• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat pada:

1. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi, menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil terhadap pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

2. Bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk melihat seberapa jauh tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang terdapat di Kabupaten/Kota yang berada di dalam Provinsi Sumatera Utara.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya, terutama penelitian mengenai pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil terhadap pertumbuhan ekonomi.

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Agensi

Teori agensi menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah persetujuan (kontrak) di antara dua pihak, yaitu prinsipal dan agen, dimana prinsipal memberi wewenang kepada agen untuk mengambil keputusan atas nama prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam teori ini terdapat perbedaan antara kepentingan agen dan prinsipal, sehingga pihak agen mungkin saja melakukan tindakan tidak baik kepada kepentingan pihak prinsipal. Prinsipal mendelegasikan pertanggungjawaban atas pengambilan keputusannya kepada agen, dimana wewenang dan tanggung jawab tersebut diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.

Teori agensi telah dipraktikkan di organisasi publik khususnya di pemerintahan daerah. Pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten/kota sering mempraktikkan teori agensi dalam penyusunan anggaran APBD (Adiwiyana, 2011). Dalam sektor publik yang berperan sebagai agen adalah pemerintah daerah dan prinsipalnya adalah masyarakat. Semestinya pemerintah daerah sebagai pihak agen bertindak sesuai dengan kehendak prinsipalnya (masyarakat), tetapi kenyataannya tidak selalu demikian, terkadang pemerintah (agen) berperilaku opportunis dalam pembuatan keputusan yang terkait dengan publik. Hal tersebut sesuai dengan teori

agensi bahwa antara agen dan prinsipalnya tidak selalu memiliki kepentingan yang sama dan agen cenderung melakukan suatu tindakan untuk memaksimalkan utilitasnya.

Dalam penelitian ini kaitan teori agensi dapat dilihat melalui hubungan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dalam penyaluran dana perimbangan dan juga hubungan antara masyarakat (prinsipal) dengan pemerintah (agen). Pemerintah pusat melakukan pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sehingga sebagai konsekuensi dari pelimpahan wewenang tersebut pemerintah pusat menurunkan dana perimbangan yang tujuannya membantu pemerintah daerah dalam mendanai kebutuhan pemerintahan sehari-hari maupun memberi pelayanan publik yang baik kepada masyarakat.

Teori agensi tersirat dalam hubungan pemerintah daerah dan masyarakat. Masyarakat sebagai prinsipal telah memberikan sumber daya kepada pemerintah daerah berupa pembayaran pajak, retribusi dan sebagainya untuk dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah selaku agen sudah seharusnya memberikan timbal balik kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan publik yang memadai yang didanai oleh pemerintah daerah itu sendiri.

2.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Menurut Bastian (2001:49), Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber pendapatan asli daerah adalah: meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber pendapatan asli daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal.

Sedangkan pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola oleh pemerintah daerah.

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 pasal 79 pendapatan asli daerah terdiri dari:

a. hasil pajak daerah, b. hasil retribusi daerah,

c. hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan,

d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

2.1.2.1 Pajak Daerah

Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan

surplusnya digunakan untuk investasi publik.

Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai badan hukum publik dalam rangka membiayai rumah tangganya. Dengan kata lain pajak daerah adalah pajak yang wewenang pungutannya ada pada daerah.

2.1.2.2 Daerah

Retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasan retribusi daerah terletak pada yang dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan.

Beberapa ciri-ciri retribusi yaitu:

1) retribusi dipungut oleh negara,

2) dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis, 3) adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk, 4) retribusi yang dikenakan kepada setiap orang/badan yang menggunakan/mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara.

Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi meliputi:

1) retribusi jasa umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

2) retribusi jasa usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena ada dasarnya disediakan oleh sektor swasta.

2.1.2.3 Perusahaan Daerah

Dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu sumber pendapatan asli daerah yang sangat penting dan selalu mendapat perhatian khusus adalah perusahaan daerah.

1) Perusahaan Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat:

a. memberi jasa,

b. menyelenggarakan pemanfaatan umum,

c. memupuk pendapatan.

2) Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah khususnya dan pembangunan kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja menuju masyarakat yang adil dan makmur.

3) Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan rumah tangganya menurut perundang-undangan yang mengatur pokok-pokok pemerintahan daerah.

4) Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan menguasai hajat hidup orang banyak di daerah, yang modal untuk seluruhnya merupakan kekayaan daeah yang dipisahkan.

2.1.2.4 Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan lain-lain dalam pendapatan daerah Tingkat II mencakup berbagai penerimaan kecil-kecil, seperti hasil penjualan alat berat dan bahan jasa. Penerimaan dari swasta, bunga simpanan giro dan bank serta penerimaan dari denda kontraktor. Namun walaupun demikian

sumber penerimaan daerah sangat bergantung pada potensi daerah itu sendiri.

2.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU)

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1, dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa sebagian daerah di Indonesia masih memiliki tingkat ketergantungan keuangan yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Dimana dana perimbangan dari pemerintah pusat masih mendominasi penerimaan daerah. Dana perimbangan ini diklasifikasikan menjadi tiga bagian utama, yaitu: 1) Dana bagi hasil, 2) Dana alokasi umum, 3) Dana alokasi khusus. Dana bagi hasil merupakan jenis dana perimbangan yang dapat dikendalikan oleh pemerintah daerah dalam arti dapat mempengaruhi jumlah penerimaannya, sedangkan untuk dana alokasi umum dihitung dengan formula tertentu yang relatif kecil dapat dipengaruhi besarannya oleh pemerintah daerah sedangkan untuk dana alokasi khusus pemerintah daerah hingga tingkat tertentu masih mungkin dapat mempengaruhi jumlah penerimaannya meskipun kebijakan sepenuhnya tergantung pusat (Mahmudi, 2010:27).

Kuncoro (2004:30) mengemukakan dana alokasi umum dapat diartikan sebagai berikut:

a. Komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal (fiscal gap), yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal.

b. Instrumen untuk mengatasi horizontal inbalances, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dimana penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah.

c. Equalization Grant, yaitu berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan keuangan dengan adanya pendapatan asli daerah dan dana bagi hasil sumber daya alam yang diperoleh daerah.

Dana alokasi umum mempunyai bagian-bagian yaitu:

1) Dana alokasi umum untuk daerah provinsi.

2) Dana alokasi umum untuk daerah kabupaten/kota.

Dana alokasi umum ditetapkan minmal 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Penetapan dana alokasi umum sebesar 10% untuk dana alokasi umum daerah provinsi, 90% untuk daerah kabupaten/kota.

2.1.4 Dana Alokasi Khusus (DAK)

Dana alokasi khusus adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu (Halim, 2004:141).

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyatakan bahwa dana alokasi khusus merupakan dana yang berasal dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah

dan sesuai dengan prioritas nasional, yang dimaksud dengan daerah tertentu adalah daerah- daerah yang mempunyai kebutuhan yang bersifat khusus.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menggariskan bahwa kebutuhan khusus yang dapat dibiayai dengan dana alokasi khusus antara lain kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus dana alokasi umum dan atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dana alokasi khusus digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Kegiatan khusus yang ditetapkan oleh pemerintah mengutamakan kegiatan pembangunan, pengadaaan, peningkatan, dan atau perbaikan sarana prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang. Daerah tertentu yang dimaksud adalah daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan setiap tahun untuk mendapatkan alokasi dana alokasi khusus. Dengan demikian, tidak semua daerah mendapatkan alokasi dana alokasi khusus.

2.1.5 Dana Bagi Hasil (DBH)

Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi

(www.djpk.kemenkeu.go.id). Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak:

1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

2) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh terutang oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Pasal 25 dan Pasal 29.

3) Cukai Hasil Tembakau.

Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam:

1) Kehutanan,

2) Minyak dan gas bumi, 3) Mineral dan batubara, 4) Panas bumi,

5) Perikanan.

Dana bagi hasil merupakan komponen dana perimbangan yang memiliki peranan penting dalam menyelenggarakan otonomi daerah karena penerimaannya didasarkan atas potensi daerah penghasil sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari pendapatan asli daerah selain dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Oleh karena itu, jika pemerintah daerah menginginkan transfer bagi hasil yang tinggi maka pemerintah daerah harus dapat mengoptimalkan potensi pajak dan sumber daya alam yang dimiliki oleh maing-masing daerah, sehingga kontribusi

yang diberikan dana bagi hasil terhadap pendapatan daerah dapat meningkat.

2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi

2.1.6.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

(Jinghan, 2012:57) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologinya dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan.

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PNB/PDB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak yang dinyatakan dalam persen (Arsyad 2005:7).

Produk Domestik Bruto merupakan indikator makro ekonomi pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi di suatu negara, untuk tingkat wilayah, provinsi maupun kabupaten/kota, digunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara teori dapat dijelaskan bahwa PDRB merupakan bagian dari PDB, sehingga dengan demikian perubahan yang terjadi di tingkat regional akan berpengaruh terhadap PDB atau sebaliknya.

2.1.6.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi 1) Teori Pertumbuhan Klasik

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan. Walaupun menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada banyak faktor, ahli-ahli ekonomi klasik terutama menitikberatkan perhatiannya kepada pengaruh pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi.

Hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Ini berarti pertumbuhan ekonomi tidak akan terus menerus berlangsung. Apabila penduduk sudah terlalu banyak, pertambahannya akan menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktivitas setiap penduduk telah menjadi negatif.

Maka kemakmuran masyarakat menurun kembali. Ekonomi akan mencapai tingkat perkembangan yang sangat rendah.

Pada keadaan ini pendapatan pekerja hanya mencapai tingkat cukup hidup (subsistence). Menurut para ahli-ahli ekonomi klasik setiap masyarakat tidak akan mampu menghalangi terjadinya keadaan tidak berkembang tersebut.

Dalam uraian mengenai teori pertumbuhan klasik telah dapat dilihat bahwa apabila terdapat kekurangan penduduk maka produk marginal akan lebih tinggi daripada tingkat pendapatan per kapita. Akan tetapi apabila penduduk sudah semakin banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marginal akan mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendapatan per kapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya (Sukirno, 2011:432).

2) Teori Pertumbuhan Kuznet

Pertumbuhan ekonomi kuznet menunjukkan adanya kemampuan jangka panjang dari pertumbuhan ekonomi suatu negara untuk menyediakan barang-barang ekonomi kepada rakyatnya. Hal ini dapat dicapai apabila ada kemajuan dibidang teknologi, kelembagaan dan penyesuaian ideologi.

Teori pertumbuhan kuznet dalam analisisnya menambahkan enam karakteristik pertumbuhan ekonomi suatu negara, yaitu:

a. Tingginya tingkat pendapatan perkapita.

b. Tingginya produktivitas tenaga kerja.

c. Tingginya faktor transformasi struktur ekonomi.

d. Tingginya faktor transformasi sosial ideologi.

e. Kemampuan perekonomian untuk melakukan pasar.

f. Adanya kesadaran, bahwa pertumbuhan ekonomi sifatnya terbatas.

3) Teori Schumpeter

Teori schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori itu ditunjukkan bahwa para pengusaha merupakan golongan yang akan terus-menerus membuat pembaharuan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi: memperkenalkan barang-barang baru, mempertinggi efisiensi cara memproduksi dalam menghasilkan suatu barang, memperluas pasar suatu barang ke pasaran-pasaran yang baru, mengembangkan sumber barang mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan dalam organisasi dengan tujuan mempertinggi keefisienan kegiatan perusahaan. Berbagai kegiatan inovasi akan memerlukan investasi baru.

Segolongan pengusaha menyadari tentang berbagai kemungkinan untuk mengadakan inovasi yang menguntungkan. Didorong oleh keinginan mendapatkan keuntungan dari mengadakan pembaharuan tersebut, mereka akan meminjam modal dan melakukan penanaman

modal. Investasi yang baru akan meninggikan tingkat kegiatan ekonomi negara. Maka pendapatan masyarakat akan bertambah dan seterusnya konsumsi masyarakat menjadi lebih tinggi. Kenaikan tersebut akan mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk menghasilkan lebih banyak barang dan melakukan penanaman modal baru.

Menurut Schumpeter makin tinggi tingkat kemajuan suatu ekonomi semakin terbatas kemungkinan untuk mengadakan inovasi. Maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi bertambah lambat jalannya. Pada akhirnya akan tercapai tingkat “keadaan tidak berkembang” atau

“stationary state”. Dalam pandangan Schumpeter keadaan

tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan yang tinggi.

4) Teori Pertumbuhan Neoklasik

Teori pertumbuhan neoklasik melihat dari segi penawaran. Menurut teori ini, yang dikembangkan oleh Abramowitz dan Solow-pertumbuhan ekonomi tergantung kepada perkembangan faktor-faktor produksi. Dalam persamaan, pandangan ini dapat dinyatakan dengan persamaan:

∆Y = f (∆K, ∆L, ∆T)

keterangan:

∆Y = Tingkat pertumbuhan ekonomi

∆K = Tingkat pertumbuhan modal

∆L = Tingkat pertumbuhan penduduk

∆T = Tingkat perkembangan teknologi

Sumbangan yang penting dari teori pertumbuhan neoklasik bukanlah dalam menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, tetapi dalam sumbangannya untuk menggunakan teori tersebut untuk mengadakan penyelidikan empiris dalam menentukan peranan sebenarnya dari berbagai faktor produksi dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi.

2.1.6.3 Faktor-Faktor Yang Menentukan Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Sukirno (2011: 429), faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi yaitu:

1) Tanah dan kekayaan alam lainnya

Kekayaan alam akan mempermudah usaha untuk mengembangkan perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi.

Apabila negara tersebut mempunyai kekayaan alam yang dapat diusahakan dengan menguntungkan, hambatan yang baru saja dijelaskan akan dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi dipercepat.

2) Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja

Penduduk yang bertambah akan mendorong jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut memungkinkan negara itu menambah produksi. Di samping itu sebagai

akibat pendidikan, latihan dan pengalaman kerja, keterampilan penduduk akan selalu bertambah tinggi. Hal tersebut menyebabkan produktivitas bertambah dan ini selanjutnya menimbulkan pertambahan produksi yang lebih cepat daripada pertambahan tenaga kerja.

Dorongan lain yang timbul dari perkembangan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi bersumber dari akibat pertambahan itu kepada luas pasar. Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi terutama dihadapi oleh masyarakat yang kemajuan ekonominya belum tinggi tetapi telah menghadapi masalah kelebihan penduduk. Apabila dalam perekonomian sudah berlaku keadaan dimana pertambahan tenaga kerja tidak dapat menaikkan produksi nasional yang tingkatnya adalah lebih cepat dari tingkat pertambahan penduduk, pendapatan per kapita akan menurun. Dengan demikian penduduk yang berlebihan akan menyebabkan kemakmuran masyarakat merosot.

3) Barang-barang modal dan tingkat teknologi

Pada masa kini pertumbuhan ekonomi dunia telah mencapai tingkat yang lebih tinggi, yaitu jauh lebih modern daripada kemajuan yang dicapai oleh suatu masyarakat yang masih belum berkembang. Barang-barang modal yang sangat banyak jumlahnya, dan teknologi yang telah menjadi bertambah modern memegang peranan yang penting sekali dalam mewujudkan kemajuan ekonomi yang tinggi.

Apabila barang-barang modal saja yang bertambah, sedangkan tingkat teknologi tidak mengalami perkembangan, kemajuan yang akan dicapai adalah jauh lebih rendah daripada yang dicapai pada masa kini. Tanpa adanya perkembangan teknologi, produktivitas barang-barang modal tidak akan mengalami perubahan dan tetap berada pada tingkat yang sangat rendah.

4) Sistem sosial dan sikap masyarakat

Di dalam menganalisis mengenai masalah-masalah pembangunan di negara-negara berkembang ahli-ahli ekonomi telah menunjukkan bahwa sistem sosial dan sikap masyarakat dapat menjadi penghambat yang serius kepada pembangunan. Sikap masyarakat juga dapat menentukan sampai dimana pertumbuhan ekonomi dapat dicapai.

Apabila di dalam masyarakat terdapat beberapa keadaan dalam sistem sosial dan sikap masyarakat yang sangat menghambat pertumbuhan ekonomi, pemerintah haruslah berusaha untuk menghapuskan hambatan-hambatan tersebut.

Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi meningkat atau menurun merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi di dalam faktor produksi tersebut. Menurut Adisasmita (2013: 103), beberapa faktor produksi tersebut terdiri dari:

1) Sumber daya alam, 2) Akumulasi modal, 3) Organisasi,

4) Kemajuan teknologi,

5) Pembagian kerja dan skala produksi.

2.2 Peneliti Terdahulu

Berikut adalah penelitian-penelitian terdahulu tentang pertumbuhan ekonomi:

Tabel 2.1

Hasil Penelitian Terdahulu No Nama

(Tahun)

Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1 Friska

1. Pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus

1. Secara simultan variabel pendapatan asli daerah, dana alokasi umum,

pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh tahun 2011- 2014.

3. Variabel pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil

1. Pendapatan asli daerah bertanda negatif dan berpengaruh signifikan

3. Bagi hasil pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat

1. Pendapatan asli daerah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

2. Dana alokasi umum tidak

berpengaruh terhadap pertumbuhan terhadap pertumbuhan ekonomi 6 Muham

1. Pendapatan asli daerah dan dana perimbangan secara simultan berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di Sulawesi Tengah.

2. Pendapatan asli daerah berpengaruh positif signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi pada

kabupaten/kota di Sulawesi Tengah.

3. Dana perimbangan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada

- Belanja Modal

2.3 Kerangka Konseptual

Penelitian ini menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil terhadap pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.

Dalam penelitian ini, variabel independen adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Sedangkan variabel dependen adalah Pertumbuhan Ekonomi.

Kerangka konseptual dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1

Kerangka konseptual menjelaskan antara pengaruh variabel dependen dengan variabel independen yag dijelaskan dalam uraian berikut:

1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

Semakin tinggi PAD suatu daerah, maka tingkat ketergantungan fiskal daerah tersebut kepada pusat semakin berkurang. Selanjutnya daerah lebih leluasa dan fleksibel dalam merencanakan alokasi anggaran sesuai dengan agenda ekonominya. Melalui belanja pembangunan/infrastruktur, ataupun belanja lainnya, pendapatan asli daerah sebagai sumber

Semakin tinggi PAD suatu daerah, maka tingkat ketergantungan fiskal daerah tersebut kepada pusat semakin berkurang. Selanjutnya daerah lebih leluasa dan fleksibel dalam merencanakan alokasi anggaran sesuai dengan agenda ekonominya. Melalui belanja pembangunan/infrastruktur, ataupun belanja lainnya, pendapatan asli daerah sebagai sumber

Dokumen terkait