat.12

Organisme lain, termasuk anaerob juga dapat menyebabkan inflamasi apendiks. Kadang-kadang cacing, termasuk Enterobius vermicularis dan Ascaris Lumbricoides dapat mempercepat dan mengakibatkan terjadinya kolik (rasa nyeri). Setelah terjadinya obstruksi karena sebab apapun dapat menyebabkan tekanan keluar dari apendiks dan

menghasilkan luka pada jaringan, sehingga menyebabkan invasi leukosit, pembentukan nanah, dan gangrene apabila tidak segera ditangani maka apendiks akan segera mengalami perforasi.20

Appendicitis pada orang muda biasanya disebabkan oleh hiperplasia folikel limfatik pada apendiks yang menyumbat lumen. Pada orang lanjut usia, obstruksi biasanya disebabkan oleh fekalit, suatu konkresi yang terbentuk disekitar pusat bahan fekal. Bila sekresi dari apendiks tidak dapat keluar, apendiks membengkak, meregangkan peritoneum visceralis. Nyeri appendicitis biasanya dimulai sebagai nyeri samar di regio periumbilikal karena serat nyeri aferen masuk medulla spinalis setinggi T10. Kemudian, nyeri hebat di quadran kanan bawah disebabkan oleh iritasi peritoneum parietalis yang melapisi dinding abdomen posterior. Meluruskan paha pada sendi panggul mencetus nyeri.2

2.2.4. Patofisiologi

Fungsi apendiks sebenarnya belum dipahami dengan jelas, meskipun terdapat jaringan limfatik di atasnya yang menunjukkan adanya peran dalam sistem kekebalan tubuh. Apendiks dianggap sebagai vestigial organ, tetapi ide ini keliru karena peran apendiks telah ditetapkan sebagai neuroendokrin dan struktur imunologi.21

Patogenesis utama pada sebagian besar pasien dengan appendicitis akut disebabkan karena obstruksi lumen, yang penyebabnya dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, termasuk fecalith, hiperplasia limfoid, benda asing, parasit, dan oleh tumor primer (karkinoid, adenokarsinoma, sarkoma kaposi, dan limfoma) dan metastatik (kolon dan payudara).21

Obstruksi lumen akan menyebabkan peningkatan pengeluaran mukus sehingga akan menyebabkan peningkatan tekanan intralumen yang menstimulasi serabut saraf eferen visceral sehingga menimbulkan rasa nyeri yang samar-samar, nyeri difus dibawah abdomen epigastrium. Peningkatan sekresi mukus akan menyebabkan peningkatan tekanan lumen pada apendiks menjadi tempat berkembang biak yang baik bagi bakteri, sehingga bakteri lebih mudah menginvasi dinding lumen apendiks. Akibat invasi

bakteri akan menyebabkan aktivasi mediator inflamasi pada jaringan apendiks. Pada saat eksudat inflamasi terhubung dengan peritoneum parietal, serabut saraf somatik akan teraktivasi sehingga menyebabkan nyeri yang terlokalisir pada titik McBurney.21

Appendicitis dapat terjadi tanpa adanya obstruksi pada lumen, dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari organ lain secara hematogen ke apendiks. Terjadi abcess multiple kecil pada apendiks dan pembesaran lnn.

Mesentrica regional. Karena terjadi tanpa obstruksi maka gambaran klinisnya tentu berbeda dengan gejala obstruksi tersebut diatas.22

2.2.5. Gejala Appendicitis

Gejala appendicitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah, peningkatan jumlah leukosit, demam ringan (37,5- 38.50C) dan umumnya nafsu makan menurun,12 sedangkan appendicitis kronik akan ditandai adanya penebalan fibrotik dinding organ apendiks vermiformis.1 Gejala biasanya berlangsung selama 1-2 hari.23 Tabel 2.1 Frekuensi Gejala yang Sering Muncul

Gejala Frekuensi

Nyeri Abdomen >95%

Anoreksia >70%

Konstipasi 4-16%

Diare 4-16%

Demam 10-20%

Perpindahan nyeri ke kuadran kanan bawah 50-60%

Mual >65%

Muntah 50-75%

Sumber : Harrison, 2015

2.2.6. Klasifikasi Appendicitis

Terdapat dua klasifikasi appendicitis yaitu akut dan kronik, berikut adalah derajat-derajatnya :

1. Appendicitis akut

Appendicitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak pada apendiks yang membrikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal.

Gejala appendicitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium disekitar umbilikus.

Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri tersebut akan berpindah ke titik Mc. Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

Apendistis akut dibagi menjadi:

a) Appendicitis Akut Sederhana

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan submukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen apendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa apendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan.24

b) Appendicitis Supuratif

Tekanan dalam lumen yang terus meningkat disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini dapat menyebabkan iskemia dan edema pada apendiks.

Mikroorganisme yang berada di usus besar akan berinvasi ke dalam apendiks dan menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa akan menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.

Apendiks dan mesoapendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.24

c) Appendicitis Akut Gengrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren.

Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.24

d) Appendicitis Infiltrat

Appendicitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa yang merekat erat satu dengan yang lainnya.24,25

e) Appendicitis Abses

Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal.24

f) Appendicitis Perforasi

Appendicitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.24

2. Appendicitis Kronik

Diagnosis appendicitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara mikroskopik dan makroskopik. Kriteria mikroskopik appendicitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden appendicitis kronik antara 1-5%. Appendicitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut appendicitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat.24

2.2.7. Penegakan Diagnosis

Penegakkan diagnosis appendicitis dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, yaitu:

a. Anamnesis

Pasien dengan appendicitis biasanya datang dengan keluhan utama nyeri akut abdomen. Keluhan dimulai dengan nyeri kolik-umbilikal yang biasanya akan bertahan selama 24 jam pertama. Nyeri lalu menjalar ke iliaka kanan abdomen dan berubah menjadi nyeri yang konstan dan tajam.

Keluhan mual, muntah, serta penurunan nafsu makan juga ditemukan pada kasus appendicitis26

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak dinding perut yang mengencang (distensi), pada perabaan (palpasi) di daerah perut kanan bawah seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila dilepas juga akan terasa nyeri, ini adalah kunci dari diagnosis appendicitis akut. Kemudahan atau kesulitan dalam gerakan mencapai posisi terlentang bisa digunakan sebagai tanda ada atau tidaknya iritasi peritoneum lokalisata.

Palpasi dilakukan dengan lembut dari sisi kiri ke sisi kanan abdomen untuk

menilai rigiditasnya, tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pasien mengalami iritasi peritoneum atau tidak, tapi palpasi tidak bisa dijadikan pedoman dikarenakan rasa nyeri yang dirasakan berdasarkan lokasi apendiks.27

Karena banyak kemungkinan sebab lain keadaan intraabdomen akut atau bahkan sistemik bisa meniru appendicitis akut, sehingga tidak mungkin membuat diagnosis spesifik. Macam-macam pemeriksaan fisik dilakukan:

a) Inspeksi

Inspeksi pada appendicitis akut biasanya ditemukan adanya distensi perut.27

b) Palpasi

Palpasi dinding abdomen dilakukan dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi, ditekan dengan sangat pelan dan halus, pada berbagai tempat pada dinding perut (dinamakan pemeriksaan raba dangkal-superfisial), kemudian baru dilakukan pemeriksaan raba dalam.27

c) Auskultasi

Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis appendicitis, tetapi bila telah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus.27

d) Pemeriksaan status lokalis abdomen kuadran kanan bawah :

 Nyeri tekan McBurney positif apabila didapatkan nyeri tekan pada kuardan kanan bawah atau titik McBurney dan nyeri menetap.27,12,28

 Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) merupakan nyeri hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc Burney28

 Defence muscular merupakan nyeri tekan seluruh lapang abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal28

 Rovsing sign merupakan nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan28

 Obturator sign digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang bersinggungan dengan m. Obturator internus atau tidak. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada appendicitis pelvika akan menimbulkan nyeri12,28

 Psoas sign dilakukan dengan merangsang m. Psoas melalui hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila menimbulkan nyeri, maka itu berarti apendiks yang meradang menempel di m. Psoas.12,28 e) Rectal toucher/ Colok dubur

Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri pada angka 9-12.27

f) Skor Alvarado

Salah satu sistem skoring sederhana yang digunakan untuk mendiagnosis appendicitis ialah menggunakan skor Alvarado.

Skor Alvarado dibuat oleh Alfredo Alvarado pada tahun 1986 dengan menggunakan tiga gejala, tiga tanda, dan dua temuan laboratorium sederhana sebagai alat diagnosis appendicitis.27

Tabel 2.2 Skor Alvarado

Kriteria Nilai

3 Gejala

Migrasi nyeri ke RLQ 1

Anoreksia 1

Mual-Muntah 1

3 Tanda

Nyeri dalam RLQ 2

Rebound Tenderness 1

Demam (≥37,3° C) 1

2 Penemuan Lab

Leukosit (>10.000) 2

Shift to Left (>75%) 1

Total 10

Sumber: Tamanna, 2012

Temuan pada pasien dengan suspect appendicitis lalu dijumlahkan dalam tabel Alvarado sesuai dengan skor yang telah ditetapkan. Hasil penjumlahan lalu akan dilihat pada tabel interpretasi skor Alvarado.29

Interpretasi:

Skor 7-10 = Appendicitis akut

Skor 5-6 = Curiga appendicitis akut Skor 1-4 = Bukan appendicitis akut

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik masih merupakan dasar diagnosis appendicitis akut. Pemeriksaan tambahan dilakukan apabila ada keragu-raguan atau untuk menyingkirkan diagnosis.27

c. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang dicurigai appendicitis biasanya meliputi hitung jumlah dan jenis sel darah lengkap dan urinalisis. Leukositosis moderat biasanya terjadi pada pasien appendicitis (75%) dengan jumlah leukosit berkisar antara

10.000-18.000 sel/mL dengan pergeseran ke kiri dan didominasi oleh sel polimorfonuklear. Sekalipun demikian, tidak adanya leukositosis tidak menutupi kemungkinan terjadinya appendicitis.

Pada urinalisis terdapat peningkatan berat jenis urin, terkadang ditemukan hematuria, piuria, dan albuminuria.27

2) Pemeriksaan radiologi a. Ultrasonography (USG)

Banyak digunakan untuk diagnosis appendicitis akut maupun appendicitis abses, Ultrasonography sangat bermanfat terutama bagi wanita hamil dan anak-anak, tingkat keakuratannya paling tinggi (93-98%). Tetapi sulit dilakukan pada dewasa karena jumlah lemak dan gas yang banyak sehingga apendiks sulit terlihat. Untuk dapat mendiagnosis apendistis akut diperlukan keahlian, ketelitian, dan sedikit penekanan transduser pada abdomen. Akurasi penggunaan USG ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan kemampuan pemeriksa. Pada pemeriksaan

Banyak digunakan untuk diagnosis appendicitis akut maupun appendicitis abses, Ultrasonography sangat bermanfat terutama bagi wanita hamil dan anak-anak, tingkat keakuratannya paling tinggi (93-98%). Tetapi sulit dilakukan pada dewasa karena jumlah lemak dan gas yang banyak sehingga apendiks sulit terlihat. Untuk dapat mendiagnosis apendistis akut diperlukan keahlian, ketelitian, dan sedikit penekanan transduser pada abdomen. Akurasi penggunaan USG ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan kemampuan pemeriksa. Pada pemeriksaan

Dokumen terkait