• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.10 Pengujian Hipotesis

3.10.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji T)

Uji ini digunakan untuk menentukan seberapa besar pengaruh variabel bebas (X) secara parsial atau terpisah terhadap variabel terikat (Y).

H0 : β1 = 0, artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh dari variabel bebas yakni pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil terhadap variabel terikat yakni pertumbuhan ekonomi.

H0 : β1 ≠ 0, artinya secara parsial terdapat pengaruh dari variabel bebas yakni pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi

khusus, dan dana bagi hasil terhadap variabel terikat yakni pertumbuhan ekonomi.

Kriteria pengambilan keputusan :

Ho diterima jika t hitung < t tabel pada α = 5%

Ha diterima jika t hitung > t tabel pada α = 5%

48 BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN 4.1 Data Penelitian

4.1.1 Data Laju Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen dihitung menggunakan Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan harga konstan dengan tahun dasar 2010 oleh Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. Dari data yang diperoleh peneliti maka laju pertumbuhan ekonomi 28 Kabupaten/Kota sebagai berikut:

Tabel 4.1

Laju Pertumbuhan Ekonomi

No Kabupaten/Kota Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)

2017 2018 2019

15 Kabupaten Humbang Hasundutan 5,02 5,04 4,94

16 Kabupaten Pakpak Bharat 5,94 5,85 5,87

17 Kabupaten Samosir 5,35 5,58 5,70

18 Kabupaten Padang Lawas Utara 5,54 5,58 5,61

19 Kabupaten Padang Lawas 5,71 5,96 5,64

20 Kabupaten Labuhanbatu Utara 5,11 5,20 5,15

21 Kabupaten Nias Utara 4,43 4,42 4,65

22 Kabupaten Nias Barat 4,82 4,77 4,82

23 Kota Sibolga 5,27 5,25 5,20

24 Kota Pematang siantar 4,41 4,80 4,82

25 Kota Tebing Tinggi 5,14 5,17 5,15

26 Kota Medan 5,81 5,92 5,93

27 Kota Binjai 5,39 5,46 5,51

28 Kota Padang sidimpuan 5,32 5,45 5,51

Sumber: Data diolah peneliti, 2021

Tabel di atas menunjukkan persentase Laju Pertumbuhan Ekonomi pada setiap Kabupaten/Kota yang menjadi sampel selama tahun 2017 sampai 2019. Pada tahun 2017 persentase Laju Pertumbuhan Ekonomi tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Mandailing Natal dengan persentase 6,09% dan persentase terendah terdapat pada Kabupaten Tapanuli Utara dengan persentase 4,15%. Pada tahun 2018 persentase Laju Pertumbuhan Ekonomi yang tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Padang Lawas dengan persentase 5,96% dan persentase terendah terdapat pada Kabupaten Tapanuli Utara dengan persentase 4,35%. Pada tahun 2019 persentase Laju Pertumbuhan Ekonomi tertinggi dimiliki oleh Kota Medan dengan persentase 5,93% dan persentase terendah terdapat pada Kabupaten Karo dengan persentase 4,60%.

4.1.2 Data Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan asli daerah sebagai variabel independen dihitung menggunakan logaritma natural pendapatan asli daerah yang diubah kebentuk desimal. Dari data yang diperoleh peneliti maka dapat dihasilkan data desimal pendapatan asli daerah 28 kabupaten/kota sebagai berikut:

Tabel 4.2

Persentase Pendapatan Asli Daerah

No Kabupaten/Kota Pendapatan Asli Daerah

2017 2018 2019

7 Kabupaten Labuhanbatu 25,55 25,82 25,89

8 Kabupaten Asahan 25,54 25,69 25,73

15 Kabupaten Humbang Hasundutan 25,17 25,25 25,02 16 Kabupaten Pakpak Bharat 24,10 23,72 24,25

17 Kabupaten Samosir 25,00 24,58 24,83

18 Kabupaten Padang Lawas Utara 25,03 25,03 24,48

19 Kabupaten Padang Lawas 24,56 24,58 24,68

20 Kabupaten Labuhanbatu Utara 24,69 24,77 24,97

21 Kabupaten Nias Utara 23,72 24,64 24,78

22 Kabupaten Nias Barat 24,31 24,42 23,64

23 Kota Sibolga 25,36 25,12 24,96

24 Kota Pematangsiantar 25,38 25,45 25,55

25 Kota Tebing Tinggi 25,45 25,46 25,38

26 Kota Medan 28,18 28,12 28,24

27 Kota Binjai 25,66 25,63 25,41

28 Kota Padangsidimpuan 25,42 25,04 25,19

Sumber: Data diolah peneliti, 2021.

Tabel di atas menunjukkan data desimal Pendapatan Asli Daerah pada setiap kabupaten/kota yang menjadi sampel selama tahun 2017 sampai 2019. Pada tahun 2017 persentase Pendapatan Asli Daerah tertinggi dimiliki oleh Kota Medan dengan persentase 28,18 dan persentase terendah terdapat pada Kabupaten Nias Selatan dengan persentase 23,64. Pada tahun 2018 persentase Pendapatan Asli Daerah tertinggi dimiliki oleh Kota Medan

dengan persentase 28,12 dan persentase terendah terdapat pada Kabupaten Nias Selatan dengan persentase 23,70. Pada tahun 2019 persentase Pendapatan Asli Daerah tertinggi dimiliki oleh Kota Medan dengan persentase 28,41 dan persentase terendah terdapat pada Kabupaten Nias Barat dengan persentase 23,64.

4.1.3 Data Dana Alokasi Umum

Dana alokasi umum sebagai variabel independen dihitung menggunakan rasio jumlah dana alokasi umum kabupaten/kota dibagi dengan total pendapatan daerah yang kemudian diubah kebentuk persen.

Dari data yang diperoleh peneliti maka dapat dihasilkan data persentase dana alokasi umum 28 kabupaten/kota sebagai berikut:

Tabel 4.3

Persentase Dana Alokasi Umum

No Kabupaten/Kota Dana Alokasi Umum (%)

2017 2018 2019

1 Kabupaten Nias 48,91 47,53 45,96

2 Kabupaten Mandailing Natal 50,88 51,42 48,46 3 Kabupaten Tapanuli Selatan 51,67 46,91 45,98 4 Kabupaten TapanuliTengah 56,89 51,53 55,60 5 Kabupaten Tapanuli Utara 52,36 49,54 49,50

6 Kabupaten Toba Samosir 46,22 53,12 51,03

7 Kabupaten Labuhanbatu 58,78 55,72 52,07

8 Kabupaten Asahan 58,87 54,32 53,20

15 Kabupaten Humbang Hasundutan 55,10 57,07 53,18

16 Kabupaten Pakpak Bharat 66,05 63,37 60,01

17 Kabupaten Samosir 55,08 56,53 52,56 18 Kabupaten Padang Lawas Utara 48,27 50,55 46,31

19 Kabupaten Padang Lawas 50,88 50,67 47,70

20 Kabupaten Labuhanbatu Utara 55,99 56,90 56,50

21 Kabupaten Nias Utara 59,45 55,05 48,53

22 Kabupaten Nias Barat 53,39 48,56 48,23

23 Kota Sibolga 65,85 65,16 69,14

24 Kota Pematangsiantar 67,02 59,57 61,31

25 Kota Tebing Tinggi 57,43 59,32 60,57

26 Kota Medan 35,92 37,32 30,08

27 Kota Binjai 64,17 63,87 64,29

28 Kota Padangsidimpuan 55,87 61,61 59,22

Sumber: Data diolah peneliti, 2021

Tabel di atas menunjukkan bahwa data persentase dana alokasi umum pada setiap kabupaten/kota yang menjadi sampel selama tahun 2017 sampai 2019. Pada tahun 2017 persentase dana alokasi umum tertinggi dimiliki oleh Kota Pematangsiantar dengan persentase 67,02% dan persentase terendah terdapat pada Kota Medan dengan persentase 35,92%.

Pada tahun 2018 persentase dana alokasi umum tertinggi dimiliki oleh Kota Sibolga dengan persentase 65,16% dan persentase terendah terdapat pada Kota Medan dengan persentase 37,32%. Pada Tahun 2019 persentase dana alokasi umum tertinggi dimiliki oleh Kota Sibolga dengan persentase 69,14% dan persentase terendah terdapat pada Kota Medan dengan persentase 30,08%.

4.1.4 Data Dana Alokasi Khusus

Dana alokasi khusus sebagai variabel independen dihitung menggunakan rasio jumlah dana alokasi khusus kabupaten/kota dibagi dengan total pendapatan daerah yang kemudian diubah kebentuk persen.

Dari data yang diperoleh peneliti maka dapat dihasilkan data persentase dana alokasi khusus 28 kabupaten/kota sebagai berikut:

Tabel 4.4

Persentase Dana Alokasi Khusus

No Kabupaten/Kota Dana Alokasi Khusus (%)

2017 2018 2019

7 Kabupaten Labuhanbatu 15,16 16,33 14,96

8 Kabupaten Asahan 13,78 14,43 13,24

15 Kabupaten Humbang Hasundutan 19,19 15,48 15,86 16 Kabupaten Pakpak Bharat 15,54 13,36 16,38

17 Kabupaten Samosir 20,33 17,43 21,40

18 Kabupaten Padang Lawas Utara 13,37 13,00 15,59

19 Kabupaten Padang Lawas 14,46 15,30 17,17

20 Kabupaten Labuhanbatu Utara 21,58 22,75 15,65

21 Kabupaten Nias Utara 19,18 18,41 24,82

22 Kabupaten Nias Barat 23,58 28,97 26,05

23 Kota Sibolga 11,50 14,61 11,03

24 Kota Pematangsiantar 13,70 19,24 14,95

25 Kota Tebing Tinggi 20,18 16,00 14,43

26 Kota Medan 7,71 8,39 6,48

27 Kota Binjai 11,46 14,70 13,15

28 Kota Padangsidimpuan 17,54 15,42 20,56

Sumber: Data diolah peneliti, 2021

Tabel di atas menunjukkan bahwa data persentase dana alokasi khusus pada setiap kabupaten/kota yang menjadi sampel selama tahun 2017 sampai 2019. Pada tahun 2017 persentase dana alokasi khusus tertinggi

dimiliki oleh Kabupaten Labuhanbatu Utara dengan persentase 21,58% dan persentase terendah terdapat pada Kota Medan dengan persentase 7,71%.

Pada tahun 2018 persentase dana alokasi khusus tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Nias Barat dengan persentase 28,97% dan persentase terendah terdapat pada Kota Medan dengan persentase 8,39%. Pada tahun 2019 persentase dana alokasi khusus tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Nias barat dengan persentase 26,05% dan persentase terdapat pada Kota Medan dengan persentase 6,48%.

4.1.5 Data Dana Bagi Hasil

Dana bagi hasil sebagai variabel independen dihitung menggunakan rasio jumlah dana bagi hasil kabupaten/kota dibagi dengan total pendapatan daerah yang kemudian diubah kebentuk persen. Dari data yang diperoleh peneliti maka dapat dihasilkan data persentase dana bagi hasil 28 kabupaten/kota sebagai berikut:

Tabel 4.5

Persentase Dana Bagi Hasil

No Kabupaten/Kota Dana Bagi Hasil (%)

2017 2018 2019

12 Kabupaten Deli Serdang 1,79 2,04 1,57

13 Kabupaten Langkat 7,93 6,72 6,35

14 Kabupaten Nias Selatan 1,07 1,36 0,91

15 Kabupaten Humbang Hasundutan 1,43 1,73 1,15

16 Kabupaten Pakpak Bharat 2,04 2,67 1,86

Sumber: Data diolah peneliti, 2021

Tabel di atas menunjukkan bahwa data persentase dana bagi hasil pada setiap kabupaten/kota yang menjadi sampel selama tahun 2017 sampai 2019. Pada tahun 2017 persentase dana bagi hasil tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Langkat dengan persentase 7,93% dan persentase terendah terdapat pada Kabupaten Nias Selatan dengan persentase 1,07%. Pada tahun 2018 persentase dana bagi hasil tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Tapanuli Selatan dengan persentase 9,69% dan persentase terendah terdapat pada Kota Tebing Tinggi dengan persentase 0,03%. Pada tahun 2019 persentase dana bagi hasil tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Tapanuli Selatan dengan persentase 8,97% dan persentase terendah terdapat pada Kabupaten Nias Selatan dengan persentase 0,91%.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi suatu data yang dapat dilihat dari nilai rata-rata, deviasi standar, maksimum dan minimum. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil dan Pertumbuhan Ekonomi. Berdasarkan analisis statistik deskriptif diperoleh gambaran sebagai berikut:

Tabel 4.6

Sumber: Hasil penelitian (diolah 2021) Dari Tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa :

1. Nilai minimum Pendapatan Asli Daerah (PAD/X1) adalah 23,64, nilai maksimum 28,24, nilai rata-rata (mean) 25,3105 dan standard deviasi 0,90838 dengan jumlah sampel sebanyak 84.

2. Nilai minimum Dana Alokasi Umum (DAU/X2) adalah 30,08, nilai maksimum 69,14, nilai rata-rata (mean) 53,2562 dan standard deviasi 6,92709 dengan jumlah sampel sebanyak 84.

3. Nilai minimum Dana Alokasi Khusus (DAK/X3) adalah 6,48, nilai maksimum 28,97, nilai rata-rata (mean) 16,0685 dan standard deviasi 3,78775 dengan jumlah sampel sebanyak 84.

4. Nilai minimum Dana Bagi Hasil (DBH/X4) adalah 0,03, nilai maksimum 9,69, nilai rata-rata (mean) 2,4064 dan standard deviasi 1,67868 dengan jumlah sampel sebanyak 84.

5. Nilai minimum Pertumbuhan Ekonomi (PE/Y) adalah 4,15, nilai maksimum 6,09, nilai rata-rata (mean) 5,1805 dan standard deviasi 0,40962 dengan jumlah sampel sebanyak 84.

4.2.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk memastikan data yang diteliti dapat digunakan dalam analisis model regresi linear. Setelah data yang diteliti lolos dalam uji asumsi klasik, uji regresi berganda akan dilakukan untuk melihat tingkat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Uji-uji yang dilakukan terdiri dari:

a) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel memiliki distribusi normal. Pengujian ini diperlukan karena untuk melakukan uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar atau tidak dipenuhi maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.

Dalam penelitian ini pengujian normalitas terhadap residual menggunakan uji statistik non-parametric Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi yang digunakan sebesar 5% (α = 0,05) dan analisis grafik

normal P-Plots. Hasil uji normalitas dengan menggunakan uji non-parametric Kolmogorov-Smirnov menunjukkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.7

Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui nilai probabilitas p atau Asymp.sig. (2-tailed) sebesar 0,291. Karena nilai probabilitas p, yakni 0,291 lebih besar

dibandingkan tingkat signifikansi, yakni 0,05. Hal ini berarti variabel residual berdistribusi normal. Dan untuk uji normalitas dengan menggunakan grafik normal probability plot, grafik P-Plots dapat dilihat pada lampiran.

Berdasarkan hasil uji normalitas dengan normal probability plot titik cenderung menyebar dekat garis diagonal yang mengikuti arah garis diagonal tersebut. Hal ini berarti data berdistribusi secara normal.

b) Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi telah terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardize d Residual

N 84

Normal Parametersa,b Mean 0E-7

Std. Deviation ,38781205

Asymp. Sig. (2-tailed) ,291

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Sumber: Diolah di SPSS, 2021

pengamatan ke pengamatan yang lainnya. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki persamaan variance residual atau homokedastisitas.

Uji heterokedastisitas dilakukan dengan cara melihat grafik scatter plot antara variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID.

Dasar analisisnya:

1. Jika pola-pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur, maka terjadi heterokedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas atau titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.

Sumber: Hasil penelitian, 2021 (Data diolah) Gambar 4.2

Grafik Scatterplot Uji Heteroskedastisitas

Berdasarkan gambar 4.2 terlihat grafik yang menunjukkan tidak ada pola jelas yang terbentuk. Titik-titik pada grafik menyebar di atas dan di

bawah angka nol pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heterokedastisitas atau terjadi homokedastisitas.

c) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas berguna untuk mengetahui apakah pada model regresi yang diajukan telah ditemukan korelasi yang kuat antarvariabel independen. Jika terjadi korelasi yang kuat, terdapat masalah multikolinearitas yang harus diatasi. Multikolinearitas dapat juga dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) variance inflation factor (VIF).

Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF >10.

Tabel 4.8

a. Dependent Variable: PE (Y)

Sumber: Hasil penelitian 2021 (Data diolah)

Tabel 4.8 diatas menunjukkan nilai tolerance dari masing-masing variabel adalah PAD (0,490), DAU (0,775), DAK (0,593), dan DBH (0,903)

> tolerance 0,10. Untuk VIF, PAD bernilai 2,041, DAU bernilai 1,290,

DAK bernilai 1,686, dan DBH bernilai 1,108 < VIF 10. Ini artinya tidak terjadi multikolinearitas di antara variabel independen dalam penelitian ini.

d) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan dengan lainnya.

Pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Pada uji Durbin-Watson dinyatakan tidak mengalami masalah autokorelasi jika angka D-W diantara -2 sampai +2. Di bawah ini disajikan hasil uji Durbin-Watson yang diolah melalui data sekunder sampel penelitian.

Tabel 4.9 Uji Autokorelasi

Model Durbin-Watson

1 1,542

Sumber: Hasil penelitian 2021(Data diolah)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa d bernilai 1,542. Sesuai dengan pengambilan keputusan Durbin-Watson yaitu jika angka D-W diantara -2 sampai +2 maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengandung masalah autokorelasi positif dan negatif.

4.2.3 Analisis Regresi Berganda

Dalam hal ini model regresi diperlukan untuk melakukan pengujian hipotesis berdasarkan taksiran parameter maupun untuk proses peramalan.

Dengan menggunakan alat bantu komputer melalui program SPSS maka nilai regresi linear berganda dapat dilihat dalam tabel 4.10 sebagai berikut:

Tabel 4.10

Uji Analisis Regresi Linear Berganda

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

a. Dependent Variable: PE (Y)

Sumber: Hasil penelitian, 2021 (Data diolah)

Dari tabel 4.10 pada kolom Unstandardized Coefficients Beta dapat disusun persamaan regresi linear berganda2 sebagai berikut:

Y = 7.078 – 0,045X1 – 0,004X2 – 0,038X3 + 0,013X4 + ε

Berdasarkan persamaan regresi linear berganda di atas, dapat diketahui:

1. Nilai konstanta persamaan di atas sebesar 7,078 menunjukkan bahwa apabila tidak ada variabel independen (PAD, DAU, DAK, dan DBH = 0), maka pertumbuhan ekonomi sebesar 7,078.

2. Variabel Pendapatan Asli Daerah (X1) berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Koefisien regresi PAD sebesar -0,045 hal ini berarti bila PAD ditingkatkan maka akan meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi daerah.

3. Variabel Dana Alokasi Umum (X2) berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Koefisien regresi DAU sebesar -0,004 hal ini berarti bila DAU ditingkatkan maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

4. Variabel Dana Alokasi Khusus (X3) berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Koefisien regresi DAK sebesar -0,038 hal ini berarti bila DAK ditingkatkan maka akan menurunkan pertumbuhan ekonomi daerah.

5. Variabel Dana Bagi Hasil (X4) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Koefisien regresi DBH sebesar 0,013 hal ini berarti bila DBH ditingkatkan maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

4.3 Pengujian Hipotesis

4.3.1 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien determinasi berkisar antara nol sampai dengan 1. Jika koefisien determinasi semakin mendekati 1 maka semakin kuat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan koefisien determinasi mendekati 0, maka dapat dikatakan semakin kecil pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil uji koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.11

Uji Koefisien Determinasi (R2)

Model Summaryb

a. Predictors: (Constant), DBH (X4), DAU (X2), DAK (X3), PAD (X1) b. Dependent Variable: PE (Y)

Sumber: Hasil penelitian, 2021 (Data diolah)

Tabel 4.11 diatas menunjukkan nilai koefisien korelasi (R) dan Koefisien determinasi (R Square). Nilai R menunjukkan tingkat hubungan antar variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Dari tabel diatas diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,322 atau sama dengan 32,2% yang artinya adalah hubungan antara pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil terhadap pertumbuhan ekonomi semakin kecil. Definisi korelasi ini kecil berdasarkan pada nilai R yang berada di bawah 0,5 atau 50%.

Koefisien determinasi R square (R2) menunjukkan seberapa besar variabel independen menjelaskan variabel dependennya. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai R2 sebesar 0,104 atau 10,4% yang berarti kemampuan variabel independen pendapatan asli daeah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil dalam menerangkan variasi variabel dependen pertumbuhan ekonomi sebesar 10,4% sedangkan 89,6% lainnya diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Pada tabel diatas juga ditunjukkan nilai Adjusted R Square sebesar 0,058 atau 5,8%. Artinya 5,8% variabel pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh keempat variabel bebas yaitu pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil.

4.3.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Secara simultan, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji F-test.

Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yakni pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen pertumbuhan ekonomi.

Jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima. Jika tingkat signifikansi dibawah 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima.

Tabel 4.12

Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 1,443 4 ,361 2,283 ,068b

Residual 12,483 79 ,158

Total 13,926 83

a. Dependent Variable: PE (Y)

b. Predictors: (Constant), DBH (X4), DAU (X2), DAK (X3), PAD (X1) Sumber: Hasil penelitian 2021 (Data diollah)

Pada tabel 4.12 menunjukkan hasil Fhitung sebesar 2,283 sedangkan Ftabel pada tingkat kepercayaan α = 0,05 dengan df1 = 4 dan df2 = 79 adalah sebesar 2,49 yang dapat dibuktikan Ftabel pada lampiran. Sehingga Fhitung (2,283) < Ftabel (2,49), maka H0 diterima dan Ha ditolak dan tingkat signifikansi 0,068 > 0,05 artinya pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil tidak berpengaruh secara simultan terhadap pertumbuhan ekonomi.

4.3.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji T)

Uji parsial (uji t) digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen yakni pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil terhadap variabel dependen pertumbuhan ekonomi. Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dapat dilihat pada tabel 4.10.

Dasar pengambilan keputusan dengan menggunakan tingkat signifikansi α (5%) untuk uji 2 (dua) arah (α/2 = 0,025 dengan derajat bebas (df) = n – k = 84 – 5 = 79. Nilai ttabel adalah 1,99045 yang dapat

dibuktikan pada ttabel pada lampiran. Berdasarkan tabel 4.10 diatas disimpulkan sebagai berikut:

1. Variabel pendapatan asli daerah (X1) terhadap pertumbuhan ekonomi (Y), menunjukkan thitung < ttabel (-0,651 < 1,99045) untuk α (5%) maka H0 diterima dan Ha ditolak, yang berarti variabel pendapatan asli daerah secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

2. Variabel dana alokasi umum (X2) terhadap pertumbuhan ekonomi (Y) menunjukkan thitung < ttabel (-0,504 < 1,99045) untuk α (5%) maka H0 diterima dan Ha ditolak, yang berarti variabel dana alokasi umum secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

3. Variabel dana alokasi khusus (X3) terhadap pertumbuhan ekonomi (Y) menunjukkan thitung > ttabel (-2,527 > 1,99045) untuk α (5%) maka Ha diterima H0 ditolak, yang berarti variabel dana lokasi khusus berpengaruh signifikan negarif terhadap pertumbuhan ekonomi.

4. Variabel dana bagi hasil (X4) terhadap pertumbuhan ekonomi (Y) menunjukkan thitung < ttabel (0,481 < 1,99045) untuk α (5%) maka H0

diterima dan Ha ditolak, yang berarti variabel dana bagi hasil secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

4.4 Pembahasan Hipotesis

Berdasarkan hasil penelitian yang di dapatkan melalui berbagai pengujian di atas dapat diinterpretasikan bahwa pengaruh variabel independen dan variabel dependen adalah sebagai berikut:

4.4.1 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan pengujian statistik dengan uji t menunjukkan variabel nilai thitung < ttabel (-0,651 < 1,99045) dan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (0,517 > 0,05), yang berarti pendapatan asli daerah berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga tidak sesuai dengan teori yang diyakini. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang meyakini bahwa pendapatan asli daerah memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Seharusnya apabila hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut (Rahma dan Basri, 2016) apabila pendapatan asli daerah ditingkatkan, daerah dapat lebih mampu dalam memberikan fasilitas pelayanan publik yang lebih baik untuk masyarakat lokal dan ketersediaan infrastruktur publik tersebut akan menjadi kunci naiknya pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya produktivitas.

Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ni Wayan dan I Dewa (2017) yang berkesimpulan bahwa pendapatan asli

daerah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan hasil pengujian yang dilakukan Ni Wayan dan I Dewa juga bertentangan dengan teori yang diyakini sebelumnya. Ni Wayan dan I Dewa melakukan pengamatan di Provinsi Bali dengan sampel 9 kabupaten/kota dan tahun pengamatan 2011-2014, berbeda dengan penelitian ini yang memiliki sampel sebanyak 28 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara mulai dari tahun 2017-2019 yang diharapkan memberikan hasil berbeda dan lebih konkrit namun tetap memberikan hasil yang sama.

4.4.2 Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan pengujian statistik dengan uji t menunjukkan variabel thitung < ttabel (-0,504 < 1,99045) dan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (0,616 > 0,05), hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana alokasi umum berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga tidak sesuai dengan teori yang diyakini, apabila variabel dana alokasi umum ditingkatkan maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan data yang diperoleh, pertumbuhan dana alokasi umum Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara selama periode 2017-2019 berfluktuasi setiap tahunnya. Dana alokasi umum yang tertinggi pada kurun 2017-2019 diperoleh Kota Medan sebesar 1.660 Triliun dan Dana

Alokasi umum yang terendah diperoleh oleh Kabupaten Pakpak Bharat sebesar 339,2 Miliar.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sheilla (2014) yang berkesimpulan bahwa dana alokasi umum berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun tidak sejalan dengan penelitian Kartini, dkk (2019) yang memberikan hasil bahwa dana alokasi umum berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

4.4.3 Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan pengujian statistik dengan uji t menunjukkan variabel nilai thitung > ttabel (-2,527 > 1,99045) dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,013 < 0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana alokasi khusus berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga sesuai dengan teori yang diyakini, apabila variabel dana alokasi khusus naik maka pertumbuhan ekonomi akan turun.

Dana alokasi khusus salah satu mekanisme transfer keuangan pemerintah pusat ke daerah yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasana fisik daerah sesuai prioritas nasional serta mengurangi kesenjangan laju pertumbuhan antar daerah dan pelayanan antar bidang. Salah satu contoh kebutuhan khusus dan

Dana alokasi khusus salah satu mekanisme transfer keuangan pemerintah pusat ke daerah yang bertujuan antara lain untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasana fisik daerah sesuai prioritas nasional serta mengurangi kesenjangan laju pertumbuhan antar daerah dan pelayanan antar bidang. Salah satu contoh kebutuhan khusus dan

Dokumen terkait