• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kegunaan yang dapat diberikan adalah antara lain bagi:

1. Bidang Keilmuan

Penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangsih berupa referensi untuk penelitian lebih lanjut khususnya dalam bidang pemanfaatan televisi lokal untuk melestarikan kebudayaan lokal.

2. Masyarakat

Penelitian diharapkan agar masyarakat semakin menyadari dan memahami bahwa nilai-nilai kebudayaan lokal dan potensi sumberdaya lokal dapat dilestarikan dan disebarluaskan melalui program-program tayangan televisi lokal yang pada akhirnya dapat membantu melestarikan kebudayaan lokal.

3. Pemerintah

Penelitian diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada Pemerintah bahwa televisi lokal dapat membantu pelestarian kebudayaan lokal, sehingga pemerintah dapat menetapkan kebijakan mengenai tayangan televisi dan semakin menggalakkan sosialisasi menonton tayangan televisi lokal.

4. Bagi Pengelola TV Lokal

Penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dan motivasi untuk semakin mengembangkan program-program tayangan yang bermutu dan mampu melestarikan kebudayaan lokal.

2.1 Komunikasi Massa

DeVito (1997) dalam Nurudin (2009) menjelaskan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa atau khalayak yang luar biasa banyaknya dan disalurkan oleh pemancar-pemancar audio dan atau visual.

Menurut Meletzke dalam Ardianto et al. (2009) komunikasi massa diartikan sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran pada publik yang tersebar, pihak penerima pesan tidak berada di suatu tempat, tetapi tersebar di berbagai tempat.

Menurut Palapah dan Syamsudin (1983) dalam Baksin (2006) komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak, dan sepintas (khususnya media elektronik)2.

2.2 Media Massa

Menurut Romli (2005), media massa (mass media) adalah channel, media/medium, saluran, sarana, atau alat yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa, yakni komunikasi yang diarahkan kepada orang banyak

2 Askurifai Baksin, 2006, “Produksi Siaran Televisi: Televisi Media Komunikasi Massa dan Perkembangan dari Masa ke Masa,” http://www.googlesearch.com/ produksi_siaran_televisi [diakses pada 20 Maret 2010], hal 1.

(channel of mass communication). Komunikasi massa sendiri merupakan kependekan dari komunikasi melalui media massa (communicate with media)3.

Menurut Cangara (2003) dalam Petra (2008), karakteristik media massa sendiri adalah4:

1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola terdiri dari banyak orang yakni mulai dari proses pengumpulan, pengelolaan, sampai pada penyajian informasi;

2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau pun terjadi reaksi dan umpan balik biasanya memerlukan waktu dan tertunda;

3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan di mana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama;

4. Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio dan televisi; dan

5. Bersifat terbuka, artinya dapat diterima oleh siapa saja dan di mana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin dan suku bangsa.

Media massa bersifat melembaga artinya bahwa pihak yang mengelola media bersifat institusi dan bukan individu. Bersifat satu arah maksudnya, karena menggunakan suatu media maka respons khalayak tidak dapat diketahui secara langsung sehingga komunikasi hanya satu arah dari komunikator kepada komunikan. Meluas dan serempak maksudnya, media massa ditujukan kepada khalayak yang jumlahnya banyak dan berlangsung secara bersamaan. Selain itu

3Asep Syamsul M. Romli, 2005, “Jurnalistik Terapan,” http://www.romeltea.com_ media massa// [diakses pada 14 Mei 2010], hal 1.

4 Petra UK, 2008, Peran Iklan Layanan Masyarakat Pepsodent Versi Gosok Gigi terhadap Pembentukan Sikap Pemirsa Surabaya, http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/ikom/2008 /jiunkpe-ns-s1-2008-51403153-8727-pepsodent-chapter2.pdf [diakses pada 1 Juni 2010], hal 7.

juga media massa juga menggunakan peralatan teknis atau mekanis seperti radio, televisi, surat kabar dan lain sebagainya.

2.3 Efek Media Massa

Menurut Steven M. Chaffee dalam Taqiyuddin (2007), efek media massa dapat dilihat dari pendekatan yang berkaitan dengan pesan ataupun media itu sendiri serta pendekatan dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa yang berupa perubahan pengetahuan, sikap, perasaan, dan konatif. Menurut Steven M. Chaffee (Taqiyuddin, 2007), ada lima jenis efek kehadiran media massa sebagai benda fisik, yaitu:

a. Efek ekonomi, kehadiran media massa memberikan berbagai usaha produksi, distribusi, dan konsumsi jasa media massa.

b. Efek sosial, berkaitan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial sebagai akibat dari kehadiran media massa.

c. Efek penjadwalan kegiatan sehari-hari, kehadiran media massa membuat aktivitas sehari-hari berpengaruh.

d. Efek hilangnya perasaaan tidak nyaman, orang menggunakan media untuk memuaskan kebutuhan psikologisnya dengan tujuan untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman, perasaan kesepian, marah, kesal, kecewa, dan sebagainya.

e. Efek menumbuhkan perasaan tertentu, terkadang seseorang akan mempunyai perasaan positif atau negatif terhadap media tertentu. Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada suatu media massa tertentu erat kaitannya dengan pengalaman individu bersama media massa tersebut.

Media massa juga memberikan efek berdasarkan pesan yang disampaikan oleh media tersebut. Menurut Steven M. Chaffee dalam Ardianto et al. (2009) ada tiga dimensi efek pesan media massa dalam komunikasi massa, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar, dan pemahaman. Efek afektif berhubungan dengan emosi, perasaan, dan attitude (sikap). Sedangkan efek konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu.

1. Efek kognitif

Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya. Media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya. Melalui media massa seseorang dapat memperoleh informasi tentang benda, orang, atau tempat yang belum pernah dikunjungi sebelumnya.

Dalam efek kognitif dikenal juga istilah efek prososial kognitif. Ardianto et al.

(2009) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan efek prososial kognitif adalah bagaimana suatu media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat.

2. Efek afektif

Efek afektif memiliki kadar yang lebih tinggi daripada efek kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan media massa antara lain:

a. Suasana emosional, menonton sebuah sinetron di televisi atau membaca novel akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak, apabila kita menontonnya dalam keadaan senang.

b. Skema kognitif, merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur peristiwa.

c. Suasana terpaan (Setting Exposure), tayangan misteri di televisi, membuat kita berpikir bahwa kehidupan mahluk itu adalah sebagaimana yang kita lihat dalam film atau sinetron tersebut.

d. Predisposisi individual, mengacu pada karakteristik khas individu. Orang yang melankolis cenderung menanggapi tragedi lebih emosional daripada orang yang periang. Orang yang periang akan senang bila melihat adegan-adegan lucu atau film komedi daripada orang yang melankolis. Acara yang sama bisa ditanggapi berlainan oleh orang-orang yang berbeda.

e. Faktor identifikasi, menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditonjolkan dalam media massa. Melalui identifikasi, penonton, pembaca atau pendengar menempatkan dirinya dalam posisi tokoh tersebut.

3. Efek konatif

Efek konatif merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Efek konatif media massa dapat dijelaskan melalui teori belajar sosial yang mengatakan bahwa orang cenderung meniru perilaku yang diamati. Menurut Jahja dan Irvan (2006) efek pesan media massa pada tahap konatif meliputi:

a. Exposure (jangkauan pengenaan), jika sebagian besar masyarakat telah terekspos oleh media massa.

b. Kredibilitas, jika pesan media massa mempunyai kredibilitas tinggi di mata masyarakat.

c. Konsonansi, jika isi informasi yang disampaikan oleh beberapa media massa sama atau serupa.

d. Signifikansi, jika materi pesan media massa signifikan, dalam arti berkaitan langsung dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat.

e. Sensitif, jika materi dan penyajian pesan menyentuh hal-hal yang sensitif.

f. Situasi kritis, jika ada ketidakstabilan struktural yang menyebabkan masyarakat berada dalam situasi kritis.

g. Dukungan komunikasi antar pribadi, jika informasi melalui media massa menjadi topik pembicaraan karena didukung oleh komunikasi antar pribadi.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Efek Pesan Media Massa

Efek yang dihasilkan media massa dalam bentuk efek kognitif, afektif dan konatif dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Nurudin (2009) terdapat dua faktor utama yang menjadi penentu besar tidaknya efek yang dihasilkan oleh media massa yaitu karakteristik individu dan faktor sosial dalam penerimaan pesan media. Black dan Whitney (1988) dalam Nurudin (2009) menyatakan karakteristik individu yang ikut mempengaruhi penerimaan pesan dari media massa antara lain usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan.

Karakteristik individu ini juga turut mempengaruhi pengelola televisi lokal (dalam hal ini Megaswara TV) dalam membuat suatu program acara. Acara yang ditayangkan oleh Megaswara TV disesuaikan dengan karakteristik individu yang menonton. Lebih lanjut lagi, berdasarkan karakteristik individu ini juga dapat dilihat bahwa seorang individu dapat terkena efek suatu tayangan.

Lebih lanjut oleh Black dan Whitney (1988) dalam Nurudin (2009), faktor sosial yang mempengaruhi penerimaan pesan dari media massa dilihat dari segi sosiologi yang melihat individu sebagai gejala sosial. Dalam hal ini proses efek yang terjadi dilihat dari hubungan atau interaksi yang terjadi antara individu dengan individu lainnya. Adapun faktor-faktor sosial yang mempengaruhi penerimaan pesan dari media massa antara lain selective attention, selective perception dan selective retention, penyesuaian diri, dan motivasi.

Menurut Nurudin (2009) selective attention merupakan terpaan yang dirasakan oleh individu dalam menerima pesan media yang sesuai dengan pendapat dan minatnya. Menurut Alexis S. Tan (1981) dalam Nurudin (2009) selective attention mempunyai prinsip-prinsip, yaitu:

1. Perbedaan individu merupakan hasil dari struktur kognitif seseorang yang berbeda dalam menerima pesan-pesan media dan individu memiliki kemampuan untuk selektif hanya pada pesan-pesan yang menarik perhatian.

2. Keanggotaan sosial pada berbagai kelompok sosial ikut mempengaruhi pesan yang dipilih oleh seseorang.

Lebih lanjut oleh Nurudin (2009), selective perception merupakan suatu kecenderungan individu untuk menerima pesan media massa yang mendorong kecenderungan dirinya dan memperkuat keyakinan dirinya. Selective retention

merupakan kecenderungan individu untuk mengingat pesan yang sesuai dengan kebutuhan dan pendapatnya.

Menurut McQuail (2005) terdapat sejumlah motivasi penggunaan media atau fungsi media bagi individu, yaitu:

1. Informasi, pengguna dikatakan memiliki motif informasi apabila mereka:

a. Dapat mengetahui berbagai berita tentang kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat

b. Dapat mengetahui berbagai informasi mengenai peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan keadaan dunia

c. Dapat mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah, pendapat dan hal-hal yang berkaitan dengan penentuan pilihan

d. Memuaskan rasa ingin tahu dan minat umum

e. Dapat memperoleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan

2. Identitas pribadi, pengguna dikatakan memiliki motif identitas pribadi apabila mereka:

a. Menemukan penunjang nilai-nilai pribadi b. Meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri

3. Integrasi dan interaksi sosial, pengguna dikatakan memiliki motif integrasi dan interaksi sosial apabila mereka:

a. Memperoleh pengetahuan yang berkenaan dengan empati sosial b. Memperoleh pengetahuan mengenai berbagai kepentingan c. Dapat memelihara rasa persatuan dan kesatuan

d. Mengidentifikasi diri dengan orang lain e. Meningkatkan rasa memiliki

f. Menemukan bahan percakapan dan interaksi sosial dengan orang lain di sekitarnya

g. Dapat menjalankan peran sosial

h. Keinginan untuk dekat dengan orang lain i. Keinginan untuk dihargai oleh orang lain

4. Hiburan, pengguna dikatakan memiliki motif hiburan apabila mereka:

a. Dapat melepaskan diri dari permasalahan b. Dapat bersantai dan mengisi waktu luang c. Dapat memperoleh hiburan dan kesenangan d. Dapat menyalurkan emosi

2.5 Televisi

Menurut Hoffmann (1999) tugas media komunikasi adalah untuk membuat orang-orang yang terbelakang menjadi modern. Hoffmann (1999) juga menyebutkan teori lima fungsi dari televisi, yaitu:

1. Pengawasan situasi masyarakat dan dunia

Fungsi ini sering disebut informasi. Fungsi televisi yang sebenarnya adalah mengamati kejadian di dalam masyarakat dan kemudian melaporkannya sesuai dengan kenyataan yang ditemukan.

2. Menghubungkan satu dengan yang lain

Menurut Neil Postman dalam Hoffmann (1999) televisi tidak berkesinambungan. Akan tetapi televisi yang menyerupai mosaik dapat saja menghubungkan hasil pengawasan lain secara jauh lebih gampang daripada sebuah dokumen tertulis. Apabila televisi berfungsi sesuai dengan

kepentingan masyarakat yang ditangkap oleh pembuat program, televisi sangat ampuh untuk membuka mata pemirsa.

3. Menyalurkan kebudayaan

Fungsi ini dilihat sebagai pendidikan. Namun, istilah “pendidikan” sengaja dihindari karena di dalam kebudayaan audio-visual tidak ada yang namanya kurikulum atau target tertentu yang dirancang oleh seorang pendidik.

Kebudayaan yang diperkembangkan oleh televisi merupakan tujuan tanpa pesan khusus di dalamnya.

4. Hiburan

Kebudayaan audio-visual paling sedikit memiliki unsur hiburan. Kalau tidak menghibur umumnya sebuah tayangan tidak akan ditonton. Sekarang ini hiburan semakin diakui sebagai kebutuhan manusia. Tanpa hiburan manusia tidak dapat hidup wajar. Hiburan ini merupakan rekreasi, artinya berkat hiburan manusia menjadi segar untuk kegiatan-kegiatan yang lain.

5. Pengerahan masyarakat untuk bertindak dalam keadaan darurat

Fungsi ini mudah disalahgunakan oleh seorang penguasa, akan tetapi dalam situasi tertentu ini cukup masuk akal. Misalnya kalau terjadi wabah penyakit di suatu daerah, televisi bisa saja memberitakan berdasarkan fungsinya sebagai pengawas. Berita ini kemudian dapat dihubungkan dengan keterangan tentang vaksinasi. Tentu saja dalam keadaan darurat ini tidak cukup. Televisi harus proaktif memberi motivasi dan menganjurkan supaya orang mau dibantu secara preventif.

2.6 Televisi Lokal

Amanat undang-undang penyiaran Nomor 32 tahun 2002 pada Bagian Keempat tentang Lembaga Penyiaran Publik, Pasal 14 ayat (3) di daerah provinsi, kabupaten, atau kota dapat didirikan Lembaga Penyiaran Publik Lokal. Televisi (TV) Lokal5 adalah lembaga pemberitaan televisi komersial yang mengemban dua misi utama, yaitu visi idealisme untuk menunjang mutu pemberitaan dan visi komersialisme untuk menopang kehidupan institusi. Kedua visi itu sama-sama membutuhkan loyalitas penonton sebagai sasaran utama informasi. Untuk memperoleh dan mempertahankan loyalitas pemirsa, perlu menyajikan suatu berita dan layanan informasi yang akurat, dapat dipercaya, obyektif dan dapat diandalkan. Semakin baik dan konsisten kualitas laporan dan berita, semakin ada kemungkinan untuk mengembangkan sekelompok pendukung yang loyal yang dibutuhkan institusi, baik untuk misi idealismenya maupun misi komersialismenya. Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran juga menjadi payung hukum bagi keberadaan televisi lokal, sebagai paradigma baru dan menunjang proses demokratisasi penyiaran.

Sejumlah televisi lokal pada tanggal 26 Juli 2002 mencoba untuk menyatukan visi dan misinya dalam sebuah wadah perhimpunan yang dinamakan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), sebuah wadah tempat bernaungnya sejumlah stasiun televisi yang berdaya jangkau siar lokal (daya jangkau siaran maksimum dalam satu provinsi/kota). Tugas ATVLI adalah menjalankan program kerja ATVLI, yang antara lain intinya adalah di bidang advokasi media, membangun kemitraan dengan semua pihak, mensosialisasikan anggota baik

5Dewan Pengurus Asosiasi Televisi Lokal Indonesia, 2005, “Profil ATVLI,”

http://www.atvli.com/ #index. php/cprofilatvli/read/4 [diakses 20 Maret 2010], hal 5-6.

untuk kepentingan bisnis maupun non bisnis, dan beberapa program yang tak kalah penting lainnya. Pertama kali lahir (pada 2002) dengan beranggotakan tujuh stasiun televisi lokal, saat ini ATVLI telah memiliki anggota sebanyak 29 stasiun televisi lokal komersial, yang berada dari ujung barat hingga timur Indonesia.

Stasiun-stasiun televisi swasta lokal tersebut adalah: Riau TV, Batam TV, SriJunjunganTV-Bengkalis, JAKTV-Jakarta, Jogja TV, TV Borobudur-Semarang, JTV-Surabaya, Bali TV, Lombok TV, Publik Khatulistiwa TV-Bontang, Gorontalo TV, Makassar TV, Terang Abadi TV-Surakarta, Bandung TV, O’

Channel-Jakarta, Space Toon TV Anak-Jakarta, Cahaya TV-Banten, Megaswara Bogor, Cakra Semarang, Cakra Buana Channel-Depok, Pal TV-Palembang, Kendari TV, Tarakan TV, Manajemen Qolbu TV-Bandung, Ratih TV-Kebumen, Ambon TV, Sriwijaya TV-Palembang, Aceh TV, dan Padjadjaran TV-Bandung (DP-ATVLI, 2005).

Megaswara TV merupakan satu-satunya televisi lokal yang berada di Kota Bogor di bawah pimpinan perusahaan PT. Cipta Megaswara Televisi.

Megasawara TV didirikan dan mulai mengudara sejak tahun 2005 pada channel 25 UHF. Megaswara TV juga memiliki komitmen kepada para pemirsanya, yaitu:

1. Tayangkan program yang digemari, 2. Tayangkan program yang dibutuhkan, 3. Tayangkan program yang ditunggu, dan 4. Tayangkan program yang selalu diingat.

Berdasarkan pada komitmen tersebut, Megaswara TV selalu menyemangati diri dengan sebutan TV URANG BOGOR6. Megaswara TV membuat, menyusun,

6Megaswara TV Bogor, 2010, “Kami Antar Produk Anda ke 4 Juta Penduduk Bogor,”

divisi Marketing Cipta Megaswara TV Bogor, hal 2.

dan menayangkan program-program hiburan dan informasi positif yang dibutuhkan oleh masyarakat Kota dan Kabupaten Bogor dengan mengangkat dan mengedepankan potensi-potensi lokal yang ada, baik budaya maupun masyarakatnya. Program-program yang ditayangkan dikategorikan ke dalam berita lokal, program religi, hiburan lokal, pendidikan (khususnya untuk membantu para pelajar menghadapi ujian akhir dan persiapan masuk perguruan tinggi), program interaktif, program dari sponsor yang berasal dari pemerintah dan swasta, program khusus wanita, talk shows, dan variety shows (Megaswara TV, 2010).

Salah satu program acara dari Megaswara TV yang mengangkat kebudayaan Sunda adalah Sulanjana. Program ini dibuat karena dalam kehidupan di tanah Sunda tidak lepas dari musik. Selain untuk menghibur masyarakat, acara Sulanjana ini juga memiliki tujuan untuk melestarikan kebudayaan Sunda di masyarakat. Program acara Sulanjana merupakan suatu program acara yang berisi penayangan video klip lagu-lagu Sunda. Video klip yang ditayangkan dalam acara ini tentu saja mengangkat hal-hal yang berkaitan dengan kebudayaan Sunda, yaitu antara lain syair lagu yang menggunakan bahasa Sunda, lokasi video klip yang diambil di tanah Sunda (Jawa Barat) serta pakaian yang digunakan penyanyi kerap kali merupakan pakaian adat Sunda yang diperindah dengan aksesori Sunda juga. Sulanjana ditayangkan setiap hari di pagi hari (kecuali Jumat) pukul 08.00-08.30 WIB dan malam hari pukul 22.00-23.00 WIB (hari Senin) serta 23.00-24.00 WIB (di hari Selasa-Sabtu).

2.7 Kebudayaan

Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah budidaya rakyat Indonesia secara seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju arah kemajuan adab, budaya dan persatuan. Penyerapan unsur budaya luar dan inovasi yang muncul dari dalam akan membuat kebudayaan yang merupakan salah satu sumber utama atau tata nilai masyarakat, berubah dan berkembang.

Menurut Wallace (1966) dalam Taryati et al. (1994), yang dimaksud dengan kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan Koentjaraningrat (1980) masih dalam Taryati et al.

(1994) merumuskan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.

Koentjaraningrat (1990) dalam Taryati et al. (1994) mengemukakan wujud kebudayaan itu paling sedikit ada tiga: pertama, kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan lain sebagainya; kedua, kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan-berpola dari manusia dan masyarakat; dan ketiga, kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Menurut Ralp Luton (1984) dalam Taryati et al.

(1994), bentuk pembinaan budaya dalam keluarga inti dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan yang mendukungnya, antara lain: latar belakang pendidikan,

mata pencaharian, keadaan ekonomi, sistem kekerabatan, kepercayaan, lingkungan hidup, dan adat istiadat.

3. 1 Kerangka Pemikiran

Kebijakan Pemerintah dengan mengeluarkan UU Penyiaran No.32 Tahun 2002 memberikan warna baru dalam industri pertelevisian terutama bagi televisi lokal. Salah satu televisi lokal yang ada di Indonesia adalah Megaswara TV yang terletak di kota Bogor. Megaswara TV menghadirkan tayangan-tayangan yang meliputi potensi-potensi lokal (Kota dan Kabupaten Bogor) serta keadaan dan kebudayaan yang ada.

Salah satu program acara yang ditayangkan di Megaswara TV adalah Sulanjana, yaitu acara yang menayangkan video klip lagu-lagu Sunda. Tayangan Sulanjana berisi lagu-lagu yang menggunakan bahasa Sunda, lokasi video klip yang berada di Jawa Barat serta busana dan aksesoris yang digunakan penyanyi juga menghadirkan kebudayaan Sunda. Tayangan Sulanjana hadir hampir setiap hari di pagi dan malam hari dengan durasi sekali penayangan selama satu jam.

Aspek tayangan Sulanjana yang berupa jam tayang, durasi tayang serta isi tayangan (bahasa Sunda, lokasi video klip dan busana penyanyi) dipengaruhi oleh karakteristik individu. Karakteristik individu dalam hal ini berupa usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Selain mempengaruhi aspek tayangan, karakteristik individu juga menghasilkan efek pada individu yang menonton tayangan Sulanjana. Efek yang dihasilkan meliputi tiga dimensi efek dalam komunikasi massa yaitu efek kognitif, afektif, dan konatif.

Efek yang dihasilkan tayangan Sulanjana juga dipengaruhi oleh aspek tayangan dan faktor penerimaan pesan pada individu. Faktor dalam penerimaan pesan media dalam hal ini antara lain selective attention, selective perception, selective retention, penyesuaian diri, dan motivasi. Aspek tayangan dan faktor

penerimaan pesan saling mempengaruhi sehingga menghasilkan efek kognitif,

penerimaan pesan saling mempengaruhi sehingga menghasilkan efek kognitif,

Dokumen terkait