• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berikut:

1. Secara teoritis memberikan kontribusi pengetahuan tentang tingkat respons siswa dalam menyelesaikan masalah aljabar sekolah menengah pertama berdasarkan Taksonomi SOLO ditinjau dari minat belajar siswa.

2. Secara praktis

a. Sebagai acuan untuk mengklasifikasi tingkat respons dalam menyelesaikan masalah aljabar siswa sekolah menengah pertama.

b. Sebagai bahan pertimbangan untuk merancang model atau strategi pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan atau mengoptimalkan kemampuan berpikir dalam menyelesaikan masalah aljabar pada siswa sekolah menengah pertama.

commit to user 12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Berpikir

Respons setiap orang terhadap stimulus dapat meliputi ranaha kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam penelitian ini peneliti lebih fokus pada ranah kognitif berupa daya berpikir orang tersebut. Kaitan dengan berpikir ini, berikut beberapa pengertian tentang berpikir.

Menurur Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 872), pikir berarti akal budi, ingatan, angan-angan atau pertimbangan. Berpikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu serta menimbang-nimbang dalam ingatan.

Berpikir menurut Vincent Ruggiero dalam Johnson. B. E (2010: 187) adalah sebagai “segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami, sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaian makna”. Sedangkan menurut John Chaffee dalam Johnson. B. E (2010: 187) mengemukakan bahwa berpikir adalah sebagai “sebuah proses aktif, teratur, dan penuh makna yang kita gunakan untuk memahami dunia”.

Berpikir menurut De Bono (1992: 36) adalah sebagai eksplorasi pengalaman yang dilakukan secara sadar dalam mencapai suatu tujuan. Tujuan itu mungkin berbentuk pemahaman, pengambilan keputusan, perencanaan, pemecahan masalah, penilaian tindakan dan sebagainya.

Evans dalam Imam. S (2010: 15) mengkategorikan berpikir menjadi dua, yaitu berpikir secara sadar (conscious thinking) dan berpikir secara tidak sadar (unconscious thinking). Berpikir secara sadar adalah berpikir yang menggunakan input yang berawal dari sensori yaitu informasi yang didapat melalui register penginderaan diproses dengan pengetahuan yang disimpan didalam memori, baik

commit to user

jangka pendek (short-term memory) atau memori jangka panjang (long-term memory) untuk menghasilkan konsep yang baru.

Sedangkan berpikir secara tidak sadar merepresentasikan bagian penting kedua dari pikiran kita. Sulit dipahami tetapi merupakan bagian yang integral dalam proses berpikir kreatif. Dalam proses pemecahan masalah, kita menyaring informasi, menemukan ide, dan membuat keputusan kadang kita melakukannya tanpa dikendalikan secara sadar. Berpikir tidak sadar tersebut berjalan dengan cara yang tidak teratur dan dengan tingkat kecepatan yang jauh lebih cepat dari berpikir sadar. Melalui kombinasi ide-ide tidak sadar yang tersimpan dalam memori jangka panjang, ide-ide kreatif dapat diturunkan. Pendapat ini menunjukkan bahwa ketika seseorang memecahkan suatu masalah, ia dapat melakukan suatu aktivitas berpikir secara sadar namun juga bisa menggunakan berpikir secara tidak sadar.

Berdasarkan pengertian tersebut tampak bahwa ada tiga pandangan dasar tentang berpikir, yaitu: (1) berpikir adalah kognitif, yaitu timbul secara internal dalam pikiran tetapi dapat diperkirakan dari perilaku, (2) berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif, dan (3) berpikir diarahkan dan menghasilkan perilaku untuk memecahkan suatu masalah atau diarahkan untuk memperoleh penyelesaian masalah baik secara sadar ataupun tidak sadar. Berdasarkan pandangan tersebut, berpikir diartikan sebagai aktivitas mental yang diarahkan untuk menghasilkan pemecahan masalah baik dilakaukan secara sadar atau tidaka sadar.

Berkaitan dengan tingkat berpikir seseorang, Gotoh dalam Tatag Yuli E. S (2009) mengemukakan tingkat berpikir matematis dalam memecahkan masalah terdiri dari tiga tingkat yang dinamakan aktivitas empiris (informal), algoritmis (formal) dan konstruktif (kreatif). Sedangkan menurut Krulik & Rudnick dalam Tatag Yuli E. S (2009) mengemukakan tingkat penalaran yang merupakan bagian berpikir menjadi tiga tingkatan diatas pengingatan (recall). Tingkatan hirarkhis itu adalah berpikir dasar (basic), berpikir kritis (critical) dan berpikir kreatif (creative thinking).

commit to user

De Bono (1992) mengemukakan dua tipe berpikir, yaitu (1) berpikir vertikal (berpikir konvergen) yaitu tipe berpikir tradisional dengan generatif yang bersifat logis dan matematis dengan mengumpulkan dan menggunakan informasi yang relevan, (2) berpikir lateral (berpikir divergen) yaitu tipe berpikir selektif dan kreatif yang menggunakan informasi bukan hanya untuk kepentingan berpikir tetapai juga untuk hasil dan dapat menggunakan informasi yang tidak relevan atau boleh salah dalam beberapa tahapan untuk mencapai pemecahan yang tepat.

Berdasarkan berbagai pandangan tersebut, berpikir dalam penelitian ini adalah sebuah proses mental yang melibatkan eksplorasi pengalaman atau pengetahuan yang dilakukan secara sadar atau tidak sadar dalam mencapai suatu tujuan dalam memahami atau menyelesaikan masalah yang dipengaruhi oleh sistem kognitif.

2. Proses Berpikir

Sumadi Suryabrata (2002: 54) mengemukakan bahwa berpikir merupakan proses dinamis yang dapat digambarkan melalui proses atau jalannya. Proses berpikir tersebut mengikuti tiga tahap yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan.

Mason, Burton dan Stacey dalam Joshua Subandar (2009) menyatakan bahwa proses berpikir dalam matematika diawali adanya suatu pertanyaan, bagaimana merespons/menjawab pertanyaan itu secara efektif, dan selanjutnya bagaimana kita belajar dari pengalaman ketika sedang berusaha untuk mencarai penyelesaian terhadap pertanyaan tersebut.

Tatag Yuli E. S (2002: 45) mengemukakan bahwa proses berpikir adalah suatu proses yang dimulai dengan menerima data, mengolah dan menyimpanya dalam ingatan serta selanjutnya mengambil kembali dari ingatan saat dibutuhkan untuk penggolongan selanjutnya. Dalam mengamati proses berpikir tersebut, seseorang dapat mengamati melalui proses cara mengerjakan tes dan hasil yang ditulis secara terurut. Sementara Krulik dan Rudnick (1995: 3) mengemukakan bahwa proses berpkir adalah proses mental yang meliputi tahap membangun suatu

commit to user

ide, mensitesis ide-ide, merencanakan penerapan ide, dan menerapkan ide tersebut untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan.

Pada penelitian ini, proses berpikir yang dimaksud adalah proses mental yang dinamis yang ditunjukkan dengan respons terhadap suatu permasalahan.

3. Aljabar Sekolah

Aljabar adalah ilmu tentang besaran (quantity). Aljabar berhubungan dengan proses-proses terhingga (pertambahan, perkalian, perpangkatan, dan sebagainya) Edwin J. & Dale V (1987: 545). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahas Indonesia (2005: 31) Aljabar diartikan sebagai cabang matematika yang menggunakan tanda-tanda dan huruf-huruf untuk menggambarkan atau mewakili angka-angka (a, b, c, sebagai pengganti bilangan yang diketahui dan x, y, z untuk bilangan yang tidak diketaui). Meskipun ada banyak variasi pada apa yang menjadi keharusan dalam aljabar sekolah tingkat dasar dan tingkat menengah, satu hal yang jelas adalah. Aljabar yang dipelajari di tingkat ini tidak serumit yang dipelajari di tingkat atas. Aljabar untuk kelas 7 dan 8 terutama terdiri dari prosedur manipulasi simbol dan sedikit penerapan dengan dunia nyata. Yang ditekankan di sini adalah pada jenis pemikiran dan logika untuk mempersiapkan siswa untuk berpikir secara matematis di seluruh area matematik.

Kaput dalam Van De Wall (2008), menyatakan bahwa aljabar meliputi melakukan generalisasi dan menampilkan generalisasi tersebut menggunakan bahasa yang semakin formal, dimana generalisasi dimulai dari aritmatik, situasi pemodelan, geometri dan hampir semua matematika yang ada di tingkat dasar.

Aljabar dan penerapannya merupakan salah satu aspek mata pelajaran matematika yang diberikan pertama kali pada satuan tingkat SMP/MTs. Bahan kajian aljabar pada penelitian ini adalah kompetensi mata pelajaran matematika yang harus dikuasai siswa kelas 8 SMP/MTs yang tertuang pada kurikulum KTSP dengan pencapaian standar kopetensi dan kompetensi dasar. Pada Penelitian ini materia aljabar meliputi persamaan linear, persamaan linier dibatasi pada materi yang diajarkan di kelas 8 SMP/MTs yang disesuaikan dengan standar kompetensi mata pelajaran matematika di kelas 8 SMP/MTs.

commit to user

Berikut adalah urutan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada aljabar sekolah SMP/MTs.

Kelas 7, Semester 1

Standar Kompetensi Komptensi Dasar

Aljabar

1. Memahami bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel

Mengenali bentuk aljabar dan unsur-unsurnya 1.2 Melakukan operasi pada bentuk aljabar 1.3 Menyelesaikan persamaan linear satu variabel 1.4 Menyelesaikan pertidaksamaan linear satu variabel 2. Menggunakan bentuk aljabar,

persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, dan perbandingan dalam pemecahan masalah

2.1 Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan dan pertidaksamaan linear satuvariabel 2.2 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel

2.3 Menggunakan konsep aljabar dalam pemecahan masalah aritmetika sosial yang sederhana

2.4 Menggunakan perbandingan untuk pemecahan masalah

Kelas 7, Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Aljabar

1. Menggunakan konsep himpunan dan diagram Venn dalam pemecahan masalah

1.1 Memahami pengertian dan notasi himpunan, serta penyajiannya

1.2 Memahami konsep himpunan bagian

1.3 Melakukan operasi irisan, gabungan, kurang (difference), dan komplemen pada himpunan

1.4 Menyajikan himpunan dengan diagram Venn

1.5 Menggunakan konsep himpunan dalam pemecahanmasalah

Kelas8, Smester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Aljabar

1. Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus

1.1 Melakukan operasi aljabar

1.2 Menguraikan bentuk aljabar ke dalam faktor-faktornya 1.3 Memahami relasi dan fungsi

1.4 Menentukan nilai fungsi

1.5 Membuat sketsa grafik fungsi aljabar sederhana pada sistem koordinat Cartesius

1.6 Menentukan gradien, persamaan dan grafik garis lurus 2. Memahami sistem persa-maan linear

dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah

2.1 Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel 2.2 Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan

dengan sistem persamaan linear dua variabel 2.3 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya

Dengan memperhatikan tujuan pembelajaran yang diharapkan dalam aljabar sekolah tersebut terintegrasi juga dalam karakteristik aljabar yang di ungkapkan oleh para ahli dan sesuai rumusan indikator yang diungkapkan oleh Lim & Idris sebagaimana yang tertera pada Tabel 2.1.

Dari uraian tersebut aljabar pada penelitian ini adalah konsep untuk menyatakan penalaran persamaan liniear yang meliputi pola liniear, konsep mengenai fungsi terintegrasi pada matematika pada kurikulum KTSP sekolah

commit to user

menegah pertama. Dengan fokus pada proses internalisasi menginvestigasi pola, representasi dan generalisasi pola, penerapan kaidah berhubungan dengan situasi, membuat sebuah solusi alternatif bagi situasi baru.

4. Masalah

Menurut Lester. F, et al, (1989) bahwa masalah adalah suatu situasi dimana seorang individu atau kelompok terbuka dalam menyelesaikan suatu tugas dimana tidak ada algoritma baku yang dapat diterima sebagai suatu metode pemecahannya. Krulik dan Rudnik dalam Dindyal (2005) menggambarkan suatu masalah sebagai suatu situasi yang memerlukan pemecahan dimana sesorang tidak melihat suatu alat atau metode yang jelas dalam memperoleh pemecahan dari masalah yang bersangkutan.

Menurut Krulik dan Rudnik (1995: 4) pemecahan masalah adalah sebagai berikut.” It (problem solving) is the mean by which an individual uses previously acquired knowledge, skill, and understanding to satisfy the demand of an unfamiliar situation”. Dapat diartikan bahwa penyelesaian masalah adalah sesorang menggunakan pengetahuan, ketrampilan, dan pemahaman yang telah diperoleh sebelumnya untuk memenuhi permintaan dari situasi yang tak biasa.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa suatu masalah adalah suatu situasi yang tak biasa yang memerlukan penyelesaian dimana tidak ada algoritma baku yang dapat diterima sebagai suatu metode pemecahannya. Penyelesaian dilakukan bedasarkan pengetahuan, ketrampilan atau pemahaman yang telah diperoleh sebelumnya.

5. Masalah Aljabar

Pada proses pembelajaran matematika disekolah, masalah matematika adalah masalah yang berkaitan dengan matematika sekolah dan mempersyaratkan siswa berhubungan dengan situasi yang tidak dikenalnya melalui berpikir secara fleksibel dan kreatif (Mousoulides dkk, dalam Imam. S, 2010: 20).

Masalah yang paling penting dalam mata pelajaran adalah memusatkan pada proses berpikir (De Bono, 1992: 261). Kaitannya dengan aljabar sekolah maka masalah aljabar yang paling penting adalah bagaiman siswa berpikir aljabar.

commit to user

Berpikir aljabar menurut Van De Walle (2008: 1) salah satunya melakukan generalisasi dari pengalaman dengan bilangan dan perhitungan, memformalisasi ide-ide dengan penggunaan sistem simbol yang berguna, dan mengeksplorasi konsep-konsep dari fungsi.

Berpikir aljabar khususnya dalam memahami persamaan linier untuk menjawab serangkaian pertanyaan mencakup dua bidang muatan (pola linear dan konsep fungsi) melalui menginvestigasi pola, representasi dan generalisasi pola, penerapan kaidah berhubungan dengan situasi, membuat sebuah solusi alternatif bagi situasi baru. Pada umumnya pembelajaran dilakukan dengan cara guru menunjukkan atau mengemukakan secara langsung pengertian muatan tersebut kepada siswa kemudian diberikan contoh-contohnya, sehingga cenderung membuat siswa pasif dan sulit memahami maknanya. Eksplorasi jenis alternatif penilaian untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang pemahaman siswa pada apa yang dipelajari, dan bagaimana konsepsi mereka atau kesalahpahaman yang teridentifikasi untuk mengukur langsung kemampuan kognitif siswa dari interaksi dengan pengujian kurang mendapat perhatian oleh guru.

Dari uraian di atas, masalah aljabar dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai pengetahuan atau pengalaman yang terkait dengan aljabar sekolah yang telah dikenal atau dapat dibayangkan dengan baik oleh siswa sehingga dapat membangkitkan pengetahuan siswa tentang hal tersebut.

6. Karakteristik Respons Dalam Memecahkan Masalah Aljabar

Menurut Usiskin dalam Carolyn Kieran (2004: 139) sejumlah karakterisasi aljabar yang berbeda dapat ditemukan dalam literatur pendidikan matematika.

Misalnya, menggambarkan empat konsepsi aljabar: aritmatika yang digeneralisasikan, sekumpulan prosedur yang digunakan untuk memecahkan soal-soal tertentu, studi hubungan diantara jumlah-jumlah (kuantitas), dan studi mengenai struktur-struktur.

Kaput mengatakan, This led to him broadening the scope of algebra into five standards:

commit to user

1. Algebra as generalizing and formalizing patterns and regularities, in particular, algebra as generalised arithmetic

2. Algebra as syntactically guided manipulations of symbols

3. Algebra as the study of structure and systems abstracted from computations and relations

4. Algebra as the study of functions, relations and joint variations 5. Algebra as modelling. (Kaput 1998. p.26) dalam David Tall (2008).

Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa aljabar mencakup lima standar/karakteristik yang meliputi:

1. Generalisasi, formalisasi dan regulasi pola khusus, aljabar adalah menggeneralisir aritmatik.

2. Penggunaan simbol yang cukup bermanfaat

3. Pembelajaran tentang struktur sistem abstraksi yang berhubungan dengan perhitungan

4. Pembelajaran tentang fungsi, relasi dan ketrakitan variasi 5. Proses pemodelan.

Kegiatan-kegiatan generasional pada aljabar melibatkan pembentukan pernyataan dan persamaan yang adalah objek-objek aljabar. Contoh-contoh umumnya meliputi: (1) persamaan yang mengandung hal yang diketahui yang menggambarkan permasalahan, (2) pernyataan-pernyataan generalitas yang muncul dari pola-pola geometris atau urutan angka, dan (3) pernyataan aturan-aturan yang mengatur hubungan-hubungan bilangan (Carolyn Kieran, 2004: 139).

Dari beberapa pendapat mengenai karakteristik aljabar di atas, jika di kaitkan dengan tujuan pembelajaran matematika sekolah menengah pada materi aljabar di Indonesi berdasarkan kurikulum KTSP maka karakteristik tersebut telah dirumuskan dengan tegas pada tujuan pembelajaran matematika SMP.

Dalam penelitian ini karakteristik aljabar yang dimaksud adalah karakteristik kemampuan memecahkan masalah aljabar melalu proses investigasi pola (investigate pattern), representasi dan generalisasi pola (Represent &

generalize pattern) serta interpretasi dan penggunaan untuk menemukan hasil (interper&apply finding). Sebagaimana yang telah dirumuskan oleh Lim & Idris

commit to user

dalam kerangka yang dikembangkan berdasarkan pada Taksonomi SOLO, (Tabel 2.1) dan juga seperti yang penulis gambarakan pada gambar 2.1.

Dalam penelitian ini, agar dapat diamati karakteristik sebagaimana disebut di atas, maka soal pemecahan masalah aljabar disusun dalam bentuk superitem berdasarkan Taksonomi SOLO. Tingkat respons pada penelitian ini adalah tingkatan respons ketika menyelesaiakan masalah aljabar yang diinterpretasikan dengan 4 tingkat respons yaitu tingkat 1 (Unistruktural), tingkat 2 (Multistruktural), tingkat 3 (Relasional), tingkat 4 (Extended abstract). Seseorang (siswa) digolongkan pada suatu tingkatan tertentu jika telah memenuhi tingkatan tertentu itu dan tingkatan dibawahnya.

Adapun indikator untuk setiap tingkat respons dalam pemecahan masalah aljabar untuk masing-masing konten pada persamaan linier tertera dalam kerangka kerja pada Tabel 2.1. Kategorisasi dengan kerangka pikir ini membantu para pendidik melihat hubungan antara pengetahuan dan proses kognitif yang inheren (yang melekat) dalam tujuan pembelajaran aljabar sekolah.

7. Profil Respons Siswa

Dalam Kamus Besar Bahas Indonesia (2005), profil berarti pandangan dari samping, lukisan, grafik atau ikhtisar yang membeberkan fakta tentang hal-hal khusus. Berdasarkan pengertian tersebut maka yang dimaksud dengan profil dalam penelitian ini adalah gambaran yang diungkapkan baik dengan gambar atau dengan deskripsi, berupa kata-kata atau tulisan.

Dalam Kamus Besara Bahasa Indonesia (2005), respons berarti tanggapan, reaksi atau jawaban sesorang terhadap sesuatu. Merespons berarti memberikan respons atau tanggapan. Jadi respons dalam penelitian ini adalah sebagai eksplorasi kemampuan kognitif siswa berdasarkan pengalaman yang dilakukan secara sadar dan tidak sadar dalam mencapai suatu tujuan dalam memahami atau menyelesaikan masalah yang dipengaruhi oleh sistem kognitif.

Dari uraian di atas maka yang dimaksud dengan profil respons siswa dalam penelitian ini adalah gambaran atau deskripsi tentang karakteristik yang ditampkan dari reaksi atau tanggapan terhadap suatu permasalahan aljabar atau

commit to user

dalam memecahkan masalah aljabar dilakukan oleh siswa yang dipengaruhi oleh sistem kognitifnya.

8. Taksonomi Structure of Observed Learning Outcome (SOLO)

Taksonomi adalah sebuah kerangka pikir khusus, yang bermanfaat untuk untuk menganalisa unit pelajaran atau mata pelajaran yang sedang diajarkan atau untuk meyusun rencana, Logman.W. A, (2001: 363).

Bloom dalam Logman.W. A, (2001: xix) menyatakan, “ idealnya, setiap mata pelajaran pokok mempunyai Taksonomi tujuan sendiri dengan bahasa sendiri yang lebih detail, lebih mendekati bahasa dan pemikiran ahli-ahlinya.

Taksonomi setiap mata pelajaran ini mencerminkan sub-sub mata pelajaran dan jenjang pendidikan... ”.

Salah satu contoh pernyataan di atas adalah yang dikembangkan oleh Biggs dan Collis pada tahun 1982 yang dinamakan Taksonomi Structure of Observed Learning Outcome (SOLO) sebagai suatu alat evaluasi tentang kualitas respons siswa terhadap suatu tugas. Taksonomi SOLO membagi kemampuan respons siswa menjadi lima level/tingkatan kemampuan. Level-0 (prastruktural), Level-1 (unistruktural), Level-2 (multistruktural), Level-3 (relasional), level-4 (extended abstract). Taksonomi SOLO memberi sebuah kerangka untuk mengklasifikasikan kualitas respons berdasarkan karakteristik respons terhadap sebuah stimulus.

Karakteristik kemampuan siswa dalam merespons suatu masalah pada masing-masing tingkat (level) adalah seperti berikut. Siswa yang tidak menggunakan data yang terkait dalam menyelesaikan suatu masalah, atau menggunakan data tidak terkait dengan masalah yang diberikan dikategorikan pada level prastruktural. Siswa yang dapat menggunakan satu penggal informasi dalam merespons suatu tugas (membentuk suatu data tunggal) dikategorikan pada level unistruktural. Siswa yang dapat menggunakan beberapa penggal informasi dalam merespons suatu tugas dikategorikan pada level multistruktural. Siswa yang dapat memadukan penggalan-penggalan informasi yang terpisah untuk menghasilkan penyelesaian dari suatu tugas dikategorikan pada level relasional.

commit to user

Siswa yang dapat menghasilkan prinsip umum dari data terpadu yang dapat diterapkan untuk situasi baru (mempelajari konsep tingkat tinggi) dapat dikategorikan pada level extended abstract (Heddens, J. W. & Speer, W. R, 1995).

Uraian tentang masing-masing tingkat dalam Taksonomi SOLO tersebut dapat penulis rangkum sebagai berikut.

1. Tingkat Prastruktural

Siswa pada tingkat prastruktural tidak melakukan respons yang sesuai dengan sekumpulan pernyataan yang diberikan. Dia tidak memahami masalah yang diberikan. Dia mengabaikan pernyataan-pernyataan atau informasi-informasi yang diberikan, atau bila memberikan respons maka respons tersebut tidak relevan dengan informasi-informasi yang diberikan.

2. Tingkat Unistruktural

Siwa pada tingkat ini mencoba menjawab pertanyaan secara terbatas, dengan cara menggunakan satu penggal informasi yang ada (data tunggal).

3. Tingkat Multistruktural

Siswa yang memiliki kemampuan merespons masalah dengan beberapa strategi yang terpisah atau beberapa pengalan informasi. Respons yang dibuat siswa pada tingkat ini didasarkan pada hal-hal yang konkret. Siswa dengan karakteristik seperti tersebut dapat dikategorikan pada tingkat multistruktural.

4. Tingkat Relasional

Pemahaman siswa terhadap beberapa komponen terintegrasi secara konseptual. Siswa dapat menerapkan konsep untuk masalah yang dihadapinya.

Siswa dapat mengaitkan bagian-bagian menjadi satu kesatuan. Siswa dengan karakteristik seperti tersebut dapat dikategorikan pada tingkat relasional.

5. Tingkat Extended Abstract

Siswa pada tingkat extended abstract memiliki kemampuan berpikir secara konseptual, dan dapat melakukan generalisasi pada suatu area baru. Rincian respons yang dibangun pada suatu pola struktural dapat terintegrasi pada suatu struktur yang lain.

commit to user

Berdasarkan uraian di atas karakteristik respons yang ada bersifat umum, namun dalam penelitian ini peneliti fokus pada materi aljabar sekolah menengah, dengan menggunakan karakteristik respons yang ada pada Tabel 2.1 halaman 26, yang telah dikembangkan oleh Lim & Idris. Dengan karakteristik yang ada dapat digunakan guna mengklasifikasikan tingkatan respons yang didapat dari struktur hasil respons siswa terhada sebuah permasalahan aljabar.

Sebuah masalah dapat direspons oleh siswa secara beragam apabila masalah tersebut didesain sehingga dapat meliputi keragaman konsep yang telah dikenalnya, salah satu cara untuk melihat keragaman tersebut adalah dengan teknik superitem.

9. Teknik Superitem

Collis, Romberg dan Jurdak (1986), Lam & Foong (1998), Wilson &

Iventosh (1988) dalam Lim & Wun (2009) mengembangkan penggunaan superitem berdasarkan Taksonomi SOLO sebagai alat alternatif penilaian untuk memantau perkembangan kemampuan kognitif siswa dalam memecahkan masalah matematika. Superitem terdiri dari situasi masalah dan empat tingkat kompleksitas item berbeda yang berkaitan dengan tingkatan respons yang ada.

Situasi masalah ini sering diwakili oleh teks, diagram atau grafik. Sementara item mewakili empat tingkat penalaran didefinisikan berdasarkan Taksonomi SOLO yang meliputi unistruktural, multistruktural, relasional dan extended abstract.

Dengan demikian, dalam superitem, apapun respons yang benar untuk item akan menunjukkan kemampuan kognitif untuk menanggapi informasi dalam tingkat respons yang tercermin dalam SOLO. Penjelasan untuk 4 tingkatan respons tertera pada Tabel 2.1.

Berikut ini adalah contoh superitem berdasakan Taksonomi SOLO yang setara dengan kerangka kerja yang disusun oleh Lim & Idris, juga meliputi contoh

Berikut ini adalah contoh superitem berdasakan Taksonomi SOLO yang setara dengan kerangka kerja yang disusun oleh Lim & Idris, juga meliputi contoh

Dokumen terkait