• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREVALENSI APPENDICITIS DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN PADA TAHUN SARJANA KEDOKTERAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PREVALENSI APPENDICITIS DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN PADA TAHUN SARJANA KEDOKTERAN"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Penelitian Ini Menjadi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh :

Wahyuning Hapsari NIM : 11151030000017

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2018

(2)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ciputat, 5 Oktober 2018

Wahyuning Hapsari

ii

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

ANGKA KEJADIAN APPENDICITIS DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN PADA TAHUN 2016 – 2017

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Kedokeran Fakultas Kedokteran untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh

Wahyuning Hapsari NIM: 11151030000017

Pembimbing 1

dr. Achmad Luthfi, Sp.B-KBD NIP.19660420 199412 1 001

Pembimbing 2

dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad NIP.19640909 199603 1 001

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2018

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan penelitian berjudul ANGKA KEJADIAN APPENDICITIS DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN PADA TAHUN 2016 – 2017 yang diajukan oleh Wahyuning Hapsari (NIM: 11151030000017), telah diajukan dalam sidang di Fakultas Kedokteran pada Oktober 2018. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Kedokteran.

Ciputat, Oktober 2018 DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang

dr. Achmad Luthfi, Sp.B-KBD NIP.19660420 199412 1 001

Penguji 1

dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT NIP.19780507 200501 1 005

Penguji 2

dr. Ahmad Azwar Habibi, M.Biomed NIP.19800522 200912 1 005 PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FK UIN

dr. Hari Hendarto, Sp.PD, Ph.D, FINASIM NIP.19651123 200312 1 003

Kaprodi PSKed FK UIN

dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT NIP.19780507 200501 1 005 Pembimbing 1

dr. Achmad Luthfi, Sp.B-KBD NIP.19660420 199412 1 001

Pembimbing 2

dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad NIP.19640909 199603 1 001

iv

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya yang amat berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “ANGKA KEJADIAN APPENDICITIS DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2016-2017”, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan pihak-pihak terkait, lewat tulisan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghormatan kepada :

1. dr. Hari Hendarto, Ph.D, Sp.PD, FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Kepala Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. dr. Achmad Luthfi, Sp.B-KBD selaku pembimbing satu, atas segala motivasi dan bimbingan, dan waktu luang yang diberikan dari awal laporan penelitian ini disusun hingga selesai disusun.

4. dr. Ayat Rahayu, Sp.Rad selaku pembibing dua, atas segala kesabaran, bimbingan dan motivasi yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan lebih baik.

5. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab modul riset 2015, yang selalu mengingatkan dan memberikan motivasi agar penulis segera menyelesaikan laporan penelitian ini.

6. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tangerang Selatan yang telah menjadi wadah bagi penulis untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuannya dengan mengizinkan penulis untuk menggunakan data rekam medis pasien.

7. Kedua orang tua penulis, Bapak Darikoen Kardi dan Ibu Tresnawati yang selalu tidak kenal lelah memberikan motivasi, nasihat, do’a serta

v

(6)

kasih sayang yang tiada hentinya kepada penulis. Kakak-kakak penulis Rizal Hardiyanto, Rahayu Dwikanthi dan Arya Wiranata serta adik penulis Moch. Tegar Aulia atas semua do’a dan dukungan yang telah diberikan.

8. Sahabat-sahabat terdekat penulis, Ressy Rizki Utari, Syara Azhari Fauziyya, Syifa Hanifa Alawiyah, Puji Adhiayati, Dinan Fatharani, Ira Ainurrahmah, Nilna Faza Mardiyatin, Fitria Tahta Alfina, Auliya Yasmin Uzair, Lilis Siti Nursaadah, Syifa Sukmahayati, dan Rissa Rizkiia Z, Eneng Siti Nurazizah, Safira Belarizkia atas semua motivasi, hiburan, dukungan dan pikiran-pikiran positifnya agar penulis selalu semangat dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

9. Teman-teman sekelompok penelitian, Syifa Sukmahayati, Allifka Ramadhanti, Farah Alvi Ramadhani, dan Fitria Rahmi Ramadhani atas semua perhatian dan pikiran-pikiran positifnya agar kita semua bisa menyelesaikan penelitian ini bersama-sama.

10. Seluruh teman-teman angkatan 2015, atas semua dukungan dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan

Penulis menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk laporan penelitian ini.

Demikian laporan penelitian yang dapat penulis tulis, semoga dapat memberikan manfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.

Ciputat, 12 Oktober 2018

Wahyuning Hapsari

(7)

ABSTRAK

Wahyuning Hapsari. Program Studi Kedokteran. Angka Kejadian Appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan pada Tahun 2016-2017

Latar Belakang: Appendicitis adalah salah satu keadaan bedah yang paling sering terjadi di dunia, dan Indonesia adalah negara yang memiliki angka morbiditas appendicitis tertinggi diantara negara-negara ASEAN (Association of South East Asia Nation). Sebagian besar kasus apedisitis tidak menunjukkan gejala yang khas, sehingga banyak kasus yang terlambat diagosis dan ditemukan sudah menjadi kasus kronik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan. Metodologi: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan desain cross sectional. Pengumpulan data diperoleh dari data rekam medik dengan sampel sebanyak 365 kasus. Hasil: Prevalensi appendicitis berjumlah 365 kasus. Angka kejadian appendicitis adalah sebagai berikut;

distribusi pasien appendicitis berdasarkan status perawatan pasien yang tertinggi adalah pasien rawat jalan berjumlah 133 (70%) kasus pada tahun 2016 dan 116 (66%) kasus pada tahun 2017. Distribusi pasien appendicitis akut berdasarkan usia tertinggi pada kelompok usia 17-25 tahun. Distribusi pasien perempuan lebih mendominasi dibandingkan pasien laki-laki, tahun 2016 pada rawat jalan berjumlah 86 (70,5%) kasus dan rawat inap berjumlah 36 kasus (29,5%) pada tahun 2017 rawat jalan didominasi perempuan dengan 79 kasus (76%) sedangkan rawat inap didominasi laki-laki dengan 34 kasus (47,89%) . Distribusi pasien appendicitis kronik lebih tinggi dibanding appendicitis akut. Distribusi pasien appendicitis dengan tindakan konservatif lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilakukan operasi. Simpulan: usia dan jenis kelamin berpengaruh terhadap kejadian appendicitis.

Kata Kunci : appendicitis, usia, jenis kelamin, status perawatan pasien, jenis appendicitis, tindakan medik.

vii

(8)

ABSTRACT

Wahyuning Hapsari. School of Medicine. Incindence of Appendicitis in South Tangerang Hospital in 2016-2017

Background: Appendicitis is one of the most common surgical conditions in the world, and Indonesia is the country with the highest appendicitis morbidity rates among ASEAN countries (Association of South East Asia Nation). Most cases of appendicitis do not show typical symptoms, so many cases that are late to be diagnosed and found to have become chronic cases. This study aims to determine the incidence of appendicitis in South Tangerang Hospital. Method: This research uses descriptive method with cross sectional design. Data collection was obtained from medical record data with a sample of 365 cases. Results: The prevalence of appendicitis is 365 cases. The highest distribution of appendicitis patients based on patient care status was outpatients with 133 (70%) cases in 2016 and 116 (66%) cases in 2017. The distribution of acute appendicitis patients was based on the highest age in the 17-25 year age group. The distribution of female patients was more dominant than male patients, in 2016 there were 86 (70.5%) outpatient cases and 36 inpatients (29.5%) in 2017 female dominated outpatients with 79 cases (76% ) while inpatients were dominated by men with 34 cases (47.89%). The distribution of patients with chronic appendicitis is higher than acute appendicitis.

Distribution of appendicitis patients with conservative measures is higher than those performed surgery. Conclusion: age and sex affect the incidence of appendicitis.

Keywords: appendicitis, age, gender, patient care status, type of appendicitis, medical action.

viii

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Landasan Teori ... 5

2.1.1.Anatomi Apendiks ... 5

2.1.2. Fisiologi Apendiks ... 7

2.1.3. Histologi Apendiks ... 7

2.2. Appendicitis ... 8

2.2.1. Definisi... 8

2.2.2. Epidemiologi ... 9

2.2.3. Etiologi... 11

2.2.4. Patofisiologi ... 12

2.2.5. Gejala Appendicitis ... 13

ix

(10)

2.2.6. Klasifikasi Appendicitis ... 14

2.2.8. Diagnosis Banding ... 21

2.2.9.Tatalaksana ... 22

2.2.9.1. Komplikasi ... 24

2.3. Kerangka Teori ... 25

2.4. Kerangka Konsep ... 26

2.5. Definisi Operasional ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Desain Penelitian ... 29

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

3.3. Populasi Penelitian ... 29

3.3.1. Populasi Target ... 29

3.3.2. Populasi Terjangkau ... 29

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 29

3.5. Besar Sampel ... 30

3.6. Cara Pengambilan Sampel ... 30

3.7. Alur Penelitian ... 30

3.8. Cara Kerja Penelitian ... 30

3.9. Rencana Analisis ... 31

4.0. Etika ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1. Hasil Penelitian ... 33

4.1.2. Angka Kejadian Appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2016-2017 ... 33

4.1.3. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Status Perawatan di RSU Kota Tangerang Selatan ... 33

4.1.4. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Status Perawatan di RSU Kota Tangerang Selatan ... 34

4.1.5. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Usia di RSU Kota Tangerang Selatan ... 35

4.1.6. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Usia di RSU Kota Tangerang Selatan ... 36

(11)

4.1.7. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Jenis Kelamin

di RSU Kota Tangerang Selatan ... 37

4.1.8. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Jenis Kelamin di RSU Kota Tangerang Selatan ... 38

4.1.9. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Jenis Appendicitis Pasien di RSU Kota Tangerang Selatan ... 39

4.1.9.1 Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Jenis Appendicitis Pasien di RSU Kota Tangerang Selatan ... 40

4.1.9.2 Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Tindakan Medik Pasien di RSU Kota Tangerang Selatan ... 41

4.1.9.3. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Tindakan Medik Pasien di RSU Kota Tangerang Selatan ... 42

4.2. Pembahasan ... 43

4.2.1. Karakteristik Pasien ... 43

4.2.2. Jenis Appendicitis ... 45

4.2.3. Tindakan Medik ... 45

4.3. Keterbatasan Penelitian ... 45

BAB V RINGKASAN DAN SARAN ... 46

5.1. Ringkasan ... 46

5.2. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

LAMPIRAN ... 52

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lokasi Apendiks pada Usus Besar...5 Gambar 2.2 Variasi Regio Anatomi Apendiks...6 Gambar 2.3 Histologi Apendiks...8

xii

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Frekuensi Gejala yang Sering Muncul...14 Tabel 2.2 Skor Alvarado...19 Tabel 2.4 Definisi Operasional...28

xiii

(14)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1.3 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Status Perawatan Appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan...34 Grafik 4.1.4 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan

Status Perawatan Appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan...35 Grafik 4.1.5 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Usia di RSU Kota Tangerang Selatan...36 Grafik 4.1.6 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan

Usia di RSU Kota Tangerang Selatan...37 Grafik 4.1.7 Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan

Jenis Kelamin di RSU Kota Tangerang Selatan...38 Grafik 4.1.8 Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Jenis Kelamin di RSU Kota Tangerang Selatan...39 Grafik 4.1.9 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Jenis Appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan...40 Grafik 4.1.9.1 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan

Jenis Appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan...41 Grafik 4.1.9.2 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan

Tindakan Medik Pasien di RSU Kota Tangerang Selatan...42

xiv

(15)

Grafik 4.1.9.3 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Tindakan Medik Pasien di RSU Kota Tangerang Selatan...43

(16)

DAFTAR SINGKATAN

ASEAN : Assocation of South East Asia Nation...2

SIAS : Spina Iliaka Anterior Superior...6

GALT : Gut Associated Lymphoid Tissue...7

IgA : Imunoglobulin A...7

MALT : Mucosa-Associated Lymphoid Tissue...8

USG : Ultrasonografi...20

CT Scan : Computerized Tomography Scan...21

xvi

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Pengambilan Data...55 Lampiran 2. Daftar Riwayat Hidup...56

xvii

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dengan mula gejala akut yang ditandai adanya nyeri pada kuadran abdomen kanan bagian bawah, nyeri lepas alih, spasme otot diatasnya, dan hiperestesia kulit, dan appendicitis kronik ditandai adanya penebalan fibrotik dinding organ apendiks vermiformis tersebut.1 Appendicitis pada usia muda biasanya disebabkan oleh hiperplasia folikel limfatik pada apendiks yang menyumbat lumen. Pada lanjut usia, obstruksi biasanya disebabkan oleh fekalit, suatu konkresi yang terbentuk disekitar pusat bahan fekal. Bila sekresi dari apendiks tidak dapat keluar, apendiks membengkak, meregangkan peritoneum visceralis. Nyeri appendicitis biasanya dimulai sebagai nyeri samar di regio periumbilikal karena serat nyeri aferen masuk medulla spinalis setinggi T10. Kemudian, nyeri hebat di quadran kanan bawah disebabkan oleh iritasi peritoneum parietalis yang melapisi dinding abdomen posterior. Meluruskan paha pada sendi panggul mencetus nyeri.2

Appendicitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang paling sering terjadi di dunia dengan prevalensi appendicitis secara global berjumlah 52 kasus per 100.000 penduduk.3 Tercatat bahwa angka kejadian appendicitis di negara-negara barat mengalami stabilisasi, angka kejadiannya mencapai 100 per 100.000 penduduk pada Amerika utara dengan jumlah kasus yang mencapai 378.614 pada tahun 2015 dan 151 per 100.000 penduduk pada Eropa Barat4 dan juga sekitar 300.000 orang menjalani apendektomi setiap tahunnya di Amerika Serikat dengan perkiraan insiden appendicitis seusia hidup berkisar dari 7-14% berdasarkan jenis kelamin, harapan hidup dan ketepatan diagnosis yang telah dikonfirmasi.5 Memasuki abad ke 21 angka kejadian appendicitis pada

1

(19)

newly industrialized countries di Asia mengalami peningkatan, dengan prevalensi paling tinggi terjadi di korea selatan berjumlah 206 kasus per 100.000 penduduk.4

Angka kejadian appendicitis di negara berkembang lebih rendah dibandingkan negara maju, karena di negara maju mayoritas penduduknya mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak dan rendah serat.3

Appendicitis menyerang 10 juta penduduk indonesia setiap tahunnya, dan saat ini morbiditas angka appendicitis di Indonesia mencapai 95 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan angka tertinggi diantara negara-negara di Association of South East Asia Nation (ASEAN).6 Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2008, telah dilakukan survey pada 12 provinsi di Indonesia yang menunjukkan jumlah appendicitis yang dirawat di rumah sakit berjumlah 3.251 kasus yang menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan jumlah sebelumnya yaitu berjumlah 1.236 kasus.7 Tercatat berjumlah 144 kasus appendicitis akut ditemukan di RS RUMKITAL dr Mintoharjo Jakarta Pusat dalam kurun waktu satu tahun pada tahun 2014.8

Dalam profil kesehatan Provinsi Banten 2016, tidak ditemukan data mengenai kejadian appendicitis di Provinsi Banten. Begitupula dengan angka kejadian appendicitis yang ada di setiap kecamatan yang ada di Provinsi Banten.9

Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa.

Wilayahnya, berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta. Provinsi Banten mempunyai posisi yang strategis yaitu sebagai jalur penghubung darat antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatra. Sebagian wilayahnya yaitu Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan yang merupakan kota penyangga Provinsi DKI Jakarta.9 Kota Tangerang Selatan merupakan kota administrasi penyangga Provinsi DKI Jakarta dengan jumlah penduduk sebanyak 1.593.812 jiwa10, memiliki peduduk yang gaya hidupnya menyerupai penduduk DKI Jakarta. Hal ini memunculkan dugaan tingginya angka appendicitis di Kota Tangerang Selatan. Tercatat berjumlah 111 kasus appendicitis akut ditemukan di RSUD Kota Tangerang

(20)

Selatan dalam kurun waktu 1 tahun pada tahun 2015 dengan angka kejadian tertinggi pada rentang usia 17-25 tahun.11

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan pada RSUD Kota Tangerang Selatan, yang merupakan RS rujukan tingkat pertama. Tujuan dari penilitian ini untuk mendapatkan gambaran angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan dari tahun 2016-2017.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2016-2017?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

iMengetahui angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2016 -2017

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2016 – 2017

b. Mengetahui angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2016 – 2017 berdasarkan status perawatan pasien

c. Mengetahui angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2016 – 2017 berdasarkan status perawatan pasien terhadap jenis kelamin

d. Mengetahui angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2016 – 2017 berdasarkan status perawatan pasien terhadap usia

e. Mengetahui angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2016 – 2017 berdasarkan status perawatan pasien tehadap jenis appendicitis

f. Mengetahui angka kejadian appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2016 - 2017 berdasarkan status perawatan pasien terhadap tindakan medik

(21)

1.4. Manfaat Penelitian Bagi Peneliti

a. Menambah pengalaman dan kemampuan peneliti dalam penelitian sederhana

b. Memperluas wawasan mengenai penyakit appendicitis

c. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang di dapat selama menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bagi Institusi

a) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Sebagai tambahan kepustakaan untuk mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Dapat memberikan informasi bagi peneliti lainnya dan juga dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi peneliti lainnya - Untuk mewujudkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai

universitas yang dapat ikut berkontribusi dalam program pemerintah untuk mengurangi angka kejadian appendicitis b) RSU Kota Tangerang Selatan

- Sebagai bahan evaluasi untuk menindaklanjuti kasus appendicitis yang terjadi di wilayah Tangerang Selatan

- Dapat memberikan informasi dan gambaran RSUD Kota Tangerang Selatan mengenai angka kejadian appendicitis Bagi Masyarakat

a. Memperluas wawasan mengenai penyakit appendicitis

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori

2.1.1.Anatomi Apendiks

Apendiks (secara tradisional, apendiks vermiformis; L. Vermis, seperti cacing) adalah divertikulum apendiks vermiformis (panjang 6-10 cm) yang berisi massa jaringan limfoid. Apendiks berasal dari aspek posteromedial caecum di sebelah inferior taut ileocaecal.2

Gambar 2.1 Lokasi Apendiks pada Usus Besar Sumber : Tortora, 2014

Apendiks memiliki mesentrium triangular pendek, mesoapendiks, yang berasal dari sisi posterior mesentrium ileum terminalis. Mesoapendiks menempel pada caecum dan bagian proksimal apendiks. Posisi apendiks bervariasi, tetapi biasanya retrocaecal. Apendiks retrocaecal memanjang ke superior ke arah flexura colica dextra dan biasanya bebas. Kadang-kadang apendiks terletak di bawah lapisan peritoneal caecum, tempatnya sering menyatu dengan caecum atau dinding abdomen posterior. Apendiks dapat berprojeksi ke arah inferior atau melewati tepi pelvis. Posisi anatomis apendiks menentukan gejala serta tempat spasme muskular dan nyeri tekan

5

(23)

bila apendiks meradang. Dasar apendiks terletak di sebelah dalam suatu titik yang merupakan sepertiga jalan sepanjang linea obliquus yang menggabungkan SIAS kanan dengan umbilicus (titik McBurney pada linea spinoumbilikalis).2

Gambar 2.2 Variasi Regio Anatomi Apendiks Sumber : Harrison, 2015

Persarafan sekum dan apendiks vermiformis berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis, yaitu dari plexus mesenterica superior. Serabut saraf simpatis berasal dari medula spinalis torakal bagian kaudal dan serabut saraf parasimpatis berasal dari nervus vagus. Serabut saraf aferen dari apendiks vermiformis mengiringi saraf simpatis ke segmen medula spinalis thorakal 10.2 Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis bermula di sekitar umbilikus. Apendiks diperdarahi oleh a. Apendikularis yang merupakan arteri kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.12

Retrocaecal

Postileal

Promonteric Pelvical Subcaecal

(24)

2.1.2. Fisiologi Apendiks

Apendiks menghasilkan mukus 1-2 ml per hari. Mukosa dalam apendiks diduga berperan dalam patogenesis appendicitis. Imunoglobulin sekretoar (IgA) yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh.12

2.1.3. Histologi Apendiks

Gambaran mikroskopik apendiks vermiformis secara struktural mirip dengan kolon, terdapat empat lapisan yaitu, mukosa, submukosa, tunika muskularis dan tunika serosa. Tetapi ada beberapa modifikasi yang khas untuk apendiks.13

Terdapat beberapa persamaan antara mukosa apendiks dengan usus besar yaitu terdapat epitel pelapis dengan banyak sel goblet, lamina propria dibawahnya yang mengandung kelenjar intestinal (kriptus lieberkuhn) dan mukosa muskularis. Kelenjar intestinal pada apendiks memiliki kurang berkembang, lebih pendek dan sering terlihat berjauhan letaknya. Jaringan limfoid difus didalam lamina propria sangat banyak dan sering terlihat sampai ke submukosa berdekatan.13

Pada apendiks terdapat banyak limfonoduli dengan pusat germinal, dan sangat khas untuk apendiks. Noduli ini berawal di lamina propria namun karena ukurannya besar, noduli ini meluas dari epitel permukaan sampai ke submukosa. Pada tunika muskularis terdapat pertemuan gabungan dari taenia coli.13

Submukosa memiliki banyak pembuluh darah. Lapisan selanjutnya yaitu muskularis eksterna, memiliki 2 lapisan yaitu lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar yang mana diantara 2 lapisan tersebut terdapat ganglia

(25)

parasimpatis pleksus meientericus auerbach. Lapisan yang terluar yaitu serosa yang mengandung substansi lemak.13

Gambar 2.3 Histologi Apendiks Sumber : diFiore, 2003

Apendiks merupakan organ yang terletak di bagian awal usus besar dan yang merupakan evaginasi dari sekum. Apendiks ditandai dengan lumen yang relatif kecil dan irregular, kelenjar tubuler yang lebih pendek dan kurang padat, dan tidak memiliki taeniae coli. Apendiks tidak memiliki fungsi pencernaan, tetapi merupakan komponen penting sebagai MALT (Mucosa-Associated Lymphoid Tissue), dengan sejumlah besar folikel limfoid pada dindingnya.14

2.2. Appendicitis 2.2.1. Definisi

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dengan mula gejala akut yang ditandai adanya nyeri pada kuadran abdomen kanan bagian bawah, nyeri lepas alih, spasme otot diatasnya, dan hiperestesia kulit, yang apabila sudah kronik maka akan ditandai adanya penebalan fibrotik dinding organ apendiks vermiformis tersebut.1

(26)

2.2.2. Epidemiologi

Appendicitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang paling sering terjadi di dunia dengan prevalensi appendicitis secara global berjumlah 52 kasus per 100.000 penduduk.3 Pada tahun 2015 di Amerika Serikat angka kejadian pasien yang masuk ke dalam departemen kegawatdaruratan karena nyeri pada abdomen mencapai 38,8 juta, dan penyakit penyebab yang paling sering adalah appendicitis yang menyebabkan dilakukannya tindakan apendektomi mencapai 250.000 kasus.15 Tercatat bahwa angka kejadian appendicitis di negara-negara barat mengalami stabilisasi, angka kejadiannya mencapai 100 per 100.000 penduduk pada Amerika utara dengan jumlah kasus yang mencapai 378.614 pada tahun 2015 dan 151 per 100.000 penduduk pada Eropa Barat4 dan juga sekitar 300.000 orang menjalani apendektomi setiap tahunnya di Amerika Serikat dengan perkiraan insiden appendicitis seusia hidup berkisar dari 7- 14% berdasarkan jenis kelamin, harapan hidup dan ketepatan diagnosis yang telah dikonfirmasi.5 Memasuki abad ke 21 angka kejadian appendicitis pada newly industrialized countries di Asia mengalami peningkatan, dengan prevalensi paling tinggi terjadi di korea selatan berjumlah 206 kasus per 100.000 penduduk.4

Di indonesia, kasus appendicitis akut menempati urutan yang paling tinggi dibandingkan dengan kasus kegawatdaruratan yang lainnya.

Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan, kemungkinan karena tidak diduga.

Insiden tertinggi pada kelompok usia 20-30 tahun setelah itu terjadi penurunan.16,12 Data epidemiologi appendicitis akut jarang terjadi pada balita, tetapi meningkat pada pubertas dan mencapai puncaknya pada saat remaja serta awal usia 20-an, kemudian akan menurun pada menjelang dewasa. Kejadian appendicitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber,sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rasionya menjadi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun pada pria.

(27)

Appendicitis menyerang 10 juta penduduk indonesia setiap tahunnya, dan saat ini morbiditas angka appendicitis di Indonesia mencapai 95 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan angka tertinggi diantara negara-negara di Association of South East Asia Nation (ASEAN).6 Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2008, telah dilakukan survey pada 12 provinsi di Indonesia yang menunjukkan jumlah appendicitis yang dirawat di rumah sakit berjumlah 3.251 kasus yang menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan jumlah sebelumnya yaitu berjumlah 1.236 kasus.7 Tercatat berjumlah 144 kasus appendicitis akut ditemukan di RS RUMKITAL dr Mintoharjo Jakarta Pusat dalam kurun waktu satu tahun pada tahun 2014.8

Hasil laporan dari RS Gatot Soebroto, Jakarta tahun 2006 sebabkan oleh pola makan pasien yang rendah akan serat setiap harinya. Menurut data yang diperoleh dari rekam medis di ruang bedah (Bougenvile) rumah sakit Dr. Soegiri Lamongan pada tahun 2013 dari bulan Januari sampai Desember sebanyak 126 orang (100%). Pada tahun 2014, bulan Januari sampai September terdapat 104 orang (100%) yang menderita appendicitis yang meliputi pasien appendicitis akut (86 %). Appendicitis infiltrate (3 %), appendicitis kronis (7%), appendicitis perforasi (4%) yang di rawat inap dirung bedah RSUD Dr. Soegiri Lamongan. Berdasarkan observasi pada tanggal 20 Oktober 2014 di ruang bedah (Bougenvile), dari 5 pasien(100%) post op apendik pada 4 pasien (80%) mengalami nyeri sedang dan nyeri ringan minimal 1 pasien (20%), Hal itu menunjukkan bahwa pasien post apendicitis yang mengalami gangguan rasa nyaman nyeri itu cukup tinggi terutama di ruang Bougenvile RSUD Dr. Soegiri Lamongan.17 Angka kejadian appendicitis di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado periode oktober 2012 – september 2015, menunjukkan bahwa terdapat 650 pasien.

Jumlah pasien terbanyak ialah appendicitis akut yaitu 412 pasien (63%) sedangkan appendicitis kronik sebanyak 38 pasien (6%). Dari 650 pasien, yang mengalami komplikasi sebanyak 200 pasien yang terdiri dari 193 pasien (30%) dengan komplikasi appendicitis perforasi dan 7 pasien (1%) dengan periapendikuler infiltrate. Di RS Tk. III R.W. Mongisidi Telling

(28)

Manado angka kejadian apendiksitis tahun 2016 yaitu 42 pasien. Dalam penelitian yang dilakukan Dani & Calista (2013) yang berjudul karakteristik penderita appendicitis akut di Rumah Sakit Imanuel Bandung menyatakan bahwa keluhan utama yang tersering dari 152 kasus appendicitis adalah nyeri perut di bagian kanan bawah sebanyak 96,05 %.18

2.2.3. Etiologi

Terjadinya appendicitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks yang biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid12 yang merupakan salah satu respon imun dari infeksi, faktor resiko infeksi diantaranya adalah buruknya personal hygiene terutama anak yang ditunjukan dari hasil penelitian di bahwa 51,5% pasien appendicitis anak memiliki personal hygiene yang rendah.19 Selanjutnya dapat terjadi karena penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, tumor primer pada dinding apendiks dan striktur. Penelitian terakhir menemukan bahwa ulserasi mukosa akibat parasit seperti E Hystolitica, merupakan langkah awal terjadinya appendicitis pada lebih dari separuh kasus, bahkan lebih sering dari sumbatan lumen. Beberapa penelitian juga menunjukkan peran kebiasaan makan.12

Menurut penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa kebiasaan makan makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan appendicitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang akan mengakibatkan timbulnya sumbatan fungsional pada apendiks sehingga pertumbuhan bakteri flora kolon biasa akan meningkat.12

Organisme lain, termasuk anaerob juga dapat menyebabkan inflamasi apendiks. Kadang-kadang cacing, termasuk Enterobius vermicularis dan Ascaris Lumbricoides dapat mempercepat dan mengakibatkan terjadinya kolik (rasa nyeri). Setelah terjadinya obstruksi karena sebab apapun dapat menyebabkan tekanan keluar dari apendiks dan

(29)

menghasilkan luka pada jaringan, sehingga menyebabkan invasi leukosit, pembentukan nanah, dan gangrene apabila tidak segera ditangani maka apendiks akan segera mengalami perforasi.20

Appendicitis pada orang muda biasanya disebabkan oleh hiperplasia folikel limfatik pada apendiks yang menyumbat lumen. Pada orang lanjut usia, obstruksi biasanya disebabkan oleh fekalit, suatu konkresi yang terbentuk disekitar pusat bahan fekal. Bila sekresi dari apendiks tidak dapat keluar, apendiks membengkak, meregangkan peritoneum visceralis. Nyeri appendicitis biasanya dimulai sebagai nyeri samar di regio periumbilikal karena serat nyeri aferen masuk medulla spinalis setinggi T10. Kemudian, nyeri hebat di quadran kanan bawah disebabkan oleh iritasi peritoneum parietalis yang melapisi dinding abdomen posterior. Meluruskan paha pada sendi panggul mencetus nyeri.2

2.2.4. Patofisiologi

Fungsi apendiks sebenarnya belum dipahami dengan jelas, meskipun terdapat jaringan limfatik di atasnya yang menunjukkan adanya peran dalam sistem kekebalan tubuh. Apendiks dianggap sebagai vestigial organ, tetapi ide ini keliru karena peran apendiks telah ditetapkan sebagai neuroendokrin dan struktur imunologi.21

Patogenesis utama pada sebagian besar pasien dengan appendicitis akut disebabkan karena obstruksi lumen, yang penyebabnya dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, termasuk fecalith, hiperplasia limfoid, benda asing, parasit, dan oleh tumor primer (karkinoid, adenokarsinoma, sarkoma kaposi, dan limfoma) dan metastatik (kolon dan payudara).21

Obstruksi lumen akan menyebabkan peningkatan pengeluaran mukus sehingga akan menyebabkan peningkatan tekanan intralumen yang menstimulasi serabut saraf eferen visceral sehingga menimbulkan rasa nyeri yang samar-samar, nyeri difus dibawah abdomen epigastrium. Peningkatan sekresi mukus akan menyebabkan peningkatan tekanan lumen pada apendiks menjadi tempat berkembang biak yang baik bagi bakteri, sehingga bakteri lebih mudah menginvasi dinding lumen apendiks. Akibat invasi

(30)

bakteri akan menyebabkan aktivasi mediator inflamasi pada jaringan apendiks. Pada saat eksudat inflamasi terhubung dengan peritoneum parietal, serabut saraf somatik akan teraktivasi sehingga menyebabkan nyeri yang terlokalisir pada titik McBurney.21

Appendicitis dapat terjadi tanpa adanya obstruksi pada lumen, dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari organ lain secara hematogen ke apendiks. Terjadi abcess multiple kecil pada apendiks dan pembesaran lnn.

Mesentrica regional. Karena terjadi tanpa obstruksi maka gambaran klinisnya tentu berbeda dengan gejala obstruksi tersebut diatas.22

2.2.5. Gejala Appendicitis

Gejala appendicitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah, peningkatan jumlah leukosit, demam ringan (37,5- 38.50C) dan umumnya nafsu makan menurun,12 sedangkan appendicitis kronik akan ditandai adanya penebalan fibrotik dinding organ apendiks vermiformis.1 Gejala biasanya berlangsung selama 1-2 hari.23 Tabel 2.1 Frekuensi Gejala yang Sering Muncul

Gejala Frekuensi

Nyeri Abdomen >95%

Anoreksia >70%

Konstipasi 4-16%

Diare 4-16%

Demam 10-20%

Perpindahan nyeri ke kuadran kanan bawah 50-60%

Mual >65%

Muntah 50-75%

Sumber : Harrison, 2015

(31)

2.2.6. Klasifikasi Appendicitis

Terdapat dua klasifikasi appendicitis yaitu akut dan kronik, berikut adalah derajat-derajatnya :

1. Appendicitis akut

Appendicitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak pada apendiks yang membrikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal.

Gejala appendicitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium disekitar umbilikus.

Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri tersebut akan berpindah ke titik Mc. Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

Apendistis akut dibagi menjadi:

a) Appendicitis Akut Sederhana

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan submukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen apendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa apendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan.24

b) Appendicitis Supuratif

Tekanan dalam lumen yang terus meningkat disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini dapat menyebabkan iskemia dan edema pada apendiks.

Mikroorganisme yang berada di usus besar akan berinvasi ke dalam apendiks dan menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa akan menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.

(32)

Apendiks dan mesoapendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.24

c) Appendicitis Akut Gengrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren.

Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.24

d) Appendicitis Infiltrat

Appendicitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa yang merekat erat satu dengan yang lainnya.24,25

e) Appendicitis Abses

Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal.24

f) Appendicitis Perforasi

Appendicitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.24

(33)

2. Appendicitis Kronik

Diagnosis appendicitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara mikroskopik dan makroskopik. Kriteria mikroskopik appendicitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden appendicitis kronik antara 1-5%. Appendicitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut appendicitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat.24

2.2.7. Penegakan Diagnosis

Penegakkan diagnosis appendicitis dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, yaitu:

a. Anamnesis

Pasien dengan appendicitis biasanya datang dengan keluhan utama nyeri akut abdomen. Keluhan dimulai dengan nyeri kolik-umbilikal yang biasanya akan bertahan selama 24 jam pertama. Nyeri lalu menjalar ke iliaka kanan abdomen dan berubah menjadi nyeri yang konstan dan tajam.

Keluhan mual, muntah, serta penurunan nafsu makan juga ditemukan pada kasus appendicitis26

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak dinding perut yang mengencang (distensi), pada perabaan (palpasi) di daerah perut kanan bawah seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila dilepas juga akan terasa nyeri, ini adalah kunci dari diagnosis appendicitis akut. Kemudahan atau kesulitan dalam gerakan mencapai posisi terlentang bisa digunakan sebagai tanda ada atau tidaknya iritasi peritoneum lokalisata.

Palpasi dilakukan dengan lembut dari sisi kiri ke sisi kanan abdomen untuk

(34)

menilai rigiditasnya, tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pasien mengalami iritasi peritoneum atau tidak, tapi palpasi tidak bisa dijadikan pedoman dikarenakan rasa nyeri yang dirasakan berdasarkan lokasi apendiks.27

Karena banyak kemungkinan sebab lain keadaan intraabdomen akut atau bahkan sistemik bisa meniru appendicitis akut, sehingga tidak mungkin membuat diagnosis spesifik. Macam-macam pemeriksaan fisik dilakukan:

a) Inspeksi

Inspeksi pada appendicitis akut biasanya ditemukan adanya distensi perut.27

b) Palpasi

Palpasi dinding abdomen dilakukan dengan ringan dan hati- hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi, ditekan dengan sangat pelan dan halus, pada berbagai tempat pada dinding perut (dinamakan pemeriksaan raba dangkal- superfisial), kemudian baru dilakukan pemeriksaan raba dalam.27

c) Auskultasi

Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis appendicitis, tetapi bila telah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus.27

d) Pemeriksaan status lokalis abdomen kuadran kanan bawah :

 Nyeri tekan McBurney positif apabila didapatkan nyeri tekan pada kuardan kanan bawah atau titik McBurney dan nyeri menetap.27,12,28

 Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) merupakan nyeri hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc Burney28

(35)

 Defence muscular merupakan nyeri tekan seluruh lapang abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal28

 Rovsing sign merupakan nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan28

 Obturator sign digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang bersinggungan dengan m. Obturator internus atau tidak. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada appendicitis pelvika akan menimbulkan nyeri12,28

 Psoas sign dilakukan dengan merangsang m. Psoas melalui hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila menimbulkan nyeri, maka itu berarti apendiks yang meradang menempel di m. Psoas.12,28 e) Rectal toucher/ Colok dubur

Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri pada angka 9-12.27

f) Skor Alvarado

Salah satu sistem skoring sederhana yang digunakan untuk mendiagnosis appendicitis ialah menggunakan skor Alvarado.

Skor Alvarado dibuat oleh Alfredo Alvarado pada tahun 1986 dengan menggunakan tiga gejala, tiga tanda, dan dua temuan laboratorium sederhana sebagai alat diagnosis appendicitis.27

Tabel 2.2 Skor Alvarado

Kriteria Nilai

(36)

3 Gejala

Migrasi nyeri ke RLQ 1

Anoreksia 1

Mual-Muntah 1

3 Tanda

Nyeri dalam RLQ 2

Rebound Tenderness 1

Demam (≥37,3° C) 1

2 Penemuan Lab

Leukosit (>10.000) 2

Shift to Left (>75%) 1

Total 10

Sumber: Tamanna, 2012

Temuan pada pasien dengan suspect appendicitis lalu dijumlahkan dalam tabel Alvarado sesuai dengan skor yang telah ditetapkan. Hasil penjumlahan lalu akan dilihat pada tabel interpretasi skor Alvarado.29

Interpretasi:

Skor 7-10 = Appendicitis akut

Skor 5-6 = Curiga appendicitis akut Skor 1-4 = Bukan appendicitis akut

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik masih merupakan dasar diagnosis appendicitis akut. Pemeriksaan tambahan dilakukan apabila ada keragu-raguan atau untuk menyingkirkan diagnosis.27

c. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang dicurigai appendicitis biasanya meliputi hitung jumlah dan jenis sel darah lengkap dan urinalisis. Leukositosis moderat biasanya terjadi pada pasien appendicitis (75%) dengan jumlah leukosit berkisar antara

(37)

10.000-18.000 sel/mL dengan pergeseran ke kiri dan didominasi oleh sel polimorfonuklear. Sekalipun demikian, tidak adanya leukositosis tidak menutupi kemungkinan terjadinya appendicitis.

Pada urinalisis terdapat peningkatan berat jenis urin, terkadang ditemukan hematuria, piuria, dan albuminuria.27

2) Pemeriksaan radiologi a. Ultrasonography (USG)

Banyak digunakan untuk diagnosis appendicitis akut maupun appendicitis abses, Ultrasonography sangat bermanfat terutama bagi wanita hamil dan anak-anak, tingkat keakuratannya paling tinggi (93-98%). Tetapi sulit dilakukan pada dewasa karena jumlah lemak dan gas yang banyak sehingga apendiks sulit terlihat. Untuk dapat mendiagnosis apendistis akut diperlukan keahlian, ketelitian, dan sedikit penekanan transduser pada abdomen. Akurasi penggunaan USG ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan kemampuan pemeriksa. Pada pemeriksaan appendicitis dengan menggunakan USG ditemukan fekalit, udara intralumen, penebalan dinding apendiks dan adanya pengumpulan cairan. Apabila apendiks mengalami perforasi akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara maka abses apendiks dapat diidentifikasi.27

b. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)

CT-Scan dapat melihat jelas gambaran appendicitis.

Namun dalam pemeriksaan normal apendiks jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan skrinning, gambaran penebalan dinding apendiks dan jaringan sekitar yang melekat mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi serta akurasi yang baik untuk mendeteksi appendicitis. Pemeriksaan ini

(38)

terbatas digunakan pada wanita hamil dan anak-anak karena menggunakan radiasi.27

c. Apendikogram

Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04 serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram dibaca oleh dokter spesialis radiologi.30

2.2.8. Diagnosis Banding

Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis appendicitis karena penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan appendicitis, diantaranya :

1. Gastroenteritis, ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare sebelum terjadinya rasa sakit. Nyeri pada abdomen lebih ringan, demam dan leukositosis kurang terlihat dibandingkan appendicitis akut.12

2. Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan abdomen.12

3. Demam dengue, dimulai dengan nyeri pada abdomen mirip peritonitis dan diperoleh hasil positif untuk Rumple Leede, trombositopeni, dan hematokrit yang meningkat.12

4. Infeksi Panggul dan salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan appendicitis akut. Demam biasanya lebih tinggi dari pada appendicitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.12

5. Gangguan alat reproduksi wanita, folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.

Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.12

(39)

6. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvik dan bisa terjadi syok hipovolemik.12

7. Divertikulitis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan appendicitis akut dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada appendicitis akut sehingga diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.12

8. Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan appendicitis jika isi gastroduodenum mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.12 9. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat apendiks dan menyerupai

appendicitis retrosekal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, dan terjadi hematuria, demam atau leukositosis.12

2.2.9.Tatalaksana

Tatalaksana yang seharusnya dilakukan kepada pasien appendicitis adalah tindakan bedah berupa apendektomi atau laparotomi, namun ada pula tatalaksana yang hanya berupa konservatif.31

1. Konservatif

Perbaikan keadaan umum dengan infus, dan pemberian antibiotik untuk kuman Gram negatif dan positif serta kuman anaerob12

2. Apendektomi

Pengangkatan apendiks dengan pembedahan (apendektomi) biasanya dilakukan dengan insisi gridion (memecah otot) atau transversa yang dipusatkan pada titik McBurney di quadran kanan bawah. Secara tradisional, insisi gridion dibuat dibuat tegak lurus terhadap linea spinoumbilicalis, tetapi insisi transversa juga sering digunakan. Pemilihan tempat dan jenis insisi adalah berdasarkan kebijakan ahli bedah. Sementara

(40)

apendiks yang meradang secara khas terletak di sebelah dalam titik McBurney, tempat nyeri maksimal dan nyeri tekan menunjukkan lokasi sebenarnya.2

Setelah insisi kulit dan jaringan subkutan, aponeurosis obliquus externus diinsisi sepanjang garis seratnya. Suatu lubang dibuat dijalan yang sama pada musculus transversus abdominis dan musqulus obliquus internus, sehingga menghindari suplai sarafnya. Nervus iliohypogastricus diidentifikasi diantara lapisan otot segar dan diretraksi. Fascia transversalis dan peritoneum diinsisi, dan caecum dibawa ke dalam luka bedah.

Apendiks berasal dari konvergensi ketiga taenia coli. Oleh karen itu, jika apendiks tidak jelas, salah satu taenia coli dilacak sampai dasarnya. Mesoapendiks yang berisi pembuluh darah apendicularis diligasi kuat dan dibagi. Dasar apendiks diikat, apendiks dieksisi, dan puntungnya biasanya dikauter dan diinvaginasi ke dalam caecum. Insisi kemudian ditutup lapis demi lapis. Karena setiap lapis otot berjalan dengan arah yang berbeda, insisi dilindungi dengan baik ketika lapisan yang diretraksi dikembalikan ke posisi normalnya.2

Pada kasus yang jarang dari malrotasi usus, atau kegagalan turunnya caecum, apendiks tidak berada pada quadran kanan bawah. Bila caecum terletak tinggi (caecum subhepatik), apendiks terdapat di regio hipokondriak kanan dan nyeri terletak di regio tersebut, bukan di quadran kanan bawah.2

3. Laparoskopi

Ketika diagnosis tidak jelas, pemeriksaan isi abdomen dengan laparoskop yang dijalankan melalui suatu insisi kecil pada dinding abdomen anterolateral berguna dalam membedakan appendicitis akut dengan penyebab lain nyeri abdominal, yang meliputi penyakit radang panggul. Laparoskopi telah digunakan selama bertahun-tahun oleh ahli ginekologi

(41)

dalam mengevaluasi perempuan dengan nyeri abdomen bawah.

Selain itu, laparoskopi digunakan untuk mengangkat vesica fellea dan apendiks dan untuk mengobati obstruksi abdominal.2 2.2.9.1. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus.12

2.2.9.2. Prognosis

Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien, keadekuatan persiapan pra bedah, serta stadium penyakit pada waktu intervensi bedah.

Appendicitis yang tidak mengalami komplikasi membawa mortalitas

<0,1%, gambaran yang mencerminkan perawatan pra bedah, bedah dan pasca bedah yang tersedia saat ini. Angka kematian pada appendicitis yang mengalami komplikasi telah berkurang drastis menjadi 2-5%, tetapi tetap tinggi dan tak dapat diterima pada anak dan orang tua yaitu sebesar 10- 15%. Pengurangan mortalitas lebih lanjut harus dicapai dengan intervensi bedah lebih dini.32

2.2.9.3. Angka Kejadian

1. Prevalensi : Semua populasi yang menderita penyakit (kasus baru dan kasus lama) dari populasi yang beresiko menderita penyakit tersebut dalam periode waktu tertentu.33

2. Insidensi : Angka kasus baru dari suatu penyakit dari populasi yang beresiko selama periode waktu tertentu.33

(42)

2.3. Kerangka Teori

Hiperplasia jaringan

limfoid

Makan rendah serat

Benda asing Neoplasma

Fekalit

Dx klinis : Appendicitis Infeksi

bakteri

Parasit

Anamnesis : - Usia - Jenis Kelamin

Prevalensi Appendicitis Tindakan medis

Akut Kronik

Operasi Tidak Operasi

Rawat inap

Rawat jalan Pemeriksaan fisik :

- Nyeri tekan Mc Burney - Defence Muscular

- Rovsing sign - Obturator sign

- Psoas sign

Prognosis Komplikasi

Rekam medik Angka kejadian

Insidensi Appendicitis

(43)

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori di atas, maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Anamnesis :

- Usia - Jenis Kelamin

Pemeriksaan Fisik

Appendicitis

Akut Kronik

Tindakan medis

Operasi Tidak operasi

Rawat inap

Rawat jalan

Prevalensi appendicitis Insidensi

appendicitis

(44)

2.5. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat ukur Cara pengukuran Skala Pengukuran

Referensi Pengelompokkan 1 Prevalensi

appendicitis

Semua kasus yang terdiagnosa appendicitis yang terjadi di RSU Kota Tangerang Selatan

Rekam medik

Rekam medik Ordinal

2 Status perawatan

Status perawatan yang tertera pada rekam medik pasien

Rekam medik

1. Rawat inap 2. Rawat jalan

Nominal

3 Jenis kelamin

Indikasi jenis kelamin ketika lahir

Rekam medik

1. Laki-laki 2. Perempuan

Nominal Kategori berdasarkan pengelompokkan jenis kelamin menurut Badan Pusat Statistik Indonesia 4 Usia Usia pasien

yang tertera pada status pasien

Rekam medik

1. 0-5 tahun 2. 6-11 tahun 3. 12-16 tahun 4. 17-25 tahun 5. 26-35 tahun 6. 36-45 tahun

Ordinal Kategori berdasarkan pengelompokkan usia menurut Kementrian

(45)

7. 46-55 tahun 8. 56-65 tahun 9. >65 tahun

Kesehatan RI Tahun 2009

5 Jenis

Appendicitis

Status diagnosa pasien yang tertera pada rekam medik

Rekam medik

1. Akut 2. Kronik

Nominal Buku Ajar Ilmu Bedah Tahun 2010

6 Tindakan Medis

Tatalaksana yang tertera pada rekam medik

Rekam medik

1. Laparatomi 2. Apendektomi 3. Tidak

Operasi

Nominal

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan pendekatan cross sectional yaitu pengambilan data variabel independen dan dependent dilakukan dalam waktu yang bersamaan dan bersifat retrospektif. Data yang digunakan adalah data sekunder menggunakan rekam medis.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dimulai sejak pembuatan proposal sampai selesai laporan perbaikan, yaitu mulai September 2017 sd Oktober 2018.

Tempat penelitian adalah RSU Kota Tangerang Selatan.

3.3. Populasi Penelitian 3.3.1. Populasi Target

Semua pasien dengan diagnosa appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2016 - 2017

3.3.2. Populasi Terjangkau

Semua pasien dengan diagnosa appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2016 – 2017

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi : Semua pasien dengan diagnosa appendicitis tahun 2016-2017 di RSU Kota Tangerang Selatan.

Kriteria eksklusi :

a. Pasien dengan diagnosa appendicitis Tahun 2016 – 2017 di RSU Kota Tangerang Selatan yang merupakan rujukan dari RS di sekitarnya

b. Pasien dengan diagnosa appendicitis Tahun 2016 – 2017 di RSU Kota Tangerang Selatan yang data rekam mediknya tidak lengkap

29

(47)

3.5. Besar Sampel

Sampel yang diambil adalah total sampling, yaitu semua pasien yang mempunyai diagnosa appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan periode tahun 2016 – 2017 merupakan sampel dari penelitian ini.

3.6. Cara Pengambilan Sampel

Sampel diambil berdasarkan total sampel dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi.

3.7. Alur Penelitian

3.8. Cara Kerja Penelitian 1) Persiapan

Pada tahap persiapan yang dilakukan adalah memperbaiki proposal, membuat surat perizinan penelitian dan memproses izin penelitian.

2) Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data sekunder pada penelitian kuantitatif, peneliti lakukan dengan mengajukan proposal dan surat izin pengambilan data

Izin Penelitian

Pengajuan izin ke RSU Kota Tangerang Selatan

Pengambilan data rekam medik di RSU

Kota Tangerang Selatan

Pengolahan Data

Hasil Penelitian

(48)

rekam medik ke RSU Kota Tangerang Selatan. Setelah mendapatkan data kemudian dilakukan analisis data.

3) Pengolahan Data

Mengolah data secara univariat menggunakan Ms. Excel 4) Pelaporan Hasil

Melakukan pelaporan hasil yang dibuat dalam bentuk makalah laporan penelitian

3.9. Rencana Analisis

Untuk melihat distribusi frekuensi serta persentase dari variabel yang diteliti, baik variabel terikat maupun yang tidak terikat

Analisa dilakukan untuk mengetahui distribusi dan frekuensi responden dengan cara menampilkan tabel–tabel frekuensi untuk melihat gambaran distribusi responden menurut berbagai variabel yang diteliti.

Rumus untuk analisis univariat yaitu :

% 100 N x

PF

Keterangan : P = Presentase

F = Frekuensi Jumlah responden yang sesuai kriteria N = Jumlah sampel

(49)

4.0. Etika

Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin dari fakultas kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan RSU Kota Tangerang Selatan. Data yang didapat dari rekam medik RSU Kota Tangerang Selatan dijaga kerahasiaannya.

Pada penelitian ini akan menerapkan 3 prinsip, yaitu:

a. Respect for persons (menghormati harkat dan martabat manusia) Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh RSU Kota Tangerang Selatan akan dijaga oleh peneliti.

b. Beneficience and maleficience (memenuhi persyaratan ilmiah bermanfaat dan tidak merugikan)

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha memaksimalkan manfaat penelitian dan meminimalkan kerugian yang timbul akibat penelitian ini.

c. Justice (keadilan)

Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi responden.

(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian

4.1.2. Angka Kejadian Appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2016-2017

Pada periode 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2017 ditemukan 365 kasus dengan diagnosis appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan.

Dari jumlah kasus yang ditemukan tersebut, seluruhnya memiliki data status perawatan, usia, jenis kelamin, jenis appendicitis, dan tindakan medis.

4.1.3. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Status Perawatan di RSU Kota Tangerang Selatan

Hasil analisis yang dilakukan pada data rekam medik berdasarkan status perawatan pasien yaitu pasien yang menjalani rawat jalan dan rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016 dapat dilihat pada grafik 4.1.3.

Grafik 4.1.3 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Status Perawatan Appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan

133;

70%

57;

30%

Rawat Jalan Rawat Inap

33

(51)

Berdasarkan grafik 4.1.3 angka kejadian appendicitis tahun 2016 di RSU Kota Tangerang Selatan pada rawat jalan berjumlah 133 kasus (70%) sedangkan rawat inap 57 kasus (30%).

4.1.4. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Status Perawatan di RSU Kota Tangerang Selatan

Hasil analisis yang dilakukan pada data rekam medik berdasarkan status perawatan pasien, yaitu pasien yang menjalani rawat jalan dan rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2017 dapat dilihat pada grafik 4.1.4.

Grafik 4.1.4 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2017 Berdasarkan Status Perawatan Appendicitis di RSU Kota Tangerang Selatan

Berdasarkan grafik 4.1.4 angka kejadian appendicitis tahun 2017 di RSU Kota Tangerang Selatan pada rawat jalan berjumlah 116 kasus (66%) sedangkan rawat inap 59 kasus (34%)

116;

66%

59;

34%

Rawat Jalan Rawat Inap

(52)

4.1.5. Angka Kejadian Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Usia di RSU Kota Tangerang Selatan

Hasil analisis yang dilakukan pada data rekam medik berdasarkan usia pasien di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016 dapat dilihat pada grafik 4.1.5.

Grafik 4.1.5 Distribusi Pasien Appendicitis Tahun 2016 Berdasarkan Usia di RSU Kota Tangerang Selatan

Berdasarkan grafik 4.1.5 angka kejadian appendicitis berdasarkan usia tahun 2016 di RSU Kota Tangerang Selatan pada rawat jalan dengan angka tertinggi pada rentang usia 17-25 tahun berjumlah 31 kasus (60,78%) dan yang terendah pada rentang usia 56-65 tahun berjumlah 11 kasus (91,6%) sedangkan pada rentang usia 0-5, 6-11 dan >65 tahun adalah 0 kasus (0%). Pada rawat inap angka kejadian tertinggi pada rentang usia 17- 25 tahun berjumlah 20 kasus (39,22%) dan terendah pada rentang usia 56- 65 tahun yaitu 1 kasus (8,3%) sedangkan pada rentang usia 0-5 dan >65 tahun adalah 0 kasus (0%).

0 0

16

31

21

27 27

11

0

0 1

10

20

12

8

5

1 0

0 5 10 15 20 25 30 35

0-5 6-11 12-16 17-25 26-35 36-45 46-55 56-65 >65

Jumlah Pasien

Usia Pasien Rawat Jalan Rawat Inap

Gambar

Gambar 2.1   Lokasi Apendiks pada Usus Besar.....................................5  Gambar 2.2   Variasi Regio Anatomi Apendiks.......................................6  Gambar 2.3   Histologi Apendiks........................................................
Tabel 2.1   Frekuensi Gejala yang Sering Muncul.............................14  Tabel 2.2   Skor Alvarado...................................................................19  Tabel 2.4          Definisi Operasional.........................................
Grafik 4.1.3   Distribusi  Pasien  Appendicitis  Tahun  2016  Berdasarkan  Status  Perawatan  Appendicitis  di  RSU  Kota  Tangerang  Selatan..............................................................................34  Grafik 4.1.4   Distribusi  Pasien
Grafik 4.1.9.3   Distribusi  Pasien  Appendicitis  Tahun  2017  Berdasarkan  Tindakan  Medik  Pasien  di  RSU  Kota  Tangerang  Selatan..............................................................................43
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pola distribusi kanker serviks berdasarkan usia pertama kali berhubungan seks pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang dari bulan Januari

Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah SWT, saya menyambut ge bira de ga diterbitka ya buku Kota Tangerang Selatan Dalam Angka 2014 yang memuat beragam

Berdasarkan tabel 4.2 distribusi penderita filariasis menurut jenis kelamin, menunjukkan bahwa dari 20 orang yang diketahui menderita filariasis di Kota

Dokumen evaluasi RENSTRA Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Tangerang Selatan ini merupakan evaluasi yang dilakukan terhadap dokumen RENSTRA sebelumnya, disesuaikan

Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Tangerang Selatan 200.000.000 1 Paket 90 Penataan Sarana Prasarana Gedung Layanan di Kecamatan Setu Terbangunnya Penataan Sarana

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Tingginya tingkat perekonomian Kota Tangerang Selatan karena wilayahnya yang berbatasan langsung dengan ibukota Jakarta dan Sumber

Berdasarkan data kependudukan dari Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan tahun 2015-2019, pertumbuhan penduduk di Kota Tangerang Selatan tercatat sebesar 3,6% per

1) Masih banyak penduduk Kota Tangerang Selatan yang tinggal di rumah tidak layak huni. Untuk itu Pemerintah Kota Tangerang Selatan terus melakukan upaya bedah rumah warga