• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Manfaat Penelitian

Pengembangan ilmu bahwa metode Spektrofotometri Ultraviolet menggunakan pelarut metanol-air (90:10) dapat digunakan pada penetapan kadar gemfibrozil dalam sediaan kapsul. Hasil penelitian diharapkan menjadi informasi bagi instansi terkait dan tenaga kesehatan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gemfibrozil

2.1.1 Uraian Bahan

Menurut Ditjen. BKAK RI (2014), uraian umum tentang gemfibrozil adalah sebagai berikut :

CH3 CH3 CH3

O O

OH

CH3

Gambar 2.1 Struktur Gemfibrozil

Nama Kimia : Asam 2,2–dimetil–5-(2,5–xililoksi) valerat Rumus Molekul : C15H22O3

Berat Molekul : 250,33

Pemerian : Hablur padat serupa lilin; putih

Kelarutan : Larut dalam etanol, metanol dan kloroform; praktis tidak larut dalam air.

2.1.2 Farmakodinamika

Obat ini dapat menurunkan kadar trigliserida darah, VLDL (very low density lipoprotein) dan kolesterol LDL (low density lipoprotein). Serta meningkatkan aktivitas lipase lipoprotein dan kadar HDL (high density lipoprotetin) (Tan dan Rahardja, 2007).

2.1.3 Farmakokinetika

Absorpsi terjadi di usus dan terikat erat pada plasma protein. Gemfibrozil mengalami sirkulasi enterohepatis dan menembus plasenta dengan mudah. Waktu paruh plasmanya adalah 1,5 jam. Tujuh puluh persen dieliminasi melalui ginjal sebagian besar dalam bentuk tidak berubah (Katzung, 2002).

2.1.4 Efek Samping

Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan saluran cerna ringan.

Karena obat ini meningkatkan ekskresi kolesterol empedu, terdapat kecenderungan pembentukan batu empedu (Harvey dan Champe, 2013).

2.1.5 Dosis

Dosis yang lazim untuk gemfibrozil adalah 600 mg diberikan peroral satu atau dua kali sehari (Katzung, 2002).

2.2 Pengertian Obat

Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah, meringankan, maupun menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2006).

Sedangkan menurut undang-undang, yang dimaksud dengan obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia (Syamsuni, 2006).

Menurut Widodo (2013), ada banyak sekali pengertian obat berdasarkan jenisnya, antara lain:

a. Obat jadi, yaitu obat dalam keadaan murni atau campuran yang secara teknis sesuai dengan Farmakope Indonesia atau buku resmi lain yang ditetapkan oleh pemerintah.

b. Obat paten, yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama pembuat yang diberi kuasa dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya.

c. Obat baru, yaitu obat-obat yang berisi zat, baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang belum dikenal, sehingga tidak diketahui khasiat dan kegunaannya.

d. Obat asli, yaitu obat yang didapat langsung dari bahan-bahan alamiah Indonesia, diolah secara sederhana berdasarkan pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional.

e. Obat tradisional, yaitu obat yang didapat dari bahan alam, diolah secara sederhana berdasarkan pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional.

f. Obat essensial, yaitu obat yang paling banyak dibutuhkan untuk layanan kesehatan masyarakat dan tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI.

g. Obat generik, yaitu obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.

2.3 Kapsul

Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen BKAK RI., 2014).

2.3.1 Macam - macam Kapsul

Menurut Syamsuni (2006), kapsul terdiri dari dua macam yaitu :

a. Kapsul cangkang keras (capsulae durae, hard capsul) terdiri atas bagian wadah dan tutup (capsulae overculateae) yang terbuat dari metil selulosa, gelatin, pati, atau bahan lain yang sesuai. Menurut ukurannya, kapsul diberi nomor urut dari besar ke kecil sebagai berikut 000, 00, 0, 1, 2, 3, 4 dan 5.

b. Kapsul cangkang lunak (capsulae molles, soft capsul) merupakan satu kesatuan berbentuk bulat atau silindris (pearl) atau bulat telur (globula) yang dibuat dari gelatin (kadang disebut gel lunak). Kapsul ini biasanya mengandung air 6-13%, mempunyai bermacam-macam bentuk dan biasanya dapat dipakai untuk rute oral, vaginal, rektal, atau topikal.

2.3.2 Keuntungan dan Kerugian Bentuk Sediaan Kapsul

Menurut Syamsuni (2006), kapsul mempunyai keuntungan dan kerugian sebagai berikut :

a. Keuntungan pemberian bentuk sediaan kapsul 1. Bentuknya menarik dan praktis.

2. Cangkang kapsul tidak berasa sehingga dapat menutupi obat yang berasa dan berbau tidak enak.

3. Mudah ditelan dan cepat hancur atau larut dalam perut sehingga obat cepat diabsorpsi.

4. Dokter dapat mengombinasikan beberapa macam obat dan dosis yang berbeda-beda sesuai kebutuhan pasien.

5. Kapsul dapat diisi dengan cepat karena tidak memerlukan bahan zat tambahan atau penolong seperti pada pembuatan pil maupun tablet.

b. Kerugian pemberian bentuk sediaan kapsul

1. Tidak bisa untuk zat-zat higroskopis (menyerap lembab).

2. Tidak bisa untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang kapsul.

3. Tidak bisa untuk balita.

4. Tidak bisa dibagi-bagi.

2.4 Spektrofotometri Ultraviolet

2.4.1 Teori Spektrofotometri Ultraviolet

Spekrofotometri merupakan salah satu teknik analisis spektrofotometri yang menggunakan sumber radiasi elektromagnetik sinar ultraviolet dan sinar tampak dengan memakai instrumen spektrofotometer (Gandjar dan Rohman, 2009).

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer.

Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 1985).

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau dari suatu zat kimia. Teknik yang sering

digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah infra merah dekat 780-3000 nm dan daerah infra merah 2,5-4,0 µm atau 4000-250 cm-1 (Ditjen POM RI., 1995).

Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi atau atom yang mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, dkk., 2004).

Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur banyaknya radiasi yang diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi. Suatu grafik yang menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi (panjang gelombang) sinar merupakan spektrum absorpsi. Transisi yang dibolehkan (allowed transition) untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang berbeda adalah tidak sama sehingga spektra absorpsinya juga berbeda. Dengan demikian, spektra dapat digunakan sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk analisa kualitatif. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi sehingga spektra absorpsi juga dapat digunakan untuk analisa kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2009).

Menurut Gandjar dan Rohman (2009), hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri ulraviolet adalah:

a. Pemilihan panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisa kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.

b. Pembuatan kurva kalibrasi

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis lurus.

c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,8.

Anjuran ini berdasarkan anggapan pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal.

2.4.2 Komponen Spektrofotometri

Suatu diagram sederhana dari spektrofotometer ultraviolet-visible dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Diagram spektrofotometer Ultraviolet-Visible (Sastrohamidjojo, 1985).

a. Sumber tenaga radiasi: Sumber radiasi ultraviolet yang banyak digunakan adalah lampu hidrogen dan lampu deuterium. Sedangkan untuk sumber radiasi visible digunakan lampu tungsten (Sastrohamidjojo, 1985).

b. Monokromator: Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis (Khopkar, 1985).

c. Sel absorpsi: Pada pengukuran di daerah visible kuvet kaca dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah ultraviolet kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10 mm. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi (Khopkar, 1985).

d. Detektor: Peranan detekor adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang (Khopkar, 1985).

2.4.3 Hukum Lambert-Beer

Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel yang disinari. Sedangkan menurut Beer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi. Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan (Gandjar dan Rohman, 2009).

Hukum Lambert-Beer umumnya dikenal dengan persamaan sebagai berikut:

A = a.b.c

Keterangan: A = absorbansi a = absorptivitas b = tebal kuvet (cm) c = konsentrasi

Maka dengan hukum Lambert-Beer, konsentrasi dapat dihitung dari ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan spesifik untuk setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut tertentu (Gandjar dan Rohman, 2009).

Menurut Gandjar dan Rohman (2009), absorptivitas spesifik (A11) juga sering digunakan sebagai ganti absorptivitas (a), sehingga persamaannya menjadi:

A = A11.b.c

Manfaat dari nilai A11 adalah terkait dengan apakah senyawa tersebut cukup sensitif diukur dengan spektrofotometer uv-vis. Selain itu, untuk mengetahui berapa besar konsentrasi senyawa yang harus disiapkan sehingga diperoleh absorbansi pada kisaran 0,2-0,8.

2.4.4 Penggunaan Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrum UV-VIS dapat digunakan untuk informasi kualitatif sekaligus dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.

a. Aspek kualitatif

Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat terbatas karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui tidak memungkinkan untuk dilakukan (Satiadarma, dkk., 2004).

b. Aspek kuantitatif

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya.

Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas

sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang perdetik. Serapan dapat terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga (Gandjar dan Rohman, 2009).

Metode spektrofotometri memiliki beberapa keuntungan antara lain kepekaan yang tinggi, ketelitian yang baik, mudah dilakukan, cepat pengerjaannya dan dapat digunakan untuk menentukan senyawa campuran (Munson, 1984).

2.5 Validasi Metode

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Validasi metode dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah dalam analisis. Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah akurasi, presisi, batas deteksi, batas kuantitasi, spesifikasi, linieritas dan rentang, kekasaran (Ruggedness) dan ketahanan (Robustness) (Harmita, 2004).

Akurasi/kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan

sebagai persen perolehan kembali (% recovery). Presisi/keseksamaan adalah ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel yang sama. Presisi dinyatakan dengan Simpangan Baku Relatif (Relative Standar Deviation, RSD) (Harmita, 2004).

Selektivitas/spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linieritas yang dapat diterima (Harmita, 2004).

Batas deteksi (Limit of Detection, LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas kuantitasi (Limit of Quantitation, LOQ) merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. LOD dan LOQ dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi (Harmita, 2004).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui perbedaan kadar kapsul gemfibrozil dengan nama dagang dan nama generik yang beredar dipasaran secara Spektrofotometri Ultraviolet (UV).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara dari bulan Mei sampai Juni 2016.

3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer UV-VIS (Shimadzu 1800), Personal Computer (PC) yang dilengkapi software UV Probe 2.43 (UV-1800 Shimadzu), neraca analitik (Mettler Toledo) dan alat-alat gelas.

3.3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, metanol, gemfibrozil (Chemo), kapsul gemfibrozil (PT. Indofarma), kapsul hypofil (PT. Sanbe), kaplet lapibroz (PT. Lapi) dan kapsul lipira 300 (PT.

Combiphar).

3.4 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel secara purposif yaitu tanpa membandingkan antara satu tempat dengan tempat lain, karena tempat pengambilan sampel dianggap homogen (Sudjana, 2001).

Dari survey yang dilakukan, terdapat satu nama generik dan tiga nama dagang kapsul gemfibrozil. Karena hanya terdapat empat sampel yang beredar dipasaran, maka semuanya diteliti. Sampel diambil secara acak di tiga lokasi yaitu, Apotek Kimia Farma Tasbi, Apotek Iskandar Muda, dan Apotek Penang Island.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Pembuatan Pelarut Metanol-Air (90:10)

Akuades sebanyak 100 ml dicampurkan dengan metanol sampai 1000 ml.

3.5.2 Pembuatan Kurva Serapan dan Kurva Kalibrasi Larutan Gemfibrozil dalam Pelarut Metanol-Air (90:10)

3.5.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I Gemfibrozil

Ditimbang saksama sejumlah 50 mg serbuk gemfibrozil, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dengan pelarut lalu dicukupkan sampai garis tanda dengan pelarut dan dikocok sampai homogen, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µg/ml. Larutan ini disebut Larutan Induk Baku I.

3.5.2.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II Gemfibrozil

Dipipet 5 ml Larutan Induk Baku I kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan sampai garis tanda dengan pelarut dan dikocok

sampai homogen, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 100 µg/ml yang merupakan Larutan Induk Baku II.

3.5.2.3 Pembuatan Kurva Serapan Maksimum Gemfibrozil

Dari Larutan Induk Baku II dipipet sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml dicukupkan dengan pelarut sampai garis tanda. Konsentrasi gemfibrozil adalah 50 µg/ml. Lalu diukur serapannya dengan Spektrofotometer Ultraviolet pada panjang gelombang 200–400 nm.

3.5.2.4 Pembuatan dan Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Gemfibrozil dalam Pelarut Metanol-Air (90:10)

Dari Larutan Induk Baku II dibuat larutan gemfibrozil dengan berbagai konsentrasi yaitu : 30, 40, 50, 60 dan 70 µg/ml dengan memipet Larutan Induk Baku II masing – masing : 3, 4, 5, 6 dan 7 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml kemudian dicukupkan dengan pelarut sampai garis tanda, dikocok sampai homogen. Diukur serapannya dengan Spektrofotometer Ultraviolet pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh dengan menggunakan pelarut metanol-air (90:10).

3.5.2.5 Penentuan Kadar Gemfibrozil dalam Sediaan Kapsul

Ditimbang gemfibrozil sebanyak 20 kapsul, dicatat beratnya, isi gemfibrozil dalam kapsul dikeluarkan kemudian digerus homogen, cangkang kapsul ditimbang. Serbuk gemfibrozil ditimbang setara dengan 25 mg sebanyak 6 kali, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, kemudian dilarutkan dengan pelarut, dikocok hingga larut, dicukupkan dengan pelarut sampai garis tanda, konsentrasi gemfibrozil adalah 500 µg/ml.

Disaring dan lebih kurang 5 ml filtrat pertama dibuang dan filtrat selanjutnya ditampung. Dari larutan dipipet 1 ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan dengan pelarut sampai tanda, konsentrasi gemfibrozil adalah 50 µg/ml. Kemudian ukur serapannya pada panjang gelombang 275,60 nm dengan menggunakan pelarut metanol-air (90:10) sebagai blanko.

3.5.3 Uji Validasi dengan Parameter Akurasi, Presisi, Batas Deteksi, dan Batas Kuantitasi

3.5.3.1 Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali ( % recovery )

Menurut Harmita (2004), uji akurasi dilakukan dengan metode penambahan baku (Standard Addition Method) yaitu dengan membuat 3 konsentrasi analit sampel dengan rentang spesifik 80%, 100%, 120%, dihitung dari jumlah gemfibrozil yang terdapat pada etiket, dimana masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali replikasi. Setiap rentang spesifik mengandung 70%

analit dan 30% baku pembanding, kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti pada penetapan kadar sampel.

Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali (% recovery) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

% recovery = C

B

A x 100%

Keterangan :

A = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan baku (µg/ml) B = konsentrasi sampel sebelum penambahan baku (µg/ml)

C = konsentrasi baku yang ditambahkan (µg/ml)

3.5.3.1.1 Pembuatan dan Penentuan Rentang Spesifik 80%, 100% dan 120%

3.5.3.1.1.1 Sebelum Penambahan Baku

Ditimbang analit sampel yang mengandung 70% gemfibrozil dengan rentang spesifik 80%, 100% dan 120% masing-masing setara dengan 168 mg, 210 mg, dan 252 mg. Dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, kemudian dilarutkan dengan pelarut, dikocok hingga larut, dicukupkan dengan pelarut sampai garis tanda. Konsentrasi masing-masing larutan adalah 1680 µg/ml, 2100 µg/ml, dan 2520 µg/ml.

Disaring dan lebih kurang 5 ml filtrat pertama dibuang dan filtrat selanjutnya ditampung. Dari larutan dipipet 1,5 ml dan dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, dicukupkan dengan pelarut sampai garis tanda, konsentrasi larutan adalah 25,2 µg/ml, 31,5 µg/ml, dan 37,8 µg/ml. Kemudian ukur serapannya pada panjang gelombang 275,60 nm.

3.5.3.1.1.2 Setelah Penambahan Baku

Ditimbang analit sampel yang mengandung 70% gemfibrozil dengan rentang spesifik 80%, 100% dan 120% masing-masing setara dengan 168 mg, 210 mg, dan 252 mg. Dan ditimbang 30% baku gemfibrozil pada setiap rentang spesifik yaitu 72 mg, 90 mg, dan 108 mg. Dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, kemudian dilarutkan dengan pelarut, dikocok hingga larut, dicukupkan dengan pelarut sampai garis tanda. Konsentrasi masing-masing larutan adalah 2400 µg/ml, 3000 µg/ml, dan 3600 µg/ml.

Disaring dan lebih kurang 5 ml filtrat pertama dibuang dan filtrat selanjutnya ditampung. Dari larutan dipipet 1,5 ml dan dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, dicukupkan dengan pelarut sampai garis tanda, konsentrasi

larutan adalah 36 µg/ml, 45 µg/ml, dan 54 µg/ml. Kemudian ukur serapannya pada panjang gelombang 275,60 nm.

3.5.3.2 Uji Presisi

Menurut Harmita (2004), uji presisi (keseksamaan) ditentukan dengan parameter RSD (Relative Standard Deviation) dengan rumus :

% SD = standar deviasi serangkaian data

X = kadar rata-rata gemfibrozil dalam sampel Sementara itu, nilai SD dihitung dengan :

SD =

 

X = nilai dari masing-masing pengukuran X = rata-rata (mean) dari pengukuran n = banyaknya data

n-1 = derajat kebebasan

3.5.3.3 Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation)

Menurut Harmita (2004), batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Sy/x =

 

Slope = derajat kemiringan

LOD = batas deteksi (Limit of Detection) LOQ = batas kuantitasi (Limit of Quantitation) 3.5.3.4 Analisis Data secara Statistik

Data perhitungan kadar dianalisis secara statistik menggunakan uji t.

Menurut Harmita (2004), rumus yang digunakan untuk menghitung Standar Deviasi (SD) adalah: X = kadar rata-rata dalam satu sampel n = jumlah perlakuan

Kadar dapat dihitung dengan persamaan garis regresi dan untuk menentukan data diterima atau ditolak digunakan rumus:

t hitung

Dengan dasar penolakan apabila t hitung ≥ t tabel. Untuk mencari kadar sebenarnya, dapat digunakan rumus:

µ =

X ± t (1/2 α, dk) x n SD

Keterangan:

µ = kadar sebenarnya X = kadar sampel n = jumlah perlakuan

t = suatu harga tergantung pada derajat kebebasan dan tingkat kepercayaan dk = derajat kebebasan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Gemfibrozil

Sebelum dilakukan penetapan kadar dengan menggunakan metode spektrofotometri terlebih dahulu dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum, meskipun panjang gelombang tersebut sudah diketahui dalam literatur. Hal ini dikarenakan panjang gelombang suatu senyawa dapat berbeda bila ditentukan pada kondisi dan alat yang berbeda. Penentuan panjang gelombang ini dilakukan pada konsentrasi yang memberikan serapan dengan kesalahan fotometrik terkecil, yaitu ± 0,4343. Namun, karena tidak adanya nilai absorptivitas spesifik (A11) dari gemfibrozil maka untuk mendapatkan konsentrasi yang memberikan kesalahan fotometrik terkecil dilakukan orientasi sehingga diperoleh kurva serapan dan data absorbansi seperti terlihat pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.1 dibawah ini:

Gambar 4.1 Kurva serapan baku Gemfibrozil dalam pelarut metanol-air (90:10) (Konsentrasi 50 µg/ml)

Tabel 4.1 Data absorbansi dari kurva serapan maksimum No. Panjang Gelombang Absorbansi

1 281,30 0,41144

2 275,60 0,44043

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa kurva serapan baku gemfibrozil (konsentrasi 50 µg/mg) dalam pelarut metanol-air (90:10) menghasilkan 2 puncak dengan panjang gelombang pertama yaitu 281,30 nm (A = 0,41144) dan panjang gelombang yang kedua yaitu 275,60 nm (A = 0,44043) (dapat dilihat pada tabel 4.1). Dari kedua puncak kurva tersebut, yang memberikan absorbansi terbesar yaitu pada panjang gelombang 275,60 nm, sedangkan pada panjang gelombang 281,30 nm memberikan absorbansi yang lebih kecil. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penetapan kadar gemfibrozil dilakukan pada panjang gelombang 275,60 nm karena memberikan kesalahan fotometrik yang mendekati 0,4343. Hal ini tidak jauh berbeda dengan yang tercantum di dalam Farmakope Indonesia edisi V dimana panjang gelombang maksimum gemfibrozil adalah 276 nm yang penetapan kadarnya dilakukan secara KCKT. Adanya perbedaan panjang gelombang ini masih dalam batas-batas yang diterima menurut Farmakope Indonesia edisi V. Selanjutnya untuk penetapan kadar gemfibrozil dalam sediaan kapsul yang beredar dipasaran dilakukan pada panjang gelombang maksimum baku gemfibrozil yang sudah diperoleh yaitu pada panjang gelombang 275,60 nm.

Berdasarkan dari literatur gemfibrozil dapat larut dalam metanol. Oleh karena sifat metanol yang mudah menguap tentu mempengaruhi hasil analisis.

Maka untuk mengatasi ini digunakan campuran metanol:air (90:10) sesuai dengan rujukan dalam Ingle, dkk., (2015) sehingga penguapan metanol dapat dihambat.

Selain itu metanol merupakan pelarut yang dapat memberikan efek berbahaya bagi kesehatan. Jika menghirup udara yang mengandung kadar metanol tinggi dapat menyebabkan iritasi saluran napas, batuk, pusing, sakit kepala, mual, lemah, gangguan penglihatan, kehilangan kesadaran, gangguan saluran cerna dan bahkan

Selain itu metanol merupakan pelarut yang dapat memberikan efek berbahaya bagi kesehatan. Jika menghirup udara yang mengandung kadar metanol tinggi dapat menyebabkan iritasi saluran napas, batuk, pusing, sakit kepala, mual, lemah, gangguan penglihatan, kehilangan kesadaran, gangguan saluran cerna dan bahkan

Dokumen terkait