PERTUMBUHAN EKONOMI PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA
OLEH
NAUDUR PASARIBU 170503173
PROGRAM STUDI STRATA 1 DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2021
i ABSTRAK
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil terhadap pertumbuhan ekonomi secara parsial maupun simultan pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah menggunakan penelitian asosiatif, dengan jumlah sampel 28 Kabupaten/Kota dari 33 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2017-2019.
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (www.djpk.kemenkeu.go.id) dan situs Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Data Laju Pertumbuhan Kabupaten/Kota. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linear berganda dengan uji F dan uji t.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Secara parsial pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dana alokasi khusus berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan dana bagi hasil berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil
ii
REVENUE SHARING FUND ON ECONOMIC GROWTH IN REGENCY/CITY NORTH SUMATERA PROVINCE
The purpose of this research is to examine the effect of locally-generated revenue, general allocation fund, specific allocation fund, and revenue sharing fund on economic growth in regency/city Sumatera Utara Province.
The method of this thesis is to use associative research with a sample of 28 regency/city from 33 regency/city at North Sumatera Province. This study was conducted for the period 2017-2019. The data used is secondary data. Data obtained through the website of the Ministry of Finance Republic Indonesian Directorate General of Fiscal Balance (www.djpk.kemenkeu.go.id) and the Central Statistics Agency website North Sumatera. The data analyzed in this study compiled from reports ralitation region Budget and Expenditure (APBD) and Data Growth Regency/City. The data has been collected is analyzed by the data analysis assumption before hypothesis test. Testing the hypothesis in this research using multiple linear regression with F test and t test.
The results showed that simultaneous locally-generated revenue, general allocation fund, specific allocation fund, and revenue sharing fund do not effect on economic growth. Partially locally-generated revenue and general allocation fund have negative but not significant impact on economic growth, specific allocation fund have negative significant impact on economic growth, and revenue sharing fund have positive but not significant effect on the economic growth.
Keyword : Economic Growth, Locally-Generated Revenue, General Allocation Fund, Specific Allocation Fund, Revenue Sharing Fund
iii
ini yang berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara”, guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan serta dukungan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Terutama penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Robert Pasaribu dan Ibunda Ruslan Siregar. Terima kasih atas semua kasih sayang, doa, dukungan, didikan, dan semangat yang sangat berarti. Kemudian kepada saudari- saudari kandung saya yang terkasih, Polma Pasaribu, Betaria Pasaribu, Sinta Pasaribu, April Pasaribu, dan Agustina Pasaribu, penulis ucapkan terima kasih atas dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Fadli SE., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Rina Br. Bukit SE., M.Si., Ph.D, Ak., CA selaku Ketua Departemen/Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
iv
4. Ibu Dra. Mutia Ismail, MM., Ak. selaku dosen penguji dan Bapak Drs.
Rustam, M.Si., Ak., CA selaku dosen pembanding yang memberikan banyak masukan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
5. Para Bapak dan Ibu dosen pengajar yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama masa kuliah.
6. Sahabatku seperjuangan yang terkasih Asmarani Siregar untuk segala bantuan, dukungan yang selalu memacu semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini dan semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang akuntansi.
Medan, 22 Juni 2021 Penulis
Naudur Pasaribu NIM. 170503173
v
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Landasan Teori ... 8
2.1.1 Teori Agensi ... 8
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 10
2.1.2.1 Pajak Daerah ... 11
2.1.2.2 Daerah ... 11
2.1.2.3 Perusahaan Daerah ... 12
2.1.2.4 Pendapatan Asli Daerah Yang Sah ... 13
2.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU) ... 14
2.1.4 Dana Alokasi Khusus (DAK) ... 15
2.1.5 Dana Bagi Hasil (DBH) ... 16
2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi ... 18
2.1.6.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 18
2.1.6.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 19
vi
2.4 Hipotesis Penelitian ... 30
BAB III METODE PENELITIAN ... 31
3.1 Jenis Penelitian ... 31
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 31
3.3 Definisi Operasional... 31
3.3.1 Pendapatan Asli Daerah ... 32
3.3.2 Dana Alokasi Umum ... 32
3.3.3 Dana Alokasi Khusus ... 32
3.3.4 Dana Bagi Hasil ... 33
3.3.5 Pertumbuhan Ekonomi ... 33
3.4 Skala Pengukuran ... 34
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 35
3.5.1 Populasi Penelitian ... 35
3.5.2 Sampel Penelitian ... 35
3.6 Jenis dan Sumber Data ... 37
3.7 Metode Pengumpulan Data ... 38
3.8 Statistik Deskriptif ... 38
3.9 Teknik Analisis Data ... 39
3.9.1 Uji Asumsi Klasik ... 40
3.9.1.1 Uji Normalitas ... 40
3.9.1.2 Uji Heterokedastisitas ... 41
3.9.1.3 Uji Multikolinearitas ... 42
3.9.1.4 Uji Autokorelasi ... 43
3.9.2 Analisis Regresi Berganda ... 44
3.10 Pengujian Hipotesis ... 45
3.10.1 Uji Koefisien Determinasi (R2 ) ... 45
3.10.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 45
3.10.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji T) ... 46
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN ... 48
4.1 Data Penelitian ... 48
4.1.1 Data Laju Pertumbuhan Ekonomi ... 48
4.1.2 Data Pendapatan Asli Daerah... 49
4.1.3 Data Dana Alokasi Umum ... 51
vii
4.2.3 Analisis Regresi Berganda ... 62
4.3 Pengujian Hipotesis ... 64
4.3.1 Uji Koefisien Determinasi (R2 ) ... 64
4.3.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 65
4.3.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji T) ... 66
4.4 Pembahasan Hipotesis ... 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
5.1 Kesimpulan ... 73
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 74
5.3 Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 76
LAMPIRAN ... 79
viii
3.1 Skala Pengukuran Variabel ... 34
3.2 Daftar Sampel Penelitian... 36
3.3 Prosedur Pemilihan Sampel ... 37
4.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi ... 48
4.2 Persentase Pendapatan Asli Daerah ... 50
4.3 Persentase Dana Alokasi Umum ... 51
4.4 Persentase Dana Alokasi Khusus ... 53
4.5 Persentase Dana Bagi Hasil ... 54
4.6 Statistik Deskriptif ... 56
4.7 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ... 58
4.8 Uji Multikolinearitas ... 60
4.9 Uji Autokorelasi ... 61
4.10 Uji Analisis Regresi Linear Berganda... 62
4.11 Uji Koefisien Determinasi (R2 ) ... 64
4.12 Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 66
xi
2.1 Kerangka Konseptual ... 27 4.2 Grafik Scatterplot Uji Heterokedastisitas ... 59
x
3 Hasil Pengelolaan Data SPSS Uji Asumsi Klasik... 81
4 Hasil Pengelolaan Data SPSS Uji Hipotesis ... 84
5 F Tabel ... 85
6 T Tabel ... 86
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Diberlakukannya otonomi daerah memberikan kesempatan Pemerintah Daerah untuk lebih mengembangkan potensi daerah, kewenangan untuk mengelola sumber daya yang dimiliki daerah secara efisien dan efektif, dan meningkatkan kinerja keuangan daerah.
Dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mempunyai hak dan wewenang yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangannya yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah.
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah (Sukirno, 2011). Proses pertumbuhan ekonomi mempunyai kaitan erat dengan perubahan struktural dan sektoral yang tinggi (Todaro, 2000).
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pembelanjaan daerah.
Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang didapat daerah dari pemungutan atas dasar tata tertib daerah yang berdasarkan pada susunan perundang-undangan (Darise, 2009:48). Menurut Mamesah (1995) besarnya PAD menunjukkan
kemampuan daerah untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, memelihara serta mendukung hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan dan yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang.
Pertumbuhan ekonomi hingga saat ini masih digunakan sebagai indikator kemajuan perekonomian secara agregat. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan peningkatan dalam produksi maupun jasa dalam suatu perekonomian, sehingga pertumbuhan ekonomi ini merupakan salah satu indikator penting dalam melakukan suatu analisis pembangunan (Nuraini, 2017).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara mengalami kenaikan pada tahun 2017- 2019. Disajikan pada gambar 1.1 berikut:
Gambar 1.1
Pertumbuhan Ekonomi Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019
5.06%
5.08%
5.10%
5.12%
5.14%
5.16%
5.18%
5.20%
5.22%
5.24%
Pertumbuhan Ekonomi Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017-2019
2017 2018 2019
Berdasarkan gambar 1.1 dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu 2017-2019 mengalami kenaikan. Pada tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara sebesar 5,12% disebabkan oleh: 1) konsumsi rumah tangga yang melambat, 2) konsumen rumah tangga cenderung mengalokasikan peningkatan pendapatannya untuk motif berjaga-jaga, 3) kinerja industri pengolahan yang melambat. Pada tahun 2018 mengalami peningkatan sebesar 5,18% disebabkan oleh: 1) investasi, tingginya pertumbuhan investasi di dorong oleh percepatan pembangunan infrastruktur strategis di tahun 2018, 2) konsumsi rumah tangga. Pada tahun 2019 mengalami peningkatan sebesar 5,22% disebabkan oleh: 1) lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan, 2) perdagangan besar eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, 3) transportasi, 4) lapangan usaha lainnya.
Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, kemandirian keuangan daerah berarti pemerintah dapat melakukan pembiayaan dan pertanggungjawaban keuangan sendiri, melaksanakan sendiri dalam rangka asas desentralisasi. Otonomi daerah bertujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah sehingga daerah bebas untuk mengatur dirinya tanpa adanya campur tangan pemerintah pusat. Saat ini otonomi daerah memang sudah berjalan di tiap kabupaten dan kota di Indonesia.
Realitas menunjukkan bahwa pemerintah darah belum dapat sepenuhnya lepas dari pemerintah pusat di dalam mengatur rumah tangga daerah, yang ditunjukkan dengan adanya ketergantungan yang lebih besar kepada dana alokasi umum (DAU) dibandingkan pendapatan asli daerah (PAD) dalam mendanai belanja daerah.
Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi telah banyak dilakukan dimana mengindikasikan adanya Research Gap dan ketidakkonsistenan hasil penelitian dari peneliti terdahulu. Adapun rangkuman mengenai research gap yang dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut:
Tabel 1.1
Research Gap Pertumbuhan Ekonomi Variabel
Dependen
Variabel Independen Hasil Penelitian Peneliti
Pertumbuhan Ekonomi
Pendapatan Asli Daerah
Berpengaruh Friska (2009) Tidak Berpengaruh Ni Wayan dan I
Dewa (2017) Dana Alokasi Umum
Berpengaruh Friska (2009) Tidak Berpengaruh Sheilla (2014) Dana Alokasi Khusus
Berpengaruh Friska (2009) Tidak Berpengaruh Pungky (2015) Dana Bagi Hasil
Berpengaruh Rahmah dan Basri (2016) Tidak Berpengaruh Muhammad, dkk
(2018)
Pada variabel Pendapatan Asli Daerah hasil penelitian dilakukan oleh Friska (2009) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi, sedangkan Ni Wayan dan I Dewa (2017) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Pada variabel Dana Alokasi Umum hasil penelitian dilakukan oleh Friska (2009) menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi, sedangkan Sheilla (2014) menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Pada variabel Dana Alokasi Khusus hasil penelitian dilakukan oleh Friska (2009) menyatakan bahwa Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi, sedangkan Pungky (2015) menyatakan bahwa Dana Alokasi Khusus tidak berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Pada variabel Dana Bagi Hasil hasil penelitian dilakukan oleh Rahmah dan Basri (2016) menyatakan bahwa Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi,sedangkan Muhammad, dkk (2018) menyatakan bahwa Dana Bagi Hasil tidak berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian sejenis dengan sampel Pemkab/Pemkot di Provinsi Sumatera Utara dengan judul
“Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil berpengaruh secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?
2. Apakah pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil berpengaruh secara simultan terhadap pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil secara simultan terhadap pertumbuhan ekonomi pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat pada:
1. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi, menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil terhadap pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
2. Bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk melihat seberapa jauh tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang terdapat di Kabupaten/Kota yang berada di dalam Provinsi Sumatera Utara.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya, terutama penelitian mengenai pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil terhadap pertumbuhan ekonomi.
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Agensi
Teori agensi menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah persetujuan (kontrak) di antara dua pihak, yaitu prinsipal dan agen, dimana prinsipal memberi wewenang kepada agen untuk mengambil keputusan atas nama prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam teori ini terdapat perbedaan antara kepentingan agen dan prinsipal, sehingga pihak agen mungkin saja melakukan tindakan tidak baik kepada kepentingan pihak prinsipal. Prinsipal mendelegasikan pertanggungjawaban atas pengambilan keputusannya kepada agen, dimana wewenang dan tanggung jawab tersebut diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.
Teori agensi telah dipraktikkan di organisasi publik khususnya di pemerintahan daerah. Pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten/kota sering mempraktikkan teori agensi dalam penyusunan anggaran APBD (Adiwiyana, 2011). Dalam sektor publik yang berperan sebagai agen adalah pemerintah daerah dan prinsipalnya adalah masyarakat. Semestinya pemerintah daerah sebagai pihak agen bertindak sesuai dengan kehendak prinsipalnya (masyarakat), tetapi kenyataannya tidak selalu demikian, terkadang pemerintah (agen) berperilaku opportunis dalam pembuatan keputusan yang terkait dengan publik. Hal tersebut sesuai dengan teori
agensi bahwa antara agen dan prinsipalnya tidak selalu memiliki kepentingan yang sama dan agen cenderung melakukan suatu tindakan untuk memaksimalkan utilitasnya.
Dalam penelitian ini kaitan teori agensi dapat dilihat melalui hubungan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dalam penyaluran dana perimbangan dan juga hubungan antara masyarakat (prinsipal) dengan pemerintah (agen). Pemerintah pusat melakukan pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sehingga sebagai konsekuensi dari pelimpahan wewenang tersebut pemerintah pusat menurunkan dana perimbangan yang tujuannya membantu pemerintah daerah dalam mendanai kebutuhan pemerintahan sehari-hari maupun memberi pelayanan publik yang baik kepada masyarakat.
Teori agensi tersirat dalam hubungan pemerintah daerah dan masyarakat. Masyarakat sebagai prinsipal telah memberikan sumber daya kepada pemerintah daerah berupa pembayaran pajak, retribusi dan sebagainya untuk dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah selaku agen sudah seharusnya memberikan timbal balik kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan publik yang memadai yang didanai oleh pemerintah daerah itu sendiri.
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Bastian (2001:49), Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber pendapatan asli daerah adalah: meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber pendapatan asli daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal.
Sedangkan pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola oleh pemerintah daerah.
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 pasal 79 pendapatan asli daerah terdiri dari:
a. hasil pajak daerah, b. hasil retribusi daerah,
c. hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan,
d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
2.1.2.1 Pajak Daerah
Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan
surplusnya digunakan untuk investasi publik.
Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai badan hukum publik dalam rangka membiayai rumah tangganya. Dengan kata lain pajak daerah adalah pajak yang wewenang pungutannya ada pada daerah.
2.1.2.2 Daerah
Retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasan retribusi daerah terletak pada yang dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan.
Beberapa ciri-ciri retribusi yaitu:
1) retribusi dipungut oleh negara,
2) dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis, 3) adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk, 4) retribusi yang dikenakan kepada setiap orang/badan yang menggunakan/mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara.
Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi meliputi:
1) retribusi jasa umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
2) retribusi jasa usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena ada dasarnya disediakan oleh sektor swasta.
2.1.2.3 Perusahaan Daerah
Dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu sumber pendapatan asli daerah yang sangat penting dan selalu mendapat perhatian khusus adalah perusahaan daerah.
1) Perusahaan Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat:
a. memberi jasa,
b. menyelenggarakan pemanfaatan umum,
c. memupuk pendapatan.
2) Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah khususnya dan pembangunan kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja menuju masyarakat yang adil dan makmur.
3) Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan rumah tangganya menurut perundang- undangan yang mengatur pokok-pokok pemerintahan daerah.
4) Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan menguasai hajat hidup orang banyak di daerah, yang modal untuk seluruhnya merupakan kekayaan daeah yang dipisahkan.
2.1.2.4 Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan lain-lain dalam pendapatan daerah Tingkat II mencakup berbagai penerimaan kecil-kecil, seperti hasil penjualan alat berat dan bahan jasa. Penerimaan dari swasta, bunga simpanan giro dan bank serta penerimaan dari denda kontraktor. Namun walaupun demikian
sumber penerimaan daerah sangat bergantung pada potensi daerah itu sendiri.
2.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU)
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1, dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar- Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa sebagian daerah di Indonesia masih memiliki tingkat ketergantungan keuangan yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Dimana dana perimbangan dari pemerintah pusat masih mendominasi penerimaan daerah. Dana perimbangan ini diklasifikasikan menjadi tiga bagian utama, yaitu: 1) Dana bagi hasil, 2) Dana alokasi umum, 3) Dana alokasi khusus. Dana bagi hasil merupakan jenis dana perimbangan yang dapat dikendalikan oleh pemerintah daerah dalam arti dapat mempengaruhi jumlah penerimaannya, sedangkan untuk dana alokasi umum dihitung dengan formula tertentu yang relatif kecil dapat dipengaruhi besarannya oleh pemerintah daerah sedangkan untuk dana alokasi khusus pemerintah daerah hingga tingkat tertentu masih mungkin dapat mempengaruhi jumlah penerimaannya meskipun kebijakan sepenuhnya tergantung pusat (Mahmudi, 2010:27).
Kuncoro (2004:30) mengemukakan dana alokasi umum dapat diartikan sebagai berikut:
a. Komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal (fiscal gap), yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal.
b. Instrumen untuk mengatasi horizontal inbalances, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dimana penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah.
c. Equalization Grant, yaitu berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan keuangan dengan adanya pendapatan asli daerah dan dana bagi hasil sumber daya alam yang diperoleh daerah.
Dana alokasi umum mempunyai bagian-bagian yaitu:
1) Dana alokasi umum untuk daerah provinsi.
2) Dana alokasi umum untuk daerah kabupaten/kota.
Dana alokasi umum ditetapkan minmal 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Penetapan dana alokasi umum sebesar 10% untuk dana alokasi umum daerah provinsi, 90% untuk daerah kabupaten/kota.
2.1.4 Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana alokasi khusus adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu (Halim, 2004:141).
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyatakan bahwa dana alokasi khusus merupakan dana yang berasal dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah
dan sesuai dengan prioritas nasional, yang dimaksud dengan daerah tertentu adalah daerah- daerah yang mempunyai kebutuhan yang bersifat khusus.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menggariskan bahwa kebutuhan khusus yang dapat dibiayai dengan dana alokasi khusus antara lain kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus dana alokasi umum dan atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dana alokasi khusus digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Kegiatan khusus yang ditetapkan oleh pemerintah mengutamakan kegiatan pembangunan, pengadaaan, peningkatan, dan atau perbaikan sarana prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang. Daerah tertentu yang dimaksud adalah daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan setiap tahun untuk mendapatkan alokasi dana alokasi khusus. Dengan demikian, tidak semua daerah mendapatkan alokasi dana alokasi khusus.
2.1.5 Dana Bagi Hasil (DBH)
Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
(www.djpk.kemenkeu.go.id). Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.
Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak:
1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
2) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh terutang oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Pasal 25 dan Pasal 29.
3) Cukai Hasil Tembakau.
Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam:
1) Kehutanan,
2) Minyak dan gas bumi, 3) Mineral dan batubara, 4) Panas bumi,
5) Perikanan.
Dana bagi hasil merupakan komponen dana perimbangan yang memiliki peranan penting dalam menyelenggarakan otonomi daerah karena penerimaannya didasarkan atas potensi daerah penghasil sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari pendapatan asli daerah selain dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Oleh karena itu, jika pemerintah daerah menginginkan transfer bagi hasil yang tinggi maka pemerintah daerah harus dapat mengoptimalkan potensi pajak dan sumber daya alam yang dimiliki oleh maing-masing daerah, sehingga kontribusi
yang diberikan dana bagi hasil terhadap pendapatan daerah dapat meningkat.
2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi
2.1.6.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
(Jinghan, 2012:57) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologinya dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan.
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PNB/PDB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak yang dinyatakan dalam persen (Arsyad 2005:7).
Produk Domestik Bruto merupakan indikator makro ekonomi pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi di suatu negara, untuk tingkat wilayah, provinsi maupun kabupaten/kota, digunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara teori dapat dijelaskan bahwa PDRB merupakan bagian dari PDB, sehingga dengan demikian perubahan yang terjadi di tingkat regional akan berpengaruh terhadap PDB atau sebaliknya.
2.1.6.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi 1) Teori Pertumbuhan Klasik
Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan. Walaupun menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada banyak faktor, ahli-ahli ekonomi klasik terutama menitikberatkan perhatiannya kepada pengaruh pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi.
Hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Ini berarti pertumbuhan ekonomi tidak akan terus menerus berlangsung. Apabila penduduk sudah terlalu banyak, pertambahannya akan menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktivitas setiap penduduk telah menjadi negatif.
Maka kemakmuran masyarakat menurun kembali. Ekonomi akan mencapai tingkat perkembangan yang sangat rendah.
Pada keadaan ini pendapatan pekerja hanya mencapai tingkat cukup hidup (subsistence). Menurut para ahli-ahli ekonomi klasik setiap masyarakat tidak akan mampu menghalangi terjadinya keadaan tidak berkembang tersebut.
Dalam uraian mengenai teori pertumbuhan klasik telah dapat dilihat bahwa apabila terdapat kekurangan penduduk maka produk marginal akan lebih tinggi daripada tingkat pendapatan per kapita. Akan tetapi apabila penduduk sudah semakin banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marginal akan mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendapatan per kapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya (Sukirno, 2011:432).
2) Teori Pertumbuhan Kuznet
Pertumbuhan ekonomi kuznet menunjukkan adanya kemampuan jangka panjang dari pertumbuhan ekonomi suatu negara untuk menyediakan barang-barang ekonomi kepada rakyatnya. Hal ini dapat dicapai apabila ada kemajuan dibidang teknologi, kelembagaan dan penyesuaian ideologi.
Teori pertumbuhan kuznet dalam analisisnya menambahkan enam karakteristik pertumbuhan ekonomi suatu negara, yaitu:
a. Tingginya tingkat pendapatan perkapita.
b. Tingginya produktivitas tenaga kerja.
c. Tingginya faktor transformasi struktur ekonomi.
d. Tingginya faktor transformasi sosial ideologi.
e. Kemampuan perekonomian untuk melakukan pasar.
f. Adanya kesadaran, bahwa pertumbuhan ekonomi sifatnya terbatas.
3) Teori Schumpeter
Teori schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori itu ditunjukkan bahwa para pengusaha merupakan golongan yang akan terus-menerus membuat pembaharuan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi: memperkenalkan barang-barang baru, mempertinggi efisiensi cara memproduksi dalam menghasilkan suatu barang, memperluas pasar suatu barang ke pasaran-pasaran yang baru, mengembangkan sumber barang mentah yang baru dan mengadakan perubahan- perubahan dalam organisasi dengan tujuan mempertinggi keefisienan kegiatan perusahaan. Berbagai kegiatan inovasi akan memerlukan investasi baru.
Segolongan pengusaha menyadari tentang berbagai kemungkinan untuk mengadakan inovasi yang menguntungkan. Didorong oleh keinginan mendapatkan keuntungan dari mengadakan pembaharuan tersebut, mereka akan meminjam modal dan melakukan penanaman
modal. Investasi yang baru akan meninggikan tingkat kegiatan ekonomi negara. Maka pendapatan masyarakat akan bertambah dan seterusnya konsumsi masyarakat menjadi lebih tinggi. Kenaikan tersebut akan mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk menghasilkan lebih banyak barang dan melakukan penanaman modal baru.
Menurut Schumpeter makin tinggi tingkat kemajuan suatu ekonomi semakin terbatas kemungkinan untuk mengadakan inovasi. Maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi bertambah lambat jalannya. Pada akhirnya akan tercapai tingkat “keadaan tidak berkembang” atau
“stationary state”. Dalam pandangan Schumpeter keadaan
tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan yang tinggi.
4) Teori Pertumbuhan Neoklasik
Teori pertumbuhan neoklasik melihat dari segi penawaran. Menurut teori ini, yang dikembangkan oleh Abramowitz dan Solow-pertumbuhan ekonomi tergantung kepada perkembangan faktor-faktor produksi. Dalam persamaan, pandangan ini dapat dinyatakan dengan persamaan:
∆Y = f (∆K, ∆L, ∆T)
keterangan:
∆Y = Tingkat pertumbuhan ekonomi
∆K = Tingkat pertumbuhan modal
∆L = Tingkat pertumbuhan penduduk
∆T = Tingkat perkembangan teknologi
Sumbangan yang penting dari teori pertumbuhan neoklasik bukanlah dalam menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, tetapi dalam sumbangannya untuk menggunakan teori tersebut untuk mengadakan penyelidikan empiris dalam menentukan peranan sebenarnya dari berbagai faktor produksi dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
2.1.6.3 Faktor-Faktor Yang Menentukan Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Sukirno (2011: 429), faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi yaitu:
1) Tanah dan kekayaan alam lainnya
Kekayaan alam akan mempermudah usaha untuk mengembangkan perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi.
Apabila negara tersebut mempunyai kekayaan alam yang dapat diusahakan dengan menguntungkan, hambatan yang baru saja dijelaskan akan dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi dipercepat.
2) Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja
Penduduk yang bertambah akan mendorong jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut memungkinkan negara itu menambah produksi. Di samping itu sebagai
akibat pendidikan, latihan dan pengalaman kerja, keterampilan penduduk akan selalu bertambah tinggi. Hal tersebut menyebabkan produktivitas bertambah dan ini selanjutnya menimbulkan pertambahan produksi yang lebih cepat daripada pertambahan tenaga kerja.
Dorongan lain yang timbul dari perkembangan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi bersumber dari akibat pertambahan itu kepada luas pasar. Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi terutama dihadapi oleh masyarakat yang kemajuan ekonominya belum tinggi tetapi telah menghadapi masalah kelebihan penduduk. Apabila dalam perekonomian sudah berlaku keadaan dimana pertambahan tenaga kerja tidak dapat menaikkan produksi nasional yang tingkatnya adalah lebih cepat dari tingkat pertambahan penduduk, pendapatan per kapita akan menurun. Dengan demikian penduduk yang berlebihan akan menyebabkan kemakmuran masyarakat merosot.
3) Barang-barang modal dan tingkat teknologi
Pada masa kini pertumbuhan ekonomi dunia telah mencapai tingkat yang lebih tinggi, yaitu jauh lebih modern daripada kemajuan yang dicapai oleh suatu masyarakat yang masih belum berkembang. Barang-barang modal yang sangat banyak jumlahnya, dan teknologi yang telah menjadi bertambah modern memegang peranan yang penting sekali dalam mewujudkan kemajuan ekonomi yang tinggi.
Apabila barang-barang modal saja yang bertambah, sedangkan tingkat teknologi tidak mengalami perkembangan, kemajuan yang akan dicapai adalah jauh lebih rendah daripada yang dicapai pada masa kini. Tanpa adanya perkembangan teknologi, produktivitas barang- barang modal tidak akan mengalami perubahan dan tetap berada pada tingkat yang sangat rendah.
4) Sistem sosial dan sikap masyarakat
Di dalam menganalisis mengenai masalah-masalah pembangunan di negara-negara berkembang ahli-ahli ekonomi telah menunjukkan bahwa sistem sosial dan sikap masyarakat dapat menjadi penghambat yang serius kepada pembangunan. Sikap masyarakat juga dapat menentukan sampai dimana pertumbuhan ekonomi dapat dicapai.
Apabila di dalam masyarakat terdapat beberapa keadaan dalam sistem sosial dan sikap masyarakat yang sangat menghambat pertumbuhan ekonomi, pemerintah haruslah berusaha untuk menghapuskan hambatan-hambatan tersebut.
Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi meningkat atau menurun merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi di dalam faktor produksi tersebut. Menurut Adisasmita (2013: 103), beberapa faktor produksi tersebut terdiri dari:
1) Sumber daya alam, 2) Akumulasi modal, 3) Organisasi,
4) Kemajuan teknologi,
5) Pembagian kerja dan skala produksi.
2.2 Peneliti Terdahulu
Berikut adalah penelitian-penelitian terdahulu tentang pertumbuhan ekonomi:
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu No Nama
(Tahun)
Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1 Friska
(2009)
Variabel Independen:
- PAD - DAU - DAK
- Belanja Modal Variabel Dependen:
- PertumbuhanEkonomi
1. Pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Belanja modal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
2 Sheilla (2014)
Variabel Independen:
- Dana Alokasi Umum - Belanja Modal Variabel Dependen:
- PertumbuhanEkonomi
1. Dana alokasi umum tidak berpengaruh terhadap PDRB.
3 Rahmah dan Basri (2016)
Variabel Independen:
- Pendapatan Asli Daerah
- Dana Alokasi Umum - Dana Bagi Hasil Variabel Dependen:
- PertumbuhanEkonomi
1. Secara simultan variabel pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh tahun 2011-2014.
2. Secara parsial pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh tahun 2011- 2014.
3. Variabel pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana bagi hasil berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh tahun 2011- 2014.
4 Aulia (2017)
Variabel Independen:
- Pendapatan Asli Daerah
- Dana Alokasi Umum - Bagi Hasil Pajak Variabel Dependen:
- Pertumbuhan Ekonomi
1. Pendapatan asli daerah bertanda negatif dan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur.
2. Dana alokasi umum berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur.
3. Bagi hasil pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.
5 Ni Wayan dan I Dewa (2017)
Variabel Independen:
- Pendapatan Asli Daerah
- Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Khusus - Belanja Modal Variabel Dependen:
- Pertumbuhan Ekonomi
1. Pendapatan asli daerah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Dana alokasi umum tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
3. Dana alokasi khusus berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
4. Belanja modal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi 6 Muham
mad, dkk (2018)
Variabel Independen:
- Pendapatan Asli Daerah
- Dana Perimbangan Variabel Dependen:
- Pertumbuhan Ekonomi
1. Pendapatan asli daerah dan dana perimbangan secara simultan berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di Sulawesi Tengah.
2. Pendapatan asli daerah berpengaruh positif signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi pada
kabupaten/kota di Sulawesi Tengah.
3. Dana perimbangan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada
kabupaten/kota di Sulawesi Tengah.
7 Kartini, dkk.
(2019)
Variabel Independen:
- Pendapatan asli daerah
- Dana alokasi umum
1. Pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan belanja modal
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Utara berpengaruh signifikan
- Belanja Modal Variabel Dependen:
- Pertumbuhan Ekonomi
terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan belanja modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Utara secara simultan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sumber: Berbagai peneliti
2.3 Kerangka Konseptual
Penelitian ini menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil terhadap pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
Dalam penelitian ini, variabel independen adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Sedangkan variabel dependen adalah Pertumbuhan Ekonomi.
Kerangka konseptual dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Pendapatan Asli Daerah
(X1)
Dana Alokasi Umum (X2)
Dana Alokasi Khusus (X3)
Dana Bagi Hasil (X4)
Pertumbuhan Ekonomi (Y)
Kerangka konseptual menjelaskan antara pengaruh variabel dependen dengan variabel independen yag dijelaskan dalam uraian berikut:
1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Semakin tinggi PAD suatu daerah, maka tingkat ketergantungan fiskal daerah tersebut kepada pusat semakin berkurang. Selanjutnya daerah lebih leluasa dan fleksibel dalam merencanakan alokasi anggaran sesuai dengan agenda ekonominya. Melalui belanja pembangunan/infrastruktur, ataupun belanja lainnya, pendapatan asli daerah sebagai sumber pembiayaan daerah diharapkan mampu menciptakan sejumlah aktivitas ekonomi baru dalam masyarakat. Dengan meningkatkan aktivitas ekonomi pada masyarakat, akan terjadi peningkatan sejumlah output barang dan jasa yang diikuti pula dengan meningkatnya jumlah uang beredar dari segi pembelanjaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Selanjutnya hal tersebut akan meningkatkan nilai PDRB dan tingkat kesehjateraan masyarakat. Didukung oleh peneliti terdahulu Rahmah dan Basri (2016).
2. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 1, dana alokai umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Keputusan desentralisasi fiskal menuntut adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah berdasarkan teori tiebout model. Jadi diharapkan dengan penggunaan dana
alokasi umum sesuai dengan prioritas yang ada akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah. Didukung oleh peneliti terdahulu Ni Wayan dan I Dewa (2017).
3. Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Dana alokasi khusus dialokasikan dalam APBN untuk daerah- daerah tertentu dalam rangka mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan termasuk dalam prioritas nasional. Daerah dapat menerima dana alokasi khusus apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu: 1) kriteria umum berdasarkan Indeks Fiskal Netto; 2) kriteria khusus berdasarkan peraturan perundang dan karakteristik daerah dan 3) kriteria teknis berdasarkan indeks teknik bidang terkait (UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004). Jika dana alokasi khusus dikelola dengan baik dapat memperbaiki mutu pendidikan, meningkatkan pelayanan kesehatan, dan paling tidak mengurangi kerusakan infrastruktur. Dengan sektor pendidikan dan kesehatan yang meningkat serta di tunjang infrastruktur maka otomatis pertumbuhan ekonomi daerah akan terdorong naik. Didukung oleh peneliti terdahulu Ni Wayan dan I Dewa (2017).
4. Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
Pemerintah dalam perkembangannya memberikan dana perimbangan untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal dan adanya kebutuhan pendanaan daerah yang cukup besar tersebut dan salah satu
komponen dana adalah dana bagi hasil. Dana bagi hasil dialokasikan dalam APBN untuk daerah-daerah tertentu dalam mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan termasuk dalam program prioritas nasional.
Dengan tercapainya program prioritas nasional diharapkan pertumbuhan ekonomi di daerah akan meningkat. Didukung oleh peneliti terdahulu Rahmah dan Basri (2016).
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan dari kerangka konseptual yang dijelaskan dan digambarkan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini adalah:
H1 : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil berpengaruh secara parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
H2 : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil berpengaruh secara simultan terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
31 BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif, yaitu menghubungkan dua variabel atau lebih atau menjelaskan hubungan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil terhadap pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Hubungan yang diuji adalah hubungan secara parsial atau simultan antara variabel independen terhadap variabel dependen.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Sumatera Utara dalam jangka waktu 2017-2019. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara untuk mempermudah pencarian data.
3.3 Definisi Operasional
Operasi variabel adalah cara untuk mengukur suatu konsep dan bagaimana konsep harus di ukur sehingga terdapat variabel-variabel yang paling mempengaruhi dan dipengaruhi. Variabel penelitian ini terdiri dari: variabel independen dan variabel dependen. Variabel Independen yaitu: Pendapatan Asli Daerah (X1), Dana Alokasi Umum (X2), Dana Alokasi Khusus (X3), dan Dana
Bagi Hasil (X4). Variabel dependen yaitu: Pertumbuhan Ekonomi (Y). Berikut penjelasan mengenai definisi operasional dari variabel diatas:
3.3.1 Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Sumber ekonomi asli daerah adalah hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan asli daerah dapat diukur dari:
PAD = Ln Pendapatan Asli Daerah
3.3.2 Dana Alokasi Umum
Dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana alokasi umum dapat diukur dari:
𝐷𝐴𝑈 =𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝐴𝑙𝑜𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑈𝑚𝑢𝑚
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑥 100%
3.3.3 Dana Alokasi Khusus
Dana alokasi khusus adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang dialokasikan kepada
daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Dana alokasi khusus bertujuan untuk membantu membiayai kebutuhan-kebutuhan khusus daerah.
𝐷𝐴𝐾 = 𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝐴𝑙𝑜𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐾ℎ𝑢𝑠𝑢𝑠
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑥 100%
3.3.4 Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
𝐷𝐵𝐻 = 𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝐵𝑎𝑔𝑖 𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑥 100%
3.3.5 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak yang dinyatakan dalam persen (Arsyad 2005: 7).
𝑃𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐸𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖 =𝑃𝐷𝑅𝐵 (𝑛 + 1) − 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑛
𝑃𝐷𝑅𝐵𝑛 𝑥 100%
3.4 Skala Pengukuran
Berdasarkan definisi operasional yang dijelaskan sebelumnya, maka skala pengukurannya dapat dirangkum sebagai berikut:
Tabel 3.1
Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
Variabel Definisi Operasional Indikator Skala Independen
1.Pendapatan Asli
Daerah
Penerimaan pendapatan asli daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta
Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Laba BUMD, PAD Lain-lain yang sah.
Rasio
2.Dana Alokasi Umum
Dana yang berasal dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Realisasi Dana Alokasi Umum Tahun 2017-2019
Rasio
3. Dana Alokasi Khusus
Dana yang berasal dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Realisasi Dana Alokasi Khusus Tahun 2017- 2019
Rasio
4. Dana Bagi Hasil
Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Realisasi Dana Bagi Hasil Tahun 2017-2019
Rasio
Dependen 5.Pertumbuhan Ekonomi
Kenaikan PNB/PDB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak yang dinyatakan dalam persen.
Realisasi PDRB atas dasar harga konstan dibagi realisai PDRB atas dasar harga
Rasio
konstan tahun sebelumnya.
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian 3.5.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah sekelompok entitas lengkap yang dapat berupa orang, kejadian, atau benda yang mempunyai karakteristik tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian. Populasi penelitian ini adalah PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) atas dasar harga konstan 2010 dan Laporan Realisasi APBD tahun 2017-2019 dari 25 Kabupaten dan 8 Kota di Provinsi Sumatera Utara.
3.5.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi. Penentuan sampel dilakukan secara nonrandom (nonprobability sampling) dengan metode purposive sampling yang dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan suatu kriteria tertentu. Adapun kriteria yang ditentukan oleh peneliti dalam pengambilan sampel adalah:
1. Tersedianya laju pertumbuhan ekonomi atas dasar harga konstan 2010 masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara 2017-2019.
2. Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara mempublikasikan Laporan Realisasi APBD berturut-turut tahun 2017-2019 dan mempublikasikan Laporan Realisai APBD lengkap dengan variabel penelitian yaitu pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan dana bagi hasil selama tahun 2017-2019 di situs Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (www.djpk.kemenkeu.go.id).
Tabel 3.2
Daftar Sampel Penelitian
No Kabupaten/Kota Kriteria Sampel
I II
1. Kabupaten Nias √ √ Sampel 1
2. Kabupaten Mandailing Natal √ √ Sampel 2 3. Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ Sampel 3 4. Kabupaten Tapanuli Tengah √ √ Sampel 4 5. Kabupaten Tapanuli Utara √ √ Sampel 5
6. Kabupaten Toba Samosir √ √ Sampel 6
7. Kabupaten Labuhanbatu √ √ Sampel 7
8. Kabupaten Asahan √ √ Sampel 8
9. Kabupaten Simalungun √ √ Sampel 9
10. Kabupaten Dairi √ √ Sampel 10
11. Kabupaten Karo √ √ Sampel 11
12. Kabupaten Deli Serdang √ √ Sampel 12
13. Kabupaten Langkat √ √ Sampel 13
14. Kabupaten Nias Selatan √ √ Sampel 14 15. Kabupaten Humbang Hasundutan √ √ Sampel 15 16. Kabupaten Pakpak Bharat √ √ Sampel 16
17 Kabupaten Samosir √ √ Sampel 17
18. Kabupaten Serdang Bedagai √ × -
19. Kabupaten Batu Bara √ × -
20. Kabupaten Padang Lawas Utara √ √ Sampel 18 21. Kabupaten Padang Lawas √ √ Sampel 19 22. Kabupaten Labuhanbatu Selatan √ × - 23. Kabupaten Labuhanbaru Utara √ √ Sampel 20 24. Kabupaten Nias Utara √ √ Sampel 21 25. Kabupaten Nias Barat √ √ Sampel 22
26. Kota Sibolga √ √ Sampel 23
27. Kota Tanjungbalai √ × -
28. Kota Pematangsiantar √ √ Sampel 24
29. Kota Tebing Tinggi √ √ Sampel 25
30. Kota Medan √ √ Sampel 26
31. Kota Binjai √ √ Sampel 27
32. Kota Padangsidimpuan √ √ Sampel 28
33. Kota Gunungsitoli √ × -
Sumber: www.sumut.bps.go.id dan www.djpk.kemenkeu.go.id
Berdasarkan kriteria sampel diatas, didapatkan sebanyak 28 sampel yang memenuhi kriteria yang terdiri dari 22 Kabupaten dan 6 Kota di Provinsi Sumatera Utara. Prosedur pemillihan sampel disajikan sebagai berikut:
Tabel 3.3
Prosedur Pemilihan Sampel
No Keterangan Jumlah
1. Jumlah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
33 2. Dikurangi jumlah Kabupaten/Kota yang tidak
memenuhi kriteria dari data 2017-2019
5 3 Jumlah Kabupaten/Kota yang memenuhi kriteria
data 2017-2019 yang dijadikan sampel dalam penelitian (3 tahun)
28
Jumlah pengamatan yang akan diteliti (28 sampel dikali 3 tahun)
84 Sumber: diolah oleh peneliti
3.6 Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder (secondary data). Data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan dan disatukan oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai instansi lainnya. Biasanya sumbernya tidak langsung berupa data dokumentasi dan arsip-arsip resmi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan polled data yaitu kombinasi antara data time
series dan data cross section. Data time series merupakan sekumpulan data untuk
meneliti suatu fenomena tertentu, misalnya dalam mingguan, bulanan, atau tahunan, sedangkan daya cross section adalah sekumpulan data untuk meneliti suatu fenomena tertentu dalam kurun waktu. Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Perimbarangan Keuangan (DJPK).
3.7 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah Dokumentasi, yaitu peneliti melakukan pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari situs, www.djpk.kemenkeu.go.id dan www.sumut.bps.go.id. Selain itu metode pengumpulan datanya juga menggunakan Studi Pustaka. Studi Pustaka adalah metode pengumpulan data yang dapat dilakukan dengan cara melakukan pengamatan data dari literatur-literatur, buku-buku dan jurnal yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
3.8 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data sehingga menjadikan suatu informasi yang lebih jelas dan mudah untuk dipahami.
Statistik deskriptif dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean), median, modus, standar deviasi, nilai maksimum, dan nilai minimum. Statistik deskriptif dapat menjelaskan variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini. Selain itu statistik deskritif menyajikan ukuran-ukuran numeric yang sangat penting bagi data sampel. Uji statistik deskriptif tersebut dilakukan dengan program SPSS.
3.9 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan teknik perhitungan statistik. Analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini akan menggunakan bantuan teknologi komputer yaitu Microsoft excel dan program aplikasi SPSS (Statistical Product & Service Solution). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode analisis regresi linear berganda. Dalam melakukan analisis regresi linear berganda, metode ini mensyaratkan untuk melakukan uji asumsi klasik agar mendapatkan hasil regresi yang baik. Dengan menggunakan analisis regresi linear berganda, metode ini mensyaratkan untuk melakukan uji asumsi klasik agar mendapatan hasil regresi yang baik. Uji asumsi klasik terdiri dari:
1. Uji Normalitas dengan menggunakan grafik normal P-P Plot dan uji Kolmogrov-Smirnov dengan tingkat signifikansi 5%.
2. Uji Heterokedastisitas dengan menggunakan grafik scatterplot.
3. Uji Multikolinieritas dengan menggunakan nilai Tolarance and Variance Inflation Factor (VIF).
4. Uji Autokorelasi dengan melakukan pengujian Durbin-Watson.
3.9.1 Uji Asumsi Klasik
Peneliti terlebih dahulu melakukan uji asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk menghindari atau mengurangi bias atas hasil penelitian yang diperoleh.
Uji asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linear tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linear Unbiased Estimator = BLUE), yang berarti model regresi tidak
mengandung masalah. Tidak ada ketentuan yang pasti tentang urutan uji yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Dibawah ini adalah uji asumsi klasik yang harus dipenuhi oleh model regresi.
3.9.1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu distribusi data. Pada dasarnya, uji normalitas adalah membandingkan antara data yang kita miliki dan data yang berdistribusi normal yang memiliki mean dan standar deviasi yang sama dengan data kita. Uji normalitas menjadi hal penting karena merupakan syarat pengujian parametic-test (uji parametik) adalah data harus memiliki distribusi normal.
Pengujian normalitas dapat dilakukan melalui:
a. Analisis Grafik
Metode yang lebih handal untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat Normal Probability Plot
yang membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Dasar pengambilan keputusan: (1) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normal, (2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal tidak menunjukkan pola normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
b. Analisis Statistik
Pedoman pengambilan keputusan tentang data tersebut mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat dari: (1) apabila probabilitas < 0,05 maka distribusi data adalah tidak normal, (2) apabila probabilitas > 0,05 maka distribusi data adalah normal.
3.9.1.2 Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians sama, dan ini yang seharusnya terjadi maka dikatakan sebagai homoskedastisitas, sedangkan jika varians tidak sama dikatakan terjadi heteroskedasitas. Alat untuk menguji heteroskedastisitas
adalah dengan analisis grafik. Pada analisis grafik jika titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu yang jelas serta tersebar diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Selain analisis grafik uji heteroskedastisitas juga dapat dilakukan dengan uji park. Jika nilai signifikan setiap variabel independen > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data tidak terkena heteroskedastisitas.
3.9.1.3 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah situasi dimana adanya korelasi variabel independen antara satu dengan yang lainnya. Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Adanya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolarance value dan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika tolarance value > 0,1 atau VIF < 10 maka tidak terjadi
multikolinearitas. Selain itu dapat juga dilakukan dengan melihat nilai korelasi antar variabel independennya. Jika nilai korelasi antar variabel independennya dibawah 0,9 maka tidak terjadi multikolinearitas.